Resensi Buku Evaluasi thd InaTEWS Kisah
PRB TSUNAMI, RIWAYATMU KINI (2):
KISAH KEGAGALAN DALAM MERESPON ANCAMAN TSUNAMI
11 APRIL 2012
RESENSI BUKU
Judul Buku: Evaluasi terhadap
InaTEWS: Harapan & Kenyataan pada
Peristiwa Gempabumi Outer-Rise, 11
April 2012
Penulis: Tim Kaji Cepat Bersama
Penerbit: Compress LIPI, Jakarta
Tahun Terbit: 2012
Jumlah Halaman: v + 87
Peresensi: Djuni Pristiyanto
Pengantar
Dalam sebuah acara Community Preparedness Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(Compress LIPI) di Cikini, Jakarta Pusat yang penulis hadiri pada 6 Maret 2013 ada
pembagian dua buah buku, yaitu (1) Evaluasi terhadap InaTEWS: Harapan & Kenyataan pada
Peristiwa Gempabumi Outer-Rise, 11 April 2012, dan (2) Science in Disaster Risk Reduction,
Ringkasan Laporan Kegiatan Program Prioritas Nasional 9: Lingkungan Hidup dan
Kebencanaan.
Dalam pertemuan itu juga dihadiri oleh Kepala LIPI, Dr. Ir. Haryadi Permana. Di akhir acara
penulis berkenalan dengan Pak Haryadi Permana dan ternyata beliau sudah sejak lama jadi
anggota Milis Bencana dan sudah sering berkirim email dengan penulis yang berposisi
sebagai Moderator Milis Bencana tapi tidak pernah berjumpa. Menurut Pak Haryadi bahwa
Milis Bencana sangat bermanfaat untuk mengetahui perkembangan informasi dan
pembahasan isu-isu kebencanaan.
Setelah membaca secara cepat kedua buku itu penulis mengambil kesimpulan bahwa buku
yang pertama itu sangat penting untuk diketahui publik yang lebih luas. Kemudian secara
personal penulis sampaikan kepada Pak Haryadi Permana dan mantan Koordinator Compress
1 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
LIPI, Irina Rafliana bahwa dokumen “Evaluasi InaTEWS” itu penting dan sudah selayaknya
untuk disebarluaskan. Pada waktu itu penulis minta file buku itu dalam format PDF sehingga
bisa penulis sebarkan melalui berbagai milis dan website, dan penulis dijanjikan akan
dikirimkan file itu.
Namun demikian, oleh karena penulis tahu betapa lembaga pemerintah seperti LIPI ini
mempunyai jalur-jalur birokrasi tersendiri maka penulis mengambil inisiatif lain. Buku
Evaluasi InaTEWS itu kemudian penulis scan secara manual dengan mesin scan pinjaman
dan penulis jadikan file PDF. Bila tertarik untuk mendapatkan hasil scan buku Evaluasi
InaTEWS tersebut silahkan unduh di link ini http://www.scribd.com/djuniprist/documents.
InaTEWS dan Ancaman Tsunami 11 April 2012
Presiden Republik Indonesia meluncurkan secara resmi Sistem Peringatan Dini Tsunami
Indonesia atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) pada 11 November
2008. InaTEWS merupakan proyek nasional yang melibatkan 16 Kementerian/Lembaga
(K/L) di bawah koordinasi Kementerian Negara Riset dan Teknologi (RISTEK).
Peringatan dini yang dibangun Pemerintah Indonesia itu adalah adalah kombinasi kemampuan
teknologi dan kemampuan masyarakat untuk menindaklanjuti hasil kerja teknologi itu.
Peringatan dini sebagai bagian dari pengurangan risiko bencana tidak hanya semata-mata
mengenai peringatan yang akurat secara teknis, tetapi juga harus membangun pemahaman
yang baik mengenai risiko, terjalinnya hubungan antara penyedia dan pengguna peringatan,
dan juga kemampuan di tingkat otoritas dan masyarakat untuk bereaksi secara benar terhadap
peringatan dini. Jika salah satu komponen tersebut tidak dipenuhi secara lengkap, maka
sistem secara keseluruhan bisa gagal. Harapannya adalah InaTEWS benar-benar bermanfaat
semaksimal mungkin dan memberikan peringatan dini tsunami sebelum kedatangan sehingga
bisa meminimkan jumlah korban jiwa.
Gempabumi Samudera lndonesia 11 April 2412 hanya memicu tsunami kecil. Baik
gempabumi maupun tsunaminya tidak menimbulkan kerusakan dan korban manusia. Namun
gempabumi ini merupakan gempabumi besar berskala lebih dari 8 dan berpotensi tsunami
pertama yang menguji InaTEWS dan kapasitas respon masyarakat dalam kesiapsiagaan
menghadapi tsunami.
Kejadian gempabumi 11 April 2012 ini memunculkan pertanyaan penting, yaitu “Apakah
InaTEWS berfungsi?” Apakah sistem peringatan dini tsunami yang dibangun dengan biaya
sangat mahal dan melibatkan berbagai lembaga itu dapat berfungsi atau kah tidak?
Pertanyaan ini kemudian memicu beberapa orang staf Compress LIPI untuk membuat ide itu
menjadi kenyataan. Koordinasi dengan cepat dilakukan dan dibentuk Tim Kaji Cepat
Bersama dengan menggunakan sumberdaya dari masing-masing lembaga dan atau saling
dukung antar lembaga terkait. Disiapkan juga kerangka atau instrumen umum investigasi
yang diharapkan dapat digunakan kelak dalam inisiatif-inisiatif kaji cepat berikutnya. Ada
tiga lokasi kajian, yaitu Jakarta (Nasional), Kota Banda Aceh dan Kota Padang. Tim terdiri
dari LlPl, BMKG, BNPB, RISTEK, BPPT, GIZ, UNESCO-JTIC, UNDP dan KKP-Tohoku
University. Di Banda Aceh, TDMRC Universitas Syiahkuala, Program Pasca Sarjana
2 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
Universitas Syiahkuala, UNDP DRRA bergabung ke dalam tim itu. Universitas Andalas,
Universitas Bung Hatta serta KOGAMI bergabung dengan tim di Kota Padang.
