MODEL KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM SISTEM PENGUPAHAN

MODEL KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM SISTEM PENGUPAHAN

Ujang Charda S.

Fakultas Hukum Universitas Subang E-mail: ujangch@gmail.com

Abstract

Indonesian government policy in the wage system not only pay attention to technical and economic aspects, but also pay attention to the legal aspects in order to encourage economic growth and expansion of employment opportunities and improving the welfare of workers and their families in the implementation of increasingly complex working relationship. To improve the welfare and productivity of workers as well as the progress of the business world, the model of wage policy Indonesian government poured into the Government Regulation Number 78 of 2015 which essentially set the remuneration thorough in ensuring survival to workers in accordance with the development and capabilities of the business world in the provisions it contains settings decent income, wage policy, wage protection, minimum wages, and the imposition of penalties directed at wage system as a whole.

Keywords: legal policy; worker protection; and wage.

Abstrak

Model kebijakan pemerintah Indonesia dalam sistem pengupahan bukan hanya memperhatikan aspek teknis dan ekonomis, tetapi juga memperhatikan aspek hukum dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya dalam pelaksanaan hubungan kerja yang semakin kompleks. Untuk peningkatan kesejahteraan dan produktivitas pekerja serta kemajuan dunia usaha, maka model kebijakan pengupahan pemerintah Indonesia dituangkan ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 yang pada hakikatnya mengatur pengupahan secara menyeluruh dalam menjamin kelangsungan hidup secara layak bagi pekerja sesuai dengan perkembangan dan kemampuan dunia usaha yang di dalamnya ketentuan tersebut berisi pengaturan penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, pelindungan pengupahan, penetapan upah minimum, dan pengenaan denda yang diarahkan pada sistem pengupahan secara menyeluruh.

Kata Kunci: Kebijakan Hukum, Perlindungan Pekerja, dan Upah.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

A. PENDAHULUAN

diterjemahkan bagaimana sistem

Pengupahan merupakan masalah penggajian dalam suatu perusahaan yang sangat krusial dalam bidang dirancang, sehingga kebijakan kenaikan ketenagakerjaan dan bahkan apabila tidak

upah minimum tetap dapat mendorong profesional dalam menangani pengupahan

produktivitas kerja pekerja dan tidak tidak jarang menjadi potensi perselisihan 3 terlalu membebani cashflow perusahaan.

serta mendorong timbulnya mogok Kemudian dilihat dari aspek hukum, kerja dan atau unjuk rasa. 1 Penanganan

bidang pengupahan meliputi proses dan pengupahan ini tidak hanya menyangkut

kewenangan penetapan upah, pelaksanaan aspek teknis dan aspek ekonomis saja,

upah, perhitungan, dan pembayaran upah, tetapi aspek hukum yang mendasari serta pengawasan pelaksanaan ketentuan bagaimana hal-hal yang berkaitan upah. Secara hukum kesemua ini harus dengan pengupahan itu dilaksanakan dipahami dasar dan falsafahnya, kemudian dengan aman dan benar berdasarkan dipadukan dengan aspek lain, yaitu aspek perundang-undangan yang berlaku. Oleh 4 teknis dan aspek ekonomis. sebab itu, untuk menangani pengupahan

Berbicara mengenai pengupahan, secara profesional mutlak memerlukan dilihat dari aspek hukum penelaahannya pemahaman ketiga aspek tersebut secara

tertuju pada Pasal 27 ayat (2) Undang- komprehensif. 2

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Aspek teknis bidang pengupahan tidak

Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD hanya sebatas bagaimana perhitungan 1945), bahwa: “Tiap-tiap warga negara dan pembayaran upah dilakukan, berhak atas pekerjaan dan penghidupan tetapi juga menyangkut bagaimana 5 yang layak bagi kemanusiaan” dan proses upah ditetapkan. Sementara itu,

Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, bahwa: dilihat dari aspek ekonomis, bahwa “Setiap orang berhak untuk bekerja serta pengupahan lebih melihat pada kondisi

mendapatkan imbalan dan perlakuan ekonomi, baik secara makro maupun yang adil dan layak dalam hubungan secara mikro yang secara operasional kerja”. Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D kemudian mempertimbangkan bagai-

ayat (2) UUD 1945 merupakan hukum mana kemampuan perusahaan pada dasar dalam pengupahan. Dengan saat nilai upah akan ditetapkan, juga demikian, upah yang harus diterima oleh bagaimana implementasinya di lapangan

pekerja atau para tenaga kerja atas jasa- yang di tingkat perusahaan kemudian jasanya harus berupa upah yang wajar.

1 Abdul Khakim, Seri Hukum Ketenagakerjaan: Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 1.

2 Ibid. 3 Ibid., hlm. 2. 4 Ibid. 5 Penghidupan yang layak di sini dapat diartikan, bahwa jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja

dari hasil pekerjaannya mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

2 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

Upah wajar yang dimaksud adalah upah melihat upah dari sisi masing-masing yang tidak boleh bertentangan dengan yang berbeda. Pekerja melihat upah peraturan perundang-undangan yang sebagai sumber penghasilan guna berlaku, khususnya yang mengatur memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan masalah pengupahan, karena berbicara keluarganya yang secara psikologis upah mengenai pengupahan merupakan hal juga dapat menciptakan kepuasan bagi yang essensial bagi pekerja dan upah pekerja. Di lain pihak, pengusaha melihat merupakan sarana untuk mensejahterakan

upah sebagai salah satu biaya produksi, pekerja dan keluarganya. Oleh sebab dan sementara itu pemerintah melihat itu, upah yang diberikan kepada pekerja

upah adalah untuk tetap dapat menjamin harus mencerminkan rasa keadilan 6 dan

terpenuhinya kehidupan yang layak bagi memenuhi standar upah yang digariskan

pekerja dan keluarganya, meningkatkan oleh pemerintah atau tidak boleh kurang

produktivitas pekerja, dan meningkatkan dari standar upah minimum regional. 7 daya beli masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, tampak Dengan melihat berbagai kepentingan jelas bahwa para pihak harus benar-benar

yang berbeda tersebut, pemahaman memahami ketigas aspek tersebut secara

sistem pengupahan serta pengaturannya komprehensif dan ketika salah satu pihak

sangat diperlukan untuk memperoleh berpegang hanya pada satu aspek apalagi

kesatuan pengertian dan penafsiran “main pokoknya”, akhirnya sulit ditemukan

terutama antara pekerja dan pengusaha. keputusan yang bijak. Jika demikian, Hal ini salah satunya dimaksudkan

konflik tidak dapat dihindari dan sangat agar terpenuhinya kehidupan yang keliru jika ada pihak berpendapat, bahwa

layak, penghasilan pekerja harus dapat bidang ketenagakerjaan hanya masalah memenuhi kebutuhan fisik, non fisik, dan normatif (undang-undang), karenanya sosial yang meliputi makanan, minuman, fakta dimensi ketenagakerjaan sangat sandang, perumahan, pendidikan, kompleks, seperti masalah pengupahan ini

kesehatan, jaminan hari tua, dan rekreasi. terutama dikaitkan dengan pelaksanaan

Untuk itu, kebijakan pengupahan juga hubungan kerja.

harus mampu mendorong pertumbuhan

Upah merupakan salah satu aspek ekonomi dan perluasan kesempatan kerja yang paling sensitif di dalam hubungan

serta meningkatkan kesejahteraan pekerja kerja, jika berbagai pihak yang terkait beserta keluarganya.

