BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai ( Team Assisted Individualization ) Siswa Kelas V SD Negeri Pandean 02 Kec

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami agar memahami alam sekitar secara ilmiah.
Menurut Carin dan Sund (1993) dalam Puskur (2007:3) mendefinisikan
IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku
untuk umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan
eksperimen.
IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains menurut
Suyoso (1998:23) merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat
aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu
yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode, dan berlaku secara universal.
Menurut Abdullah (1998:18) IPA merupakan pengetahuan teoritis yang

diperoleh atau disusun dengan cara melakukan observasi, eksperimentasi,
penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian
seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas tentang pengertian IPA dapat
disimpulkan IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia dan alam yang
ada di sekitarnya untuk memahami alam secara ilmiah dengan metode tertentu dan
menghasilkan pengetahuan teoritis.

8

2.2 Pembelajaran IPA
2.2.1 Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi transaksional
antara guru dan siswa dimana dalam proses tersebut bersifat timbal balik. Menurut
Oemar Hamalik bahwa “Pembelajaran adalah prosedur dan metode yang
ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk
melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran” (Hamalik : 1994, hal 69).

Mohammad Surya (2003 : 11) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah
suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA adalah proses yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu pengalaman dengan cara komunikasi timbal
balik antara pengajar dan peserta didik melalui suatu metode untuk mencapai
tujuan pembelajaran IPA.

2.2.3 Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Berdasarkan KTSP 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tujan
dari mata pelajaran IPA adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
1.

Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2.

Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3.

Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.

4.

Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.

9

5.

Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.


2.2.4 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Berdasarkan

KTSP

2006

(Kurikulum

Tingkat

Satuan

Pendidikan)

ruanglingkup mata pelajaran IPA meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1.

Tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.


2.

Benda / materi sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair padat dan gas.

3.

Energi dan perubahannyameliputi gaya bunyi panas magnet listrik cahaya
dan pesawatsederhana.

4.

Bumi dan alam semesta meliputi tanah bumi tata surya dan benda-benda
langit lainnya.

2.2.5 Karakteristik Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai pengetahuan yang
diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan
deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat
dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu :
1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati,

2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati,
3) dikembangkannya sikap ilmiah.
Kegiatan IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan
pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban
tentang “apa”,” mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun
karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam
lingkungan dan teknologi.
Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu sendiri telah diperkenalkan
sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon). Yang meliputi
mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi dari
hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuskan
hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan
eksperimen.

10

Pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: 1) memberikan pengalaman pada
peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran
fisis, 2) menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam
menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). 3) latihan berfikir kuantitatif yang

mendukung kegiatan belajar matematika , yaitu sebagai penerapan matematika
pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam, 4)
memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan
perancangan dan pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai
gejala dan kemampuan IPA dalam menjawab berbagai masalah.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD
mencakup standar minimum yang harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan
dalam pengembangan kurikulum disetiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan
KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja
ilmiah, dan pengatahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Berdasarkan Silabus
Pembelajaran IPA Kelas V Semester 2, adapun standar kompetensi, kompetensi
dasar dan indikator yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 4.1
SK dan KD Untuk Penelitian Mata Pelajaran IPA Kelas V Semester 2
Standar Kompetensi

Kompetensi

Indikator


Dasar
5.



Memahami

5.1

hubungan

Mendeskripsikan

antara

gaya, hubungan antara

gerak,

dan gaya, gerak dan


energi,
fungsinya

serta energi

pada permukaan yang berbedabeda(kasar, halus)


melalui

percobaan ( gaya
gravitasi,

Membandingkan gerak benda

Menjelaskan pengertian gaya
gesek




gaya

Menghubungkan
gaya

gesek,gaya

gesek

pengertian

dengan

suatu

peristiwa sehari-hari

magnet)




Menyebutkan

manfaat

gaya

gesek dalam kehidupan sehari-

11

hari


Menyebutkan

benda-benda

yang memperbesar gaya gesek


Menyebutkan contoh peristiwa
cara memperbesar gaya gesek



Mengidentifikiasi

kerugian

adanya gaya gesek


Mengidentifikiasi benda-benda
yang memperkecil gaya gesek



Menyebutkan contoh peristiwa
cara memperkecil gaya gesek

2.3 Motivasi Belajar
Berbagai pendapat para ahli tentang pengertian motivasi antara lain
menurut Santrok (2008:510) bahwa motivasi adalah proses yang memberi
semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Adapun pendapat menurut Sardiman
(2007:73) adalah daya penggerak dari dalam diri untuk melakukan aktivitasaktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Selanjutnya menurut Mc. Donald
(dalam Sardiman:2007:73), motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya “felling” dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian motivasi
dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di
dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan, dan yang
memberikan arah dalam kegiatan belajar. Sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai dengan baik dan maksimal.
Belajar ada sejak manusia dilahirkan sampai usia lanjut, dalam kehidupan
sehari-hari manusia banyak melakukan kegiatan yang sebenarnya merupakan
suatu gejala belajar. Menurut Slameto (2010: 2),“belajar adalah suatu proses