Kisah Kegagalan untuk Merespon Ancaman Tsunami
Buku “Evaluasi terhadap InaTEWS” ini terdiri dari tujuh bab. Bab 1 merupakan dasar dari
Kaji Cepat Bersama ini, yaitu pertanyaan yang sangat mendasar terhadap InaTEWS: “Apakah
InaTEWS Berfungsi?” Dalam bab ini juga menguraikan proses dan ruang lingkup Kaji Cepat
Bersama. Gambaran singkat tentang InaTEWS diuraikan dalam Bab 2, yaitu “Bangunan Ideal
InaTEWS”.
Bab 3 berisi “Kronologi” yang memaparkan tentang rangkaian kejadian dari sejak detik
pertama gempabumi, respon BMKG, respon pemerintah daerah di Padang dan Banda Aceh,
institusi antar muka, dan respon masyarakat. Bab 3 merupakan inti dari seluruh bangunan
buku ini. Dengan membaca secara cermat Bab 3 ini maka pembaca akan memperoleh
gambaran menyeluruh mengenai keberhasilan dan kegagalan dalam merespon ancaman
tsunami 11 April 2012 tersebut.
Bab 4 berjudul “Dua Jam Mencekam di Dua Kota”. Bab ini menceritakan kronologis kejadian
sejak terjadinya gempabumi hingga kejadian-kejadian selanjutnya di Padang dan Banda Aceh.
Dalam Bab 5 bertajuk “Cerita Keberhasilan dan Kegagalan” yang berisi analisis keberhasilan
dan kegagalan dalam respon terhadap gempabumi dan segala dampaknya pada kerangka
InaTEWS. Sebagai pelengkap paparan dan analisis maka disampaikan “Perbandingan Sistem
Peringatan Dini Tsunami di Indonesia dan Jepang” pada Bab 6.
Buku ini diakhiri dengan “Langkah-Langkah Perbaikan” yang terdapat dalam Bab 7. Bab ini
berisi usulan-usulan rekomendasi untuk berbagai pihak yang terlibat dalam jejaring sistem
peringatan dini tsunami di Indonesia. Selain itu pada bagian Lampiran terdapat daftar nama
dan lembaga yang terlibat dalam Tim Kaji Cepat Bersama.
Pada intinya buku “Evaluasi terhadap InaTEWS” ini berkisah mengenai kegagalan dalam
merespon ancaman tsunami yang terjadi akibat gempabumi Samudera Indonesia 11 April
2412. Memang tidak semua gagal, tapi sebagian besar perangkat dalam rangkaian sistem
peringatan dini tsunami tidak berfungsi dengan baik.
Pada pukul 15:40 WIB, atau satu menit limapuluh satu detik setelah terjadi gempabumi
(pukul 15:38:29 WIB) kantor BMKG yang rnenjadi Pusat Nasional Pelayanan Peringatan
Tsunami (National Tsunami Warning Center / NTWC) mendapatkan live signal dan stasiun
berada dalam status 'blinking'. Pada pukul 15:43:23 WIB, atau empat menit lima puluh empat
detik kemudian, BMKG memutuskan untuk mengeluarkan berita Peringatan Dini (PD) I dan
menyebarkannya melalui multimoda (SMS, Fax, E-mail, Warning Receiver System / WRS,
website). Pada pukul 15:47:59 WlB, BMKG rnengeluarkan dan menyebarkan PD 2.
Pada pukul 17:30:20 WIB yaitu beberapa menit sebelum BMKG memutuskan untuk
mengeluarkan berita berakhirnya peringatan dini tsunami, tiba-tiba terjadi gempabumi sangat
kuat. Pada pukul 17:48:20 WIB atau pada menit ke 3 detik ke 7 setelah gempabumi kedua,
3 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
BMKG melakukan penyebaran PD 1. Pada pukul 17:53:38 WIB, BMKG mengeluarkan dan
menyebarkan PD 2.
Pada pukul 18:16:47 WIB, berdasarkan data-data hasil pengamatan tsunami di stasiun tide
gauge dari Inter-governmental Oceanographic Commissian (IOC) UNESCO dan dari Badan
Informasi Geospasial (BIG), BMKG kemudian mengeluarkan PD 3 yang berisi hasil
observasi tsunami dan perbaikan status ancaman.
Pada pukul 20:06:05 WIB, sekitar dua setengah jarn dari gempabumi kedua (dan 4 jam lebih
dari gempabumi pertama) BMKG akhirnya menyebarkan PD 4 yang menyatakan Peringatan
Dini Tsunami yang disebabkan oleh gempabumi 8,1 telah berakhir.
Dalam rangkaian dari sistem peringatan dini tsunami ini terdapat kegagalan-kegagalan, antara
lain:
Log-book sirine di BMKG memperlihatkan tidak ada tanda-tanda sirene yang diaktifkan
oleh Pernerintah Daerah, 10 menit setelah dikeluarkannya PD 1. Berdasarkan data
tersebut, BMKG memutuskan untuk mengaktifkan sirine sesuai dengan kesepakatan
bahwa jika lebih dari 10 menit setelah gernpabumi berpotensi tsunami di atas Magnitudo
8 sirine tidak diaktifkan oleh daerah maka BMKG akan mengaktifkannya dari jarak jauh.
