258992524 Makalah Pengembangan peserta didik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pada aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu semua
manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangannya dan di dalam pola
yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiaptiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut secara
keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif. Sejauh mana individu berbeda
akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur
perbedaan tersebut.
Setiap orang, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, dan apakah ia berada di dalam
suatu kelompok atau seorang diri, ia disebut individu. Individu menunjukkan kedudukan
seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan. Sifat individual adalah sifat yang
berkaitan dengan orang perseorangan, berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Ciri
dan sifat orang yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini disebut perbedaan individu
atau perbedaan individual. Maka “perbedaan” dalam “perbedaan individual” menurut Landgren
(1980: 578) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis.
Seorang ibu yang memiliki seorang bayi, bertutur bahwa bayinya banyak menangis, banyak
bergerak, dan kuat minum. Ibu lain yang juga memiliki seorang bayi, menceritakan bahwa

bayinya pendiam, banyak tidur, tetapi kuat minum. Cerita kedua ibu itu telah menunjukkan
bahwa kedua bayi itu memiliki ciri dan sifat yang berbeda satu sama lainnya.
Upaya pertama yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan individu, sebelum dilakukan
pengukuran kapasitas mental yang mempengaruhi penilaian sekolah, adalah menghitung umur
kronologi. Seorang anak memasuki sekolah dasar pada umur 6 tahun dan ia diperkirakan dapat
mengalami kemajuan secara teratur dalam tugastugas sekolahnya dilihat dalam kaitannya dengan
faktor umur. Selanjutnya ada anggapan bahwa semua anak diharapkan mampu menangkap/
1

mengerti bahan-bahan pelajaran yang mempunyai kesamaan materi dan penyajiannya bagi
semua siswa pada kelas yang sama. Ketidakmampuan yang jelas tampak pada siswa uptuk
menguasai bahan pelajaran umumnya dijelaskan dengan pengertian faktor-faktor seperti
kemalasan atau sikap keras kepala. Penjelasan itu tidak mendasarkar, kenyataan bahwa para
siswa memang berbeda dalam hal kemampuan mereka untuk menguasai satu atau lebih bahan
pelajaran dan mungkin berada dalam satu tingkat perkembangan.
Berdasar dari asumsi di atas penulis ingin memaparkan secara singkat tentang
karakteristik dan perbedaan individu.
1.2

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas yaitu “Bagaimanakah
karakteistik dan perbedaan individu?”

1.3

Tujuan
Adapaun tujuan penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah diatas yaitu untuk
memahami katakteristik dan perbedaan individu.

4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Individu
Manusia adalah mahluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang . sejak
ratusan tahun sebelum Isa, manusia telah menjadi obyek filsafat, baik obyek formal yang
mempersoalkan hakikat manusia maupun obyek material yang mempersoalkan manusia sebagai

apa adanya manusia dengan berbagai kondisinya. Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai
mahluk yang berpikir atau homo sapiens, mahluk yang berbuat atau homo faber, mahluk yang
dapat dididik atau homo educandum dan seterusnya.
Kini bangsa Indonesia telah menganut sesuatu pandangan, bahwa yang dimaksud
manusia secara utuh adalah manusia sebagai pribadi yang merupakan pengejawantahan
manunggalnya berbagai cirri atau karakter hakiki atau sifat kodrat manusia yang seimbang
antarberbagai segi, yaitu segi : (i) individu dan social, (ii) jasmani dan rohani, dan (iii) dunia dan
akhirat. Keseimbangan hubungan tersebut menggambarkan keselarasan hubungan antara
manusia dengan dirinya, manusia dengan sesama, manusia dengan alam sekitarnya atau
lingkungannya, dan manusia dengan Tuhan.
Uraian tentang manusia berkaitan dengan kedudukannya sebagai pesert didik, haruslah
menempatkan manusia sebagai pribadi yang utuh. Dalam kaitannya dengan kepentingan
pendidikan, akan lebih ditekankan hakiki manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan
makhluk social, sebagai kesatuan jasmani dan rohani,dan sebagai makhluk Tuhan yang
menempatkan hidupnya didunia sebagai persiapan hidupnya di akhirat. Sifat-sifat dan cirri-ciri
tersebut merupakan hal yang secara mutlak disandang oleh manusia, sehingga manusia pada
dasarnya sebagai pribadi atau individu yang utuh.
Individu atau individual berarti : tidak dapat dibagi (un-divided), tidak dapat dipisahkan;
keberadaanya sebagai makhluk yang pilah dan tunggal, khas; berbeda dengan orang lain karena
ciri-cirinya yang khusus itu (Webster’s, 743).