12

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi
dengan lingkunganya. Hal ini menunjukkan bahwa jika seseorang melakukan
gejala belajar dengan baik maka terjadi proses perubahan sebagai hasil belajar dan
terjadi dalam jangka waktu tertentu.
Perubahan dari belum tahu menjadi tahu, belum mampu menjadi mampu
adalah perubahan tingkah laku yang menandai telah terjadinya proses belajar.
Belajar menurut pengertian secara psikologis,merupakan suatu proses perubahan,
yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkunganya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan pengertian motivasi dan belajar dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak yang terdapat dalam diri
siswa yang mendorong, memantapkan, dan mengarahkan untuk melakukan
aktivitas pada kegiatan belajar siswa sebagai hasil pengalamanya sendiri guna
mencapai suatu tujuan (kebutuhan) dan memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru. Motivasi juga bisa disebut sebagai penumbuh gairah, merasa senang,
dan semangat untuk belajar.Dengan motivasi yang kuat, siswa akan mempunyai
banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar dan mencapai prestasi yang
tinggi.
Siswa yang motivasi berprestasinya tinggi akan mencapai prestasi
akademis yang tinggi apabila:
a) Rasa takutnya akan kegagalan lebih rendah daripada keinginannya untuk
berhasil
b) Tugas-tugas di dalam kelas cukup memberi tantangan, tidak terlalu mudah
tetapi juga tidak terlalu sukar, sehingga memberi kesempatan untuk
berhasil.
b. Cara-cara Meningkatkan Motivasi Belajar
Menurut Slameto (2010:176-179), ada beberapa cara yang dapat
digunakan untuk meningkatkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu:
a) Pemberian angka
b) Pujian

13

c) Saingan / kompetensi
d) Tujuan yang diakui
Berdasarkan pendapat Slameto diatas, cara meningkatkan motivasi belajar
siswa dapat dikembangkan sebagai berikut;
1.

Pemberian angka, pada umumnya setiap siswa ingin mengetahui hasil
pekerjaanya, yaitu berupa angka yang diberikan oleh guru. Siswa yang
mendapat nilai atau angkanya baik,akan mendorong motivasi belajarnya
menjadi lebih besar. Sebaliknya siswa yang mendapat nilai atau angka
kurang, akan menimbulkan frustasi atau dapat juga menjadi pendorong
agar belajar lebih baik;

2.

Pujian, pemberian pujian pada siswa atas hal-hal yang telah dilakukan
dengan berhasil sangat besar manfaatnya sebagai pendorong dalam belajar.
Dengan pujian ini merupakan suatu bentuk penguatan yang positif dan
sekaligus merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat akan
menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah
belajar pada diri siswa.

3.

Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk
mendorong belajar siswa. Dengan adanya persaingan, baik persaingan
individual maupun kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa,karena dengan persainganakan tertanam dalam diri siswa untuk
menjadi yang terbaik dan pertama;

4.

Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang baik dan diakui oleh siswa, merupakan alat motivasi
yang penting. Sebab, dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena
dirasa sangat berguna dan menguntungkan bagi siswa, maka akan timbul
keinginan yang kuat pada diri siswa untuk terus belajar.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi sangat

mempengaruhi keberhasilan belajar siswa untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi
belajar tidak cukup dari diri sendiri melainkan motivasi dari sekelilingnya baik itu
dari guru, teman sebaya, maupun tujuan pembelajaran dapat mempengaruhi
keberhasilan siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik dan memuaskan.

14

c. Ciri-ciri Motivasi Belajar
Saat proses belajar mengajar, guru menghadapi banyak siswa. Masingmasing siswa memiliki karakteristik dan motivasi belajar yang berbeda-beda.
Menurut Freud (dalam Sardiman, 2007: 83) motivasi yang ada pada setiap orang
itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang
lama,tidak pernah berhenti sebelum selesai).
b) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan
dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasi yang telah dicapai).
c) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang
dewasa(misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi,
keadilan,pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak
kriminal, amoral, dan sebagainya).
d) Lebih senang bekerja mandiri.
e) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,
berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
f) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).
g) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
h) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang itu selalu
memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan sangat
penting dalam kegiatan belajar-mengajar akan berhasil baik, kalau siswa tekun
mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan
secara mandiri, selain itu siswa juga harus mampu mempertahankan
pendapatnya, kalau ia sudah yakin dan dipandangnya cukup rasional.

