LAPORAN PRAKTIKUM Mikrobiologi PEMBUAT

LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI PERAIRAN
PEMBUATAN MIKROBA STARTER
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Mikrobiologi Perairan
Disusun oleh :
Perikanan B – Kelompok 9
Aldwin Rahadian N

230110130084

Fauziah Arini S

230110130085

M.Aditya Ryandani

230110130094

Raden Nadya D.H


230110130103

Riza Sulaiman

230110130115

Rika Mustikawati

230110130125

Widi Ridwanto

230110130148

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

berkat rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
laporan praktikum yang berjudul “Pembuatan Mikroba Starter ”pada mata
kuliah Mikrobiologi Perairan ini.
Laporan praktikum ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Mikrobiologi Perairan

di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Padjadjaran. Laporan ini disusun berdasarkan percobaan yang
dilakukan hari Kamis 27 November sampai dengan Kamis 11 Desember
2014.Pada praktikum ini dilakukan pembuatan starter kubis, perendaman ikan
menggunakan starter, inokulasi mikroba dari air cucian ikan. Terlepas dari itu
semua, penulis banyak mendapat bantuan dan petunjuk dari beberapa pihak. Oleh
karena itu penulis dalam kesempatan ini ingin mengucapakan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan ini.Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan
ini, masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sungguh penyusun harapkan.
Akhir kata penyusun ucapkan terimakasih kepada pembaca atas
perhatiannya terhadap laporan ini. Semoga dapat berguna dan membuahkan hasil

yang bermanfaat. Amin

Jatinangor, Desember 2014

Penyusun

i

DAFTAR ISI

BAB

Judul
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

Hal.
i
ii


I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
2. Tujuan
3. Manfaat

1
2
2

II.1Mikroba Starter
II.1.1 Pengertian Starter
2.1.2 Pembuatan Starter

3
3
4
4

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1.3 Manfaat Starter Kubis
2.2 Fermentasi
2.3 Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus spp)
2.4 Limbah Kubis
2.5 Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Pertumbuhan Mikroba
2.6 Bakteri Antagonis

4
8
13
14
16

III. METODOLOGI
3.1.
3.2.
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
V.


Alat dan bahan Praktikum
Prosedur praktikum

17
20

4.1 Hasil Pengamatan
4.2 Hasil Identifikasi
4.3 Pembahasan hasil praktikum

23
24
27

KESIMPULAN

31
32
34


VI. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Maraknya penggunaan formalin dan zat kimia berbahaya lainnya di

Indonesia sebagai bahan pengawet pada makanan terutama ikan segar merupakan
bentuk penyalahgunaan fungsi dari formalin, karena dalam jangka panjang dapat
memicu perkembangan sel-sel kanker. Hal ini dilakukan produsen karena belum
menemukan jalan keluar untuk dapat mempertahankan kualitas ikan dalam jangka
waktu yang lama dengan menggunakan pengawet alami makanan yang ada saat
ini.

Penanggulangan masalah tersebut dapat diatasi dengan mencari alternatif
bahan pengawet makanan yang mudah didapat dan efisien. Kombinasi fermentasi
limbah kubis dan penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang masa simpan
ikan. Limbah kubis yang umumnya sudah tidak dapat digunakan lagi ternyata bisa
menjadi jalan keluar bagi masalah ini. Pemanfaatan limbah kubis dalam proses
fermentasi dapat menghasilkan bakteri asam laktat yang dapat menghambat proses
pembusukkan pada ikan karena bersifat membunuh bakteri pembusuk.
Penyimpanan ikan pada suhu rendah juga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk karena sebagian besar bakteri tidak dapat hidup pada suhu 5 10o C. Namun, meskipun telah disimpan pada suhu rendah masih ada saja bakteri
pembusuk yang dapat bertahan. Oleh karena itu diperlukan penambahan bakteri
asam laktat pada ikan untuk memperpanjang kualitas dan masa simpan ikan.
Fermentasi dideskripsikan sebagai suatu proses perubahan secara biokimia
pada bahan pangan oleh aktivitas mikroorganisme dan metabolit aktivitas enzim,
yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Mikrobia yang umumnya terlibat
dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang (Hidayat, 2006).

1

1.2


Tujuan
Tujuan kegiatan praktikum adalah menghasilkan mikroba starter yang

dapat digunakan sebagai mikroba antagonis dalam memperpanjang masa simpan
hasil perikanan.
1.3

Manfaat
Mengetahui cara pembuatan mikroba starter khususnya starter kubis yang

menghasilkan bakteri Lactobacillus spp.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Mikroba Starter


2.1.1

Pengertian Starter
Starter adalah inokulum yang ditambahkan pada suatu substrat sehingga

substrat tersebut akan berubah atau mengalami fermentasi. Pada umumnya di
Indonesia digunakan khamir,kapang, maupun bakteri untuk membuat makanan
fermentasi. Starter merupakan media berisi mikroba tertentu dan digunakan untuk
memacu tumbuhnya mikroba yang diharapkan.

Wujud starter beragam,

tergantung dari mikroba yang dikandungnya. Mikroba yang terkandung di dalam
starter sudahnon aktif (immobil). Dalam keadaan non aktif, kebutuhan mikroba
terhadap energi relatif rendah.
Starter komersil banyak dijual, misalnya ragi peuyeum, ragi kue, EM4,
Starbia dan lain-lain.
dikandungnya.