6 Keadilan tersebut jika dilihat dari filsafat hukum adalah kemauan, yaitu kemauan untuk memberikan setiap orang apa yang menjadi haknya (suum cuique tribuere = to each his own). Sementara itu, jika

dilihat dari sudut etika, keadilan dapat dianggap sebagai suatu budi pekerti individu atau sebagau suatu keadaan di mana terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan-tuntutan manusia secara adil dan layak. Hal ini tercermin pula dari ketentuan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945. Bandingkan dengan George H. Sabine, Teori Politik I (Terjemahan Soewarno Hadiatmodjo), Binacipta, Bandung, 1977, hlm. 246. Lihat juga Thoga H. Hutagalung, Peranan Hukum dan Keadilan dalam Pembangunan Masyarakat yang Sejahtera (Bahan Kuliah Filsafat Hukum), Armico, Bandung, 1990, hlm. 37.

7 Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

Untuk peningkatan kesejahteraan mengatur masalah pengupahan secara pekerja dan keluarganya yang mendorong

adil, wajar, dan profesional, sehingga tidak kemajuan dunia usaha serta produktivitas

hanya sebatas aspek teknis perhitungan kerja, ketentuan mengenai pengaturan dan pembayaran, tetapi harus juga penghasilan yang layak, kebijakan membahas proses dan mekanisme upah pengupahan, pelindungan pengupahan, itu diterapkan. penetapan upah minimum, dan pengenaan denda perlu diatur secara tegas dan jelas

B. PEMBAHASAN sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 1. Pengertian tentang Upah

97 Undang-Undang Nomor 13 Tahun Manusia yang mau bekerja terutama 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu yang telah mencapai usia kerja adalah menetapkan Peraturan Pemerintah manusia yang tahu akan tanggung jawab tentang Pengupahan yang diarahkan pada

bagi kelangsungan dan perkembangan sistem pengupahan secara menyeluruh. hidupnya, bukan hanya sekedar untuk Peraturan Pemerintah ini pada hakikatnya

mencari nafkah, melainkan harus pula mengatur pengupahan secara menyeluruh

didasari itikad baik, bahwa dengan jasa- yang mampu menjamin kelangsungan jasa yang telah dijualnya itu dapat pula hidup secara layak bagi pekerja dan merupakan sumbangan untuk turut keluarganya sesuai dengan perkembangan

melancarkan usaha dan kegiatan dalam dan kemampuan dunia usaha.

pengembangan masyarakat. Pemberi

Dalam dunia ketenagakerjaan, pekerjaan dan yang diberi pekerjaan di kebijakan yang kurang adil, wajar, dan

tanah air kita sudah seharusnya memiliki profesional terhadap pengupahan dapat

makna bekerja, karena pada hakikatnya menimbulkan instabilitas lingkungan masing-masing melakukan pekerjaan yang

kerja yang berujung pada konflik tidak hanya mengutamakan kepentingan hubungan industrial antara pekerja pribadi melainkan juga demi tercapainya dengan pengusaha. Sebaliknya, kebijakan

kehidupan dalam masyarakat yang yang adil, wajar, dan profesional terhadap

serba berkembang dan tercukupi segala pengupahan akan meningkatkan 9 kebutuhannya.

motivasi, selanjutnya akan meningkatkan Peninggalan-peninggalan jaman produktivitas pekerja, sehingga mampu

liberal memang masih terdapat dalam menciptakan hubungan yang baik dan hubungan ketenagakerjaan, di mana harmonis antara pekerja dan perusahaan. 8 pihak pemberi kerja sering berniat Oleh karena itu, perlu dilahirkan mengeksploitasi para tenaga kerjanya peraturan perundang-undangan yang karena ingin mengejar keuntungan

8 Joni Bambang, Hukum Ketenagakerjaan, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 161. 9 Dalam suatu pola hidup tertentu, manusia mengharapkan bahwa kebutuhan-kebutuhan dasarnya akan

dapat dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan dasarr tersebut menurut A.H. Maslow mencakup kebutuhan- kebutuhan akan food, shelter, clothing; safety of self and poperty; self esteem; self actualization; love. Lebih lanjut lihat A.H. Maslaw dalam Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto, Perihal Kaidah Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 5.

4 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016 4 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

hasil penjualan yang baik akan bahwa ada atau tidaknya tugas pekerjaan,

memperkuat dan mengembangkan selesai atau tidaknya pekerjaan, baik atau

instansi/perusahaan di mana mereka buruknya hasil pekerjaan, pokoknya harus

bekerja, sehingga kehidupannya akan memperoleh pengupahan yang telah

terjamin terus dengan baik secara disepakati.

layak.

Kita sekarang telah bernegara dan Agar kedua belah pihak dapat harus membangun dan mengembangkan

mewujudkan apa yang diinginkannya secara bersama-sama, karena itu baik dengan sebaik-baiknya perlu adanya pemberi kerja maupun penerima pekerja-

kendali, dan kendali itu berwujud an, selain mementingkan kepentingan ketentuan-ketentuan hukum dan pribadinya masing-masing, harus juga peraturan-peraturan yang berlaku. Tanpa memikirkan kepentingan masyarakat adanya kendali, manusia sering terdorong banyak dan hal ini dapat dicapai apabila: 10

oleh nafsu-nafsu yang dijadikannya berada

a. Pemberi pekerjaan/pengusaha di di luar batas kesadaran, akan melakukan samping memikirkan keuntungan saling peras memeras (exploitation de yang bakal diperolehnya haruslah I’Homme) atau yang kuat akan memakan mewujudkan produk-produk untuk yang lemah atau oleh Thomas Hobbes dilempar ke masyarakat, secara diibaratkan: “Manusia yang satu serigala teratur dan berkelangsungan, dan bagi manusia yang lainnya (Homo untuk itu perawatan dan pemeliharaan