15

d. Fungsi Motivasi Belajar Menurut Sardiman (2007:85) ada tiga fungsi
motivasi dalam belajar yaitu:
a) Mendorong siswa untuk melakukan suatu perbuatan. Tanpa adanya
motivasi maka tidak akan timbul suatu perbuatan, yaitu belajar.
b) Motivasi berfungsi sebagai penentu arah. Arah yang dimaksud adalah
tujuan yang akan dicapai, yaitu hasil belajar yang optimal.
c) Motivasi berfungsi sebagai penyeleksi perbuatan. Seseorang yang
mempunyai motivasi yang tinggi pasti akan mampu membedakan dan
menentukan perbuatan yang harus dikerjakan terlebih dahulu guna
mencapai tujuan belajar dengan mengesampingkan perbuatan yang
tidak bermanfaat.
Motivasi juga berfungsi sebagai pendorong usaha dalam pencapaian
prestasi belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar yang baik akan berhasil dicapai
jika dalam proses pencapaian didasari dengan usaha dan motivasi yang kuat.
Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula.

2.4 Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Skinner (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 9) berpendapat bahwa belajar
adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih
baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka reponnya menurun.
Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 10) memaparkan bahwa belajar
merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah
belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya
kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan proses
kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Dengan demikian, belajar adalah
seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati
pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.
Gagne (Agus Sprijono, 2009: 2) mengemukakan bahwa belajar adalah
perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.

16

Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan
seseorang secara alamiah.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tentang belajar dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah proses yang dilakukan individu melalui suatu aktivitas yang
dapat menghasilkan perubahan kemampuan yang dicapai setelahnya.
2. Prinsip Belajar
Agus Suprijono (2009: 4) memaparkan beberapa prinsip belajar yaitu
sebagai berikut :
Pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku
sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri.
a. sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari;
b. kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya;
c. fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup;
d. positif atau berakumulasi;
e. aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan;
f. permanen atau tetap;
g. bertujuan dan terarah;
h. mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.
Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi kerena didorong
kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang
dinamis, kontruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari
berbagai komponen belajar.
Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya
adalah hasil dari interaksi antara siswa dengan lingkungannya.
3. Tujuan Belajar
Agus Suprijono (2009: 5) berpendapat bahwa tujuan belajar yang eksplisit
diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan
instructional affects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan.
Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar
instruksional lazim disebut nurturant effects. Bentuknya berupa, kemampuan
berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan

17

sebagainya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari siswa “ menghidupi ”
(live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu.
4. Ranah Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar
berupa,
a. informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara
spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak
memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan
aturan;
b. keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang.

Kemampuan

mengategorisasi,

intelektual

kemampuan

terdiri

dari

analitis-sintesis

kemampuan

fakta-konsep

dan

mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual
merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas;
c. strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan
kaidah dalam memecahkan masalah;
d. keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme
gerak jasmani;
e. sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian

terhadap

menginternalisasi

objek

dan

tersebut.

eksternalisasi

Sikap

berupa

nilai-nilai.

Sikap

kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

18

kemampuan
merupakan

Garis besar klasifikasi hasil belajar terbagi menjadi tiga ranah (Benyamin
Bloom yang dikutip dalam Daryanto, 1997:101-125), yaitu:
1) Ranah kognitif
Berhubungan dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan
paling utama. Yang menjadi tujuan pengajaran di SD, SLTP dan SMA pada
umumnya adalah peningkatan kemampuan peserta didik dalam aspek kognitif.
Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang menurut taksonomi Bloom
(Daryanto, 1997: 101) yang diurutkan secara hierarki piramidal.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan, ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi.
a) Pengetahuan (knowlarge)
Pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi Bloom.
Sering kali disebut juga aspek ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan ini
seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta
atau istilah-istilah, dan lain sebagainya tanpa harus mengerti atau dapat
menggunakannya. Karena itu rumusan TIK menggunakan kata-kata operasional
sebagai berikut: menyebutkan, menunjukkan, mengenal, mengingat kembali,
menyebutan definisi, memilih, dan menyatakan. Bentuk soal yang sesuai untuk
mengukur kemampuan ini antara lain: benar-salah, menjodohkan, isian atau
jawaban singkat, dan pilihan ganda.
b) Pemahaman (comprehension)
Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar
mengajar. Peserta didik dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan,
mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya
tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering
digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.
c) Penerapan (application)
Pada jenjang kemampuan ini dituntut kesanggupan ide-ide umum, tata
cara, ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru
dan konkret. Situasi di mana ide, metode dan lain-lain yang dipakai itu harus baru,

