Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Model Pembelajaran Contextualteaching And Learning Tipe Inkuiri Pada Siswa Kelas 4 SDN Mangunsari 02 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Kajian Teori

2.1.1. Pembelajaran IPA
Iskandar (2001:12) menarik kesimpulan bahwa IPA berupa fakta-fakta,
hukum-hukum, prinsip-prinsip klasifikasi dan struktur. Hasil IPA penting bagi
kemajuan hidup manusia, cara kerja memeroleh itu disebut proses IPA, dalam proses
IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berfikir.
Pendapat tersebut menggambarkan bahwa hasil belajar IPA merupakan proses
perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan terhadap
mata pelajaran IPA yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukan
dalam bentuk angka-angka seperti yang dapat dilihat dari nilai rapor. Hasil belajar
juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang diterapkan.
1) Pembelajaran IPA
Suyitno (2004: 2) menyimpulkan pembelajaran adalah upaya menciptakan
iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan

siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta
antara siswa dengan siswa.Pengajaran IPA dikembangkan berdasarkan persoalan atau
tema untuk dapat dikaji dari aspek kemampuan siswa yang mencakup aspek
mengkomunikasikan konsep secara ilmiah, aspek pengembangan konsep dasar, dan
pengembangan kesadaran dalam konteks ekonomi dan sosial.
Menurut Iskandar (2001: 2-3) hakikat pembelajaran IPA terdiri dari:
a) Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Produk
IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan
teori-teori IPA.Fakta dalam IPA adalah pertanyaan benda-benda yang benar-benar
ada, atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara

7

8

objektif.Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA.Prinsip
IPA adalah generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep IPA.
Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsepkonsep dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan.
b) Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Proses
Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para

ilmuan diantaranya adalah :
a) Mengamati
b) Mengukur
c) Menarik kesimpulan
d) Mengendalikan Variabel
e) Membuat Grafik dan Tabel Data
f) Membuat Definisi Operasional
g) Melakukan Eksperimen
c) Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Sikap
IPA sebagai sikap ilmiah yaitu dalam memecahkan masalah seorang ilmuwan
sering berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai hasil
yang diharapkan. Beberapa ciri sikap ilmiah yaitu:
a) Obyektif terhadap fakta
b) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan
c) Berhati terbuka
d) Tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat
e) Bersifat hati-hati
f) Ingin menyelidiki
Pembelajaran IPA dapat didefinisikan yaitu sebagai ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Mata pelajaran IPA merupakan ilmu yang

nyata yang setiap harinya berkaitan dengan kehidupan manusia dan lingkungan.

9

2) Tujuan Pembelajaran IPA
Berdasarkan PERMEN No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan yang tertuang dalam PERMEN No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan sebagai
berikut:
1) Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil
pengamatannya secara lisa dan tertulis.
2) Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan
tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya dan interaksi antara mahkluk
hidup dengan lingkungannya.
3) Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta
fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup.

10

4) Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya,
perubahan wujud benda dan kegunaannya.
5) Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya.
6) Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan
permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.


2.1.2. Model Pembelajaran CTL Tipe Inkuiri
Pembelajaran Contextual Teaching andLearning (CTL) adalah konsep
pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Baharudin
dan Wahyuni, Esa Nur, 2007: 137). Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
CTL adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa
memahami makna yang ada pada bahan ajar yang mereka pelajari dengan
menghubungkan pelajaran dalam kontek kehidupan sehari-harinya dengan kontek
kehidupan pribadi, sosial dan kultural. Untuk mencapai tujuan ini, sistem ini
mencakup 8 komponen, yaitu: membuat hubungan yang bermakna, melahirkan
kegiatan yang signifikan, belajar sendiri secara teratur, kolaborasi, berpikir kritis dan
kreatif, mencapai standar tinggi, dan menggunakan penilain otentik (Johnson, 2003)
Contextual Teaching and Learning adalah suatu konsep mengajar dan belajar
yang membantu guru menghubungkan kegiatan dan bahan ajar mata pelajarannya
dengan situasi nyata yang dapat memotivasi siswa untuk dapat menghubungkan
pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari siswa sebagai anggota
keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat dimana dia hidup (US Department

of Education, 2001).
CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofis bahwa siswa
mampu menangkap pelajaran apabila mereka mampu menangkap makna dalam
materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-