Homini Lupus Belium Omnium Contra

kehidupan tenaga kerjanya harus 11 Omnes). Jadi, baik pemberi pekerjaan diperhatikan dengan baik. Tenaga kerja

maupun yang diberikan pekerjaan yang sehat tentunya akan menangani

masing-masing harus dikendalikan atau tugas-tugas yang diterimanya dengan

masing-masing harus menundukan diri

penuh tanggung jawab, kegairahan pada segala ketentuan dan peraturan kerja dan semangat bekerjanya akan

yang berlaku, harus bertanggung selalu tinggi.

jawab dalam melaksanakan kegiatan

b. Penerima pekerjaan dengan masing-masing sesuai dengan tugas dan memperoleh perawatan dan atau wewenangnya, sehingga keserasian/ pemeliharaan yang baik tentunya keselarasan akan selalu terwujud dalam sebagai manusia yang berkebudayaan

pelaksanaan hubungan kerja. Intinya, tinggi secara sadar akan menunjukkan

dipergunakannya hukum sebagai kendali

dedikasi dan peransertanya dengan dalam pelaksanaan hubungan kerja bukan penuh tanggung jawab, karena hanya untuk menciptakan hubungan kerja produk-produk yang dihasilkannya yang memenuhi standar keadilan hukum

10 Gunawi Kartasapoetra, et. al., Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Sinar Grafika Persada, Jakarta, 1994, hlm. 10.

11 Thomas Hobbes dalam F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Alumni, Bandung, 1999, hlm. 42.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

c. Ditinjau dari Segi Spiritual adalah sebagai sarana untuk mewujudkan

Kita sebagai manusia yang kesejahteraan dan kebahagiaan bagi

beragama, Tuhan telah menganjurkan seluruh umat manusia. 12

kepada kita semua agar menepati Atas dasar itulah, maka makna bekerja

ayat dalam Kitab Suci Al-qur’an yang dapat ditinjau dari segi kepentingan

berbunyi demikian: “Wahai manusia! individu, segi kepentingan masyarakat

Sesungguhnya engkau wajib bekerja dan segi spiritual. 13

keras dan secara bersungguh-sungguh,

a. Ditinjau dari segi Kepentingan penuh ketekunan, menuju keridhoan Individu

Allah, maka kemudian kamu akan Merupakan pengerahan tenaga

menemui-Nya”.

dan pikiran seseorang dengan mana Menyimak uraian di atas, sebagai yang bersangkutan akan memperoleh

manusia kita membutuhkan pangan,

sesuatu yang bermanfaat bagi sandang, dan papan. Dari ketiga kebutuhan kelangsungan hidupnya.

pokok tersebut yang paling utama adalah

b. Ditinjau dari segi Kepentingan kebutuhan pangan. Karena tanpa pangan Masyarakat

seseorang tidak mungkin dapat melakukan Merupakan pengerahan tenaga dan

pekerjaan dengan baik. Oleh sebab itu, pikiran seseorang dalam lingkungan

seseorang yang melakukan pekerjaan masyarakat, untuk menghasilkan adalah untuk memenuhi kebutuhan barang atau jasa yang akan disuguhkan

hidupnya yang salah satunya adalah kepada masyarakat guna mencukupi

kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan kebutuhan para anggota masyarakat,

bagi seseorang merupakan sesuatu yang

dengan mana yang bersangkutan tidak bisa ditawar-tawar lagi, karenanya akan memperoleh pendapatan guna

orang yang bekerja adalah untuk mencari kepentingan kelangsungan hidupnya.

nafkah. Orang yang melakukan pekerjaan

Dengan demikian, para anggota memperoleh imbalan yang berupa upah masyarakat akan terpenuhi segala sebagai tanda ditelah dikerjakannya suatu kebutuhannya.

pekerjaan untuk orang yang menyuruh melakukaan pekerjaan.

12 Dilihat dari aspek kebahagiaan ini, tentunya dalam teori hukum dikenal suatu aliran utilitarianisme yang salah satu pelopornya adalah Jeremy Bentham yang mengemukakan suatu prinsip the greatest

good of the greatest number. Dengan memegang prinsip ini manusia akan melakukan tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi ketidakbahagiaan, Bentham mencoba menerapkannya dalam bidang hukum. Atas dasar ini, baik buruknya suatu peraturan diukur apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Ibidikian pula dengan perundang- undangan, baik buruknya ditentukan pula oleh ukuran tersebut di atas. Jadinya, perundang-undangan yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai perundang-undangan yang baik. Dengan Ibidikian, aliran utilitarianisme merupakan aliran yang meletakkan dasar-dasar ekonomi bagi pemikiran hukum. Lihat Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm. 67.

13 Ujang Charda S., Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Anak dari Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk, Fakultas Hukum Universitas Subang, Subang, 2015, hlm. 28-29.

6 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

Berbicara mengenai upah ini dalam Dalam Hukum Ketenagakerjaan, sistem perencanaan pembangunan dikenal bermacam-macam pengupahan nasional merupakan salah satu agar dapat dimengerti sampai di perlindungan yang diberikan oleh mana batas-batas sesuatu upah dapat pemerintah dan merupakan program diklasifikasikan sebagai upah wajar, pembinaan hubungan dan perlindungan

maka seyogyanya kita ketahui terlebih tenaga kerja, yang antara lain salah dahulu pengertian tentang upah tersebut satunya di bidang pengupahan. Di bidang

sebagaimana dikemukakan oleh para pengupahan ini ada 2 (dua) hal yang ahli, seperti Edwin B. Flippo dalam karya menjadi sasaran, yaitu:

tulisnya yang berjudul Principles of

a. Mengusahakan agar upah terendah Personal Management menyatakan, bahwa

yang dibayarkan kepada para tenaga yang dimaksud dengan upah adalah:

kerja, menuju ke arah memenuhi “Harga untuk jasa yang telah diterima atau kebutuhan pokok minimum pada diberikan oleh orang lain bagi kepentingan berbagai jabatan dan sektor. 14 seseorang atau badan hukum”, sedangkan

b. Bagian dari usaha pemerataan hasil 15 Iman Soepomo mengemukakan, bahwa pembangunan, mengusahakan agar upah adalah: “Pembayaran yang diterima

perbedaan upah diantara berbagai buruh selama ini melakukan pekerjaan jabatan dan sektor perlu dijaga agar

atau dipandang melakukan pekerjaan”. tidak menjadi berlebihan.