Pada pukul 15:50 WIB sebanyak enam sirine di Padang berhasil diaktifkan. Lima menit
kemudian menyusul dua sirine di Bengkulu berhasil diaktifkan. Narnun, dari enam sirine
di Aceh, empat sirine tidak berhasil di aktifkan.
Dart Buoy terdekat dengan lokasi gempabumi tidak dapat mendeteksi perubahan muka
laut karena kondisinya rusak. Paling tidak ada 3 buoy di sekitar perairanAceh, namun
seluruhnya dalam kondisi rusak. Buoy tsunami di Simeulue misalnya, terlepas (drifting)
dan hilang. Informasi perubahan muka laut justru datang dari buoy yang terletak di
sebelah selatan lndia yang menjadi bagian dari jaringan Indian Ocean Tsunami Warning
System (IOTWS).
Hingga sekitar 40 menit setelah gempa kantor Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops)
Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) di Banda Aceh masih kosong. Akibatnya,
informasi PD 1 yang masuk melalui WRS itu tidak ada yang menindaklanjutinya.
Enam dari delapan sirine Kota Padang berhasil diaktifasi pada pukul 15:51 WIB atau
menit ke-13. Dua sirine tidak berbunyi.
Radio komunikasi Pusdalops Provinsi Sumatera Barat sedang tidak dalam kondisi aktif.
WRS yang ada di kantor Pusdalops Prov. Sumbar tidak berfungsi. Pemeriksaan yang
dilakukan BMKG regional terhadap alat ini setelah gempa menunjukkan bahwa
ketidakberfungsian alat ini disebabkan oleh kadaluwarsanya kartu telepon yang digunakan
karena tidak pernah diisi ulang.
Tanggal 11 April 2012, pukul 14.00, jaringan listrik PLN di kantor BNPB padam. UPS
pendukung perangkat komunikasi dan komputer tidak dapat berfungsi karena tenaganya
tidak terisi. Ini sebagai disebabkan. oleh padamnya jaringan listrik PLN pada malam
sebelumnya. Akibatnya, hingga pukul 15:40 tidak ada informasi yang dapat diterima oleh
4 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
BNPB perihal kejadian gempabumi yang sedang terjadi diAceh. Seperti kejadian-kejadian
sebelumnya,sirene penanda terjadinya gempabumi besar yang ada di ruangan Pusat Data
Informasi (Pusdatin) tidak berbunyi. Dalam hal ini, apakah tidak ada genset untuk
menggantikan sumberdaya bila sewaktu-waktu PLN padam dan tidak hanya
mengandalkan UPS?
Warning Receiver System (WRS), perangkat yang sudah dipasang oleh BMKG di
Pusdatin BNPB tidak memperlihatkan adanya penerimaan informasi tentang telah
terjadinya gempabumi itu. Kemudian diketahui bahwa hal ini terjadi karena server Digital
Broadcasting Video (DVB) tidak disiapkan dalam 'auto on ', sehingga saat dinyalakan,
tidak dapat dengan serta merta memperlihatkan informasi peringatan dini tentang
gempabumi yang baru saja terjadi.
Website BMKG dan website USGS tidak dapat diakses karena terjadi kelebihan beban
akses pada saat bersamaan.
Media daerah di Aceh dan Padang mengandalkan moda komunikasi melalui SMS dan
melalui fasilitas broadcast dan 'group chat ' dari alat komunikasi (telepon genggarn) yang
mereka gunakan. Tidak ada moda komunikasi lain yang dimiliki oleh media daerah ini
yang terhubung secara langsung dengan BMKG. Hanya Televisi Aceh yang sudah
dilengkapi dengan WRS yang dipasang oleh BMKG. Media nasional dan daerah juga
mengalami kesulitan menghubungi BMKG dan BNPB karena belum ada jalur komunikasi
khusus antara BMKG-BNPB dengan media.
Terjadi kemacetan lalu lintas di Padang akibat para pengungsi menggunakan kendaraan
bermotor dan menuju arah yang sama, terutama di ruas-ruas jalan dan persimpangan.
Menurut laporan masyarakat, bahkan sampai setidaknya setengah jam setelah gempabumi,
konsentrasi kemacetan lalu lintas masih terjadi di jalan-jalan pada jarak 1 hingga 3 km
dari garis pantai.
Banyak warga masyarakat baik di Padang dan di Aceh yang malah melihat apakah air laut
di pantai surut atau tidak. Ini karena adanya persepsi bahwa salah satu tanda tsunami
adalah surutnya air laut di pesisir.
Adanya salah pengertian terhadap bunyi sirine sebagai datangnya air bah tsunami.
Terjadi kepanikan pada masyarakat yang sedang mengungsi akibat sirine yang terlambat
berbunyi. Bunyi sirine seketika memperparah kemacetan itu karena masyarakat mengira
bahwa bunyi sirine itu tanda bahwa tsunami benar-benar terjadi. Masyarakat yang semula
tidak melakukan evakuasi menjadi ikut panik sehingga kemudian ikut-ikutan melakukan
evakuasi. Sementara warga masyarakat yang sedang melakukan evakuasi bertambah
kepanikannya karena rnereka merasa terjebak kemacetan di tempat yang belum aman dari
jangkauan tsunami.
Tidak dimanfaatkannya tempat evakuasi sementara (TES) oleh masyarakat sekitar.