11

tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan
pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya (Johnson, Eleine B, 2006:14).
Pembelajaran kontekstual adalah teori pembelajaran konstruktivisme. Esensi teori
tersebut adalah siswa diusahakan harus dapat menemukan serta mentransformasikan
suatu informasi yang kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu
menjadi milik mereka sendiri.

a. Prinsip-prinsip CTL
Pada dasarnya model pembelajaran CTL mempunyai beberapa prinsip pokok.
Jika prinsip itu dilaksanakan maka dapat dijamin bahwa pembelajaran kontekstual
yang dilaksanakan akan berhasil seutuhnya. Ada tujuh prinsip utama pembelajaran
yang mendasari pendekatan pembelajaran Contextual Teaching andLearning (CTL)
di kelas. Nuradi (2003: 31), mengemukakan sebagai berikut: (1) konstruktivisme

(constructivism), (2) penemuan (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) komunitas
belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), (7)
penilaian yang sebenarnya (authentic assasement).

b. Model Pembelajaran CTL Tipe Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Suchman (1966),
yang memandang hakikat belajar sebagai latihan berpikif melalui pertanyaanpertanyaan. Inti gagasan Suchman adalah (1) siswa akan bertanya (inquiry) bila
mereka dihadapkan pada masalah yang membingungkan, kurang jelas atau kejadian
aneh; (2) siswa memiliki kemampuan untuk menganalisis strategi berpikir mereka;
(3) strategi berpikir dapat diajarkan dan ditambahkan kepada siswa; (4) inkuiri dapat
lebih bermakna dan efektif apabila dilakukan dalam konteks kelompok (Siswanto,
2003: 13).
Selanjutnya Karli (Riwayal, H.R. 2009: 82) mengemukakan bahwa model
pembelajaran inkuiri terdiri atas lima tahapan, yaitu:

12

1.

Tahap pertama adalah penyajian masalah atau menghadapkan siswa pada

situasi teka-teki. Pada tahap ini guru membawa situasi masalah dan menentukan
prosedur inkuiri kepada siswa (berbentuk pertanyaan yang hendak dijawab
ya/tidak). Permasalahan yang diajukan adalah permasalahan sederhana yang
dapat menimbulkan keheranan. Hal ini diperlukan untuk memberikan
pengalaman kreasi kepada siswa, tetapi sebaiknya didasarkan pad aide-ide
sederhana.

2.

Tahap kedua adalah pengumpulan dan verifikasi data. Siswa mengumpulkan
informasi tentang peristiwa yang mereka lihat dan alami.

3.

Tahap ketiga adalah eksperimen. Pada tahap ini siswa melakukan eksperimen
untuk mengeksplorasi dan menguji secara langsung. Eksplorasi mengubah
sesuatu untuk mengetahui pengaruhnya, tidak selalu diarahkan oleh suatu teori
atau hipotesis. Pengujian secara langsung terjadi ketika siswa akan menguji
hipotesis atau teori. Pada tahap ini guru berperan untuk mengendalikan siswa
bila mengasumsi suatu variabel yang sudah disangkalnya padahal kenyataannya

tidak. Peran guru lainnya pada tahap ini adalah memperluas inkuiri yang
dilakukan siswa dengan cara memperluas informasi yang telah diperoleh.
Selama verifikasi siswa boleh mengajukan pertanyaan tentang obyek, cirri,
kondisi, dan peristiwa.

4.

Tahap keempat adalah mengorganisir data dan merumuskan penjelasan. Pada
tahap ini, guru mengajak siswa merumuskan penjelasan, kemungkinan besar
akan ditemukan siswa yang mendapatkan kesulitan dalam mengemukakan
informasi yang diperoleh dalam bentuk uraian penjelasan. Siswa yang demikian
didorong untuk memberi penjelasan yang tidak begitu mendetail.