19

karena apabila tidak demikian, maka kemampuan yang diukur bukan lagi
penerapan tetapi ingatan semata-mata. Suatu soal yang telah dipakai sebagai
contoh di kelas mengenai penerapan suatu rumus, misal, jangan lagi dipakai
dalam tes atau ulangan. Kalau soal yang persis sama itu disajikan, maka siswa
dapat menjawab hanya berdasarkan ingatan, bukan melalui penerapan kaidah atau
rumus tertetu. Harus diciptakan butir soal baru yang serupa tetapi tidak sama.
Pengukuran

kemampuan

ini

umumnya

menggunakan

pendekatan

pemecahan masalah (problem solving). Melalui pendekatan ini siswa diharapkan
dengan suatu masalah, entah riil atau hipotesis, yang perlu dipecahkan dengan
menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian, penguasaan
aspek ini sudah tentu harus disadari aspek pemahaman yang mendalam tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah tersebut.
d) Analisis (Analysis)
Jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat menguraikan suatu
situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen-komponen
pembentuknya. Dengan jalan ini situasi atau keadaan tersebut menjadi lebih jelas.
Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda
dan uraian.
e) Sintesis (synthesis)
Jenjang ini seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang
baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Hasil yang diperoleh
dari penggabungan ini dapat berupa tulisan dan rencana atau mekanisme.
f) Penilaian (evaluation)
Jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengevaluasi
situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Yang
penting dalam evaluasi ialah menciptakan kriteria tertentu. Yang penting dalam
evaluasi ialah menciptakan kondisinya sedemikian rupa sehingga peserta didik
mampu mengembangkan kriteria, standar, atau ukuran untuk mengevaluasi
sesuatu.
Mengevaluasi sesuatu berarti memberikan evaluasi terhadap sesuatu. Agar
pengevaluasi itu tidak subjektif, diperlukan standar, ukuran, atau kriteria. Kriteria

20

untuk mengevaluasi itu dapat bersifat intern dan dapat pula bersifat ekstern.
Kriteria intern ialah yang berasal dari situasi atau keadaan yang dievaluasi itu
sendiri, sedangkan kriteria ekstern ialah yang berasal dari luar situasi atau keadaan
yang dinilai itu. Kemampuan evaluasi adalah jenjang tertinggi dari aspek kognitif
menurut Bloom. Kata kerja operasional untuk merumuskan TIK-nya adalah :
menafsirkan,

menduga,

mempertimbangkan,

mengevaluasi,

menentukan,

membandingkan, membakukan, membenarkan, mengkritik, dan sebagainya.
2) Ranah afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
a) Menerima (receiving)
Jenjang ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut
dalam fenomena atau stimuli khusus (kegiatan dalam kelas, musik, baca buku, dan
sebagainya). Dipandang dari segi pengajaran, jenjang ini berhubungan dengan
menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan perhatian siswa. Hasil belajar
dalam jenjang ini berjenjang mulai dari kesadaran bahwa sesuatu itu ada sampai
kepada minat khusus dari pihak siswa.
Kata-kata kerja operasional untuk merumuskan TIK-nya adalah:
menanyakan,

menjawab,

menyebutkan,

memilih,

mengidentifikasikan,

memberikan, mencandrakan (describe), mengikuti, menyeleksi, menggunakan dan
sebagainya.
b) Menjawab (responding)
Kemampuan ini bertalian dengan partisipasi siswa. Pada tingkat ini, siswa
tidak hanya menghindari suatu fenomena tertentu tetapi juga mereaksi
terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil belajar dalam jenjang ini dapat
menekankan kemauan untuk menjawab (misalnya secara sukarela membaca tanpa
ditugaskan) atau kepuasan dalam menjawab (misalnya membaca untuk
kenikmatan atau kegembiraan).
Kata-kata kerja operasional untuk merumuskan TIK-nya adalah:
menjawab,

melakukan,

menulis,

berbuat,

menceritakan,

membantu,

mendiskusikan, melaksanakan, mengemukakan, melaporkan, dan sebagainya.