Mereka lebih memilih mencari selamat ke tempat yang lebih tinggi dengan menggunakan
kendaraan bermontor (mobil atau sepeda montor). Evakuasi yang dilakukan oleh
masyarakat adalah reaksi spontan yang dipicu oleh guncangan cukup kuat. Masyarakat
berbondong-bondong menuju ternpat perbukitan, tempat-tempat ibadah dan hanya sedikit
5 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
sekali yang memanfaatkan bangunan-bangunan evakuasi yang sudah disediakan untuk
menyelamatkan diri. Hal-hal tersebut mengindikasikan pemahaman kapasitas respon
masyarakat yang belurn terbangun sepenuhnya.
Kekurangan dan Kelebihan Buku Ini
Ada dua kekurangan yang muncul dalam buku ini dan terasa mengganggu aliran informasi,
antara lain:
Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 sama di hal. 35 dan hal. 37. Gambar 4.1 adalah Kronologi
peristiwa sepanjang rentang waktu kritis di Kota Banda Aceh; sedangkan Gambar 4.2
adalah Kronologi peristiwa sepanjang rentang waktu kritis di Kota Padang. Akan tetapi,
karena gambar keduanya sama maka informasi di Kota Padang yang jadi keliru.
Pada hal. 61 ada satu paragraf yang membingungkan, yaitu “Di beberapa tempat yang
diidentifikasi tidak memiliki akses terhadap sirine, pemerintah daerah dengan bantuan
mobil patroli polisi, pemadam kebakaran, petugas gawat darurat, TNI dan organisasi di
luar BPBD memberikan pengumuman dari pengeras suara yang terpasang di mobil.”
Disini kata yang terasa membingungkan adalah “TNI” dan “BPBD”. Paragraf ini
konteksnya adalah di Jepang, tapi kok bisa tiba-tiba saja muncul kedua kata itu dalam
kalimat.
Walaupun ada sedikit kekurangan, buku ini sangatlah istimewa. Dalam sejarah
penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia belum pernah ada evaluasi
menyeluruh dan komprehensif seperti ini. Dan hasilnya pun sudah dapat diduga, walaupun
seringkali ditutup-tutupi dengan berbagai retorika, yaitu sistem peringatan dini tsunami tidak
berfungsi.
Dalam Bab 7 terdapat rekomendasi yang menyeluruh dalam jejaring InaTEWS. Dalam hal ini
adalah sangat penting untuk memastikan agar rekomendasi-rekomendasi itu dijalankan
dengan sungguh-sungguh dan dengan semangat untuk mengurangi risiko bencana. Tujuan
akhir adalah untuk memunculkan rasa aman dan terlindungi dari risiko bencana.
Penutup
Kata penutup untuk mengakhiri resensi buku “Evaluasi terhadap InaTEWS” ini adalah
mengutip langsung sebagian kata dalam Epilog buku tersebut sebagai berikut:
Kaji cepat bersama yang dilakukan di Indonesia terkait gempabumi dan tsunami
Samudera lndonesia April 2012 ini adalah yang pertama kali dilakukan secara kolektif
oleh berbagai lembaga terkait Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia. Pengalaman
berharga pertama ini tak pelak rnernbuat tidak nyaman banyak pihak, diantaranya
karena evaluasi semacam ini belum pernah dilakukan sebelumnya.
Namun sejak awal itikadnya, kaji cepat ini tidak untuk menyudutkan institusi tertentu.
Seluruh upaya yang dikerahkan adalah semata-mata untuk mencari tahu apakah upaya
6 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
dan kerja keras yang telah dilakukan berbagai pihak telah dapat diimplementasikan
dengan efektif, terlebih lagi, apakah memang telah dapat dengan efektif menyelamatkan
nyawa masyarakat saat bahaya tsunami mengintai dah seluruh sistem berpacu dengan
waktu.
Kaji cepat ini memang banyak menemukan kelemahan-kelemahan yang kritis yang
perlu segera dilakukan pembenahan, namun dalam jangka panjang, diharapkan kaji
cepat ini menjadi tradisi baru yang dapat menjadi mekanisme perbaikan diri yang paling
baik bagi semua pihak.
Bojong Gede, Bogor, 11 Maret 2013
Peresensi,
Djuni Pristiyanto
Penulis Lepas, Moderator Milis Bencana (https://groups.google.com/group/bencana) dan
Milis Lingkungan (http://asia.groups.yahoo.com/group/lingkungan)
Dalam rangka memperingati 2 tahun tsunami di Jepang dan upaya PRB Tsunami
Indonesia.
NB:
Pada saat kejadian gempabumi dengan potensi tsunami tanggal 11 April 2012 di atas
kebetulan penulis sedang berada di Kota Padang, Sumatera Barat. Sebagai salah seorang saksi
mata yang mengalami secara langsung, maka penulis menguraikannya dalam beberapa tulisan
dan foto-foto berikut ini:
Foto-foto
respon
masy
gempa
11
April
2012
di
Padang
(https://plus.google.com/u/0/photos/103608821945105928261/albums/573033688588676
8177)
Catatan
lapangan
gempa
bumi
11
April
2012
di
Padang
(http://djuni.wordpress.com/2012/04/12/catatan-lapangan-gempa-bumi-11-april-2012-dipadang/)
Respon masyarakat Padang, Sumbar terhadap gempa bumi 11 April 2012
(http://djuni.wordpress.com/2012/04/12/respon-masyarakat-padang-sumbar-terhadapgempa-bumi-11-april-2012/)
Berjalankah
sistem
peringatan
dini
tsunami
di
Padang?
(http://djuni.wordpress.com/2012/04/12/berjalankah-sistem-peringatan-dini-tsunami-dipadang/)
Membandingkan
respon
bencana
gempa
di
Aceh
dg
Padang???