5

Dalam kamus Echols & Shadaly (1975), individu adalah kata benda dari individual yang
berarti orang, perseorangan, dan oknum. Berdasarkan pengertian di atas dapat dibentuk suatu
lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya
dan akan membawaperubahan-perubahan apa saja yang diinginkan dalam kebiasaan dan sikapsikapnya.
Sejak lahir, bahkan sejak masih didalam kandungan ibunya, manusia merupakan kesatuan
psikofisis atau psikosomatis yang terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan dan perkembangan itu merupakan sifat kodrati manusia yang harus mendapat
perhatian secara seksama. Mengingat pentingnya makna pertumbuhan dan perkembangan ini,
maka persoalan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan akan dijelaskan secara
khusus dibagian lain. Untuk member gambaran singkat bahwa makna pertumbuhan dibedakan
dari makna perkembangan, bahwa istilah pertumbuhan digunakan untuk menyatakan perubahanperubahan kuantitatif mengenai fisik atau biologis dan istilah perkembangan digunakan untuk
perubahan-perubahan kualitatif mengenai aspek psikis atau rohani dan aspek social.
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan. .
pada awal kehidupannya bagi seorang bayi mementingkan kebutuhan jasmaninya, ia belum
peduli dengan apa saja yang terjadi diluar dirinya. Ia sudah senang bila kebutuhan fisiknya sudah
terpenuhi. Dalam perkembangan selanjutnya maka ia akan mulai mengenal lingkungannya,
membutuhkan alat komunikasi (bahasa), membutuhkan teman, keamanan dan seterusnya.

Semakin besar anak tersebut semakin banyak kebutuhan non fisik atau psikologis yang
dibutuhkannya.

2.2

Karakteristik Individu
Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan
karakteristik yang memperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan
karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun
faktor sosial psikologis.

4

Seorang anak mungkin mulai pendidikan formalnya ditingkat Taman Kanak-Kanak pada
usia empat atau lima tahun. Pada awal ia memasuki sekolah mungkin tertunda sampai ia berusia
lima atau enam tahun tanpa mempedulikan beberapa umur seseorang anak. Karakteristik pribadi
dan kebiasaan-kebiasaan yang dibawanya ke sekolah akhirnya terbentuk oleh pengaruh
lingkungan dan hal itu tampaknya mempunyai pengaruh penting terhadap keberhasilanya di
sekolah dan masa perkembangan hidupnya dikelak kemudian.
Natur dan nature merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan

karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat
perkembangan. Sejauh mana seorang dilahirkan menjadi individu seperti “dia” atau sejauh mana
seorang individu dipengaruhi oleh factor-faktor lingkungan tetap merupakan subjek penelitian
dan diskusi. Karakteristik yang berkaitan dengan perkembangan factor biologis cenderung lebih
bersifat tetap, sedang karakteristikyang berkaitan dengan social psikologis banyak dipengaruhi
oleh factor lingkungan.
Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis
keturunan ayah dan garis keturunan ibu. Sejak terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan
yang baru, maka secara berkesinambungan dipengaruhi oelh bermacam-macam faktor
lingkungan yang merangsang. Masing-masing rangsangan tersebut, baik secara terpisah atau
terpadu dengan rangsangan yang lain, semuanya membantu perkembangan potensi-potensi
biologis demi terbentuknya tingkah laku manusia dibawa sejak lahir. Hal itu akhirnya
membentuk sesuatu pola karakteristik tingkah laku yang dapat diwujudkan oleh seseorang
sebagai individu yang berbeda dengan individu-individu lain.
2.3

Perbedaan Individu
Dalam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu (i)
semua diri manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan didalam pola perkembangannya, dan (ii)
di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia – secara biologis

dan sosial – tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan
tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif.
Sebelum adanya upaya untuk mengukur kapasitas mental yang mempengaruhi penilaian
sekolah, upaya pertama yang dilakukan untuk mengetahui adalah menghitung umur kronologis.
5

Seorang anak memasuki sekolah dasar pada umur kronologis. Seorang anak memasuki sekolah
dasar pada umur enam tahun, dan ia diperkirakan dapat mengalami kemajuan secara teratur
dalam melaksanakan tugas-tugas sekolahnya jika dilihat dari factor umum.
Telah didasari bahwa perbedaan-perbedaan antara siswa yang satu dengan lainya dan juga
kesamaan-kesamaan diantara mereka merupakan cirri-ciri dari semua siswa pada suatu tingkatan
belajar. Sebab-sebab dan pengaruh perbedaan individual ini dan sejauh mana pencapaian tujuan,
isi, dan teknik-teknik pendidikan hendaknya disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan tersebut.
Hal ini tampaknya telah mendapat banyak perhatian dari para ahli ilmu jiwa dan petugas sekolah.
Umur kronologis, sebagai factor yang mewakili tingkat kematangan siswa yang
memungkinkan dia dapat di didik hendaknya dilihat sebagai komponen perbedaan. Berapapun
tingginya kemapuan mental atau fisik seorang anak usia tiga tahun, ia tidak dapat diharapkan
untuk mengikuti kegiatan-kegiatan anak usia 14 tahun karena perbedaan tingkat kematangan.
Konstitusi fisik individu yang mempunyai bentuk-bentuk khas, tingkat stabilitas emosional dan
tempramennya, sikapnya terhadap pelajaran, dan minat-minatnya, akan mempengaruhi