21

c) Menilai (valuing)
Jenjang ini bertalian dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap suatu
objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu. Jenjang ini berjenjang mulai dari
hanya sekedar penerimaan nilai (ingin memperbaiki keterampilan kelompok)
sampai ke tingkat komitmen yang lebih tinggi (menerima tanggung jawab untuk
fungsi kelompok yang lebih efektif).
Kata-kata kerja operasional untuk merumuskan TIK-nya adalah:
menerangkan,

membedakan,

memilih,

mempelajari,

mengusulkan,

menggambarkan, menggabung, mempelajari, menyeleksi, bekerja, membaca, dan
sebagainya.
d) Organisasi (organization)
Tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda,
menyelesaikan/ memecahkan konflik di antara nilai-nilai itu, dan mulai
membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara internal. Jadi, memberikan
penekanan pada membandingkan, menghubungkan dan mensistesiskan nilai-nilai.
Hasil belajar bertalian dengan konseptualisasi suatu nilai (mengakui tanggung
jawab tiap individu untuk memperbaiki hubungan-hubungan manusia) atau
dengan organisasi suatu sistem nilai (merencanakan suatu pekerjaan yang
memenuhi kebutuhannya baik dalam hal keamanan ekonomis maupub pelayanan
sosial).
Kata-kata kerja operasional untuk merumuskan TIK-nya adalah:
mengorganisasi,

menyiapkan,

mengatur,

mengubah,

membandingkan,

mengintegrasikan, memodifikasi, menghubungkan, menyusun, memadukan
(combine),

menyelesaikan,

mempertahankan,

(synthesize), menggeneralisasikan, dan sebagainya.

22

menjelaskan,

menyatukan

e) Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai (characterization by a
value or value complex)
Pada jenjang ini individu memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah
lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik
“pola hidup”. Jadi, tingkah lakunya menetap, konsisten, dan dapat diramalkan.
Hasil belajar meliputi sanngat banyak kegiatan, tapi penekanan lebih besar
diletakkan pada kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau
karakteristik peserta didik itu.
Kata-kata kerja operasional untuk merumuskan TIK-nya adalah:
menggunakan,

mempengaruhi,

memodifikasi,

mengusulkan,

menerapkan,

memecahkan, merevisi, bertindak, mendengarkan, mengusulkan, menyuruh,
membenarkan (varify) dan sebagainya.
3) Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan reflek,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan
interpretative. Walaupun ranah psikomotor meliputi enam jenjang kemampuan,
namun masih dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok utama, yaitu
keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, dan koordinasi neuromuscular.
Maka, kata-kata kerja operasional yang dapat dipakai adalah :
a) Keterampilan motorik (muscular or motor skills) : memperlihatkan gerak,
menunjukkan hasil (pekerjaan tangan), menggerakkan, menampilkan, melompat,
dan sebagainya.
b) Manipulasi benda-benda (manipulation of materials or objects): menyusun,
membentuk, memindahkan, menggeser, mereparasi, dan sebagainya.
c) Koordinasi neuromuscular, menghubungkan, mengamati, memotong, dan
sebagainya.
Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai
oleh guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalammenguasai
isi bahan pengajaran (Nana Sudjana, 1991:23).

23

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan apa yang dimaksud
dengan hasil belajar, yaitu sesuatu yang diperoleh setelah seseorang mengalami
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya

yang

menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor berupa pemahaman dan pengetahuan
terhadap berbagai hal. Hasil belajar dapat diartikan juga sebagai nilai yang
diperoleh melalui tes akhir yang dapat dilihat dari skor yang dicapai oleh setiap
siswa. Peningkatan hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini ditekankan
pada peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif.

2.5 Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok
heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15)
mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan
atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada
siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie
(2007: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak
sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar pembelajaran
cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar
akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif.

24

Stahl dalam Isjoni (2009: 15) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolongmenolong dalam perilaku sosial. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative
learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asalasalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan
menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif.
Johnson (Anita Lie,2007: 30) mengemukakan dalam model pembelajaran
kooperatif ada lima unsur yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses
kelompok. Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah model
pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar individu
siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif
antar siswa, dan evaluasi proses kelompok (Arif Rohman, 2009: 186).
Cooperative learning menurut Slavin (2005: 4-8) merujuk pada berbagai
macam model pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam kelompokkelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis kelamin, dan latar
belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama lain dalam
mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan
dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk
mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan
dalam pemahaman masing-masing. Cooperative learning lebih dari sekedar
belajar kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur
dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi
interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi
efektif antara anggota kelompok.
Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di
mana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan
bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan

