Irigasi and Bangunan Air II (1)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Penjelasan Umum
Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian di bidang pertanian. Untuk mendapatkan hasil yang
maksimum salah satu cara yaitu dengan memperhatikan sistem pengairannya.
Sistem pengaliran yang ada yaitu dengan mengandalkan air hujan dan
aliran sungai tanpa diadakan pengaturan debit air. Sehingga pada musim hujan
lahan bisa mengalami kebanjiran dan pada musim kemarau lahan mengalami
kekeringan. Hal ini tentu saja mempengaruhi sistem pengairan kita yang
mengakibatkan hasil pertanian berkurang dan tidak mencapai hasil yang
diinginkan.
Untuk mengatasi hal ini maka dibuat suatu bendung yang dapat mengatur
air melalui jaringan irigasi. Bendung yang akan dibuat di sini terletak didaerah
kecamatan Juai Kalimantan Selatan yang berada di sungai Balangan.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dibangunnya bendung adalah untuk mengairi daerah
pertanian sekitarnya dalam usaha menunjang program dalam rangka
peningkatan produksi pangan dan sekaligus sebagai sarana penunjang
transmigrasi yang sedang dikembangkan guna meratakan pembangunan dan
kemakmuran diseluruh Indonesia. Dan yang paling besar saat ini dalam

pembangunan bangunan air untuk pertanian adalah proyek pertanian lahan
gambut yang memerlukan penanganan khusus.

1.3. Perencanaan Teknis
Perencanaan teknis dapat dibagi dalam beberapa tahap pekerjaan
perencanaan sebagai berikut :
a. Pekerjaan Persiapan
Berupa pengumpulan data dan ketentuan-ketentuannya, penyelidikan
lapangan, geologi tahan, hidrologi, geodesi dan sebagainya.
Irigasi & Bangunan Air II

b. Pekerjaan Perencanaan Pendahuluan
Berupa data dan nota perhitungan, pradesign hidrolis berdasarkan analisa
data.
c. Mode Test dan Design Hidrolis
Berupa penelitian dilaboratorium yaitu pengujian design hidrolis dengan
model test, sehingga didapat design hidrolis yang lebih baik dan cocok
untuk dipakai dan sesuai dengan keadaan sebenarnya.
d. Perencanaan Konstruksi
Berupa penentuan ukuran konstruksi dengan memperhatikan faktor

keamanan kestabilan konstruksi.

Dari Perencanaan Teknis Bendung ini akan dipelajari beberapa hal yang
terpenting, yang perlu diketahui didalam merencanakan bendung adalah
sebagai berikut :
Analisa Hidrologi
Rencana Jaringan Irigasi
Perencanaan Teknis Bendung

1.4. Daerah dan Lokasi Perencanaan Bendung
Perencanaan teknis bendung dilaksanakan di Sungai Balangan yang
terletak di daerah Juai, Kabupaten Balangan, Propinsi Kalimantan Selatan.

Irigasi & Bangunan Air II

BAB II
ANALISA HIDROLOGI
2.1. Luas Catchment Area
Catchment Area adalah luas daerah yang dapat mengalirkan air limpasan,
baik akibat limpasan permukaan ataupun akibat limpasan air tanah ke sistem

sungai yang bersangkutan.
Catchment Area dibuat dengan batas-batas tertenu, yaitu terdiri dari
garis-garis tinggi atau puncak-puncak gunung yang membagi daerah pangaliran
menjadi beberapa bagian.
Catchment Area untuk sungai harus mencakup seluruh anak-anak sungai
yang mengalir kesungai tersebut.
2.2. Analisa Curah Hujan
Untuk perhitungan design flood, maka data hujan dianalisa dengan
menggunakan Metode Gumbel dan Metode Log Person Type III untuk
mendapatkan besarnya hujan rata-rata yang diharapkan terjadi dalam periode
ulang 17 tahun.
Rumus-rumus yang digunakan dalam Metode Gumbel adalah :
Xt = Xa + k.Sx

………………………………(i)
Dimana :
Xt = Besaran yang diharapkan terjadi dalam t tahun
t

= Periode ulang


Xa = Harga pengamatan aritmatik
k

= Frequency factor

Sx = Standart deviasi
k =

y tr − y n
Sn
……………………………….(ii)

Dimana :
ytr = Reduced variatie (beda untuk return periode)
Irigasi & Bangunan Air II

yn = Reduced mean
Sn = Reduces standard deviation
Keterangan : ytr , yn , dan Sn didapat dari tabel


( x i − x a )2

Sx =

…………………………(iii)

n −1

Dimana :
n = Banyaknya pengamatan
xi = Harga besaran pada pengamatan tertentu
Sedangkan rumus yang digunakan untuk Metode Log Person Type III
adalah:
LogX
Log X =

Log X =

n


(LogX − Logx )2

0, 5

n −1

(LogX − Logx )3
(n − 1)(n − 2)(σLogX )3
n

G =

Log X = Log x + k

Log X

K didapat dari tabel distribusi log person type III

Irigasi & Bangunan Air II


Data-data Curah Hujan Per-Tahun (mm)
Sta.Ia

Sta.Ib

Sta.Ic

1.

1961

71

62

67

2.


1962

86

85

85

3.

1963

67

120

103

4.


1964

96

163

110

5.

1965

74

87

96

6.


1966

102

95

158

7.

1967

106

102

70

8.


1968

74

110

75

9.

1969

84

137

110

10.

1970

94

58

63

11.

1971

91

56

60

2.3. Perhitungan Curah Hujan Rata-rata
Metode Gumbel
A. Stasiun Ia
xi

(xi)2

(xi – xa)

(xi – xa)2

(mm)

(mm2)

(mm)

(mm2)

1961

71

5041

-14,91

2

1962

86

7396

0,09

3

1963

67

4489

-18,91

357,59

4

1964

96

9216

10,09

101,81

5

1965

74

5476

-11,91

141,85

6

1966

102

10816

16,09

258,89

7

1967

106

11236

20,09

403,61

8

1968

74

7396

-11,91

141,85

9

1969

84

7056

-1,91

3,65

10

1970

94

8836

8,09

65,45

11

1971

91

8281

5,09

25,91

No.

Tahun

1

N=11
Irigasi & Bangunan Air II

945

222,31
0,01

1722,93

xi

xa =
=

n

945
= 85,909
11

Sx =

=

( x i − x a )2
n −1

1722,93
10

= 13,126 mm

Dari tabel untuk n = 11 didapat : yn = 0,4996
Sn = 0,9676
Untuk periode ulang 10 tahun : yt = -ln − ln

Tr − 1
Tr

= -ln − ln

10 − 1
= 2,8031
10

maka :
Xt = Xa +

y tr − y n
.Sx
Sn

= 85,905 +

y tr − y n
x 13,126 = 122,6985 mm
Sn

Jadi besaran hujan yang diharapkan terjadi dalam 10 tahun pada
stasiun Ia adalah 122,6985 mm

B. Stasiun Ib
xi

(xi)2

(xi – xa)

(xi – xa)2

(mm)

(mm2)

(mm)

(mm2)

1961

62

3844

-35,73

1276,63

2

1962

85

7225

-12,73

162,05

3

1963

120

14400

22,27

495,95

4

1964

163

26569

65,27

4260,17

5

1965

87

7569

-10,73

115,13

No.