keberhasilan yang dicapai dalam belajar. Factor-faktor lain seperti jenis kelamin, pengaruh
keluarga, status ekonomi, pengalaman belajar sebelumnya, kesesuaian bahan yang dipelajari, dan
teknik-teknik mengajar semuanya berpengaruh terhadap besar kecilnya kemapuan individu untuk
mencapai keberhasilan dalam tingkatan belajarnya.
Dalam kaitannya dengan perbedaan individual, perlu diingat bahwa perbedaan dalam
suatu kualitas atau cirri-ciri dalam berjenjang. Aspek-aspek tingkah laku yang manapun atau
factor-faktor pengaruh yang manapun, individu mempunyai tingkat/ derajat perbedaan dan bukan
berbeda absolute dari individu lain. Apalagi, di dalam diri individu sendiri ada perbadaan dalam
bermacam-macam aspek dari keseluruhan kepribadiannya.
Garey (Oxendine, 1984) mengkategorikan perbedaan individual kedalam bidang-bidang
berikut :
a.
Perbedaan fisik: usia, tinggi, dan berat badan, jenis kelamin,pendengaran, penglihatan,
b.
c.
d.
e.

kemampuan bertindak.
Perbedaan social termasuk status social ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku.

Perbedaan kepribadian: watak, motif, minat, dan sikap.
Perbedaan intelegensi dan kemampuan dasar.
Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah.

4

Makna “perbedaan” dan “perbedaan individual” menurut Lindgren (1980) menyangkut
variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis.
Adapun bidang-bidang dari perbedaannya yakni:
2.3.1
Perbedaan kognitif
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu
pengetahuan dan tehnologi. Setiap orang memiliki persepsi tentang hasil pengamatan atau
penyerapan atas suatu obyek. Berarti ia menguasai segala sesuatu yang diketahui, dalam arti
pada dirinya terbentuk suatu persepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik
untuk menjadi miliknya.
2.3.2
Perbedaan kecakapan bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam
kehidupan. Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa

merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan
kata dan kalimat yang penuh makna, logis dan sistematis. Kemampuan berbahasa sangat
dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik (organ bicara).
2.3.3
Perbedaan kecakapan motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik merupakan kemampuan untuk
melakukan koordinasi gerakan syarat motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan
kegiatan.
2.3.4
Perbedaan Latar Belakang
Perbedaaan latar belakang dan pengalaman dapat memperlancar atau menghambat
prestasi. Terlepas dari potensi individu untuk menguasai bahan. Pengalaman-pengalaman belajar
yang dimiliki seseorang di rumah mempengaruhi kemampuan untuk berpartisipasi dalam situasi
belajar yang disajikan. Demikian pula dengan lingkungan sekitarnya, lingkungan fisik akan
memberikan pengaruh yang berbeda-beda.
2.3.5
Perbedaan bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut
akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat
sebaliknya bakat tidak berkembang sama, manakala lingkungan tidak memberi kesempatan

untuk berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.
2.3.6
Perbedaan kesiapan belajar
Perbedaan latar belakang, yang mliputi perbedaan sisio-ekonomi sosio cultural, amat
penting artinya bagi perkembangan anak. Akibatnya anak-anak pada umur yang sama tidak
selalu berada pada tingkat kesiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih
luas, dalam hal ini pelajaran di sekolah. Dengan demikian, perbedaan individu tidak saja
5

disebabkan oleh variasi dalam rentang kematangan tetapi juga oleh perbedaan latar
belakangsebelumnya. .

2.4 Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan
Setiap individu pada hakikatnya mengalami pertumbuhan fisik dan nonfisik. Aspekaspek non fisik antara lain aspek intelek, bakat khusus, emosi, sosial, bahasa, dan nilai, moral,
serta sikap.
2.4.1 Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan manusia merupakan perubahan fisik menjadi lebih besar dan lebih panjang,
dan prosesnya terjadi sejak anak sebelum lahir hingga ia dewasa. Selama tahun pertama dalam
pertumbuhan, ukuran panjang badan bertambah sekitar sepertiga dari panjang badan dan berat
badanya akan bertambah menjadi sekitar tiga kalinya. Sejak lahir hingga umur 25 tahun
perbandingan ukuran badan individu adalah bahwa pertumbuhan itu kurang proporsional tampak
pada awal terbentuknya manusia sampai menjadi pertumbuhan proporsi yang ideal di masa
dewasa. Pembahasan tentang pertumbuhan fisik secara rinci akan diuraikan pada bab berikutnya.