25

masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu
pada akhir tugas.
Anita Lie (Agus Suprijono, 2009: 56) menguraikan model pembelajaran
kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan
teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci seseorang dapat menempatkan
dirinya di lingkungan sekitar.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang
anggotanya bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang,
dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda
untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar
belajar semua anggota maksimal.
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Slavin (2005) mengemukakan tujuan yang paling penting dari model
pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan,
konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi
anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi.
Wisenbaken (Slavin, 2005) mengemukakan bahwa tujuan model
pembelajaran kooperatif adalah menciptakan norma-norma yang proakademik di
antara para siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat
penting bagi pencapaian siswa.
3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Isjoni (2009: 27) memaparkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif
yaitu sebagai berikut.
a. setiap anggota memiliki peran;
b. terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;
c. setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga temanteman sekelompoknya;

26

d. guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal
kelompok, dan
e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif
sebagaimana dikemukakan Slavin (Isjoni, 2009) yaitu penghargaan kelompok,
pertanggung jawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
1) Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika
kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok
didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam
menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu,
dan saling peduli.
2) Pertanggung jawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua
anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitik beratkan pada aktivitas
anggota kelompok yanng saling membantu dalam belajar.
Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap
anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa
bantuan teman sekelompoknya.
3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup
nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari
yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang
berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk
berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Slavin (2005: 36) memaparkan bahwa teori motivasi dalam pembelajaran
kooperatif menekankan pada derajat perubahan tujuan kooperatif mengubah
insentif bagi siswa untuk melakukan tugas-tugas akademik, teori kognitif
menekankan pada pengaruh dari kerja sama itu sendiri (apakah kelompok tersebut
mencoba meraih tujuan kelompok ataupun tidak).

27

Panintz (Agus Suprijono, 2009: 54) menjelaskan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di
mana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan
bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan
masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada
akhir tugas.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil
belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan
pengembangkan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model
pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi siswa dalam
struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas
berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu
pada derajat kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
maupun reward.
Salah satu aksentuasi model pembelajaran kooperatif adalah interaksi
kelompok. Interaksi kelompok merupakan interaksi interpersonal (interaksi
antaranggota). Interaksi kelompok dalam pembelajaran kooperatif bertujuan
mengembangkan inteligensi interpersonal. Inteligensi ini berupa kemampuan
untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, sifat,
temperamen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara, isyarat dari orang
lain juga termasuk dalam inteligensi ini. Secara umum inteligensi interpersonal
berkaitan dengan kemampuan seseorang menjalin relasi dan komunikasi dengan
berbagai orang. Interaksi kelompok dalam interaksi pembelajaran kooperatif
dengan kata lain bertujuan mengembangkan keterampilan sosial (social skill).
Beberapa komponen keterampilan sosial adalah kecakapan berkomunikasi,
kecakapan bekerja kooperatif dan kolaboratif, serta solidaritas.

28

4. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2009:11-26) ada berbagai
macam tipe, yaitu Student Teams-Achievement Division (STAD), Team Game
Tournament (TGT), Jigsaw II, Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC), Team Assisted Individualization (TAI), Group Investigation, Learning
Together, Complex Instruction, dan Structure Dyadic Methods.

2.6 Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)
1. Pengertian Model Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization)
Model

Pembelajaran

kooperatif

tipe

TAI

(Team

Assisted

Individualization) ini dikembangkan oleh Slavin. Menurut Slavin (2005) tipe ini
mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran
individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara
individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan
untuk pemecahan masalah, ciri khas pada model pembelajaran TAI ini adalah
setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah
dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok
untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota
kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab
bersama.
Dasar pemikiran TAI adalah untuk mengadaptasi pengajaran terhadap
perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian
prestasi siswa(Slavin, 2005: 187). Kelompok dalam model ini diorganisasi seperti
halnya dengan model STAD dan TGT. Bedanya yaitu pada model STAD dan
TGT

menggunakan

satu

bentuk

pembelajaran,

sedangkan

model

TAI

menggunakan kombinasi pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual.
Dalam TAI, siswa memasuki sekuen individual berdasarkan tes
penempatan dan kemudian melanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka
sendiri(Slavin, 2005: 15). Setiap siswa dalam kelompok mengerjakan soal yang
diberikan guru secara individu. Kemudian, teman satu tim saling memeriksa hasil