Selain itu pengertian upah dikemukakan

Secara kelembagaan usaha lainnya pula oleh Gunawi Kartasapoetra, bahwa yang akan dilaksanakan, yaitu perbaikan 16 upah diartikan sebagai:

peraturan dan pelaksanaanya mengenai “Pembayaran atau imbalan yang pengupahan seperti pembayaran upah

wujudnya dapat bermacam-macam pada waktunya, pembayaran upah sesuai

yang dilakukan atau diberikan oleh dengan tingkat kebutuhan fisik minimum,

seseorang/suatu kelembagaan atau bilamana hal tersebut telah ditetapkan

instansi terhadap orang lain atas dan dapat dilaksanakan. Sejalan dengan

usaha, kerja dan prestasi kerja atau usaha di bidang pengupahan adalah

pelayanan (servicing) yang telah usaha untuk meningkatkan kesehatan

dilakukannya”.

dan keselamatan kerja dari tenaga kerja. Adapun langkah-langkah di bidang ini,

Siswanto Sastrohadiwiryo, memberi- yaitu melaksanakan pengawasan yang kan pengertian tentang upah sebagai lebih efektif mengenai pelaksanaan norma 17 berikut: kesehatan dan keselamatan kerja pada

“Imbalan jasa atau balas jasa yang perusahaan-perusahaan.

diberikan oleh perusahaan kepada para tenaga kerja, karena tenaga

14 Edwin B. Flippo dalam Gunawi Kartasapoetra, et. al., et. al., Hukum Perburuhan Pancasila dalam Pelaksanaan Hubungan Kerja, Armico, Bandung, 1983, hlm. 94.

15 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1999, hlm. 130. 16 Gunawi Kartasapoetra, et. al., Hukum…, Op.Cit., hlm. 94.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

secara formal dapat ditemukan dalam kemajuan perusahaan guna mencapai

Pasal 1 Konvensi ILO Nomor 100 yang tujuan yang telah ditetapkan”.

telah diratifikasi oleh Undang-Undang

Pengertian upah dikemukakan Nomor 80 Tahun 1957 tentang Ratifikasi juga oleh Nurimansyah Haribuan yang Konvensi ILO Nomor 100 Mengenai mengatakan sebagai berikut: 18

Pengupahan yang sama antara Pekerja “Upah adalah segala macam bentuk

Laki-laki dengan Wanita untuk Bidang penghasilan (carning) yang diterima

Pekerjaan yang Sejenis dikemukakan buruh/pegawai (tenaga kerja) baik sebagai berikut: berupa uang ataupun barang dalam

“Pengupahan yang meliputi upah atau jangka waktu tertentu pada suatu

gaji biasa, pokok atau minimum dan kegiatan ekonomi”.

pendapatan-pendapatan tambahan apapun juga yang secara tunai atau

Selanjutnya M. Yahya Harahap, dengan barang oleh pengusaha mengemukakan sebagai berikut: 19

kepada pekerja berhubungan dengan “Upah adalah jumlah yang “wajib”

pekerjaan pekerja”.

dibayar majikan sebagai tagenprestasi (penulis: hasil kerja). Pendek kata,

Pasal 1 angka 30 Undang-Undang

segala pembayaran yang bukan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan sebagai wajib; bukan upah. Oleh karena itu, 20 berikut:

pembayaran uang persenan, uang “Upah adalah hak pekerja/buruh gratifikasi, uang cuti dan sebagainya

yang diterima dan dinyatakan dalam tidak termasuk upah, maka ditinjau

bentuk uang sebagai imbalan dari dari segi hubungan kerja, uang

pengusaha atau pemberi kerja kepada persenan, uang cuti dan lain-lain

pekerja/buruh yang ditetapkan dan tidak mempunyai urgensi apa-apa.

dibayarkan menurut suatu perjanjian Pembayaran yang wajib itulah yang

kerja, kesepakatan, atau peraturan menjadi pokok masalah upah dalam

perundang-undangan, termasuk bagi kontrak kerja. Tanpa upah, tidak ada

pekerja/buruh dan keluarganya atas artinya kontrak kerja”.

suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”.

18 Nurimansyah Haribuan dalam Zainal Asikin, et. al., et.al., Dasar-dasar Hukum Perburuhan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 68.

19 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 246. 20 Lihat dan bandingkan dengan pengertian upah menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor

78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang berbunyi: “Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”.

8 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

Berdasarkan uraian tentang penger- adanya bonus, fringe benefits atau tian upah dapat diambil kesimpulan, keuntungan-keuntungan sosial lainnya, bahwa keseluruhannya secara jelas tunjangan-tunjangan fungsional dan lain mengandung maksud yang sama, yaitu 21 sebagainya. bahwa upah merupakan penggantian jasa

Di dalam praktik pada umunya yang telah diserahkan atau dikerahkan oleh

penetapan besarnya gaji/upah/fasilitas- seseorang kepada pihak lain/pengusaha.

fasilitas lainnya, pengusaha berpedoman Apabila seseorang menggantungkan pada beberapa faktor yang berkenaan hidupnya pada upah yang diterimanya dengan pihak pekerja itu sendiri, seperti melalui usaha atau kerja, ini berarti di 22 antara lain: samping apa yang dikerjakannya itu

a. Kemampuan bekerja dan keahlian mencerminkan status, maka upah yang

pekerja tersebut dalam bidang yang telah diterimanya menentukan tingkat

ditempatinya.

hidupnya sendiri beserta para anggota

b. Kebutuhan hidup si pekerja (beserta keluarga yang menjadi tanggungannya.

keluarganya).

c. Jasa pekerja yang bersangkutan bagi seseorang selain seharusnya sebanding

Upah yang diberikan kepada

pekerja.

dengan kegiatan-kegiatan yang d. Senioritas kerja (untuk pekerjaan yang dikeluarkan/dikerahkannya

setaraf, pekerja yang sudah bekerja or efforts), seharusnya cukup memadai

(activities

lebih lama umumnya mendapat gaji/ dan bermanfaat bagi pemuas/pemenuhi

upah/fasilitas yang lebih banyak dari kebutuhan hidup yang wajar. Dalam hal ini

pekerja yang baru).

e. Kepercayaan pengusaha yang dan kemampuan, pelaksanaan administrasi

baik karena perbedaan tingkat kebutuhan

dapat ditaruh atas diri sang perupahan dapat dikatakan mengandung

pekerja berdasarkan kesediaan dan banyak kerumitan, karena upah yang telah

kesetiaannya pada pengusaha. ditetapkan oleh seorang pengusaha yang mungkin telah diperhitungkan sebijaksana