Tahun

1

Irigasi & Bangunan Air II

6

1966

95

9025

-2,73

7,45

7

1967

102

10404

4,27

18,23

8

1968

110

12100

12,27

150,55

9

1969

137

18769

39,27

1542,13

10

1970

58

3364

-39,73

1578,47

11

1971

56

3136

-41,73

1741,39

1075

97,73

N=11

xi

xa =
=

11348,15

n

1075
= 97,7273
11

Sx =

=

( x i − x a )2
n −1

11348,15
= 33,687 mm
10

Dari tebel untuk n = 11 didapat : yn = 0,4996
Sn = 0,9676
Untuk periode ulang 10 tahun : yt = -ln − ln
= -ln − ln

Tr − 1
Tr
10 − 1
= 2,8031
10

maka :
Xt = Xa +

y tr − y n
.Sx
Sn

= 97,7273 +

y tr − y n
x 33,687 = 192,1553 mm
Sn

Jadi besaran hujan yang diharapkan terjadi dalam 10 tahun pada
stasiun Vc adalah 192,1553 mm

Irigasi & Bangunan Air II

C. Stasiun Ic
xi

(xi)2

(xi – xa)

(xi – xa)2

(mm)

(mm2)

(mm)

(mm2)

1961

67

4489

-23,64

558,85

2

1962

85

7225

-5,64

31,81

3

1963

103

10609

12,36

152,77

4

1964

110

12100

19,36

374,81

5

1965

96

9216

5,36

28,73

6

1966

158

24964

67,36

4537,37

7

1967

70

4900

-20,64

426,01

8

1968

75

5625

-15,64

244,61

9

1969

110

12100

19,36

374,81

10

1970

63

3969

-27,64

763,97

11

1971

60

3600

-30,64

938,81

No.

Tahun

1

N=11

xa =
=

Sx =

=

997

8432,55

xi
n

997
= 90,6364
11

( x i − x a )2
n −1

8432,55
10

= 29,03885 mm

Dari tebel untuk n = 11 didapat : yn = 0,4996
Sn = 0,9676
Untuk periode ulang 10 tahun : yt = -ln − ln
= -ln − ln

Irigasi & Bangunan Air II

Tr − 1
Tr

10 − 1
= 2,8031
10

maka :
Xt = Xa +

y tr − y n
.Sx
Sn

= 90,6364 +

y tr − y n
x 29,03885 = 172,0352 mm
Sn

Jadi besaran hujan yang diharapkan terjadi dalam 10 tahun pada
stasiun VId adalah 170,0352 mm

Metode Log Person Type III

A. Stasiun Ia
x

(Log X – Log x) (Log X – Log x)2 (Log X – Log x)3

No.

Tahun

1

1961

71

1,85126

-0,0781

0,0061

-0,0005

2

1962

86

1,93450

0,00514

0,00003

0,0

3

1963

67

1,82607

-0,10329

0,01067

-0,0011

4

1964

96

1,98227

0,05291

0,0028

0,00015

5

1965

74

1,86923

-0,06013

0,00362

-0,00022

6

1966

102

2,00860

0,07924

0,00628

0,0005

7

1967

106

2,02531

0,09595

0,00921

0,00088

8

1968

74

1,86923

-0,06013

0,00362

-0,00022

9

1969

84

1,92428

-0,00508

0,00003

0,0

10

1970

94

1,97313

0,04377

0,00192

0,00008

11

1971

91

1,95904

0,02968

0,00088

0,00003

1123

21,22292

-0,00004

0,04516

-0,0004

N=11

Log x =

(mm)

Log X

21,22292
= 1,92936
11

Log X =

0,04516
10

Irigasi & Bangunan Air II

0,5

= 0,0672

G=

11 × (−0,0004)
= -0,1611
10 × 9 × 0,0672 3

Dari Tabel G = -0,1611 ; Tp = 10 didapat k = 1,282~1,258

Banjir 10 tahun
Log

X = 1,92936 + (1,333 x 0,0672)

Log

X = 2,018938
X = 104,457 mm

Jadi besaran hujan yang diharapkan terjadi dalam 10 tahun pada
stasiun Ia adalah 104,457 mm

B. Stasiun Ib
x

(Log X – Log x) (Log X – Log x)2 (Log X – Log x)3

Log X

No.

Tahun

1

1961

62

1,792392

-0,173858

0,0003023

0,0000053

2

1962

85

1,929419

-0,036831

0,001357

0,00005

3

1963

120

2,079181

0,112931

0,012753

0,00144

4

1964

163

2,212188

0,245938

0,060485

0,014876

5

1965

87

1,939519

-0,026731

0,000715

0,000019

6

1966

95

1,977724

0,011474

0,000132

0,000002

7

1967

102

2,0086

0,04235

0,00179

0,00008

8

1968

110

2,041393

0,075143

0,005646

0,000424

9

1969

137

2,136721

0,170471

0,02906

0,004954

10

1970

58

1,763428

-0,202822

0,041137

0,008343

11

1971

56

1,748188

-0,218062

0,047551

0,010369

1075

21,628753

0,000003

0,2009283

0,0405623

N=11

Log x =

(mm)

21,628753
= 1,96625
11

Log X =

0,0920436
10

Irigasi & Bangunan Air II

0,5

= 0,096

G=

11 × 0,0012556
= 0,173
10 × 9 × 0,096 3

Dari Tabel G = 0,173 ; Tp = 10 didapat k = 1,536

Banjir 10 tahun
Log

X = 1,963 + (1,536 x 0,096)

Log

X = 2,110
X = 128,970 mm

Jadi besaran hujan yang diharapkan terjadi dalam 17 tahun pada
stasiun Vc adalah 128,970 mm

C. Stasiun VId
x

Log X

(Log X – Log x) (Log X – Log x)2 (Log X – Log x)3

No.

Tahun

1

1961

56

1.748188

-0.250625915

0.0628133

-0.0157427

2

1962

64

1.80618

-0.192633968

0.0371078

-0.0071482

3

1963

107

2.0293838

0.030569835

0.0009345

2.857E-05

4

1964

108

2.0334238

0.034609813

0.0011978

4.146E-05

5

1965

98

1.9912261

-0.007587867

5.758E-05

-4.369E-07

6

1966

97

1.9867717

-0.012042208

0.000145

-1.746E-06

7

1967

150

2.1760913

0.177277317

0.0314272

0.0055713

8

1968

85

1.9294189

-0.069395017

0.0048157

-0.0003342

9

1969

137

2.1367206

0.137906625

0.0190182

0.0026227

10

1970

91

1.9590414

-0.03977255

0.0015819

-6.291E-05

11

1971

104

2.0170333

0.018219397

0.0003319

6.048E-06

1097

21.813479

0.1594311

-0.01502

N=11

Log x =

(mm)

21,813479
= 1,983
11

Irigasi & Bangunan Air II

0, 5

0,1594311
Log X =
10
G=

= 0,126

11 × ( −0,01502)
= -0,918
10 × 9 × 0,126 3

Dari Tabel G = -0,918 ; Tp = 10 didapat k = 1,307

Banjir 10 tahun
Log

X = 1,983 + (1,307 x 0,126)

Log

X = 2,148
X = 140,511 mm

Jadi besaran hujan yang diharapkan terjadi dalam 10 tahun pada
stasiun VId adalah 140,511 mm

Maka curah hujan rata-rata (Rrata-rata) periode 10 tahun dari hasil perhitungan
dengan Metode Gumbel Dan Log Preson Type III didapat yang terbesar yaitu
curah hujan pada metode Gumbel :
Stasiun

IVd

;

X17 = 161,5730 mm

Stasiun

Vc

;

X17 = 145,7441 mm

Stasiun

VId

;

X17 = 165,1327 mm

Curah hujan rata-rata periode ulang 17 tahun adalah
R17 = (161,573 + 145,7441 + 165,1327) / 3 = 165,181 mm