(http://djuni.wordpress.com/2012/04/12/membandingkan-respon-bencana-gempa-di-acehdg-padang/)
7 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
KISAH KEGAGALAN DALAM MERESPON ANCAMAN TSUNAMI
11 APRIL 2012
RESENSI BUKU
Judul Buku: Evaluasi terhadap
InaTEWS: Harapan & Kenyataan pada
Peristiwa Gempabumi Outer-Rise, 11
April 2012
Penulis: Tim Kaji Cepat Bersama
Penerbit: Compress LIPI, Jakarta
Tahun Terbit: 2012
Jumlah Halaman: v + 87
Peresensi: Djuni Pristiyanto
Pengantar
Dalam sebuah acara Community Preparedness Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(Compress LIPI) di Cikini, Jakarta Pusat yang penulis hadiri pada 6 Maret 2013 ada
pembagian dua buah buku, yaitu (1) Evaluasi terhadap InaTEWS: Harapan & Kenyataan pada
Peristiwa Gempabumi Outer-Rise, 11 April 2012, dan (2) Science in Disaster Risk Reduction,
Ringkasan Laporan Kegiatan Program Prioritas Nasional 9: Lingkungan Hidup dan
Kebencanaan.
Dalam pertemuan itu juga dihadiri oleh Kepala LIPI, Dr. Ir. Haryadi Permana. Di akhir acara
penulis berkenalan dengan Pak Haryadi Permana dan ternyata beliau sudah sejak lama jadi
anggota Milis Bencana dan sudah sering berkirim email dengan penulis yang berposisi
sebagai Moderator Milis Bencana tapi tidak pernah berjumpa. Menurut Pak Haryadi bahwa
Milis Bencana sangat bermanfaat untuk mengetahui perkembangan informasi dan
pembahasan isu-isu kebencanaan.
Setelah membaca secara cepat kedua buku itu penulis mengambil kesimpulan bahwa buku
yang pertama itu sangat penting untuk diketahui publik yang lebih luas. Kemudian secara
personal penulis sampaikan kepada Pak Haryadi Permana dan mantan Koordinator Compress
1 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
LIPI, Irina Rafliana bahwa dokumen “Evaluasi InaTEWS” itu penting dan sudah selayaknya
untuk disebarluaskan. Pada waktu itu penulis minta file buku itu dalam format PDF sehingga
bisa penulis sebarkan melalui berbagai milis dan website, dan penulis dijanjikan akan
dikirimkan file itu.
Namun demikian, oleh karena penulis tahu betapa lembaga pemerintah seperti LIPI ini
mempunyai jalur-jalur birokrasi tersendiri maka penulis mengambil inisiatif lain. Buku
Evaluasi InaTEWS itu kemudian penulis scan secara manual dengan mesin scan pinjaman
dan penulis jadikan file PDF. Bila tertarik untuk mendapatkan hasil scan buku Evaluasi
InaTEWS tersebut silahkan unduh di link ini http://www.scribd.com/djuniprist/documents.
InaTEWS dan Ancaman Tsunami 11 April 2012
Presiden Republik Indonesia meluncurkan secara resmi Sistem Peringatan Dini Tsunami
Indonesia atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) pada 11 November
2008. InaTEWS merupakan proyek nasional yang melibatkan 16 Kementerian/Lembaga
(K/L) di bawah koordinasi Kementerian Negara Riset dan Teknologi (RISTEK).
Peringatan dini yang dibangun Pemerintah Indonesia itu adalah adalah kombinasi kemampuan
teknologi dan kemampuan masyarakat untuk menindaklanjuti hasil kerja teknologi itu.
Peringatan dini sebagai bagian dari pengurangan risiko bencana tidak hanya semata-mata
mengenai peringatan yang akurat secara teknis, tetapi juga harus membangun pemahaman
yang baik mengenai risiko, terjalinnya hubungan antara penyedia dan pengguna peringatan,
dan juga kemampuan di tingkat otoritas dan masyarakat untuk bereaksi secara benar terhadap
peringatan dini. Jika salah satu komponen tersebut tidak dipenuhi secara lengkap, maka
sistem secara keseluruhan bisa gagal. Harapannya adalah InaTEWS benar-benar bermanfaat
semaksimal mungkin dan memberikan peringatan dini tsunami sebelum kedatangan sehingga
bisa meminimkan jumlah korban jiwa.
Gempabumi Samudera lndonesia 11 April 2412 hanya memicu tsunami kecil. Baik
gempabumi maupun tsunaminya tidak menimbulkan kerusakan dan korban manusia. Namun
gempabumi ini merupakan gempabumi besar berskala lebih dari 8 dan berpotensi tsunami
pertama yang menguji InaTEWS dan kapasitas respon masyarakat dalam kesiapsiagaan
menghadapi tsunami.
Kejadian gempabumi 11 April 2012 ini memunculkan pertanyaan penting, yaitu “Apakah
InaTEWS berfungsi?” Apakah sistem peringatan dini tsunami yang dibangun dengan biaya
sangat mahal dan melibatkan berbagai lembaga itu dapat berfungsi atau kah tidak?
Pertanyaan ini kemudian memicu beberapa orang staf Compress LIPI untuk membuat ide itu
menjadi kenyataan. Koordinasi dengan cepat dilakukan dan dibentuk Tim Kaji Cepat
Bersama dengan menggunakan sumberdaya dari masing-masing lembaga dan atau saling
dukung antar lembaga terkait. Disiapkan juga kerangka atau instrumen umum investigasi
yang diharapkan dapat digunakan kelak dalam inisiatif-inisiatif kaji cepat berikutnya. Ada
tiga lokasi kajian, yaitu Jakarta (Nasional), Kota Banda Aceh dan Kota Padang. Tim terdiri
dari LlPl, BMKG, BNPB, RISTEK, BPPT, GIZ, UNESCO-JTIC, UNDP dan KKP-Tohoku
University. Di Banda Aceh, TDMRC Universitas Syiahkuala, Program Pasca Sarjana
2 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
Universitas Syiahkuala, UNDP DRRA bergabung ke dalam tim itu. Universitas Andalas,
Universitas Bung Hatta serta KOGAMI bergabung dengan tim di Kota Padang.