2. Model Kebijakan Pemerintah

mungkin dapat diterima oleh sebagian

Indonesia dalam Penetapan

pekerja dengan hati yang lega tetapi

Pengupahan

mungkin pula diterima oleh sebagian

a. Kebijakan Hukum Ketenagakerjaan

buruh lainnya secara terpaksa, justru

dalam Perlindungan Pekerja atas

karena itu upah harus merangsang dan

Upah

menimbulkan motivasi kerja, maka pada Berbagai pihak yang terkait melihat beberapa perusahaan telah berkembang

upah dari sisi masing-masing yang berbeda, bahkan sering diterapkan lagi tambahan-

pekerja/buruh melihat upah sebagai tambahan pendapatan terhadap upah sumber penghasilan guna memenuhi selain yang telah ditentukan seperti kebutuhan hidup pekerja/buruh dan

21 Gunawi Kartasapoetra, et. al. Op.Cit., hlm. 93-95.

22 A. Ridwan Halim, Hukum Perdata dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 180.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

10 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

keluarganya yang secara psikologis upah juga dapat menciptakan kepuasan bagi pekerja/buruh, sedangkan di lain pihak, pengusaha melihat upah sebagai salah satu biaya produksi. Sementara itu, pemerintah melihat upah, di satu pihak untuk tetap dapat menjamin terpenuhinya kehidupan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya, meningkatkan produktivitas pekerja/buruh, dan meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan melihat berbagai kepentingan yang berbeda tersebut, pemahaman sistem pengupahan serta pengaturannya sangat diperlukan untuk memperoleh kesatuan pengertian dan penafsiran terutama antara pekerja/ buruh dan pengusaha.

Agar terpenuhinya kehidupan yang layak, penghasilan pekerja/buruh harus

dapat memenuhi kebutuhan fisik, non fisik dan sosial, yang meliputi makanan,

minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, jaminan hari tua, dan rekreasi. Untuk itu, kebijakan peng- upahan juga harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, karena Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan keadaan. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sebagai pengganti dari

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 diharapkan dapat dipakai sebagai pegangan dalam pelaksanaan hubungan kerja dalam menangani berbagai permasalahan di bidang pengupahan yang semakin kompleks. Untuk peningkatan kesejahteraan pekerja/ buruh dan keluarganya yang mendorong kemajuan dunia usaha serta produktivitas kerja, ketentuan mengenai pengaturan penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, pelindungan pengupahan, penetapan upah minimum, dan pengenaan denda dalam peraturan pemerintah diarahkan pada sistem pengupahan secara menyeluruh. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 pada hakikatnya mengatur pengupahan secara menyeluruh yang mampu menjamin kelangsungan hidup secara layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya sesuai dengan perkembangan dan kemampuan dunia usaha.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor

78 Tahun 2015, bahwa hak pekerja/ buruh atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh

dengan pengusaha 23 dan berakhir pada saat putusnya hubungan kerja. 24 Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor

78 Tahun 2015 membuat konstruksi mengenai kebijakan pengaturan tentang pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan

yang layak bagi pekerja/buruh. 25 Penghasilan yang layak merupakan jumlah

23 Yang dimaksud dengan ”pada saat terjadi hubungan kerja”, yaitu sejak adanya perjanjian kerja baik tertulis maupun tidak tertulis antara pengusaha dan pekerja/buruh. Lihat Pasal 2 Peraturan Pemerintah

Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. 24 Yang dimaksud dengan ”pada saat putusnya Hubungan Kerja”, antara lain Pekerja/Buruh meninggal

dunia, adanya Persetujuan Bersama atau adanya penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

25 Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.

penerimaan atau pendapatan pekerja/ atau jenis pekerjaan yang besarnya buruh dari hasil pekerjaannya, sehingga

ditetapkan berdasarkan kesepakatan, mampu memenuhi kebutuhan hidup

sedangkan yang dimaksud dengan pekerja/buruh dan keluarganya secara

“tunjangan tetap” adalah pembayaran wajar. 26

kepada pekerja/buruh yang dilakukan Penghasilan yang layak menurut

secara teratur dan tidak dikaitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun

dengan kehadiran pekerja/buruh atau 2015 diberikan dalam bentuk: 27

pencapaian prestasi kerja tertentu.

1) Upah

Contoh:

Upah dimaksud di sini terdiri atas Komponen upah terdiri atas upah komponen upah tanpa tunjangan, 28 pokok dan tunjangan tetap:

upah pokok dan tunjangan tetap, Seorang pekerja menerima upah atau upah pokok, tunjangan tetap,

sebesar Rp. 3.000.000,00 (tiga juta dan tunjangan tidak tetap. Dalam hal

rupiah) dengan komponen upah pokok komponen upah terdiri dari upah

Rp. 2.250.000,00 (dua juta dua ratus pokok dan tunjangan tetap, besarnya

lima puluh ribu rupiah) dan tunjangan upah pokok paling sedikit 75% (tujuh

tetap Rp. 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh lima persen) dari jumlah upah

puluh ribu rupiah).

pokok dan tunjangan tetap, tetapi Dengan perhitungan sebagai berikut: dalam hal upah terdiri dari upah

Upah yang diterima

pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan Rp. 3.000.000,00 = 100% tidak tetap, besarnya upah pokok

Upah pokok

paling sedikit 75% (tujuh puluh lima = 75% x Rp. 3.000.000,00 persen) dari jumlah upah pokok dan

= Rp. 2.250.000,00

tunjangan tetap. 29

Tunjangan tetap

Di dalam penjelasan Pasal 5 ayat = 25% x Rp. 3.000.000,00 (2) Peraturan Pemerintah Nomor 78 30 = Rp. 750.000,00.

Tahun 2015, bahwa yang dimaksud Selanjutnya di dalam penjelasan dengan “upah pokok” adalah imbalan

Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah dasar yang dibayarkan kepada

Nomor 78 Tahun 2015, bahwa yang pekerja/buruh menurut tingkat

dimaksud dengan “tunjangan tidak

26 Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 27 Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 28 Menurut penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, bahwa yang

dimaksud dengan “upah tanpa tunjangan” adalah sejumlah uang yang diterima oleh Pekerja/Buruh secara tetap.

Contoh: Seorang pekerja A menerima Upah sebesar Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) sebagai Upah bersih (clean wages). Besaran Upah tersebut utuh digunakan sebagai dasar perhitungan hal–hal yang terkait dengan Upah, seperti tunjangan hari raya keagamaan, Upah lembur, pesangon, iuran jaminan sosial, dan lain-lain.