Irigasi & Bangunan Air II

2.4. Perhitungan Debit Banjir Rencana
Dari peta didapat :
Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) atau cathment Area : F = 21 km2
Panjang total sungai

L = 14,7 km

Elevasi dasar sungai pada hulu sungai

= 32 m

Elevasi dasar sungai pada dasar bendung

= 29 m

Elevasi sawah tertinggi yang dialiri

= 15 m

Tinggi air disawah

= 0,1 m

Ada 3 rumus untuk menghitung debit banjir rencana (Design Flood) yaitu :
1. Metode Rational
2. Metode Melchion

3. Metode Haspers
Dalam perhitungan ini menggunakan metode Hospers

Metode Hapers
Debit banjir rencana : Q = α.β.q.F (m3/detik)
Dimana :

α = Koefisien pengaliran
β

= Koefisien reduksi

q

= Debit pengaliran (m3/detik/km2)

F

= Luas cathment area (km2)

α = 0,8
β

= 0,920

Dimana :
t

= 0,1 x L0,8 x I-0,3 (jam)

L

= Panjang sungai x

I

= Kemiringan muka air sungai

q

= Hujan maksimum (m3/detik/km2)

r

=

r
3,6t

=

t × Rn
t +1

Irigasi & Bangunan Air II

9
10

= 14,7 km x

9
10

= 13,23 km

Perhitungan :
F = 21 km2
I =
=

elevasi sungai hulu − elevasi sungai dibendung
jarak
37 − 29
= 0,000605
13230

t = 0,1 x 13,230,8 x 0,000605-0,3 = 7,290 jam
Untuk T = 10 tahun

R10 = 165,181 mm

Harga r
t × Rn 7,290 × 165,181
=
= 145,256
t +1
7,290 + 1

Bila 2 jam < t < 19 jam

r=

Debit Hujan max pengairan

q10 =

r
3,6t

=

145,256
3,6(7,290 )

= 5,535 m3/det/km2
maka Design Flood (Banjir Rencana)
Q10 =

q ×α × β × F

=

5,535 × 0,675 × 0,920 × 21

=

72,182 m3/det

Irigasi & Bangunan Air II

BAB III
TINGGI AIR PADA SAAT “DESIGN FLOOD”
3.1. Tinggi Air Banjir Sebelum Ada Bendung
3.1.1. NORMALISASI PENAMPANG SUNGAI
Profil melintang diedealisir dari titik potong garis miring sungai ratarata dan gasir profil memanjang as dasar sungai, didapat hasil sebagai
berikut:

Z=1

Z=1

Bn = 20 m

3.1.2. LENGKUNG DEBIT SEBELUM ADA BENDUNG
Maksud perhitungan ini adalah untuk mengetahui berapa tinggi air
sebelum ada pembendungan atau berapa tinggi air di hulu bendung yang
tidak dipengaruhi pembebanan.
Diketahui :
Lebar sungai

= Bn

Panjang sungai

= 14,7 km = 14700 m

Kemiringan sungai

=

Rumus yang digunakan

Rumus Bazin : C =

87
1 + γR

Rumus Chezy : V = C. R.I

Irigasi & Bangunan Air II

= 20 m

∆H
37 − 29
=
= 0,000605
0,9 L 0,9 × 14700

0,001

Rumus Bazin : C =

87
1 + γR

Rumus Chezy : V = C. R.I

Dimana :
V = Kecepatan pengaliran
R = Jari-jari hidrolis (m) =
θ

F

θ

= Keliling lingkaran

I = Kemiringan sungai
γ

= Koefisien kekasaran = 1,5 –1,75

diambil γ = 1,7

C = Koefisien Bazin
Geometris bentuk trapesium
F = b.h + h2.z

z=1

2

= 20h + h

θ = b + 2h 1 + z 2
= b + 2h.
R =
C =

2

F

θ
87
1 + γR

dimana : γ = 1,7
I = 0,001

V = C. R.I
=

87 0,001 × R
R 87 R 0,001
87
=
×
× R × 0,001 =
1, 7
1, 7
1+ R
1+ R
R + 1,7
R

Q = V.F
=

87 R 0,001
R + 1,7

xF

Tabel perhitungan Trial and Error
Irigasi & Bangunan Air II

Q = (6)
H

F

(m)

(m2)

R = F (m)

θ (m)

87RF 0,001

R

θ

R

(7 )

+

(m3/det

1,7

)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

0.5

10.25

21.4142

0.4787 0.6918

1

21

22.8284

0.9199 0.9591

1.5

32.25

2

V=

Q
F

(m/det)

(7)

(8)

(9)

13.4979

2.3918

5.6433

0.5506

53.1474

2.6591 19.9869

0.9518

24.2426

1.3303 1.1534 118.0317

2.8534 41.3655

1.2827

44

25.6569

1.7149 1.3096 207.5971

3.0096 68.9793

1.5677

2.5

56.25

27.0711

2.0779 1.4415 321.5577

3.1415 102.3587

1.8197

2.8

63.84

27.9196

2.2866 1.5121 401.6020

3.2121 125.0263

1.9584

2.9

66.41

28.2024

2.3548 1.5345 430.2289

3.2345 133.0115

2.0029

Dari tabel diatas didapat :
Untuk Q10 = 72,182 m3/detik, tinggi air h = 2,05 m

3.2. Tinggi Air Banjir Di Atas Mercu Sesudah Ada Bendung
3.2.1. LEBAR BENDUNG DAN LEBAR BENDUNG EFEKTIF
Lebar bendung diambil : B = Bn
Lebar pintu penguras

: b=

1
10

= 20 m

.20 = 2m

Lebar pilar
Pintu penguras diambil satu lubang, jadi cukup memakai 1 pilar. Dalam
hal ini diambil lebar pilar (t) = 1,0 m
Lebar efektif bendung
Rumus : Beff = B - Σb - Σt + 0,8. Σb
= 20 – 2 – 1 + 0,8 .2 = 18,6 m

3.2.2. KETINGGIAN MERCU BENDUNG
Dari peta petak sawah tertinggi yang akan dialiri
Irigasi & Bangunan Air II

= 15

m

Tinggi air disawah

= 0,1

m

Tinggi energi dari saluran tersier ke sawah

= 0,1 +

m

Tinggi air disaluran tersier

= 15,2

m

Tinggi air di saluran tersier

= 15,.2 m

Kehilangan energi dari saluran sekunder ke saluran tersier

= 0,1 m

Kehilangan tekanan sepanjang sal. primer ke sal. tersier

= 0,2 m

Kehilangan energi pada bangunan air

= 0,6 m

Kehilangan energi pada pintu pengambilan/primer

= 0,2 m

Tinggi pengempangan

= 0,1 + m

Tinggi mercu bendung yang diperlukan

= 16,4 m

3.2.3. LENGKUNG DEBIT SESUDAH ADA BENDUNG
Tinggi muka air banjir diatas mercu bendung dihitung dengan rumus :

Bundschu

Q = m. beff . d.
d

=

2

3

g.d

H

H =h+k
Harga-harga k dan m dicari dari rumus-rumus sebagai berikut

Verwoord

k=

4
27

m3.h3

1
h+ p

2

m= 1,49 – 0,018 (5 -

h
r

)2

Dimana :
Q = Debit air yang lewat diatas mercu
b

= Lebar bendung efektif

h

= Tinggi air udik diatas mercu

k

= Tinggi air kecepatan

g

= Kecepatan grafitasi

m = Koefisien pengaliran
p

= Tinggi bendung

r

= Jari-jari pembulatan puncak mercu

Irigasi & Bangunan Air II

α

Beff

Tampak atas rencana irigasi

k
h
r

r

p

Type : Bendung Tetap
1: 4

Irigasi & Bangunan Air II

Untuk menentukan harga r dipakai cara Kreghten, sebagai pendekatan
yaitu dengan mengambil m = 1,34 . Harga yang baik untuk

H
= 3,8 tetapi
r

bila r terlalu kecil diambil r = ½ H

Q10

= m.beff .d. g.d

72,182

= 1,34 x 18,6 x d.