5.

Tahap kelima adalah tahap mengadakan analisa tentang proses inkuiri. Pada
tahap ini siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka.
Mereka boleh menentukan pertanyaan yang lebih efektif, pertanyaan yang
produktif dan yant tidak atau tipe informasi yang mereka butuhkan dan yang
tidak diperoleh. Tahap ini akan menjadi penting apabila kita melaksanakan


13

pendekatan belajar model inkuiri dan mencoba memperbaikinya secara
sistematis dan secara independen. Konflik yang dialami siswa saat melihat
suatu kejadian yang menurut pandangannya tidak umum dapat menuntun
partisipasi aktif dalam penyelidikan secara ilmiah.

c. Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri
Adapun fase-fase yang perlu dilakukan siswa bersama guru dalam model
pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri
Fase

Kegiatan Guru

Fase 1

Guru menyajikan kejadian-kejadian atau


Observasi untuk menemukan

fenomena yang memungkinkan siswa

masalah

menemukan masalah

Fase 2

Guru membimbing siswa merumuskan

Merumuskan masalah

masalah penelitian berdasarkan kejadian dan
fenomena yang disajikannya

Fase 3

Guru membimbing siswa untuk mengajukan

Mengajukan hipotesis

hipotesis terhadap masalah yang telah
dirumuskannya

Fase 4

Guru membimbing siswa untuk merencakan

Merencanakan pemecahan masalah pemecahan masalah, membantu menyiapkan
(melalui eksperiman atau cara lain)

alat dan bahan yang diperlukan untuk
menyusun prosedur kerja yang tepat.

Fase 5
Melaksanakan eksperimen (atau cara
pemecahan yang lain)
Fase 6

Siswa bekerja guru membimbing dan
memfasilitasi.
Guru membantu siswa melakukan

14

Melakukan

pengamatan

pengumpulan data

dan pengamatan tentang hal-hal yang penting
dan membantu mengumpulkan dan
mengorganisir data.

Fase 7

Guru membantu siswa menganalisis data

Analisis data

supaya menemukan sesuatu konsep

Fase 8

Guru membimbing siswa mengambil

Penarikan

kesimpulan

penemuan

atau kesimpulan berdasarkan data dan
menemukan sendiri konsep yang
ditanamkan.

Sumber (Riwayal, H.R. 2009)
2.1.3. Hasil Belajar
Joko Susilo (2009: 23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah
merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami. Hasil
belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Menurut Omar Hamalik (2002:154), belajar adalah perubahan tingkah laku
yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Hilgard dan Bower (dalam
Purwanto 1993: 84), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman
yang berulang-ulang, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau
dasar kecenderungannnya berupa respon bawaan, kematangan atau keadaan sesaat
seseorang.Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar merupakan
suatu perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang.
Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu:
1) Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.
2) Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.

15

3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.
a. Pengertian Hasil Belajar
Setelah individu mengalami proses belajar maka akan memperoleh output atau
hasil dari proses belajar yang dialaminya. Itulah yang biasa disebut hasil belajar.Hasil
belajar biasanya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku.Perubahan tingkah
laku yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif misalnya anak yang
belum bisa naik bersepeda, setelah belajar anak tersebut dapat bersepeda.Inilah yang
dimaksud hasil belajar atau perubahan perilaku ke arah positif.Banyak para ahli yang
mendefinisikan tentang hasil belajar.
Menurut Sudjana (1989) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar.
Menurut Dimyati (dalam Lapono, 1999) dampak pembelajaran adalah hasil yang
dapat diukur seperti tertuang dalam raport, angka dalam ijazah atau kemampuan
meloncat setelah latihan dan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran. Hasil belajar juga diartikan sebagai
tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
sesuai dengan program pendidikan yang diterapkan. Hasil belajar digunakan untuk
bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas, umpan balik dalam
perbaikan proses belajar mengajar, meningkatkan hasil belajar siswa, evaluasi diri
terhadap kenerja siswa. Belajar merupakan proses yang menimbulkan terjadinya
perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan. Jadi berhasil
tidaknya seseorang dalam proses belajar tergantung dari factor-faktor yang
mempengaruhinya.
Sedangkan menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth
juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara
langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh
tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan hasil
belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi domain (ranah) kognitif, ranah

