Logika di Atas Logika docx

Logika di Atas Logika
Mendalami sebuah pemikiran adalah hak setiap manusia yang masih
menggunakan akalnya. Terlepas dari setiap benturan-benturan yang kerap kali terjadi di
antara penganutnya. Benturan-benturan ini adalah sebuah keniscayaan asalkan, kita bisa
menyikapinya dengan pikiran terbuka. Akan tetapi dalam realitasnya banyak pemikiranpemikiran yang dijagal untuk berkembang disuatu negeri disebabkan oleh penguasa di
negeri tersebut yang tak menghendaki keberadaanya (suatu pemikiran) meskipun, di
suatu negeri yang menyebut dirinya sebagai negari demokratis di mana kebebasan
berpendapat dan berekspresi dijunjung tinggi masih banyak ditemui pengkebirian
pemikiran. Suatau pemikiran tak akan pernah musnah dari bumi ini, layaknya sebuah
virus, seseorang yang berperan sebagai host dari virus tersebut akan menyebarkan virusvirusnya ke seseorang yang berada dalam radiusnya. Virus-virus yang disebarkan oleh
host sangat luas jangkaunya (terlebih di era sekarang di mana banyak di antara kepalakepala memiliki agen yang sangat efektif—internet, radio, media cetak, TV—dalam
penyebaran virus tersebut. Tatkala virus tersebut telah menghinggapi banyak kepala
maka meskipun host awalnya telah musnah tetapi tak akan diikuti dengan virus tersebut.
Setiap kepala yang telah terjangkit virus pemikiran inipun akan berusaha untuk
menginfeksikanya kepada kepala yang berada dalam radiusnya. Itulah sistem kerjanya
penyebaran virus pemikiran yang hampir mirip seperti virus biologis. Terminologi virus
yang saya tuliskan ini bukan berarti berkonotasi negatif seperti layaknya virus biologis,
virus ini mengacu pada semua pemikiran yang telah ada dan akan ada tak terkecuali
pemikiran-pemikiran yang banyak diterima oleh masyarakat umum.
Bagimana jadinya ketika suatu pemikiran yang sebenarnya kita tak pernah tau,
kalau tak bisa disebut tak mau tau tentang pemikiran tersebut lalu secara membabibutah

mencercanya dan mengutuknya? Dibantu oleh propaganda yang disebarkan oleh
penguasa negeri melalui media massa dan TV sebuah pemikiran berusaha dimasukan
dalam alam bawa sadar masyarakatnya supaya nantinya menjadi stereotip yang
berkembang di masyarakat umum bahwa pemikiran tersebut JELEK. Pemerintah
tersebut banyak membunuh, menyiksa dan menghilangkan orang secara paksa terhadap
warga negaranya yang dituduh memiliki keterkaitan dengan suatu paham tertentu yang
dicap jelek oleh pemerintah itu sendiri. Negara yang dengan bangga menjuluki dirinya
sebagai negara demokratis, mengagung-agungkan dan menjunjung tinggi demokrasi
akan tetapi, di sisi lain mereka berusaha mematikan sebuah ideologi.
Ketika sekelompok massa yang menghendaki adanya keadilan sosial yang
merata dengan cara angkat senjata pemerinta negeri itu mencapnya dengan lebel Rebel,
Terrorist dan masih banyak lagi istilah lain yang menjorok pada pengertian negatif.
Namun penduduknya seakan telah dicuci dengan istilah “Nationalism” yang selalu
digembar-gemborkan oleh petinggi-petinggi negerinya—Right or Wrong is My Country

—yang mencap para rebel tersebut sebagai perusak keutuhan negara tanpa mau
mengetahui lebih dalam mengapa mereka bertindak seperti itu. Petinggi-petinggi negeri
tersebut hanya merasakan nasionalisme di bibir mereka, mereka menghendaki adanya
pemerkosaan SDA yang dimiliki negeri tersebut secara membabi-buta oleh negeri lain
demi untuk memenuhi hasrat ketamakan mereka. Sementara jutaan rakyatnya banyak

yang hidup di bawa dua dolar per hari.
Kemarin, pada 19 Agustus 2015 saya membaca postingan sebuah situs berita
online yang dibagikan oleh seseorang di media sosial, judulnya berbunyai “Menhan
sebut PKI sudah bunuh 7 jendral, permintaan maaf tak perlu” yang memuat ucapan
Menetri Pertahanan Indonesia, Ryamizard Ryacudu :
“Maaf, kita pakai logika saja. Jangan nyalah-nyalahin orang, pakai logika.
Yang membrontak siapa, yang membunuh duluan siapa, yang membunuh
jendraljendral TNI itu siapa. Masak yang dibunuh dan diberontakin
minta maaf” kemudian ia melanjutkan “Sudahlah, lupakan. Kita bangun bangsa
ini kedepan. Minta maaf berarti salah, lalu minta ganti rugi, lalu apa? tidak
selesai. Kita sudah menduga seperti ini. kita sudah membangun jangan dikotori
seperti ini. yang sudah-sudah, jadi pelajaran bagi kita”1
Perkataan Bapak Ryacudu mengingatkan saya akan kata-kata Presiden Barack Obama
pemimpin tertinggi dari negara penentu kebenaran di dunia ini, Amerika Serikat atas
penolakanya untuk menyelidiki tuduhan kejahatan perang terhadap para pejabat Bush :
“Saya tidak percaya kalau ada orang yang tidak tersentuh hukum. Di sisi lain,
saya juga memiliki keyakinan bahwa kita perlu menatap ke depan dan
bukanya
menengok ke belakang”2
Bukan hanya Obama, PM Kamboja Hun Sen pernah mengatakaan hal yang hampir