29 Pasal 5 ayat ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 30 Ibid.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

= Rp. 750.000,00

secara langsung atau tidak langsung

Tunjangan tidak tetap

berkaitan dengan pekerja/buruh,

= Rp. 500.000,00

yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja/buruh dan keluarganya

2) Pendapatan non upah serta dibayarkan menurut satuan

Pendapatan non upah berupa waktu yang tidak sama dengan

tunjangan hari raya keagamaan, waktu pembayaran upah pokok,

selain tunjangan hari raya keagamaan, seperti tunjangan transport dan/atau

pengusaha memberikan pendapatan tunjangan makan yang didasarkan

non upah berupa:

pada kehadiran.

a) Bonus

Contoh:

Bonus dapat diberikan oleh Komponen upah terdiri atas upah

pengusaha kepada pekerja/buruh pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan

atas keuntungan perusahaan. tidak tetap:

Penetapan bonus untuk masing- Seorang pekerja/buruh menerima

masing pekerja/buruh diatur upah sebesar Rp. 3.500.000,00

dalam perjanjian kerja, peraturan (tiga juta lima ratus ribu rupiah)

perusahaan, atau perjanjian kerja dengan komponen upah pokok Rp. 31 bersama.

2.250.000,00 (dua juta dua ratus lima

b) Uang pengganti fasilitas kerja puluh ribu rupiah), tunjangan tetap

Perusahaan dapat menyedia-

Rp. 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh 32 kan fasilitas kerja bagi pekerja/ ribu rupiah), dan tunjangan tidak

buruh dalam jabatan/pekerjaan

tetap Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu 33 tertentu atau seluruh pekerja/ rupiah).

buruh. Dalam hal fasilitas kerja Dengan perhitungan sebagai berikut:

bagi pekerja/buruh tidak tersedia

Upah yang diterima

atau tidak mencukupi, perusahaan Rp. 3.500.000,00 = 100%

dapat memberikan uangh peng-

Upah pokok

ganti fasilitas kerja diatur dalam = 75% x Rp. 3.000.000,00

perjanjian kerja, peraturan per- = Rp. 2.250.000,00

usahaan, atau perjanjian kerja Tunjangan tetap 34 bersama.

= 25% x Rp. 3.000.000,00

31 Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 32 Yang dimaksud dengan “fasilitas kerja” adalah sarana/peralatan yang disediakan oleh Perusahaan bagi

jabatan atau pekerjaan tertentu atau seluruh pekerja/buruh untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan, contohnya fasilitas kendaraan, kendaraan antar jemput pekerja/buruh, dan/atau pemberian makan secara cuma-cuma (Penjelasan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015).

33 Yang dimaksud dengan “jabatan/pekerjaan tertentu” adalah kedudukan atau kegiatan yang membutuhkan fasilitas dan keahlian tertentu untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas yang

ditetapkan oleh Perusahaan sebagai penerima fasilitas kerja Penjelasan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015).

34 Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.

12 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016 12 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

dirundingkan secara bipartit antara tertentu dikumpulkan dan dikelola

pekerja/buruh dengan pengusaha oleh perusahaan wajib dibagikan 38 di perusahaan yang bersangkutan.

kepada pekerja/buruh setelah Selanjutnya menurut Pasal 43 dikurangi risiko kehilangan atau

Peraturan Pemerintah Nomor 78 kerusakan dan pendayagunaan

Tahun 2015, bahwa penetapan upah peningkatan kualitas sumber daya

minimum dilakukan setiap tahun manusia yang lebih lanjut diatur

berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan Peraturan Menteri. 35 sebagai standar kebutuhan seorang

Selanjutnya dalam Peraturan pekerja/buruh lajang untuk dapat Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015

hidup layak secara fisik untuk menegaskan, bahwa kebijakan pemerintah

kebutuhan 1 (satu) bulan dengan dalam pengupahan meliputi: 36

memperhatikan produktivitas dan

1) 39 Upah minimum pertumbuhan ekonomi. Gubernur menetapkan upah

Kebutuhan hidup layak terdiri minimum sebagai jaring pengaman,

atas beberapa komponen dan terdiri artinya bahwa penetapan upah

dari beberapa jenis kebutuhan hidup minimum berfungsi sebagai jaring

yang dapat ditinjau dalam jangka pengaman (safety net) agar upah

waktu 5 (lima) tahun yang dilakukan tidak dibayar lebih rendah dari

oleh menteri dengan memperhatikan upah minimum yang ditetapkan

hasil kajian yang dilaksanakan oleh oleh pemerintah dan juga agar upah

Dewan Pengupahan Nasional dengan tidak merosot sampai pada tingkat

menggunakan data dan informasi yang membahayakan gizi pekerja/

yang bersumber dari lembaga yang buruh, sehingga tidak mengganggu

berwenang di bidang statistik. kemampuan kerja. 37

Hasil peninjauan komponen dan Upah minimum merupakan upah

jenis kebutuhan hidup menjadi bulanan terendah yang terdiri atas

dasar perhitungan upah minimum upah tanpa tunjangan dan upah pokok

selanjutnya dengan memperhatikan termasuk tunjangan tetap yang hanya

produktivitas dan pertumbuhan berlaku bagi pekerja/buruh dengan 40 ekonomi.

masa kerja 1 (satu) tahun pada

35 Pasal Pasal 6 ayat (2) huruf c jo. Pasal 10 Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 beserta penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan uang servis pada usaha tertentu, yaitu usaha perhotelan dan usaha

restoran di perhotelan. 36 Pasal 3 ayat (12) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.

37 Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 beserta penjelasannya. 38 Pasal 3 ayat (12) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 39 Pasal 43 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 40 Pasal 43 ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

Penetapan upah minimum dihitung = Rp. 2.000.000,00 + {Rp. 2.000.000,00 x dengan menggunakan formula 11%}

perhitungan upah minimum sebagai = Rp. 2.000.000,00 + Rp. 220.000,00 berikut: 41

= Rp. 2.220.000,00

UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % Δ Upah minimum tahun Upah minimum PDBt)}

tahun berjalan sebagai dasar perhitungan Upah minimum yang akan ditetapkan

Keterangan: dalam formula perhitungan Upah UMn:

minimum, sudah berdasarkan kebutuhan Upah minimum yang akan ditetapkan. 42 hidup layak.