29

kerja masing-masing menggunakan lembar jawaban dan saling membantu dalam
menyelesaikan berbagai masalah. Unit tes yang terakhir akan dilakukan tanpa
bantuan teman satu tim dan skornya dihitung dengan monitor siswa.Tipe TAI
diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran individual yang
bisa menyelesaikan masalah-masalah yang Membuat model pengajaran individual
menjadi tidak efektif. Dengan membuat para siswa bekerja dalam tim-tim
pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan
memeriksa secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi
masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju, maka guru dapat memberi
kebebasan dan memberikan pengajaran langsung kepada sekelompok kecil siswa
yang homogeny yang berasal dari tim-tim yang heterogen(Slavin, 2005: 189)
Model pembelajaran TAI dimana siswa dikelompokkan ke dalam
kelompok kecil (5 siswa) secara heterogen yang dipimpin oleh seorang ketua
kelompok yang mempunyai lebih dibandingkan anggotanya. Selain itu guru
mempunyai fleksibilitas untuk berpindah dari kelompok ke kelompok atau dari
individu ke individu, kemudian para siswa dapat saling memeriksa hasil kerja
mereka, mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam kelompok dapat
ditangani sendiri maupun dengan bantuan guru apabila diperlukan.
Miftahul (2011) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran TAI,
siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuannya yang beragam. Masing-masing
kelompok terdiri dari 5 siswa dan ditugaskan untuk menyelesaikan materi
pembelajaran. Dalam model pembelajaran TAI, setiap kelompok diberikan
serangkaian tugas tertentu untuk dikerjakan bersama-sama. Poin-poin dalam tugas
dibagikan secara berurutan kepada setiap anggota (misalnya, untuk materi IPA
yang terdiri dari 8 soal, berarti empat anggota dalam setiap kelompok harus saling
bergantian menjawab soal-soal tersebut). Semua anggota harus saling mengecek
jawaban teman-teman satu kelompoknya dan saling memberi bantuan jika
memang dibutuhkan. Setiap kelompok harus memastikan bahwa semua
anggotanya paham dengan materi yang telah didiskusikan.
Masing-masing anggota diberi tes individu tanpa bantuan dari anggota
yang lain. Selama menjalani tes individu ini, guru harus memperhatikan setiap

30

siswa. Skor tidak hanya dinilai oleh sejauh mana siswa mampu menjalani tes itu,
tetapi juga sejauh mana mereka mampu bekerja secara mandiri (tidak mencontek).
Penghargaan (reward) diberikan kepada kelompok yang mampu
menjawab soal-soal dengan benar lebih banyak dan mampu menyelesaikan soal
dengan baik. Guru memberikan poin tambahan (extra point) kepada siswa yang
mampu memperoleh nilai rata-rata yang melebihi KKM pada ujian final.
Karena dalam model pembelajaran TAI siswa harus saling mengecek
pekerjaannya satu sama lain dan mengerjakan tugas berdasarkan rangkaian soal
tertentu, guru sambil lalu bisa memberi penjelasan seputar soal-soal yang
kebanyakan dianggap rumit oleh siswa. Pada model pembelajaran TAI ini,
akuntabilitas individu, kesempatan yang sama untuk sukses, dan dinamika
motivasional menjadi unsur-unsur utama yang harus ditekankan oleh guru.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas tentang model pembelajaran
TAI dapat disimpulkan model pembelajaran TAI adalah model pembelajaran yang
membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir
yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan
bantuan, setelah itu diadakan penilaian dan kelompok yang mendapatkan skor
tertinggi diberi penghargaan.
2. Komponen-Komponen TAI (Team Assisted Individualization)
Nur asma (2006) mengemukakan bahwa kegiatan pembelajaran dengan
model pembelajaran TAI tidak sama dengan kegiatan pembelajaran pada model
pembelajaran STAD dan TGT, TAI terikat pada serangkaian materi pelajaran
yang khas dan memiliki petunjuk pelaksanaan sendiri.
Menurut Slavin (Nur Asma, 2006: 56) model pembelajaran TAI terdiri
dari delapan komponen, yaitu.
Tahap 1 : Mempelajari Materi Pelajaran
Siswa mempelajari materi pelajaran yang telah disiapkan oleh guru.
Tahap 2 : Tes Penempatan (Placement test)
Pada awal program pembelajaran diberikan pretest, dimaksudkan untuk
menempatkan siswa pada program individual yang didasarkan pada hasil tes
mereka.