Fisik atau tubuh manusia merupakan
sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode
pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini, Kuhlen dan Thompson
(Hurlock, 1991) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu
(1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otototot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar
Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja
4

berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri
atas lawan jenis; dan (4) Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi.
Aspek fisiologis yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah otak (brain). Otak
dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak ini
lebih kurang terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata
memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan dengan sel-sel syaraf yang lainnya). Sebagaimana
telihat pada Gambar 1, sistem koneksi tersebut terbentuk dari yang sederhana menuju ke yang
kompleks. Semakin mendapatkan kesempatan untuk digunakan, maka sistem jaringan hubungan
antar sel otak akan semakin berkembang kompleks dan menandakan bahwa seseorang telah
mengalami kemajuan fungsi otak. Sebaliknya, bila otak tidak banyak digunakan, maka sistem
jaringan akan sederhana dan bahkan sel-sel otak tertentu akan mati. Neuron ini terdiri dari inti
sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke
sel lainnya. Secara struktur otak ini terdiri atas tiga bagian, yaitu: (a) Brainstem (termasuk di
dalamnya celebellum) yang berfungsi mengontrol keseimbangan dan koordinasi; (b) Midbrain
yang berfungsi sebagai stasion pengulang atau penyambung dan pengontrol pernafasan dan
fungsi menelan; dan (c) Cerebrum sebagai pusat otak yang paling tinggi yang meliputi belahan
otak kiri dan kanan (left and right hemispheres) dan sebagai pengikat syaraf-syaraf yang
berhubungan dengannya (Vasta, Heith & Miller, 1992: 179 – 181).
Berkaitan dengan fungsi otak, dapat dibedakan berdasarkan kedua belahan otak tersebut,
yaitu belahan kanan dan kiri. Fungsi-fungsi kedua belahan otak itu tampak dalam tabel 1.1
Tabel 1.1
Fungsi Belahan Otak Kiri dan Kanan
(Anita E. Woolfolk, 1998; Conny Semiawan, 1995; Dedi Supriadi, 1994)
FUNGSI OTAK KIRI
FUNGSI OTAK KANAN
Berpikir rasional, ilmiah, logis, kritis, Berpikir holistik, non-linier, non-verbal,
linier, analitis, referensial dan konvergen.

intuitif, imajinatif, kreatif, non-referensial,

Berkaitan erat dengan kemampuan belajar divergen dan bahkan mistik.
membaca, berhitung (matematika) dan
bahasa.

5

Otak mempunyai pengaruh yang sangat menentukan bagi perkembangan aspek-aspek
perkembangan individu lainnya, baik keterampilan motorik, intelektual, emosional, sosial, moral
maupun kepribadian.

Pertumbuhan otak yang normal (sehat) berpengaruh positif bagi

perkembangan aspek-aspek lainnya. Sedangkan apabila pertumbuhannya tidak normal (karena
pengaruh penyakit atau kurang gizi) cenderung akan menghambat perkembangan aspek-aspek
tersebut.
Mengenai pentingnya gizi bagi pertumbuhan otak, dari beberapa hasil penelitian pada
hewan membuktikan bahwa gizi yang buruk (malnutrisi) yang diderita induk hewan
mengakibatkan sel otak janin lebih sedikit daripada janin yang induknya tidak mengalami
malnutrisi. Pada manusia, kekurangan gizi pada ibu hamil mengakibatkan berat badan bayi
sangat rendah (berkaitan erat dengan angka kematian yang tinggi) dan perkembangan yang buruk
(Ediasri T. Atmodiwirjo dalam Singgih D. Gunarsa, 1983).
Perkembangan keterampilan motorik merupakan faktor yang sangat penting bagi
perkembangan pribadi secara keseluruhan. Elizabeth B. Hurlock (1991) mencatat beberapa
alasan tentang fungsi perkembangan motorik bagi konstelasi perkembangan individu. Seiring
dengan perkembangan motorik ini, bagi anak usia pra sekolah (taman kanak-kanak) atau kelaskelas rendah SD, tepat sekali diajarkan atau dilatihkan tentang hal-hal berikut:
a)

Dasar-dasar keterampilan untuk menulis (huruf arab dan latin) dan menggambar.

b)

Keterampilan berolahraga (seperti senam) atau menggunakan alat-alat olahraga.

c)

Gerakan-gerakan permainan, seperti meloncat, memanjat, dan berlari.

d)

Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan kedisiplinan dan ketertiban.

e)

Gerakan-gerakan ibadah sholat.