UMt: Penyesuaian nilai kebutuhan hidup Upah minimum tahun berjalan.

layak pada upah minimum yang akan Inflasit:

ditetapkan tersebut secara langsung Inflasi yang dihitung dari periode

terkoreksi melalui perkalian antara

September tahun yang lalu sampai upah minimum tahun berjalan dengan dengan periode September tahun inflasi tahun berjalan. Upah minimum berjalan.

yang dikalikan dengan inflasi ini akan Δ PDBt:

memastikan daya beli dari upah minimum Pertumbuhan Produk Domestik Bruto

tidak akan berkurang. Hal ini didasarkan

yang dihitung dari pertumbuhan jenis-jenis kebutuhan yang ada dalam Produk Domestik Bruto yang kebutuhan hidup layak juga merupakan mencakup periode kwartal III dan jenis-jenis kebutuhan untuk menentukan

IV tahun sebelumnya dan periode inflasi. Dengan demikian penggunaan kwartal I dan II tahun berjalan.

tingkat inflasi dalam perhitungan upah Formula perhitungan Upah minimum

minimum pada dasarnya sama dengan adalah Upah minimum tahun berjalan nilai kebutuhan hidup layak. ditambah dengan hasil perkalian antara

Penyesuaian upah minimum dengan Upah minimum tahun berjalan dengan menggunakan nilai pertumbuhan

penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun ekonomi pada dasarnya untuk berjalan dan tingkat pertumbuhan Produk

menghargai peningkatan produktivitas Domestik Bruto tahun berjalan.

secara keseluruhan. Dalam pertumbuhan

Contoh:

ekonomi terdapat beberapa faktor yang UMt

: Rp. 2.000.000,00 mempengaruhi, antara lain peningkatan Inflasit : 5%

produktivitas, pertumbuhan tenaga kerja, Δ PDBt : 6%

dan pertumbuhan modal. Dalam formula UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % Δ PDBt)}

ini, seluruh bagian dari pertumbuhan UMn = Rp. 2.000.000,00 + {Rp. 2.000.000,00

ekonomi dipergunakan dalam rangka x (5% + 6%)}

peningkatan upah minimum. Dalam hal

41 Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 beserta penjelasannya. 42 Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 beserta penjelasannya.

14 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016 14 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

Domestik Bruto. 43 Selanjutnya gubernur dapat

Penetapan upah minimum provinsi menetapkan upah minimum sektoral dihitung berdasarkan formula perhitungan

provinsi dan/atau kabupaten/kota upah minimum yang wajib ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan asosiasi oleh gubernur setelah dilakukan pengusaha dengan serikat pekerja/serikat peninjauan kebutuhan hidup layak dengan

buruh pada sektor yang bersangkutan yang memperhatikan rekomendasi Dewan dilakukan setelah mendapat saran dan Pengupahan Provinsi yang didasarkan 45 pertimbangan mengenai sektor unggulan pada hasil peninjauan tersebut dengan

dari Dewan Pengupahan Provinsi atau komponen dan jenisnya ditetapkan oleh

Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota Menteri dan dengan memperhatikan sesuai dengan tugas dan kewenangannya. produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Upah minimum sektoral harus lebih

Gubernur dapat menetapkan besar dari upah minimum provinsi di upah minimum kabupaten/kota yang provinsi yang bersangkutan dan untuk penetapannya harus lebih besar dari upah minimum sektoral kabupaten/kota upah minimum provinsi di provinsi harus lebih besar dari upah minimum yang bersangkutan yang dihitung kabupaten/kota di kabupaten/kota yang berdasarkan formula perhitungan upah 46 bersangkutan. minimum. Dalam hal telah dilakukan 2) Upah kerja lembur peninjauan kebutuhan hidup layak,

Upah kerja lembur wajib dibayar gubernur menetapkan upah minimum

oleh pengusaha yang mempekerjakan kabupaten/kota dengan memperhatikan

pekerja/buruh melebihi waktu rekomendasi bupati/walikota serta saran

kerja atau pada istirahat mingguan dan pertimbangan Dewan Pengupahan

atau dipekerjakan pada hari libur Provinsi, sedangkan rekomendasi

resmi sebagai kompensasi kepada bupati/walikota berdasarkan saran

pekerja/buruh yang bersangkutan dan pertimbangan Dewan Pengupahan

sesuai dengan ketentuan peraturan Kabupaten/Kota yang kesemuanya 47 perundang-undangan.

didasarkan pada hasil peninjauan 3) Upah tidak masuk kerja karena kebutuhan hidup layak yang komponen

berhalangan

dan jenisnya ditetapkan oleh Menteri dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menganut prinsip no work no pay,

43 Ibid. 44 Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 45 Yang dimaksud dengan “sektor unggulan“ adalah sektor usaha menurut Klasifikasi Baku Lapangan

Usaha Indonesia (KBLI) yang berdasarkan hasil penelitian dewan pengupahan provinsi atau dewan pengupahan kabupaten/kota, potensial untuk ditetapkan Upah minimum sektoral (Pasal 49 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.

46 Pasal 49 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 47 Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

93 ayat (1) yang berbunyi: “Upah tidak diperintahkan agamanya. dibayar apabila pekerja/buruh tidak

f) Pekerja/buruh bersedia melaku- melakukan pekerjaan”. Ayat ini tidak

kan pekerjaan yang telah berlaku mutlak, karena dalam hal-hal

dijanjikan tetapi pengusaha tertentu dapat dikesampingkan atau

tidak mempekerjakannya, baik dengan perkataan lain pekerja tetap

karena kesalahan sendiri maupun mendapatkan upah meskipun tidak

halangan yang seharusnya dapat dapat melakukan pekerjaan. Adapun

dihindari.

g) Pekerja/buruh melaksanakan hak lanjut ditegaskan dalam Pasal 93 ayat

penyimpangan dari ayat di atas lebih

istirahat.

(2) yang berbunyi:

h) Pekerja/pengusaha melaksanakan “Ketentuan sebagaimana dimak-

tugas serikat pekerja/serikat sud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan

buruh atas persetujuan pengusaha. pengusaha wajib membayar upah

i) Pekerja/buruh melaksanakan apabila:

tugas pendidikan dari perusahaan”.

a) Pekerja/buruh sakit, sehingga Upah tidak dibayar apabila pekerja/ tidak dapat melakukan pekerjaan.

buruh tidak masuk kerja dan/ atau tidak

b) Pekerja/buruh perempuan yang melakukan pekerjaan, karena berhalangan

sakit pada hari pertama dan kedua 48 meliputi: masa haidnya, sehingga tidak

1) Pekerja/buruh sakit, sehingga dapat melakukan pekerjaan.