Kisah Kegagalan untuk Merespon Ancaman Tsunami
Buku “Evaluasi terhadap InaTEWS” ini terdiri dari tujuh bab. Bab 1 merupakan dasar dari
Kaji Cepat Bersama ini, yaitu pertanyaan yang sangat mendasar terhadap InaTEWS: “Apakah
InaTEWS Berfungsi?” Dalam bab ini juga menguraikan proses dan ruang lingkup Kaji Cepat
Bersama. Gambaran singkat tentang InaTEWS diuraikan dalam Bab 2, yaitu “Bangunan Ideal
InaTEWS”.
Bab 3 berisi “Kronologi” yang memaparkan tentang rangkaian kejadian dari sejak detik
pertama gempabumi, respon BMKG, respon pemerintah daerah di Padang dan Banda Aceh,
institusi antar muka, dan respon masyarakat. Bab 3 merupakan inti dari seluruh bangunan
buku ini. Dengan membaca secara cermat Bab 3 ini maka pembaca akan memperoleh
gambaran menyeluruh mengenai keberhasilan dan kegagalan dalam merespon ancaman
tsunami 11 April 2012 tersebut.
Bab 4 berjudul “Dua Jam Mencekam di Dua Kota”. Bab ini menceritakan kronologis kejadian
sejak terjadinya gempabumi hingga kejadian-kejadian selanjutnya di Padang dan Banda Aceh.
Dalam Bab 5 bertajuk “Cerita Keberhasilan dan Kegagalan” yang berisi analisis keberhasilan
dan kegagalan dalam respon terhadap gempabumi dan segala dampaknya pada kerangka
InaTEWS. Sebagai pelengkap paparan dan analisis maka disampaikan “Perbandingan Sistem
Peringatan Dini Tsunami di Indonesia dan Jepang” pada Bab 6.
Buku ini diakhiri dengan “Langkah-Langkah Perbaikan” yang terdapat dalam Bab 7. Bab ini
berisi usulan-usulan rekomendasi untuk berbagai pihak yang terlibat dalam jejaring sistem
peringatan dini tsunami di Indonesia. Selain itu pada bagian Lampiran terdapat daftar nama
dan lembaga yang terlibat dalam Tim Kaji Cepat Bersama.
Pada intinya buku “Evaluasi terhadap InaTEWS” ini berkisah mengenai kegagalan dalam
merespon ancaman tsunami yang terjadi akibat gempabumi Samudera Indonesia 11 April
2412. Memang tidak semua gagal, tapi sebagian besar perangkat dalam rangkaian sistem
peringatan dini tsunami tidak berfungsi dengan baik.
Pada pukul 15:40 WIB, atau satu menit limapuluh satu detik setelah terjadi gempabumi
(pukul 15:38:29 WIB) kantor BMKG yang rnenjadi Pusat Nasional Pelayanan Peringatan
Tsunami (National Tsunami Warning Center / NTWC) mendapatkan live signal dan stasiun
berada dalam status 'blinking'. Pada pukul 15:43:23 WIB, atau empat menit lima puluh empat
detik kemudian, BMKG memutuskan untuk mengeluarkan berita Peringatan Dini (PD) I dan
menyebarkannya melalui multimoda (SMS, Fax, E-mail, Warning Receiver System / WRS,
website). Pada pukul 15:47:59 WlB, BMKG rnengeluarkan dan menyebarkan PD 2.
Pada pukul 17:30:20 WIB yaitu beberapa menit sebelum BMKG memutuskan untuk
mengeluarkan berita berakhirnya peringatan dini tsunami, tiba-tiba terjadi gempabumi sangat
kuat. Pada pukul 17:48:20 WIB atau pada menit ke 3 detik ke 7 setelah gempabumi kedua,
3 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
BMKG melakukan penyebaran PD 1. Pada pukul 17:53:38 WIB, BMKG mengeluarkan dan
menyebarkan PD 2.
Pada pukul 18:16:47 WIB, berdasarkan data-data hasil pengamatan tsunami di stasiun tide
gauge dari Inter-governmental Oceanographic Commissian (IOC) UNESCO dan dari Badan
Informasi Geospasial (BIG), BMKG kemudian mengeluarkan PD 3 yang berisi hasil
observasi tsunami dan perbaikan status ancaman.
Pada pukul 20:06:05 WIB, sekitar dua setengah jarn dari gempabumi kedua (dan 4 jam lebih
dari gempabumi pertama) BMKG akhirnya menyebarkan PD 4 yang menyatakan Peringatan
Dini Tsunami yang disebabkan oleh gempabumi 8,1 telah berakhir.
Dalam rangkaian dari sistem peringatan dini tsunami ini terdapat kegagalan-kegagalan, antara
lain:
Log-book sirine di BMKG memperlihatkan tidak ada tanda-tanda sirene yang diaktifkan
oleh Pernerintah Daerah, 10 menit setelah dikeluarkannya PD 1. Berdasarkan data
tersebut, BMKG memutuskan untuk mengaktifkan sirine sesuai dengan kesepakatan
bahwa jika lebih dari 10 menit setelah gernpabumi berpotensi tsunami di atas Magnitudo
8 sirine tidak diaktifkan oleh daerah maka BMKG akan mengaktifkannya dari jarak jauh.