2.4.2 Intelektual
Intelek atau pola pikir berkembang searah dengan pertumbuhan syaraf otak. Karena
berfikir pada dasarnya menunjukkan fungsi otak, maka kemampuan intelektual dipengaruhi oleh
kematangan syaraf otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik. Perkembangan intelek
diawali dengan kemampuan mengenal dunia luar. Awalnya respon terhadap rangsangan dari luar
merupakan aktivitas reflektif, seiring dengan bertambahnya usia aktivitas tersebut berkurang

4

terhadap setiap rangsangan dari luar dan selanjutnya mulai terkoordinasikan. Perkembangan
berikutnya ditunjukkan pada perilakunya, yaitu tindakan memilih dan menolak sesuatu. Tindakan
ini merupakan proses analisis, evaluasi, membuat kesimpulan, dan diakhiri pembuatan
keputusan.
Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah
untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam
mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.
Sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli mengenai inteligensi.

Guilford

berpendapat bahwa intelegensi itu dilihat dari tiga kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu
sebagai berikut:
1)

Operasi Mental (Proses Berpikir)
(a)

Kognisi (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi yang baru)

(b) Memory retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).
(c)

Memory recording (ingatan yang segera).

(d) Divergent production (berpikir melebar = banyak kemungkinan jawaban)
(e)
(f)

Convergent production (berpikir memusat = hanya satu jawaban/alternatif).
Evaluasi (mengambil keputusan tentang apakah sesuatu itu baik, akurat, atau
memadai).

2)

Content (Isi yang dipikirkan)
(a) Visual (bentuk konkret atau gambar).
(b) Auditory (suara)
(c)

Word meaning (semantic).

(d) Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata, angka dan not musik).
(e)

Behavioral (interaksi non-verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka
atau suara).

3)

Product (Hasil berpikir)
(a)

Unit (item tunggal informasi).

(b) Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
(c)

Relasi (keterkaitan informasi).

(d) Sistem (kompleksitas bagian yang saling berhubungan).
(e) Transformasi (perubahan, modifikasi atau redefinisi informasi).
5

(f)

Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item lain).
Keterkaitan ketiga kategori tersebut di atas, selanjutnya dapat disimak dalam contoh

berikut:
1)

Untuk dapat mengisi deretan angka 3, 6, 12, 24, … memerlukan “convergent operation”
(hanya satu jawaban yang benar) dengan “symbolic content” (angka) untuk memperoleh
suatu “relationship product” (angka rangkap berdasarkan pola hitungan sebelumnya.

2)

Untuk membuat lukisan abstrak tentang suatu fenomena kehidupan, memerlukan
kemampuan “divergent thinking operation” (banyak kemungkinan jawaban) tentang
“visual content” untuk menciptakan “transformasional product” (objek nyata yang
ditransformasikan ke dalam pandangan pelukis).
Uraian tersebut menjelaskan tentang inteligensi dalam ukuran kemampuan intelektual

atau tataran kognitif. Pandangan lama menunjukkan bahwa kualitas inteligensi atau kecerdasan
yang tinggi dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan individu dalam belajar
atau meraih kesuksesan dalam hidupnya. Namun perkembangan terakhir, telah berkembang
pandangan lain yang menyatakan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi
keberhasilan (kesuksesan) individu di dalam hidupnya bukan semata-mata ditentukan oleh
tingginya tingkat kecerdasan intelektual, tetapi oleh faktor kemantapan emosional yang oleh
ahlinya, yaitu Daniel Goleman disebut Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional).
Berdasarkan pengamatan Goleman, banyak orang yang gagal dalam hidupnya bukan
karena kecerdasan intelektualnya rendah, namun karena mereka kurang memiliki kecerdasan
emosional. Tidak sedikit orang yang suksek dalam hidupnya karena memiliki kecerdasan
emosional meskipun inteligensinya hanya pada tingkat rata-rata.
Kecerdasan emosional itu semakin perlu dipahami, dimiliki, dan diperhatikan dalam
pengembangannya karena mengingat kondisi kehidupan dewasa ini semakin kompleks.
Kehidupan yang semakin kompleks ini memberikan dampak yang sangat buruk terhadap
konstelasi kehidupan emosional individu. Dalam hal ini, Daniel Goleman mengemukakan hasil
survei terhadap para orang tua dan guru yang hasilnya menunjukkan bahwa ada kecenderungan
yang sama di seluruh dunia, yaitu generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan
emosional daripada generasi sebelumnya. Mereka lebih kesepian dan pemurung, lebih
beringasan dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif
dan agresif.