tidak dapat melakukan pekerjaan

c) Pekerja/buruh tidak masuk Upah yang dibayarkan kepada bekerja karena pekerja/buruh

pekerja/buruh yang tidak masuk menikah, menikahkan, meng-

kerja dan/atau tidak melakukan khitanan, membaptis anaknya,

pekerjaan, karena sakit adalah istri melahirkan atau keguguran 49 sebagai berikut:

kandungan, suami atau istri atau

a) Untuk 4 (empat) bulan anak atau menantu atau orang tua

pertama, dibayar 100 (seratus atau mertua atau anggota keluarga

persen) dari upah. dalam satu rumah meninggal

b) Untuk 4 (empat) bulan kedua, dunia.

dibayar 75% (tujuh puluh lima

d) Pekerja/buruh tidak dapat persen) dari upah. melakukan pekerjaannya karena

c) Untuk 4 (empat) bulan ketiga, sedang menjalankan kewajiban

dibayar 50% (lima puluh terhadap negara.

persen) dari upah.

e) Pekerja/buruh tidak dapat

d) Untuk 4 (empat) bulan melakukan pekerjaannya karena

keempat, dibayar 25 (dua

48 Pasal 24 ayat (3) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 49 Pasal 26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.

16 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016 16 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

untuk selama 2 (dua) hari. hubungan kerja dilakukan

g) Anggota keluarga selain oleh pengusaha.

sebagaimana dimaksud pada

2) Pekerja/buruh perempuan yang angka f) yang tinggal dalam sakit pada hari pertama dan kedua

satu rumah meninggal dunia, masa haidnya, sehingga tidak

dibayar untuk selama 1 (satu) dapat melakukan pekerjaan

hari.

4) Upah tidak masuk kerja karena pekerja/buruh perempuan yang

Upah yang dibayarkan kepada

melakukan kegiatan lain di luar tidak masuk kerja dan/atau tidak

pekerjaannya

melakukan pekerjaan, karena Alasan pekerja/buruh tidak masuk sakit pada hari pertama dan kedua

kerja dan/atau tidak melakukan masa haidnya disesuaikan dengan

pekerjaan, karena melakukan kegiatan

jumlah hari menjalankan masa 52 lain di luar pekerjaannya meliputi: sakit haidnya, paling lama 2 (dua)

a) Menjalankan kewajiban terhadap hari. 50

negara:

3) Pekerja/buruh tidak masuk kerja

1) Pekerja/buruh yang menjalan- karena: 51

kan kewajiban terhadap

a) Pekerja/buruh

negara tidak melebihi 1 (satu) dibayar untuk selama 3 (tiga)

menikah,

tahun dan penghasilan yang hari.

diberikan oleh negara kurang

b) Menikahkan anaknya, dibayar dari besarnya upah yang untuk selama 2 (dua) hari.

biasa diterima pekerja/buruh,

c) Mengkhitankan

pengusaha wajib membayar dibayar untuk selama 2 (dua) 53 kekurangannya.

anaknya,

hari.

2) Pekerja/buruh yang menjalan-

d) Membaptiskan

kan kewajiban terhadap dibayar untuk selama 2 (dua)

anaknya,

negara tidak melebihi 1 (satu) hari.

tahun dan penghasilan yang

e) Istri melahirkan atau diberikan oleh negara sama keguguran kandungan, dibayar

atau lebih besar dari upah untuk selama 2 (dua) hari.

yang biasa diterima pekerja/

f) Suami, istri, orang tua, mertua, buruh, pengusaha tidak wajib anak, dan/atau menantu 54 membayar.

50 Pasal 26 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 51 Pasal 26 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 52 Pasal 24 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 53 Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 54 Pasal 27 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016 17

3) Pekerja/buruh yang menjalan- melakukan pekerjaan, karena kan kewajiban terhadap negara

melaksanakan tugas pendidikan wajib memberitahukan secara

dari perusahaan, sebesar upah tertulis kepada pengusaha. 55

yang biasa diterima oleh pekerja/

b) Menjalankan kewajiban ibadah 58 buruh. yang diperintahkan agamanya

5) Upah karena menjalankan hak waktu Pengusaha wajib membayar

istirahat kerjanya

upah kepada pekerja/buruh Alasan pekerja/buruh tidak masuk yang tidak masuk kerja atau

kerja dan/atau tidak melakukan tidak melakukan pekerjaannya,

pekerjaan, karena menjalankan hak karena menjalankan kewajiban

waktu istirahat kerjanya, apabila ibadah yang diperintahkan oleh 59 pekerja/buruh melaksanakan:

agamanya, besaran upah yang

1) Hak istirahat mingguan. diterima oleh pekerja/buruh

2) Cuti tahunan.

dengan ketentuan hanya sekali

3) Istirahat panjang.

selama pekerja/buruh bekerja di

4) Cuti sebelum dan sesudah perusahaan yang bersangkutan. 56

melahirkan.

c) Melaksanakan tugas serikat

5) Cuti keguguran kandungan. pekerja/serikat buruh atas

Pengusaha wajib membayar upah persetujuan pengusaha dan

kepada pekerja/buruh yang tidak dapat dibuktikan dengan adanya

masuk kerja dan/atau tidak melakukan pemberitahuan tertulis

pekerja, karena menjalankan hak Pengusaha wajib membayar

waktu istirahat kerjanya, sebesar upah upah kepada pekerja/buruh yang

yang biasa diterima oleh pekerja/ tidak masuk kerja dan/atau tidak 60 buruh.

melakukan pekerjaan, karena 6). Bentuk dan cara pembayaran upah melaksanakan tugas serikat

Upah wajib dibayarkan pekerja/serikat buruh, sebesar

kepada pekerja/pengusaha yang upah yang biasa diterima oleh

bersangkutan dengan memberikan pekerja/buruh. 57

bukti pembayarannya yang memuat

d) Melaksanakan tugas pendidikan rincian upah yang diterima oleh dari perusahaan

pekerja/buruh pada saat upah Pengusaha wajib membayar

dibayarkan. Apabila upah dibayarkan upah kepada pekerja/buruh yang

kepada pihak ketiga dengan surat tidak masuk kerja dan/atau tidak

kuasa dari pekerja/buruh yang

55 Pasal 27 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 56 Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 57 Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 58 Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 59 Pasal 24 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. 60 Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.

18 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016 18 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No. 1, Februari 2016

langsung atau melalui bank dan apabila Pengusaha wajib membayar upah

melalui bank, maka upah harus sudah pada waktu yang telah diperjanjikan

dapat diuangkan oleh pekerja/buruh antara pengusaha dengan pekerja/

pada tanggal pembayaran upah yang buruh. Dalam hal hari atau tanggal 65 disepakati kedua belah pihak.

yang telah disepakati jatuh pada hari