Pada pukul 15:50 WIB sebanyak enam sirine di Padang berhasil diaktifkan. Lima menit
kemudian menyusul dua sirine di Bengkulu berhasil diaktifkan. Narnun, dari enam sirine
di Aceh, empat sirine tidak berhasil di aktifkan.
Dart Buoy terdekat dengan lokasi gempabumi tidak dapat mendeteksi perubahan muka
laut karena kondisinya rusak. Paling tidak ada 3 buoy di sekitar perairanAceh, namun
seluruhnya dalam kondisi rusak. Buoy tsunami di Simeulue misalnya, terlepas (drifting)
dan hilang. Informasi perubahan muka laut justru datang dari buoy yang terletak di
sebelah selatan lndia yang menjadi bagian dari jaringan Indian Ocean Tsunami Warning
System (IOTWS).
Hingga sekitar 40 menit setelah gempa kantor Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops)
Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) di Banda Aceh masih kosong. Akibatnya,
informasi PD 1 yang masuk melalui WRS itu tidak ada yang menindaklanjutinya.
Enam dari delapan sirine Kota Padang berhasil diaktifasi pada pukul 15:51 WIB atau
menit ke-13. Dua sirine tidak berbunyi.
Radio komunikasi Pusdalops Provinsi Sumatera Barat sedang tidak dalam kondisi aktif.
WRS yang ada di kantor Pusdalops Prov. Sumbar tidak berfungsi. Pemeriksaan yang
dilakukan BMKG regional terhadap alat ini setelah gempa menunjukkan bahwa
ketidakberfungsian alat ini disebabkan oleh kadaluwarsanya kartu telepon yang digunakan
karena tidak pernah diisi ulang.
Tanggal 11 April 2012, pukul 14.00, jaringan listrik PLN di kantor BNPB padam. UPS
pendukung perangkat komunikasi dan komputer tidak dapat berfungsi karena tenaganya
tidak terisi. Ini sebagai disebabkan. oleh padamnya jaringan listrik PLN pada malam
sebelumnya. Akibatnya, hingga pukul 15:40 tidak ada informasi yang dapat diterima oleh
4 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
BNPB perihal kejadian gempabumi yang sedang terjadi diAceh. Seperti kejadian-kejadian
sebelumnya,sirene penanda terjadinya gempabumi besar yang ada di ruangan Pusat Data
Informasi (Pusdatin) tidak berbunyi. Dalam hal ini, apakah tidak ada genset untuk
menggantikan sumberdaya bila sewaktu-waktu PLN padam dan tidak hanya
mengandalkan UPS?
Warning Receiver System (WRS), perangkat yang sudah dipasang oleh BMKG di
Pusdatin BNPB tidak memperlihatkan adanya penerimaan informasi tentang telah
terjadinya gempabumi itu. Kemudian diketahui bahwa hal ini terjadi karena server Digital
Broadcasting Video (DVB) tidak disiapkan dalam 'auto on ', sehingga saat dinyalakan,
tidak dapat dengan serta merta memperlihatkan informasi peringatan dini tentang
gempabumi yang baru saja terjadi.
Website BMKG dan website USGS tidak dapat diakses karena terjadi kelebihan beban
akses pada saat bersamaan.
Media daerah di Aceh dan Padang mengandalkan moda komunikasi melalui SMS dan
melalui fasilitas broadcast dan 'group chat ' dari alat komunikasi (telepon genggarn) yang
mereka gunakan. Tidak ada moda komunikasi lain yang dimiliki oleh media daerah ini
yang terhubung secara langsung dengan BMKG. Hanya Televisi Aceh yang sudah
dilengkapi dengan WRS yang dipasang oleh BMKG. Media nasional dan daerah juga
mengalami kesulitan menghubungi BMKG dan BNPB karena belum ada jalur komunikasi
khusus antara BMKG-BNPB dengan media.
Terjadi kemacetan lalu lintas di Padang akibat para pengungsi menggunakan kendaraan
bermotor dan menuju arah yang sama, terutama di ruas-ruas jalan dan persimpangan.
Menurut laporan masyarakat, bahkan sampai setidaknya setengah jam setelah gempabumi,
konsentrasi kemacetan lalu lintas masih terjadi di jalan-jalan pada jarak 1 hingga 3 km
dari garis pantai.
Banyak warga masyarakat baik di Padang dan di Aceh yang malah melihat apakah air laut
di pantai surut atau tidak. Ini karena adanya persepsi bahwa salah satu tanda tsunami
adalah surutnya air laut di pesisir.
Adanya salah pengertian terhadap bunyi sirine sebagai datangnya air bah tsunami.
Terjadi kepanikan pada masyarakat yang sedang mengungsi akibat sirine yang terlambat
berbunyi. Bunyi sirine seketika memperparah kemacetan itu karena masyarakat mengira
bahwa bunyi sirine itu tanda bahwa tsunami benar-benar terjadi. Masyarakat yang semula
tidak melakukan evakuasi menjadi ikut panik sehingga kemudian ikut-ikutan melakukan
evakuasi. Sementara warga masyarakat yang sedang melakukan evakuasi bertambah
kepanikannya karena rnereka merasa terjebak kemacetan di tempat yang belum aman dari
jangkauan tsunami.
Tidak dimanfaatkannya tempat evakuasi sementara (TES) oleh masyarakat sekitar.
Mereka lebih memilih mencari selamat ke tempat yang lebih tinggi dengan menggunakan
kendaraan bermontor (mobil atau sepeda montor). Evakuasi yang dilakukan oleh
masyarakat adalah reaksi spontan yang dipicu oleh guncangan cukup kuat. Masyarakat
berbondong-bondong menuju ternpat perbukitan, tempat-tempat ibadah dan hanya sedikit
5 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
sekali yang memanfaatkan bangunan-bangunan evakuasi yang sudah disediakan untuk
menyelamatkan diri. Hal-hal tersebut mengindikasikan pemahaman kapasitas respon
masyarakat yang belurn terbangun sepenuhnya.