16

afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni 2000) Dalam ranah
kognitif, hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan, enam tingkatan tersebut ialah,
(1) Pengetahuan atau ingatan, (2) Pemahaman, (3) Penerapan, (4) Sintesis, (5)
Analisis dan (6) Evaluasi.
Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) Peniruan
(menirukan gerak), (2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak),
(3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), (4) Perangkaian (melakukan
beberapa gerakan sekaligus dengan benar), (5) Naturalisasi (melakukan gerak secara
wajar).
Sedangkan ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) Pengenalan
(ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), (2) Merespon (aktif berpartisipasi), (3)
Penghargaan

(menerima

nilai-nilai,

setia

pada

nilai-nilai

tertentu), (4)

Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya) dan (5)
Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari proses belajar. Perubahan tingkah
laku tersebut adalah perubahan yang relatif menetap, dimana perubahan itu terjadi
pada ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan ketrampilan.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Merson (dalam Tu’u, 2004: 78), faktor-faktor yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar adalah sebagai berikut:
a) Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar yang
berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor dalam meliputi:
1) Kondisi fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
kemampuan belajar seseorang. Seorang siswa dalam keadaan segar jasmaninya
akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya, sebaliknya siswa yang fisiknya
lelah juga akan mempengaruhi hasil belajarnya.

17

Di samping kondisi tersebut yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi
panca indera, terutama penglihatan dan pendengaran. Sebagian besar yang
dipelajari manusia adalah dengan membaca, melihat contoh atau model,
melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan keterangan
guru, mendengarkan ceramah keterangan orang lain.
Jadi jelaslah di antara seluruh panca indera mata dan telinga mempunyai
peranan yang sangat penting. Seperti yang dipaparkan oleh Edgar Dale (dalam
Tu’u 1990: 40), bahwa pengalaman belajar manusia itu 75% diperoleh melalui
indera lihat, 13% melalui indera dengar, dan 12% melalui indera lainnya.
2) Kondisi psikologis
Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh terhadap
proses belajar yang juga bersifat psikologis. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terhadap proses dari hasil belajar yaitu:
a) Kecerdasan
Seorang siswa yang cerdas umumnya akan lebih cepat mampu belajar
jika dibandingkan dengan siswa yang kurang cerdas, meskipun fasilitas dan
waktu yang diperlukan untuk mempelajari materi atau bahan pelajaran sama.
Hasil pengukuran kecerdasannya biasa dinyatakan dengan angka yang
menunjukkan perbandingan kecerdasan yang dikenal dengan istilah IQ
(Intelligence Quotion). Berbagai hasil penelitian menunjukkan hubungan yang
erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Tinggi rendahnya kecerdasan
yang dimiliki seorang siswa sangat menentukan keberhasilannya mencapai
prestasi belajar, termasuk prestasi-prestasinya lain sesuai macam-macam
kecerdasan yang menonjol yang ada pada dirinya. Hal itu dapat kita ketahui
umumnya tingkat kecerdasan yang baik dan sangat baik cenderung lebih baik
angka nilai yang dicapai siswa.
b) Bakat
Di samping

Intelegensi,

bakat

merupakan

faktor

yang besar

pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Bakat adalah

18

kemampuan yang ada pada seseorang yang dibawanya sejak lahir, yang
diterima sebagai warisan dari orang tua. Bagi seorang siswa bakat bisa berbeda
dengan siswa lain.
Ada siswa yang berbakat dalam bidang ilmu sosial, dan ada yang di
ilmu pasti. Karena itu, seorang siswa seorang siswa yang berbakat di bidang
ilmu sosial akan sukar berprestasi tinggi di bidang ilmu pasti, dan sebaliknya.
Bakat-bakat