mirip seperti yang dikatakan oleh Ryacudu. Hun Sen menolak untuk menghukum para
pimpinan Khmer Merah atas peran mereka dalam pembunuhan massal. Pada Desember
1998, ia mengatakan :
“Kita harus menggali sebuah lubang untuk mengubur masa lalu dan menatap
ke
depan ke arah abad 21 dengan awal yang baru”3
Kemiripan ungkapan “Lupakan Masa Lalu dan Tatap Hari Esok yang Lebih Cerah”
lebih cocok dijadikan judul lagu yang cocok didengarkan untuk menemani remaja yang
baru putus cinta ke dunia mimpi mereka sepanjang malam. Apakah saya mesti
menciptakan lagu untuk para korban pembantaian yang dilakukan oleh para penjahat
perang Iraq, Khmer Merah dan Soeharto? Diiringi alunan musik bergenre Country
ditambah sentuhan irama jeritan para korban pembantaian dan isak tangis keluarga yang
ditinggalkanya. Maksud saya, apa yang orang-orang itu pikirkan? Apakah mereka tak

mengerti apa arti kehilangan? Apa rasanya kepedihan? Apa itu tanda telah matinya hati
nurani mereka? Entahlah...!.
Saya ingin menggaris bawahi ucapan Bapak Menhan yang ini “Maaf, kita pakai
logika saja. Jangan nyalah-nyalahin orang, pakai logika. Yang membrontak siapa, yang
membunuh duluan siapa, yang membunuh jendral-jendral TNI itu siapa” saya ingin
menanyakan kepada beliau yang dimaksud SIAPA itu siapa? PKI? Ia kalau korbanya

benar-benar anggota PKI tapi dalam realitasnya banyak di antara mereka itu yang
sebenarnya bukan anggota bahkan tak tahu menahu namun karena memiliki keluarga
yang menjadi anggota PKI ataupun memiliki kedekatan denganya, kemudian kepela
desa dengan serta merta mencapnya sebagi PKI yang kemudian data ini dikirim ke
pusat. Banyak korban-korban ini yang tak tahu menahu Pak.
Saya tak mendukung mereka ataupun membenarkan tindakan mereka, saya
hanya menkankan bahwa banyak di antara mereka yang sama sekali tak tahu-menahu
mengapa mereka ditangkap, menelantarkan anak cucu mereka yang kemudian
mempersulit orang-orang terdekat mereka. Perkataan Anda menyakiti banyak keluarga
yang telah kehilangan keluarga terdekatnya. Lebih dari itu, Anda telah mencedrai rasa
kemanusiaan yang telah dibangun oleh peradaban modern.
Saya setuju dengan perkataan bapak yang menjadikan pelajaran dari peristiwa
yang terjadi di massa lalu. Karena bagi umat manusia guru terbaik ialah massa lalu,
entah itu menyakitkan maupun dihiasi dengan kegembiraan yang pasti kita harus selalu
belajar dari sejarah-sejarah yang telah ditulis oleh para pendahulu. Meskipun terkadang
dalam realitasnya banyak dari suatu peradaban yang tak belajara dari sejarah, jika tak
bisa disebut tak mau belajar kepada sejarah, sehingga peradaban tersebut terus menerus
mengulangi kesalahaan yang sama yang sebenarnya bisa dicegah jika peradaban itu
belajar dari sejarahnya.
Banyak sudah air mata dan darah yang telah ditumpahkan di atas bumi yang

mulai menua ini. Peperangan demi peperangan mengatas namakan ideologi masih sajah
berlanjut hingga sekarang. Nampaknya warisan pemikiran biner perang dingin yang
Amerika tancapkan ke setiap pikiran manusia berhasil menembus sisi terdalam darinya.
Kita hanya dituntut untuk meminta maaf kepada keluarga korban yang telah tersayat
hatinya ketika orang terdekat mereka menghilang, tak lebih dari itu. Sebagi bangsa yang
beradab kita sepakat untuk menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, nilai itu salah satunya
meminta maaf karena hanya manusia yang bisa melakukan hal tersebut.
Sebagi penutup saya ingin menyanyikan sebuah syair untuk setiap air mata yang
telah diteteskan karena rasa sakit yang ditimbulkan oleh para manusia yang selalu
tunduk terhadap perintah :

Weep not for roads untraveled
Weep not for paths left alone
‘Cause beyond every bend
Is a long blinding end
It’s the worst kind of pain
I’v known4

1
http://m.detik.com/peristiwa/menhan-sebut-pki-sudah-bunuh-7-jendral-permintaanmaaf-tak-perlu.html diakses pada 20 Agustus 2015

2
Blum, William. 2013. Demokrasi: Ekspor Amerika paling Mematikan.
Diterjemahkan oleh : Yendi A. dan Yasmin Purba. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
3.

New York Times, 29 Desember 1998

4.

Penggalan lirik lagu Roads Untraveled-Linkin Park