72,182

= 1,34 x 18,6 x

d

= 0,949

d

=

2

H =

3

=

3

3

H

2

d

2

g.d
9,8d 3

x 0,949 = 1,424 m

H
= 3,8
r
r
Diambil : r

=

H
1,424
=
= 0,375
3,8
3,8

=½H
= ½ 1,424 = 0,712 m

≅1m

Perhitungan tinggi air h diukur secara coba-coba dengan mengambil beberapa
harga h dan dihitung Q masing-masing.
p

=3m

r

=1m

g

= 9,8 m/det2

beff

= 18,6 m

Irigasi & Bangunan Air II

Tabel Perhitungan
k=
m=1,49H

4
27

0,018(5- hr )2

m3.h3

1
h+ p

Q=mbeffd
H=h+k

d= 2 3 H

2

g.d

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

0,5

1,1091

0,0019

0,5019

0,3346

12,4980

1,0

1,1725

0,0127

1,0127

0,6752

37,8734

1,5

1,2301

0,0374

1,5374

1,0249

74,3166

2,0

1,2819

0,0779

2,0779

1,3853

121,6995

2,1

1,2916

0,0880

2,1880

1,4587

132,4909

2,105

1,2921

0,0885

2,1935

1,4623

133.0420

Dari tabel diatas didapat : Untuk Q10 = 72,182 m3/dt , tinggi air h = 1,471 m

3.3. Pengaruh Back Water
Back Water Curve adalah kurva untuk mengetahui sampai dimana
pengaruh kenaikan muka air setelah adanya pengempangan oleh bendung.
Banyak teori yang mempelajari problema ini, antara lain dengan cara Bresse,
Direct Method, Standard Method, Integration Method dan sebagainya. Tetapi
untuk praktisnya, dapat dipakai rumus sebagai berikut :
L=

2h
i

Dimana :
L = Panjangnya pengaruh pengempangan ke arah udik, dihitung dari
titik bendung.
i = Kemiringan sungai
h = Tinggi kenaikan muka air di titik
pengempangan.

Irigasi & Bangunan Air II

bendung akibat

i = 0,001
h = 18,605 – 14,5 = 4,105 m
Maka :
L=

2 × 4,105
2h
=
= 8210 m
i
0,001

Pada keadaan setelah adanya bendung, maka kecepatan pengaliran
dibelakang bendung akan terjadi suatu kecepatan kritis (Vc) dengan
kedalaman kritis (yc) sehingga terdapat suatu daerah “olakan” karena air akan
menyamakan tinggi permukaan dan kecepatannya dengan air yang ada di
dalam sungai (yb) dibelakang bendung.

Untuk mendapatkan kecepatan kritis (Vc) dan kedalaman kritis (yc)
pada sebuah profil trapesium sebagai berikut :

yc

B

Luas penampang basah
F = yc.(B + yc.z)
Kecepatan aliran
V=

Q
Q
=
F
yc(B + yc.z )

Irigasi & Bangunan Air II

V2=

Q2
yc 2 (B + yc.z )

2

Persamaan energi
E = yc +

V2
2g

= yc +

Syarat kritis :

Q2
yc 2 (B + yc.z ) 2 g
2

dE
=0
dy

Rumus Differensial :

d
(u.v) = (u.v’ + u’.v), maka :
dy

dE
Q2 d
=1+
.
[yc-2 (B+yc.z)-2]
dy
2 g dy
Q2
[-2yc-3(B+yc.z)-2 – 2yc-2 (B+ yc.z)-3.z]
2g

0

=1+

-1

=

Q2
[-2yc-3(B+yc.z)-2 – 2yc-2 (B+ yc.z)-3.z]
2g

1

=

Q2
[-yc-3(B+yc.z)-2 – yc-2 (B+ yc.z)-3.z]
g

g
1
1
= 3
+ 2
2
2
3
Q
yc + (B + yc.z )
yc + (B + yc.z )
B + yc.z
yc.z
+ 2
= 3
2
3
yc + (B + yc.z )
yc + (B + yc.z )
yc3 =

Q 2 (B + 2.z. yc )
g (B + yc.z )

Maka : yc =

3

3

Q 2 (B + 2.z. yc )
g (B + yc.z )

Irigasi & Bangunan Air II

3

Menghitung yc :
Data :

Q = 72,182 m3/detik
B = 18,6
z

=1

g

= 9,8 m/detik

maka : yc

=

3

=

3

Q 2 (B + 2.z. yc )
g (B + yc.z )

3

72,182 2 (18,6 + (2 × 1 × yc) )
9,8(18,6 + (1 × yc) )

3

yc3 (9,8 (18,6 +yc)3) = 72,1822 (18,6 + 2yc)
9,8 yc3 (6434,856 + 345,96 yc +691,92 yc+37,2 yc2 + 8,6 yc2 +yc3 )
= 96910,48491 +10420,48225 yc
63061,5888 yc3 + 10171,224 yc4 + 546,84 yc5 + 9,8 yc6 – 96910,48491 –
10420,48225 yc = 0
9,8 yc6+ 546,84 yc5 + 10171,224 yc4+63061,5888 yc3 - 10420,48225 yc 96910,48491 = 0
Dengan Newton Raphson Method didapat :
yc = 1,130 m
Persamaan kecepatan aliran kritis
Q = F.V
= Vc.yc.(B + z. yc)
2

Q = Vc2 x yc2 (B + z. yc)2
Q 2 (B + 2.z. yc )
yc.g (B + z. yc )

2

Q2 = Vc2 x
Vc2=

Vc =

yc.g (B + z. yc )
(B + 2.z. yc )
yc.g .(B + z. yc )
(B + 2.z. yc )

Irigasi & Bangunan Air II

Q 2 (B + 2 z. yc )
g (B + z. yc )

3

Menghitung Vc
Vc

1,13(9,8)(18,6 + 1.1,13)
(18,6 + 2.1.1,13)

=

= 3,236 m/detik
Didepan Bendung
y1 = p + h
= 3 + 1,571 = 4,571 m
Dimana :
H=h+k
= 1,571 + 0,036
= 1,607 m
Dibelakang Bendung
K2 =
=

Vc 2
2g
3,236
= 0,165 m
2 x9,8

y2 = yc – K2
= 1,13 – 0,165
= 0,965 m
z

= y1 + K – yc
= 4,571 + 0,165 – 1,13
= 3,606 m

∆H = y1 – y2
= 4,571 – 0,965
= 3,606 m

Irigasi & Bangunan Air II

Keterangan :
P

= tinggi air normal

He

= tinggi muka air banjir

Hc

= tinggi air kinetik

Hd

= tinggi muka air dari puncak mercu

Y

= tinggi puncak mercu

X

= jarak mercu kemuka air pada arah horizontal

Z

= beda elevasi air maksimum sebelum dan sesudah mercu

T

= kedalaman air maksimum sesudah mercu

h1

= beda elevasi tinggi air banjir dan tinggi air normal

h2

= kedalaman air normal sesudah mercu

H

= beda elevasi air sebelum dan sesduah mercu pada saat air normal

Irigasi & Bangunan Air II

BAB IV
UKURAN HIDROLIS BENDUNG
Type Bendung yang direncanakan adalah Type Vlugter
4.1. Ruang Olak Vlugter
Bentuk

geometrik

penampang

melintang

bangunan

merupakan

pertemuan suatu perpanjangan tangen penampang mercu bulat dengan
kebalikan kurva diatasnya, atau menyerupai sebagai kurva terbalik. Menurut
Vlugter bentuk dan kondisi hidrolis ruang olakan ini sangat dipengaruhi oleh :
-