yang dimiliki siswa tersebut apabila diberi kesempatan

dikembangkan dalam pembelajaran, akan dapat mencapai prestasi yang tinggi.
Sebaliknya, seorang siswa ketika akan memilih bidang pendidikannya,
sebaiknya memperhatikan aspek bakat yang ada padanya. Untuk itu, sebaiknya
bersama orang tuanya meminta jasa layanan psikotes untuk melihat dan
mengetahui bakatnya. Sesudah ada kejelasan, baru menentukan pilihan.
c) Motivasi dan perhatian
Minat adalah kecenderungan yang besar terhadap sesuatu.Perhatian
adalah melihat dan mendengar dengan baik dan teliti terhadap sesuatu.Minat
dan perhatian biasanya berkaitan erat.Apabila seorang siswa menaruh minat
pada satu pelajaran tertentu, biasanya cenderung memperhatikannya dengan
baik. Minat dan perhatian yang tinggi pada mata pelajaran akan memberi
dampak yang baik bagi prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, seorang siswa
harus menaruh minat dan perhatian yang tinggi dalam proses pembelajaranpembelajaran di sekolah. Dengan minat dan perhatian yang tinggi, kita boleh
yakin akan berhasil dalam pembelajaran.
d) Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologi yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motivasi belajar kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk belajar. Motivasi selalu mendasari dan mempengaruhi setiap
usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam
belajar, kalau siswa mempunyai motivasi yang baik dan kuat, hal itu akan
memperbesar usaha dan kegiatannya mencapai prestasi yang tinggi. Siswa yang

19

kehilangan motivasi dalam belajar akan memberi dampak kurang baik bagi
prestasi belajarnya.
e) Emosi
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses belajar seorang siswa
akan terbentuk suatu kepribadian tertentu, atau tipe tertentu, misalnya siswa
yang emosional dalam belajar, akan mudah putus asa. Hal ini mau tidak mau
akan mempengaruhi bagaimana siswa menerima, menghayati pengalaman yang
didapatnya dalam suatu pembelajaran.
f) Kemampuan kognitif
Sebagaimana yang dimaksud dengan kemampuan kognitif yaitu
kemampuan berpikir, menalar yang dimiliki siswa. Jadi kemampuan kognitif
berkaitan erat dengan ingatan dan berfikir seorang siswa.
b. Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor tersebut adalah faktor
lingkungan. Faktor lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Lingkungan alami, yaitu yaitu kondisi alami yang dapat berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar, termasuk dalam lingkungan alami yaitu
suhu, cuaca, udara, pada waktu itu dan kejadian-kejadian yang sedang
berlangsung.
2) Lingkungan sosial, dapat berwujud manusia, wujud lain yang berpengaruh
langsung terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya hubungan murid
dengan guru, orang tua dengan anak, dan lingkungan masyarakat di luar
sosial yang baik, mesra dapat membantu terciptanya prestasi belajar siswa.

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
1.

Marsiti (2008) melakukan penelitian dengan judul: “Efektivitas Penerapan
Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan, Materi Norma Siswa Kelas
III SDN Jatiguwi V Sumberpucung Malang tahun 2008. Latar belakang

20

perlunya penerapan CTL, karena berdasarkan pengamatan menunjukkan
bahwa: penguasaan siswa terhadap materi PKn cenderung rendah dan
motivasi belajar kurang. Pembelajaran kurang menerapkan keterkaitan
antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didiknya
secara nyata. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah penerapan
metode CTL, motivasi belajar PKn, efektivitas penerapan metode CTL
dalam meningkatkan motivasi belajar PKn Siswa kelas III SDN Jatiguwi V
Sumberpucung. Tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan penerapan
metode CTL, motivasi belajar PKn, dan menjelaskan efektivitas penerapan
metode CTL. Pembahasan data pra tindakan, yang dikategorikan tuntas 4
siswa dengan nilai rata-rata 65,2 nilai tertinggi 77 dan terendah 52. Pada
siklus I mengalami peningkatan yaitu dari total siswa sebanyak 19, ada 17
siswa dikategorikan tuntas, nilai rata-rata 79, 4. Nilai tertinggi 88 dan
terendah 68. Pembahasan data pada siklus II dari 19 siswa, 18
dikategorikan tuntas, dengan nilai rata-rata 81,4 nilai tertinggi 90 dan
terendah 68. Dengan demikian, saran yang disampaikan adalah penggunaan
CTL dalam pembelajaran PKn perlu ditingkatkan sebagai alternatif dalam
upaya meningkatkan kemampuan proses dan hasil belajar; pendekatan CTL
layak dipertimbangkan sebagai alternatif dalam pembelajaran PKn
2.