4

Kecerdasan emosional ini merujuk kepada kemampuan-kemampuan mengendalikan diri,
memotivasi diri dan berempati. Secara jelasnya unsur-unsur kecerdasan emosional ini dapat
disimak pada pembahasan bab berikut.
2.4.3 Bakat Khusus
Sebagaimana diuraikan di depan, Sumadi S. (1984) merinci pengertian kemampuan
khusus—bakat--seperti definisinya Guilford bahwa bakat itu mencakup tiga dimensi, yaitu
dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual. Ketiga dimensi tersebut
mengilustrasikan bahwa bakat mencakup kemampuan dalam pengindraan, ketepatan dan
kecepatan menangkap makna, kecepatan dan ketepatan bertindak, serta kemampuan berfikir
inteligen. Atas dasar bakat yang dimilikinya se-orang individu akan mampu menunjukkan
kelebihan dalam bertindak dan menguasai serta memecahkan masalah dibandingkan dengan
orang lain. Bakat khusus merupakan salah satu kemampuan untuk bidang tertentu seperti bidang
seni, olahraga, atau keterampilan.
2.4.4 Emosi
Rasa dan perasaan merupakan salah satu potensi yang khusus dimiliki oleh setiap
manusia. Di dalam proses pertumbuhan dan perkembangan manusia, banyak hal yang
dibutuhkannya. Kebutuhan tersebut dibedakan menjadi dua yaitu kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani. Kebutuhan itu dibedakan kebutuhan primer dan sekunder. Kebutuhan primer
merupakan kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Selanjutnya, kebutuhan sekunder yaitu
kebutuhan yang pemenuhannya dapat di-tangguhkan. Kebutuhan primer yang tidak segera
terpenuhi membuat seseorang menjadi kecewa, sebaliknya bila kebutuhan itu dapat dipenuhi
dengan baik, maka ia akan senang dan puas. "Kecewa", "senang", dan "puas" merupakan gejala
perasaan yang mengandung unsur senang dan tidak senang.
Di awal pertumbuhan, seorang bayi memerlukan kebutuhan primer, seperti makan,
minum, dan kehangatan tubuh. Bayi akan menangis bila popoknya basah dan haus. Apabila ia
segera diganti popoknya dan diberi ASI/PASI maka ia segera diam.
Menurut English and English, emosi adalah “A compex feeling state accompanied by
characteristic motor and glandular activies” (suatu perasaan yang kompleks yang disertai
5

karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris). Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono berpendapat
bahwa emosi merupakan “Setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik
pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam)”.
Tabel 1.2
Jenis-Jenis Emosi dan Dampaknya pada Perubahan Fisik

1.

Terpesona

JENIS EMOSI

PERUBAHAN FISIK
1. Reaksi elektris pada kulit

2.

Marah

2. Peredaran darah bertambah cepat

3.

Terkejut

3. Denyut jantung bertambah cepat

4.

Kecewa

4. Bernafas panjang

5.

Marah

5. Pupil mata membesar

6.

Takut/Tegang

6. Air liur mengering

7.

Takut

7. Berdiri bulu roma

8.

Tegang

8. Terganggu pencernaan, otot-otot menegang
atau bergetar (tremor)

Ciri-Ciri Emosi
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
(a)

Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir.

(b) Bersifat fluktuatif (tidak tetap).
(c)

Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
2.4.5 Sosial
Manusia adalah makhluk sosial, bukti prinsip yang bisa ditunjukkan bahwa bayi lahir
dalam kondisi lemah (tidak berdaya), ia tidak mampu hidup tanpa bantuan orang lain utamanya
ibu, demikian pula orang dewasa lain. Pada dasarnya manusia tidak mampu hidup seorang diri
tanpa bantuan yang lain. Perkembangan sosial diawali dengan mengenali lingkungan yang
terdekat, seperti bayi akan mengenal ibunya, kemudian mengenal ayahnya dan saudarasaudaranya, selanjutnya baru ia mengenal orang lain di sekitarnya. Sejalan dengan bertambahnya
umur manusia akan mengenal lingkungan yang heterogen dan kompleks yang akan dibawa ke
4

arah kehidupan bersama, bermasyarakat atau kehidupan sosial. Dalam perkembangannya setiap
orang akhirnya mengetahui bahwa manusia itu saling membantu dan dibantu, memberi dan
diberi.
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat
juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,
moral dan tradisi: meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja
sama.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan
orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, norma-norma
kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana
menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orangtua ini
lazim disebut sosialisasi.
Sosialisasi dari orangtua ini sangatlah penting bagi anak, karena dia masih terlalu muda
dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri ke arah
kematangan. J. Clausen (Ambron, 1981: 221) mendeskripsikan tentang upaya yang dilakukan
orangtua dalam rangka sosialisasi dan perkembangan sosial yang dicapai anak, sebagaimana
pada tabel berikut:
Tabel 1.3
Sosialisasi dan Perkembangan Anak
KEGIATAN ORANGTUA
1.