Tinggi muka air diudik diatas mercu = H

-

Perbedaan antara tinggi muka air diudik dan dihulu bendung = z

Dipergunakan pada sungai yang tidak banyak membawa bahan hanyutan dasar
atau bed load transfort serta diatas tanah dasar aluvial.
Dalam lantai ruang olak diukur dari puncak mercu tidak boleh melebihi dari
D=8,0 m. Atau perbedaan antara tinggi muka air diudik dan dihilir tidak boleh
lebih dari z = 4,5 m
Dimensi Ruang Olak
a) Jika

4

3

<

z

< 10

H

D = L = R = 1,1.z + H
a
b) Jika

= 0,15H
1

3

<

z

z

<

H

H
4

3

D = L = R = 1,4.z + 0,6H
a = 0,20H

z

H

Dimana :
D=

Dalam lantai ruang olak yang diukur dari puncak mercu

L=

Panjang lantai ruang olak, diukur dari titik perpotongan

permukaan

lantai dengan permukaan tubuh bendung bagian belakang.
R=

Jari-jari ruang olakan

Irigasi & Bangunan Air II

H=

Tinggi total muka air diatas mercu, termasuk tinggi energi kecepatan

Z=

Perbedaan antara tinggi muka air diudik dan dihilir bendung

A=

Tinggi endsill, atau drempel

Data :
H = 1,607 m
Z
z

H

= 3,606 m
= 2,244

Dari data diatas dipakai rumus : Jika

4
4

3

<

3

< 2,244 < 10

z

D = L = R = 1,1 z + H
= 1,1 (3,606) + 1,607
= 5,5736 ≅ 10 m

a

= 0,15H

z

H

= 0,15 (1,607). 3,606
= 0,361 m ≅ 0,5 m

Irigasi & Bangunan Air II

1,607

H

< 10

4.2. Perhitungan Lantai
4.2.1. PANJANG LANTAI MUKA
Panjang lantai muka dihitung dengan metode Bligh dan Lane, dimana
Weighted Creep Ratio untuk lokasi bendung yang terdiri dari Boulder dengan
batu-batu kecil dan kerikil kasar adalah sebagai berikut ;
CBligh = 6
CLane = 3
∆H yang menentukan adalah pada waktu air ormal
∆H = D = 10 m
Lv = Dari rencana bendung = 1,5 + 2 + 2 + 2 + 2 + 1,5 + 3 + 0,5 = 14,5 m
Lh = 1 + 2 + 2 + 2 + 2 + 6 + 0,5 + 10 = 25,5 m
Metode Bligh
c. ∆H < Lmuka + Lv + Lh
6 x 10 < Lmuka + 14,5 + 25,5
Lmuka > 20 m
Metode Lane
c. ∆H <

Lmuka
Lh
+ Lv
+
3
3

3 x 10 <

Lmuka
25,5
+
+ 14,5
3
3

Lmuka
>7
3
Lmuka > 21 m
Dari hasil perhitungan diatas ditetapkan :
Panjang lantai muka 25 m
Tebal lantai muka cukup diambil 50 cm
Lapisan puddle dibawahnya setebal 50 cm
Jadi panjang Creep Line total pada lantai muka adalah 25 m

Irigasi & Bangunan Air II

4.2.2. TEBAL LANTAI RUANG OLAK
Tebal lantai diambil = 2,00 m
Tekanan keatas pada titik B
LB
∆H
L

UB = HB Dimana :

UB = Tekanan keatas pada titik B
HB = Kedalaman titik B dari muka air dimuka bendung
= 16,4 – 6,5 = 9,9 m ≅ 10 m
Lt

= Panjang Creep Line total = 65 m

∆H = Perbedaan muka air dimuka dan dibelakang bendung
= 16,4 – 6,5 = 9,9 m ≅ 10 m
LB = Panjang Creep Line sampai titik B = 25 m
Tebal lantai dihitung pada waktu air dibelakang bendung sedang
kosong, maka :
LB
∆H
L

UB = HB = 10 -

25
x 10
65

= 6,15 m
Efektifitas sebesar 70%

UB = 70% x 6,15 = 4,308 m

Tekanan keatas : UB = 4,308 x 1 kg/m3 = 4,308 kg/m2
Berat lantai = t.γ
= 2 x 2,2 = 4,4 kg/m2 > UB
Maka tebal lantai 2,0 m cukup aman !!!

Irigasi & Bangunan Air II

BAB V
ANALISA STABILITAS BENDUNG
5.1. Syarat-syarat Stabilitas
a. Pada konstruksi dengan batu kali, maka tidak boleh terjadi tegangan tarik.
Ini berarti bahwa resultante gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap potongan
harus masuk kern.

ΣH
R

e<

1
6

B

ΣV

Momen Guling

T
e e
½ B

B

b. Momen tahanan (Mt) harus lebih besar dari pada momen guling (Mg).
Faktor keamanan ini dapat diambil antara 1,5 dan 2,0
R>

Mt
Mg

R = Faktor keamanan

c. Konstruksi tidak boleh menggeser
Faktor keamanan ini dapat diambil antara 1,5 sampai 2,0
F=

ΣV × F
ΣH

R = Faktor keamanan
F = Koefisien geser antara konstruksi dan atasnya

d. Tekanan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang
diizinkan.

σt < σ t

Irigasi & Bangunan Air II

5.2. Gaya-gaya Yang Bekerja
a. Gaya berat tubuh bendung
b. Gaya hidrostatis. Tekanan air pada waktu air normal dan air banjir

5.3. Perhitungan Stabilitas Bendung
Perhitungan diambil per meter lebar
A. GAYA BERAT TUBUH BENDUNG
Data-data :
ΣF

Bjbeton

= 1,5

ΣH
R

3

= 2,2 t/m

ΣV

3

γair

= 1 t/m

γlumpur

= 1,7 t/m3

titik A

½ B

Perhitungan terhadap titik A

B=

13,17

GAYA BERAT TUBUH BENDUNG TERHADAP
TITIK A
Lengan
BERAT (TON)

Momen

Momen

( TM )

(m)
G1

3.63

12.90

46.83

G2

9.90

12.00

118.80

G3

7.04

9.55

67.23

G4

5.50

13.00

71.50

G5

1.65

12.20

20.13

G6

8.80

7.50

66.00

G7

1.65

5.50

9.08

G8

7.70

5.80

44.66

G9

1.65

3.50

5.78

G10

6.60

4.00

26.40

G11

1.65

2.00

3.30

G12

9.90

2.50

24.75

G13

0.66

0.60

0.40

G14

2.20

0.50

1.10

G15

5.50

1.30

7.15

74.03

EM=

659.806

Irigasi & Bangunan Air II

5.3.1. GAYA HIDROSTATIS
Mercu Tidak Tenggelam
a. Air Normal
a

W2

h

1:4

h=3m
a = 0,75 m
γ1 = 1 t/m3

Gaya Horizontal (ton)

Lengan Momen

Momen (tm)