Penelitian yang dilakukan oleh Maria Agustina, dengan judul penelitian:
Penerapan Model CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Tentang Lingkungan Alam dan
Buatan dalam Pembelajaran IPS. Sebagai kesimpulan bahwa model CTL
yang diterapkan dalam pembelajaran lingkungan alam dan buatan di kelas
III SD dengan metode bervariasi dan didukung media yang tepat dapat
memotivasi dan meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, model
CTL dapat menjadi alternatif dalam perbaikan kualitas pembelajaran di
sekolah.

21

Mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu, penulis bermaksud untuk
melakukan penelitian yang sama dengan penerapan pendekatan pembelajaran
yang sama. Dari penelitian-penelitian terdahulu, tampak bahwa menggunakan
pendekatan pembelajaran CTL mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada
berbagai mata pelajaran yang diterapkan. Meskipun bahwa penelitian ini sama
dengan penelitian terdahulu yaitu menggunakan pendekatan pembelajaran CTL
sebagai metode belajar,

2.3. Kerangka Berpikir
Belajar adalah kegiatan yang dilakukan seumur hidup oleh manusia dalam
rangka

untuk

mencapai

perubahan

pada

level

kognitif,

afektif

dan

pskimotorik.Perubahan pada ketiga aspek ini kemudian disebut sebagai hasil
belajar.Dalam konteks pendidikan, pembelajaran adalah upaya terencana dan sadar
yang dilakukan oleh lembaga dalam hal ini lembaga pendidikan, untuk mengarahkan
peserta didiknya mencapai ketiga tujuan belajar dimaksud.
Agar terjadi perubahan pada ketiga aspek di atas, diperlukan pendekatan
pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan peserta belajar itu
sendiri.Contextual teaching and learning adalah salah satu dari sekian pendekatan
pembelajaran yang diterapkan dalam dunia pendidikan demi tujuan tersebut.
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran
yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar
dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang
dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontekstual karena konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

22

Kerangka Berfikir

Kegiatan
Awal

Guru
menggunakan
metode ceramah
,tanya jawab

Hasil belajar IPA
siswa rendah di bawah
KKM ≥ 65

Siklus I : Hasil belajar siswa
masih dibawah KKM.

Tindakan

Kondisi
Akhir

Guru
menggunakan
model Contextual
Teaching And
Learning Tipe
Inkuiri

Siklus II : Hasil belajar
siswa tuntas.

Melalui model CTL Tipe Inkuiri
dapat meningkatkan hasil belajar
IPA pada siswa kelas IV SDN
Mangunsari 02 pada semester II
tahun pelajaran 2013/2014

Gambar 2. 1 Skema Kerangka Berpikir Model Riwayal H. R (2009)

23

Berdasarkan gambar 2.1 tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi awal
pembelajaran menggunakan metode konvensional pada pelajaran IPA, nilai rata-rata
siswa masih rendah, yaitu 55. Kemudian setelah dilaksanakan tindakan dengan
menggunakan model pembelajaran CTL tipe Inkuiri, dengan langkah-langkah
pembelajaran inkuiri seperti pada bagan di atas, hasil belajar IPA siswa dapat
ditingkatkan, kegiatan-kegiatan pembelajaran lebih bermakna, dan siswa lebih aktif
terlibat dalam pembelajaran IPA.

2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat diajukan
hipotesis yang berbunyi: “Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL ) Tipe Inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA
siswa kelas IV SD Negeri Mangunsari 02 Salatiga semester II tahun pelajaran
2013/2014”.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45