31

Tahap 3 : Membagi Siswa ke dalam Kelompok
Siswa dalam model pembelajaran TAI ditempatkan dalam kelompok-kelompok
heterogen terdiri dari 4 sampai 5 siswa.
Tahap 4 : Belajar Kelompok (study teams)
Setelah ujian penempatan, masing-masing individu menempatkan diri sesuai
dengan kelompoknya. Setiap kelompok mendiskusikan materi yang sudah
dipelajari oleh masing-masing individu. Setiap kelompok harus memastikan
bahwa setiap anggotanya paham tentang materi yang sudah dipelajari.
Tahap 5 : Skor dan Penghargaan kelompok
Guru memberikan skor dan penghargaan terhadap kelompok yang hasil dari
diskusi kelompoknya bagus. Skor ini didasarkan pada jumlah ratarata unit yang
tercakup oleh anggota kelompok dan akurasi dari tes-tes unit. Kriteria
ditetapkan untuk penampilan (hasil) kelompok.
Tahap 6 : Refleksi
Guru menberikan penegasan terhadap materi yang sudah dipelajari. Guru
menerangkan materi yang sudah dipelajari agar siswa lebih yakin dan mantap
terhadap materi yang dipelajari, sehingga jika mendapatkan soal siswa bisa
menyelesaikannya.
Tahap 7 : Tes Akhir
Pada akhir pembelajaran guru memberikan posttest yang dikerjakan secara
individu untuk mengukur seberapa pemahaman siswa terhadap materi yang
sudah dipelajari.
Tahap 8 : Unit Keseluruhan
Setiap akhir pembelajaran guru mengevaluasi pembelajaran yang dilihat dari
hasil belajar yang diperoleh siswa.

32

3. Kelebihan dan kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team
Assisted Individualization)
Model pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kelemahannya
masing-masing.Hal demikian juga dimiliki model pembelajaran kooperatif tipe
TAI.Berikut ini adalah kelebihan dan kelemahan model pembelajaran tipe TAI.
1.

Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI
a) Meningkatkan hasil belajar,
b) Meningkatkan motivasi belajar,
c) Mengurangi perilaku yang mengganggu dan konflik antar pribadi,
d) Program ini bisa membantu siswa yang lemah/ siswa yang mengalami
kesulitan dalam memahami materi belajar,
e) Model

pembelajaran

Team

Assisted

Individualization

membantu

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dan
mengurangi anggapan banyak peserta didik bahwa matematika itu sulit,
f) Pada model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization
peserta didik mendapatkan penghargaan atas usaha mereka,
g) Melatih

peserta

didik

untuk

bekerja

secara

kelompok,

melatih

keharmonisan dalam hidup bersama atas dasar saling menghargai.
2.

Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI
a) Tidak semua mata pelajaran cocok diajarkan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe TAI,
b) Apabila model pembelajaran ini merupakan model pembelajan yang baru
diketahui, kemungkinan sejumlah peserta didik bingung, sebagian
kehilangan rasa percaya diri dan sebagian mengganggu antar peserta didik
lain.
c) Dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat dan mengembangkan
perangkat pembelajaran.
d) Guru mengalami kesulitan dalam memberikan bimbingan pada siswa,
karena dengan jumlah siswa yang banyak dalam kelas maka akan semakin
banyak kelompok yang terbentuk.

33

e) Menimbulkan ketergantungan siswa, dimana siswa yang kurang pandai
secara tidak langsung akan bergantung pada siswa yang pandai.
f) Menimbulkan sikap pasif kepada siswa tertentu, karena dia hanya
mengandalkan teman sekelompok dan tidak mau berusaha.
4. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe TAI
Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran TAI adalah sebagai
berikut :
1) Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh
kelompok siswa,
2) Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian
siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.
(Placement Test),
3) Guru memberikan materi secara singkat. (Teaching Group),
4) Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis
berdasarkan nilai ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa.
(Teams),
5) Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah
dirancang sendiri sebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara
individual bagi yang memerlukannya. (Team Study),
6) Ketua

kelompok

melaporkan

keberhasilan

kelompoknya

dengan

mempresentasikan hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru.
(Student Creative)
7) Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu. (Fact Test),
8) Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang
berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi. (Team Score and Team
Recognition),
9) Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan.

34

2.7 Kajian penelitian yang relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Marlina Widya Ningsih, S.Pd dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI( Team Assisted
Individualization) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi
Konduktor

Dan

Isolator

Pagaralam”.Dengan

hasil

Panas

Di

penelitian

Kelas
tingkat

VI

SD

Negeri

pemahaman

26

siswa

Kota
tentang

Konduktor dan Isolator Panas setelah pembelajaran menggunakan model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI dapat meningkat dengan baik, ini dapat dilihat
dari hasil evaluasi yaitu pada siklus 1 memperoleh nilai rata-rata 67,64 dan pada
siklus ke 2 memperoleh nilai rata-rata 81,48.
Penelitian yang dilakukan oleh Linda Kurniawati dengan judul

“Meningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Team
Assisted Individualization (TAI) pada siswa kelas V SD N Karangmojo
II.”Dengan hasil penelitian adanya peningkatan persentase ketuntasan siswa
sesuai KKM matematika. Pada tahap pratindakan per

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24