(m)
9,75

W1 = ½ γa.h.a = ½(1)(3)(0,75) = 1,125

21,65

W2 = ½ γa,h2 = ½ (1)(3)2 =

b. Air Banjir
+18,65

a
0,426

h1
W3
h

W4

1:4

b

1,295
W6
W5

H =3m

γair = 1 t/m3

h1 = 5,15 m

a = 0,75 m

h2 = 0,151 m

b = 0,151,m

Irigasi & Bangunan Air II

h2

Gaya Horizontal (ton)

Lengan Momen

Momen (tm)

(m)
W1 = ½ γa.h.(2h1-h) = ½(1)(3)(2x5,15-3)

9,75

21,65

= 10,95
W2 = ½ γa,h22 = ½ (1)(0,15)2 =
Σ WH = 10,961

Gaya Vertikal (ton)

ΣM=

Lengan Momen

Momen (tm)

(m)
W1 = ½ γ’a.a.(2h1-h) =

9,75

21,65

½(1)(0,75)(2x5,15-3) = 1,125
W2 = ½ γa,bh2 = ½ (1) (0,151)(0,151)2
=
Σ WH = 10,961

Irigasi & Bangunan Air II

ΣM=

5.4. Kontrol Stabilitas Bendung
5.4.1. PADA SAAT AIR NORMAL
a. Kontrol Terhadap Guling
Momen Penahan (Mp)
1. Akibat berat sendiri bendung

= 659,806 tm

2. Akibat gaya hidrostatis

= 19,755 tm
Σ Mp = 713,1369 tm

Momen Guling (Mg)
1. Akibat tekanan tanah aktif

= 29,934 tm

2. Akibat gaya hidrostatis horizontal = 32,251 tm
Σ Mg = 62,175 tm

Kontrol Terhadap Stabilitas Bendung :
SF = 713,1369 / 62,175 = 11,47 > 1,5

………Aman

b. Kontrol Terhadap Geser
Gaya Vertikal
1. Berat sendiri bendung

= 74,03 tm

2. Gaya hidrostatis vertikal

= 1,5 tm
ΣV

= 75,53 tm

Gaya Horizontal
1. Gaya hidrostatis horizontal

= 4,5 tm

2. Akibat Tekanan Tanah Aktif

= 6,748 tm

ΣH

= 13,496 tm

Safery Factor = 1,5
f = koefisien geser untuk batuan kompak = 0,8
Maka :
Stabilitas Terhadap Geser :
SF =

Irigasi & Bangunan Air II

V . F 75,53x 0,80
=
= 4 ,48 > 1,5 … Aman
H
13,496

5.4.2. PADA SAAT AIR BANJIR
a. Kontrol Terhadap Guling
Momen Penahan (Mp)
1. Akibat berat sendiri bendung

= 659,81 tm

2. Akibat gaya hidrostatis vertikal

= 22,28 tm

Σ Mp = 682,09 tm

Momen Guling (Mg)
1. Akibat tekanan tanah aktif

= 32,44 tm

2. Akibat gaya hidrostatis horizontal = 72,89 tm
Σ Mg = 105,33 tm

Kontrol Terhadap Stabilitas Guling :
SF =

MP 682 ,09
=
= = 6,476 > 1,5
MG 105,33

………Aman

b. Kontrol Terhadap Geser
Gaya Vertikal
1. Berat sendiri bendung

= 74,03 tm

2. Gaya hidrostatis vertikal

= 7,14 tm
ΣV

= 81,17 tm

Gaya Horizontal
1. Tekanan tanah aktif

= 7,31 tm

2. Gaya hidrostatis horizontal

= 10,26 tm
ΣH

= 17,57 tm

Safety Factor = 1,5
f = koefisien geser untuk batuan kompak = 0,8
Maka :
Stabilitas Terhadap Geser :
SF =

Irigasi & Bangunan Air II

V . F 8117
, x 0,8
= 3,696 > 1,5 … Aman
=
H
17,57

5.4.3. KONTROL TEGANGAN TANAH
Tegangan tanah : σ =

ΣG
A

Dimana :
ΣG

= Berat dendiri bendung

A

=Bx1m

B

= Lebar pondasi = 9 m

Maka :
A

= B x 1 m = 9 x 1 = 9 m2 = 90.000 cm2

ΣG

= 80,96 ton = 80960 kg

Sehingga : σ =

ΣG 80
=
= 0,9 ton/m2 < σ = 2,5 ton/m2 ………..Aman
A
90

5.4.4. KEMANTAPAN PONDASI
a. Eksentrisitas
Pada Saat Air Normal
a =

ΣMp − ΣMg 412 − 152
=
67
ΣV

B = lebar pondasi = 9 m
eo=

1
6

.B =

1
6

x 9 = 1,5 m

Syarat : e < eo = 1,5 m
e=

1
2

B−a

= 4,5 − 3,841

= 0,659 m
Jadi didapat e < eo ………….> OK

b. Pada Saat Air Banjir
a =

ΣMp − ΣMg 412 − 152
=
67
ΣV

B = lebar pondasi = 9 m
eo=
Irigasi & Bangunan Air II

1
6

.B =

1
6

x 9 = 1,5 m

Syarat : e < eo = 1,5 m
e=

1
2

B−a

= 4,5 − 3,841

= 0,659 m
Jadi didapat e < eo ………….> OK
5.4.5. DAYA DUKUNG
a. Pada Saat Air Normal
Rumus : σada =
σada =

6e
ΣV

B ×1
B
67
6 × 0,6

9 ×1
9

σ1 = 10,827 t/m2 = 1,0827 kg/cm2 < σ = 10 kg/cm2
σ2 = 10,827 t/m2 = 1,0827 kg/cm2 > 0 = 10 kg/cm2

…….. OK !!!
b. Pada Saat Air Banjir
Rumus : σada =
σada =

6e
ΣV

B ×1
B
67
6 × 0,6

9 ×1
9

σ1 = 10,827 t/m2 = 1,0827 kg/cm2 < σ = 10 kg/cm2
σ2 = 10,827 t/m2 = 1,0827 kg/cm2 > 0 = 10 kg/cm2

…….. OK !!!

Kesimpulan.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
bentuk dan ukuran bendung seperti tercantum pada gambar adalah cukup
stabil baik pada waktu air normal maupun air banjir.

Irigasi & Bangunan Air II

Irigasi & Bangunan Air II

BAB VI
PERHITUNGAN PINTU-PINTU

6.1.

Pintu Pengambilan
Daerah yang akan dialiri seluas 3.000 ha dan kebutuhan air bersifat normal.
a = 1,4 lt/detik/ha
c = koefisien lengkung kapasitas “tegal ”, c = 1,2
Maka debit yang dibutuhkan :
Q = c.a.A
= 1,2 x 1,4 x 3.000 = 5040 lt/det

6.1.1. UKURAN INTAKE
A = 3000 ha
Q = 5040 lt/det = 5,04 m3/det
Untuk aliran tidak sempurna H1 >

2
3

H

Rumus pengaliran yang dipakai :
Q = m.b1 . H1

2.g.z

Dimana :
H1 = Tinggi air diatas mercu
z = Perbedaan tinggi muka air diatas mercu dan dihilir,
diambil 0,2 m
b = lebar intake, diambil 4 m. terdiri dari 2 lubang,
masing-masing selebar b1 = 2 m
m = Koefisien pengaliran, untuk mercu yang berbentuk
bulat dan pengaliran bukan berbentuk bulat = 0,85
Mercu intake lebih tinggi daripada dasar saluran induk, maka :
Q

= m.b1.H1 .