Kekurangan dan Kelebihan Buku Ini
Ada dua kekurangan yang muncul dalam buku ini dan terasa mengganggu aliran informasi,
antara lain:
Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 sama di hal. 35 dan hal. 37. Gambar 4.1 adalah Kronologi
peristiwa sepanjang rentang waktu kritis di Kota Banda Aceh; sedangkan Gambar 4.2
adalah Kronologi peristiwa sepanjang rentang waktu kritis di Kota Padang. Akan tetapi,
karena gambar keduanya sama maka informasi di Kota Padang yang jadi keliru.
Pada hal. 61 ada satu paragraf yang membingungkan, yaitu “Di beberapa tempat yang
diidentifikasi tidak memiliki akses terhadap sirine, pemerintah daerah dengan bantuan
mobil patroli polisi, pemadam kebakaran, petugas gawat darurat, TNI dan organisasi di
luar BPBD memberikan pengumuman dari pengeras suara yang terpasang di mobil.”
Disini kata yang terasa membingungkan adalah “TNI” dan “BPBD”. Paragraf ini
konteksnya adalah di Jepang, tapi kok bisa tiba-tiba saja muncul kedua kata itu dalam
kalimat.
Walaupun ada sedikit kekurangan, buku ini sangatlah istimewa. Dalam sejarah
penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia belum pernah ada evaluasi
menyeluruh dan komprehensif seperti ini. Dan hasilnya pun sudah dapat diduga, walaupun
seringkali ditutup-tutupi dengan berbagai retorika, yaitu sistem peringatan dini tsunami tidak
berfungsi.
Dalam Bab 7 terdapat rekomendasi yang menyeluruh dalam jejaring InaTEWS. Dalam hal ini
adalah sangat penting untuk memastikan agar rekomendasi-rekomendasi itu dijalankan
dengan sungguh-sungguh dan dengan semangat untuk mengurangi risiko bencana. Tujuan
akhir adalah untuk memunculkan rasa aman dan terlindungi dari risiko bencana.
Penutup
Kata penutup untuk mengakhiri resensi buku “Evaluasi terhadap InaTEWS” ini adalah
mengutip langsung sebagian kata dalam Epilog buku tersebut sebagai berikut:
Kaji cepat bersama yang dilakukan di Indonesia terkait gempabumi dan tsunami
Samudera lndonesia April 2012 ini adalah yang pertama kali dilakukan secara kolektif
oleh berbagai lembaga terkait Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia. Pengalaman
berharga pertama ini tak pelak rnernbuat tidak nyaman banyak pihak, diantaranya
karena evaluasi semacam ini belum pernah dilakukan sebelumnya.
Namun sejak awal itikadnya, kaji cepat ini tidak untuk menyudutkan institusi tertentu.
Seluruh upaya yang dikerahkan adalah semata-mata untuk mencari tahu apakah upaya
6 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto
dan kerja keras yang telah dilakukan berbagai pihak telah dapat diimplementasikan
dengan efektif, terlebih lagi, apakah memang telah dapat dengan efektif menyelamatkan
nyawa masyarakat saat bahaya tsunami mengintai dah seluruh sistem berpacu dengan
waktu.
Kaji cepat ini memang banyak menemukan kelemahan-kelemahan yang kritis yang
perlu segera dilakukan pembenahan, namun dalam jangka panjang, diharapkan kaji
cepat ini menjadi tradisi baru yang dapat menjadi mekanisme perbaikan diri yang paling
baik bagi semua pihak.
Bojong Gede, Bogor, 11 Maret 2013
Peresensi,
Djuni Pristiyanto
Penulis Lepas, Moderator Milis Bencana (https://groups.google.com/group/bencana) dan
Milis Lingkungan (http://asia.groups.yahoo.com/group/lingkungan)
Dalam rangka memperingati 2 tahun tsunami di Jepang dan upaya PRB Tsunami
Indonesia.
NB:
Pada saat kejadian gempabumi dengan potensi tsunami tanggal 11 April 2012 di atas
kebetulan penulis sedang berada di Kota Padang, Sumatera Barat. Sebagai salah seorang saksi
mata yang mengalami secara langsung, maka penulis menguraikannya dalam beberapa tulisan
dan foto-foto berikut ini:
Foto-foto
respon
masy
gempa
11
April
2012
di
Padang
(https://plus.google.com/u/0/photos/103608821945105928261/albums/573033688588676
8177)
Catatan
lapangan
gempa
bumi
11
April
2012
di
Padang
(http://djuni.wordpress.com/2012/04/12/catatan-lapangan-gempa-bumi-11-april-2012-dipadang/)
Respon masyarakat Padang, Sumbar terhadap gempa bumi 11 April 2012
(http://djuni.wordpress.com/2012/04/12/respon-masyarakat-padang-sumbar-terhadapgempa-bumi-11-april-2012/)
Berjalankah
sistem
peringatan
dini
tsunami
di
Padang?
(http://djuni.wordpress.com/2012/04/12/berjalankah-sistem-peringatan-dini-tsunami-dipadang/)
Membandingkan
respon
bencana
gempa
di
Aceh
dg
Padang???
(http://djuni.wordpress.com/2012/04/12/membandingkan-respon-bencana-gempa-di-acehdg-padang/)
7 | Resensi Buku "Evaluasi terhadap InaTEWS"
Tim Kaji Cepat Bersama, Compress LIPI, 2012
Peresensi: Djuni Pristiyanto