Memberikan makanan dan memelihara
kesehatan fisik anak

PENCAPAIAN PERKEMBANGAN
PERILAKU ANAK
1. Mengembangkan sikap percaya terhadap
orang lain (development of trust).
2. Mampu mengendalikan dorongan biologis

2.

Melatih dan menyalurkan kebutuhan
fisiologis: toilet training (melatih buang air
besar/kecil), menyapih dan memberikan
makanan padat.

3.

Mengajar dan melatih keterampilan

dan belajr untuk menyalurkannya pada
tempat yang diterima masyarakat.
3. Belajar mengenal objek-objek, belajar
bahasa, berjalan, mengatasi hambatan,
berpakaian, dan makan.
5

berbahasa, persepsi, fisik, merawat diri dan 4. Mengembangkan pemahaman tentang
keamanan diri.
4.

tingkah laku sosial, belajar menyesuaikan

Mengenalkan lingkungan kepada anak:
keluarga, sanak keluarga, tetangga dan

perilaku dengan tuntutan lingkungan.
5. Mengembangkan pemahaman tentang

masyarakat sekitar.

baik-buruk, merumuskan tujuan dan
kriteria pilihan dan berperilaku yang baik.

5.

6.

7.

Mengajarkan tentang budaya, nilai-nilai 6. Belajar memahami perspekif (pandangan)
(agama) dan mendorong anak untuk

orang lain dan merespons

menerimanya sebagai bagian dirinya.

harapan/pendapat mereka secara selektif

Mengembangkan keterampilan

7. Memiliki pemahaman untuk mengatur diri

interpersonal, motif, perasaan, dan perilaku

dan memahami kriteria untuk menilai

dalam berhubungan dengan orang lain.

penampilan/perilaku diri.

Membimbing, mengoreksi, dan
membantu anak untuk merumuskan tujuan
dan merencanakan aktivitasnya.
Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orangtua, anggota keluarga, orang
dewasa lainnya mupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah
laku sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut:
(a)

Pembangkangan (negativisme)

(b) Agresi (agression)
(c)

Berselisih/bertengkar (quarreling)

(d) Menggoda (teasing)
(e)

Persaingan (rivalry)

(f)

Kerja sama (cooperation)

(g) Tingkah laku berkuasa (ascendant behaviour)
(h) Mementingkan diri sendiri (selfishness)
(i)

Simpati (sympaty)
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orangtua,

sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut
memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak

4

akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial
itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua yang kasar; sering memarahi; acuh tak acuh;
tidak memberikan bimbingan; teladan; pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam
menerapkan norma-norma baik agama maupun tata krama/budi seperti: cenderung menampilkan
perilaku maladjustment, seperti: (1) bersifat minder; (2) senang mendominasi orang lain; (3)
bersifat egois/selfish; (4) senang mengisolasi diri/menyendiri; (5) kurang memiliki perasaan
tenggang rasa; dan (6) kurang memperdulikan norma dalam berperilaku.
2.5.6 Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan
dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti
menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. Pengertian bahasa
sebagai alat komunikasi dapat berarti sebagai tanda, gerak, dan suara untuk menyampaikan isi
pikiran kepada lawan bicara.
Berbicara adalah bahasa suara dan lisan. Pada perkembangan awal bahasa lisan bayi
diungkapkan dengan tangis atau ocehan. Tangisan atau jeritan merupakan ekspresi tidak senang
atau jengkel atau sakit. Sedangkan ocehan atau meraba sebagai ungkapan ekspresi sedang
senang. Ocehan-ocehan itu makin lama makin jelas, berkembang bisa menirukan bunyi-bunyi
yang didengarnya pada akhirnya membetuk ucapan dengan kata-kata yang sederhana.
Perkembangan bahasa selanjutnya bagi seorang bayi pada usia 6-9 bulan mulai berkomunikasi
dengan satu kata atau dua kata seperti "maem" untuk menyatakan maksud atau keinginannya.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa
merupakan anugerah dari Allah SWT, yang dengannya manusia dapat mengenal atau memahami
dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai
makhluk berbudaya dan mengembangkan budayanya.
Perkembangan pikiran itu dimulai pada usia 1,6 -2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat
menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut:
a)

Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif, seperti: “bapak makan”.

b)

Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif (menyangkal), seperti: “Bapak tidak
makan”.
5

c)

Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat:
(1) Kritikan: “Ini tidak boleh, ini tidak baik”.
(2) Keragu-raguan: barangkali, mungkin, bisa jadi. Ini terjadi apabila anak
sudah menyadari akan kemungkinan kekhilafannya.
(3)

Menarik kesimpulan analogi, seperti: anak melihat ayahnya tidur karena

(4) sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibu tidur
karena sakit.
Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok
yang satu sama lainnya sangat berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu,
maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah
sebagai berikut:
1.

Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa
orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan memahami
kegiatan/gerakan atau gesture-nya (bahasa tubuhnya).

2.

Pengembangan Perbendaharan Kata. Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai
secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia
pra-sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah,

3.

Penyusunan Kata-Menjadi Kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada
umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal
(kalimat satu kata) dengan disertai: “gesture” untuk melengkapi cara berpikirnya. Contohnya,
anak menyebut “Bola” sambil menunjuk bola itu dengan jarinya. Kalimat tunggal itu berarti
“tolong ambilkan bola untuk saya”. Seiring dengan meningkatnya usia anak dan keluasan
pergaulannya, tipe kalimat yang diucapkannya pun semakin panjang dan kompleks. Menurut
Davis, Garrison & McCarthy (E. Hurlock, 1991) anak yang cerdas, anak wanita dan anak yang
berasal dari keluarga berada, bentuk kalimat yang diucapkannya itu lebih panjang dan kompleks
dibandingkan dengan anak yang kurang cerdas, anak pria dan anak yang berasal dari keluarga
miskin.

4.

Ucapan. Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi
(peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama orangtuanya).
Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka masih belum dapat berbicara atau
mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan

4

ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi
suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf
tertentu. Huruf yang mudah diucapkan yaitu huruf hidup (vokal): I, a, e, dan u dan huruf mati
(konsonan): t, p, b, m, dan n, sedangkan yang sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal: z, w, s,
dan g, dan huruf mati rangkap (diftong): st, str, sk, dan sr.
2.4.7 Sikap, Nilai, dan Moral
Bloom mengemukakan bahwa tujuan akhir proses pembelajaran dikelompokkan menjadi
tiga sasaran, yaitu penguasaan pengetahuan (kognitif), penguasaan sikap dan nilai (afektif), dan
penguasaan psikomotor. Pengenalan terhadap sikap, nilai, dan moral ini tidak dimulai dari masa
bayi melainkan masa kanak-kanak, sebab kehidupan bayi belum dibimbing oleh norma-norma
moral. Pada masa kanak-kanak mulai dikenalkan dengan norma atau aturan-aturan yang
menyangkut baik-buruk, benar-salah, wajar-tidak wajar, layak-tidak layak, dan sete-rusnya.
Menurut Piaget, pada awalnya pengenalan nilai dan perilaku serta tindakan itu masih bersifat
"paksaan", dan anak belum mengetahui maknanya. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan
inteleknya, berangsur-angsur anak mulai mengikuti berbagai ketentuan yang berlaku di dalam
keluarga; semakin lama semakin luas sampai dengan ketentuan yang berlaku umum di
masyarakat, bangsa, dan negara.
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Morsis), yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk
menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu,
seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan,
memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b) larangan mencuri, berzina,
membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila
tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok
sosialnya.
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut:
1.

Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar
dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Di samping itu,
yang paling penting dalam pendidikan moral ini, adalah keteladanan dari orangtua, guru atau
orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral
5

2.

Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku
moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kyai, artis atau orang dewasa
lainnya)

3.

Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral
secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus
dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan
dihentikannya.

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan

1.

Individu adalah manusia yang berkedudukan sebagai pribadi yang utuh, pilah, tunggal, dank
has. Ia sebagai subjek yang merupakan suatu kesatuan psiko-fisik dengan berbagai
kemampuanya untuk berhubungan dengan lingkungan, dengan sesama, dan dengan Tuhan yang
menciptakannya.

2.

Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik
yang memperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik
keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial
psikologis. Perkembangan factor bawaan tersebut dipengaruhi oleh factor-faktor lingkungan.

3.

Individu dibedakan kedalam bidang fisik, yaitu usia, tinggi, dan berat badan, jenis
kelamin,pendengaran, penglihatan, kemampuan bertindak; perbedaan social yaitu status social
ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku; perbedaan kepribadian yaitu watak, motif, minat,
dan sikap; perbedaan intelegensi dan kemampuan dasar; perbedaan kecakapan atau kepandaian
di sekolah.

4

3. 2
1.

Saran
Bagi penulis, hendaknya dapat lebih teliti dan lebih giat lagi dalam pengumpulan data untuk
mendapatkan hasil yang lebih maksimal, lengkap dan berguna.

2.

Diharapkan dalam penyusunan makalah selanjutnya, memiliki referensi yang cukup banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elisabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Monks, FJ, dkk. 1984. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.
Yogyakarta: UGM Press.
Singgih D.Gunarsa dan Ny. Singgih D.G. 1990. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Soesilo Windradini dan Suwandi, Iksan. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FIP IKIP
MALANG.
Sunarto dan Hartono, Ny. Agung. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Depdikbud.

5