2.g.z

5,04 = 0,85 x 4 x H1 .
H1

Irigasi & Bangunan Air II

2 × 9,8 × 0,2

= 0,7487 m ≅ 0,8 m

+16,5
0,2

+16,3

H1=0,8
+15,5
2m
+13,5

6.1.2. TEBAL PINTU INTAKE
Bahan pintu dibuat dari kayu kelas II dengan σlt = 100 kg/cm2,
= 100.000 kg/cm2. Terdiri dari papan-papan ukuran 0,2 m
+18,65
2,35

H1=0,8 m
h=0,2

+15,5
t

Pemasukan dibagi dua pintu masing-masing ,b1 = 2 m
Lebar total intake , bt = 2 + 2 x 0,2 = 2,4 m
Tinggi pintu = H1 + 0,1 = 0,8 + 0,1 = 0,9 m
Tinggi air pada waktu banjir = 18,65 – 15,5
= 3,15 m
Tekanan air pada tiap meter
q=

3,15 + 2,95
x 0,2 x 1 = 0, 61 t/m1
2

Mmax = 18 q. bt2 =

1
8

x 0,61 x 2,42 = 0,439 tm

σ = σlt = 100 kg/cm2 = 1000 t/m2
σ =

M
W

Irigasi & Bangunan Air II

dimana : W = 16 h.t2

E

maka :
σ=

t2 =

1
6

0,439
× 0,2 × t 2

1
6

0,439
= 0,0132
× 0,2 × 1000

t = 0,1149 m
Tebal pintu intake diambil t = 0,15 m = 15 cm
Kontrol Terhadap Lendutan
fada =
f =

q.b 4
5
6,1 × 240 4
5
× t =
×
= 0,4685 cm
384 100.000 × 121 × 20 × 15 3
384 EI
1
300

x 240 = 0,8 cm

Sehingga ; fada < f ………..OK !!!

6.1.3. SALURAN
-

A = 3000 ha

-

Q = 5,04 m3/det

Dari tebel, lampiran III didapat ketentuan :
b:h=3
V

= 0,65 - 0,7 m/det , diambil : V = 0,7 m/det

Serung talud = 1 : 1½
K
F=

= 45

Q 5,04
=
= 7,2 m2
V
0,7

F = (b + m.b) x h = (3h + 1½h) x h = 4 ½ h2
h=

7, 2
= 1,265 m
4,5

b = 3.h = 3,795 m ~ 4 m

Irigasi & Bangunan Air II

Didapatkan :
b=4m
h=1m
F = 4,5h2 = 4,5 x 12 = 4,5 m2
V=

Q 5,04
=
= 1,12 m/det
F
4,5

O = b + 2h 1 + m 2 = 4 + 2 × 1 1 + 1,5 2 = 7,606 m

F
4,5
= 0,592 m
=
O 7,606

R=
Rumus :

STRIKLER : V = K.R2/3.I1/2
I =

V2
1,12 2
=
= 0,0012
4
4
K 2 R 3 45 2 × 0,592 3
+17,5

+16,5
1
+15,5

h=1m



b=4m

6.2.

Pintu Penguras
Pintu penguras dibuat disebelah kiri bendung di dekat pintu pengambilan
(intake) dengan lebar 2,5 m. Lantai dasar pintu penguras sama dengan lantai
dihulu bendung = + 13,5.
Untuk mencegah masuknya benda-benda padat kedalam saluran, dibagian
depan pintu pengambilan dibuat Onderspuier (setingi ambang pengambilan).
Tebal plat Onderspuier diambil 20 cm.

Irigasi & Bangunan Air II

6.2.1. PINTU DIBUKA SETINGGI ONDERSPUIER

+16,5

P

0,2
y

h=P- ½y

+15,5
+13,5

P = 16,5 – 13,5 = 3 m
y = 15,5 – 13,5 – 0,2 = 1,8 m
h = P - ½ y = 3 – ½ (1,8) = 2,1 m
b = 2,5 m
F = b x y = 2,5 x 1,8 = 4,5 m2
Rumus Pengaliran :
Q = µ .F 2.g .h
= µ .b. y 2.g .(P − 12 y )

dengan µ = 0,62
Maka :
Q = 0,62 x 4,5 x

2 × 9,8 × 2,1

= 17,9 m3/det
V=

Q 17,9
=
= 3,978 m/det
F
4,5

Diameter butir max
Rumus :
V = 1,5.c.
d =

d

V2
2,25.c 2

Dimana :
V = Kecepatan bilas = 3 m/det
d = Diameter butir
Irigasi & Bangunan Air II

c = koefisien sedimen shape, dengan nilai 3,2 – 5,5
diambil c = 5,5
sehingga didapat : d =

V2
3,978 2
=
= 0,232 m
2,25.c 2
2,25 × 5,5 2

Jadi diameter maksimum = 23,2 cm

6.2.2. PINTU DIBUKA PENUH

+16,5
z
H
h
+13,5

H = 16,5 – 13,5 = 3 m
z =

1
3

H = 13 x 3 = 1 m

h =

2
3

H=

2
3

x3=2m

b = 2,5 m
Rumus Pengaliran :
Q = µ .b. y 2.g .(P − 12 y )
Dengan µ = 0,75
Maka :
Q = 0,75 x 2,5 x 2

2 × 9,8 × 2,1

= 16,602 m3/det
V =

Q 17,9
=
= 3,978 m/det
F
4,5

Irigasi & Bangunan Air II

Diameter butir yang dapat dibilas :
Rumus :
V = 1,5.c.
d=

d

V2
2,25.c 2

Dimana :
V = Kecepatan bilas = 3 m/det
d = Diameter butir
c = koefisien sedimen shape, dengan nilai 3,2 – 5,5
diambil c = 5,5
sehingga didapat : d =

V2
3,978 2
=
= 0,162 m
2,25.c 2
2,25 × 5,5 2

Jadi diameter maksimum = 16,2 cm

Irigasi & Bangunan Air II

BAB VII
PERENCANAAN IRIGASI

6.1. Kapasitas Saluran Irigasi
Kapasitas saluran ditentukan menurut banyaknya keperluan air. Untuk harga
kebutuhan air normal diambil a = 1,4 lt/det/ha.
Perlu diketahui bahwa areal yang akan dialiri merupakan areal yang cukup
luas, sehingga tidak mungkin dapat ditanami secara serentak, maka sebaiknya
penanaman dilakukan secara bertahap (rotasi), agar dapat mengaliri seluruh
permintaan.
Oleh karena itu suatu areal yang mempunyai luas (X ha) memerlukan air
sebanyak X ha x a lt/det/ha = Xa lt/det.
Dikarenakan ada faktor lain yang juga mempengaruhi keperluan air tersebut,
maka keperluan air seluas X ha tersebut dikalikan dengan koefisien lengkung
(diambil lengkung tegal).
Maka kapasitas saluran menjadi :
Q = A.c.a
Dimana :
Q = Debit/kapasitas saluran (m3/det)
A = Luas areal (ha)
c = Koefisien lengkung tegal atau koefisien kapasitas.
a = Kebutuhan air norma (lt/det/ha)
Contoh Perhitungan
Diambil salah satu petak irigasi yang telah diketahui luas arealnya pada petak
SP.1 Ki dengan :
A = 100 ha
a = 1,4 lt/det/ha
c = diperoleh dari tabel koefisien lengkung tegal
= 1,105 untuk A = 100 ha

Irigasi & Bangunan Air II

maka :
Q = A.c.a.
= 100 x 1,105 x 1,4 = 154,7 lt/det = 0,1547 m3/det
Tabel Perhitungan :
Nama Petak Luasan Petak Koef. Lengkung Tegal

a (lt/det/ha)

Q =A.c.a./1000
(m3/det)

SP1.Ki

100

1.105

1.4

0.1547

SP1.Ka

98

1.11

1.4

0.1523

SP2.Ki

120

1.045

1.4

0.1756

SP2.Ka

116

1.055

1.4

0.1713

SP3.Ki

125

1.03

1.4

0.1803

SP3.Ka

95

1.125

1.4

0.1496

SP4.Ki

110

1.07

1.4

0.1648

SP4.Ka

105

1.09

1.4

0.1602

SP5.Ki

55

1.375

1.4

0.1059

SP5.Ka

46

1.46

1.4

0.0940

SJ1.Ki

100

1.105

1.4

0.1547

SJ1.Ka

70

1.255

1.4

0.1230

SJ2.Ki

120

1.045

1.4

0.1756

SJ21.Ka

99

1.11

1.4

0.1538

SJ3.Ki

123

1.04

1.4

0.1791

SJ3.Ka

105

1.09

1.4

0.1602

SJ4Ki

108

1.08

1.4

0.1633

SJ4.Ka

81

1.19

1.4

0.1349

SJ5.Ki

37

1.57

1.4

0.0813

SJ5.Ka

20

1.93

1.4

0.0540

B1.Ki

95

1.125

1.4

0.1496

B1.Ka

71

1.25

1.4

0.1243

B2.Ki

120

1.045

1.4

0.1756

B2.Ka

70

1.255

1.4

0.1230

B3.Ki

90

1.145

1.4

0.1443

B3.Ka

95

1.125

1.4

0.1496

B4.Ki

62

1.315

1.4

0.1141

B4.Ka

120

1.045

1.4

0.1756
Σ = 4,8793 (m3/det)

Irigasi & Bangunan Air II

Dalam rencana Jaringan Irigasi ini hanya akan dibahas beberapa masalah
secara umum tentang peta petak saluran-saluran dan bangunan-bangunan yang
diperlukan.

PETA PETAK IRIGASI
a. Petak Primer
Petak yang mendapat air dari saluran induk, batasnya ditentukan oleh
keadaan medan (batas-batas alami) dan kemampuan sungai yang memberi
air untuk dapat mengaliri dengan baik petak primer. Petak primer dibagi
dalam petak-petak sekunder.
b. Petak Sekunder
Petak yang mendapat air dari seluran sekunder, batasnya ditentukan oleh
keadaan medan (batas-batas alami) seperti : sungai-sungai, saluran-saluran
pembuang, bukit-bukit, desa-desa, saluran primer dan lain-lain.
c. Petak Tersier
Petak yang mendapat air langsung dari saluran sekunder ataupun primer
melalui pintu-pintu sadap dan pintu tersier.

SALURAN-SALURAN IRIGASI
a. Saluran Primer
Saluran yang menerima air langsung dari penangkap air (pintu intake pada
bendung).
b. Saluran Sekunder
Saluran yang menerima air dari saluran primer untuk petak sekunder yang
dilayaninya.
c. Saluran Tersier
Saluran yang menerima air dari saluran sekunder untuk aluran petak yang
dilayaninya.

Irigasi & Bangunan Air II

d. Saluran Kuarter
Saluran yang menerima air dari saluran tersier, berada dalam petak tersier
yang membagi air langsung kesawah atau lahan pertanian.

Saluran Punggung
Saluran yang ditarik melalui titik-titik tinggi dari sebuah punggung yang dapat
memberikan air kekanan dan kekiri.
Saluran Garis Tinggi
Saluran Tranche mengikuti garis tinggi dengan kemiringan yang sangat kecil.

BANGUNAN-BANGUNAN IRIGASI
a. Bendung
Bendung untuk membendung sungai
Pintu-pintu pengambilan untuk mengambil air dari singai
Pintu-pintu penguras untuk membersihkan singai dimuka pintu
pengambilan.
Kolam olak atau kolam peredam energi (energi dissipator) sebagai
pematah energi.
Kantong lumpur atau kantong pasir untuk mengendapkan lumpur atau
pasir dari air yang telah dimasukkan.
Pintu pembilas untuk membersihkan kantong lumpur.

b. Bangunan Bagi
Berguna untuk membagi air antara saluran primer dan saluran sekunder,
antara saluran sekunder dan tersier dan didalam petak tersier dan saluran
kuarter.
c. Bangunan Penyadap
Bergun untuk menyadap air dari saluran sekunder atau saluran primer
untuk keperluan petak-petak tersier

Irigasi & Bangunan Air II

d. Bangunan Pengukur
Untuk mengukur air yang diambil dari sungai, saluran induk, sekunder dan
tersier.

6.2. Ukuran Saluran Irigasi
Perhitungan ukuran saluran irigasi dimaksudkan untuk mendapatkan hargaharga :
b = lebar dasar saluran
h = kedalaman air
v = kecepatan aliran air
Hubungan antara b, h dan v ditentukan berdasarkan pedoman dari Direktorat
Irigasi.
Untuk mendapatkan harga kemiringan dasar saluran dalam arah memanjang
(i) digunakan rumus Staickler, yaitu :
V = k.R2/3.i1/2
Dimana :
V2
4
K 2R 3

i

=

v

= kecepatan aliran air

R

= jari-jari hidrolis

K

= Koefisien kekasaran aliran

i

= kemiringan dasar saluran

a. Dimensi Saluran Petak Tersier
Dipilih saluran berbentuk trapesium.

h

z
b

Irigasi & Bangunan Air II

Rumus : F = (b + zh)h
P = b + 2h 1 + z 2
F
P

R=
Dimana :

F = Luas penampang saluran
P = Keliling basah
z = Faktor kemiringan saluran
Contoh Perhitungan
Diambil 1 petak Tersier SJ.1.Ki dengan debit Q = 0,1547 m3/det.
Perhitungan didasarkan pada pedoman dai Direktorat Irigasi, yaitu untuk Q
= 0,1547 m3/det dianjurkan menggunakan :
b:h=1:1
V = 0,3 – 0,35 (untuk tanah lempung biasa)

Maka :
Diambil :

z =1
V = 0,32 m/det

Q = F.V
F

=

Q
V

=
F

0,1547
= 0,483 m2
0,32

= (b + zh)h

b:h=1

= (b + 1 x b)b

h=b

= 2b2

z=1

maka :
2b2 = 0,483
b=

0,483
= 0,491 m
2

b = h = 0,491 m ~ 0,5 m
jadi lebar dasar saluran dan kedalaman air adalah sebesar 0,5 m
Irigasi & Bangunan Air II

Fbaru = 2b2
= 2 (0,5)2 = 0,5 m2
jadi luas penampang saluran sebesar 0,5 m2
Vbaru =
=

Q
Fbaru

0,1547
= 0,309 m/det
0,5

dalam hal ini memenuhi syarat : 0,3 < 0,309 < 0,35 m/det
P

= b + 2h 1 + z 2
= 0,5 + 2 x 0,5 1 + 12
= 1,914 m

jadi keliling basah saluran sebesar 1,914 m
R

=

F
P

=

0,5
= 0,261 m
1,914

jadi jari-jari hidrolis (R) sebesar 0,261 m

b. Kemiringan Dasar Saluran Dalam Arah Memanjang (i)
i

=

V2
4
K 2R 3

=

(0,309)2
40 2 (0,261)

4

3

= 3,578. 10-4
jadi harga I didapat sebesar 3,578 .10-4
Dimana K = 40 ( tanah dasar saluran diasumsikan berupa lempung)

Irigasi & Bangunan Air II