Wujud starter beragam, tergantung dari mikroba yang


Starter yang mengandung jamur atau ragi berbentuk kering

(tepung), sedangkan starter bakteri berbentuk cair. Starter dapat dibuat dengan
mengendalikan lingkungan hidup mikroba sehingga mikroba yang diharapkan
tetap hidup dan mikroba lain tidak dapat tumbuh dan berkembang. Kegagalan
pengendalian lingkungan dapat menyebabkan populasi mikroba yang diharapkan
menjadi menurun atau aktivitasnya menurun.
2.1.2

Pembuatan Starter
Media starter biasanya identik dengan media fermentasi. Media ini

diinokulasi dengan biakan murni dari agar miring yang masih segar (umur 6 hari).
Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi dengan biakan murni. Pada
permukaan starter akan tumbuh mikroba membentuk lapisan tipis berwarna putih.
Lapisan ini disebut dengan nata. Semakin lama lapisan ini akan semakin tebal
sehingga ketebalannya mencapai 1,5 cm. Starter yang telah berumur 9 hari
(dihitung setelah diinokulasi dengan biakan murni) tidak dianjurkan digunakan
lagi karena kondisi fisiologis mikroba tidak optimum bagi fermentasi, dan tingkat

3

kontaminasi mungkin sudah cukup tinggi. Volume starter disesuaikan dengan
volume media fermentasi yang akan disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak
kurang dari 5% volume media yang akan difermentasi menjadi nata. Pemakaian
starter yang terlalu banyak tidak dianjurkan karena tidak ekonomis.
2.1.3

Manfaat Starter Kubis
Manfaat fermentasi limbah kubis mengandung mikroba antara lain :

Lactobacillus sp, Saccharomyces sp, Aspergillus sp, dan Rhizopus sp. Nilai pH
yang rendah terkait dengan terbentuknya asam laktat oleh Lactobacillus sp.
Selama

proses

fermentasi

berlangsung

Lactobacillus

sp

menghambat

pertumbuhan bakteri patogen. Sehingga, ekstrak fermentasi limbah kubis layak
digunakan sebagai starter yang bersifat probiotik dalam proses fermentasi.
Bakteri Lactobacillus plantarum adalah bakteri asam laktat dari famili
Lactobacilliceae

dan

genus

Lactobacillus. Jenis bakteri asam laktat ini

digunakan untuk menghambat penurunan mutu filet nila merah sehinga dapat
disimpan dalam waktu lebih lama. Menurut Jenie dan Rini (1995).
2.2

Fermentasi
Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim dari

beberapa bakteri, khamir, dan jamur di dalam media pertumbuhan. Contoh
perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati, dan
gula menjadi alkohol dan karbondioksida (Hidayat, 2006).
Fermentasi spontan adalah fermentasi yang terjadi tanpa penambahan
mikroba dari luar (starter), mikroba yang tumbuh terdapat secara alami pada
medium (yang dalam hal ini tentu sebagai mediumnya adalah sayuran) dan
medium tersebut dikondisikan sehingga mikroba tertentu yang melakukan
fermentasinya yang dapat tumbuh dengan baik. Walau awalnya terjadi secara
tidak disengaja, fermentasi sayuran dapat mengawetkan sayuran tersebut dan
menghasilkan produk dengan aroma dan cita rasa yang khas. Pada produk
fermentasi sayuran, mikroba yang melakukan fermentasi adalah dari jenis bakteri
penghasil asam laktat.

4

Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang
dapat tumbuh. Adanya garam menjadikan air dan zat gizi seperti gula tertarik
keluar secara osmosis dari sel-sel sayuran. Gula-gula dalam cairan tersebut
merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi
asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut.
Kondisi yang anaerobik mutlak diperlukan agar fermentasi berjalan dengan baik.
Suhu selama proses fermentasi juga sangat menentukan jenis mikroba dominan
yang akan tumbuh. Umumnya diperlukan suhu 30ºC untuk pertumbuhan mikroba
(Prasetya, 1985).
Fermentasi asam laktat terbagi menjadi dua jenis, yaitu homofermentatif
(sebagian besar hasil akhir merupakan asam laktat) dan heterofermentatif (hasil
akhir berupa asam laktat, asam asetat, etanol dan CO2). Secara garis besar,
keduanya memiliki kesamaan dalam mekanisme pembentukan asam laktat, yaitu
piruvat akan diubah menjadi laktat (atau asam laktat) dan diikuti dengan proses
transfer elektron dari NADH menjadi NAD+. Pola fermentasi ini dapat dibedakan
dengan mengetahui keberadaan enzim-enzim yang berperan di dalam jalur
metabolisme glikolisis. Pada heterofermentatif, tidak ada aldolase dan heksosa
isomerase tetapi menggunakan enzim fosfoketolase dan menghasilkan CO2.
Metabolisme

heterofermentatif

dengan

menggunakan

heksosa

(golongan

karbohidrat yang terdiri dari 6 atom karbon) akan melalui jalur heksosa
monofosfat atau pentosa fosfat. Sedangkan, homofermentatif melibatkan aldolase
dan heksosa aldolase namun tidak memiliki fosfoketolase serta hanya sedikit atau
bahkan sama sekali tidak menghasilkan CO2.
Jalur metabolisme dari yang digunakan pada homofermentatif adalah
lintasan Embden-Meyerhof-Pathway (Anonim, 2011b). Persiapan dan pelaksanaan
fermentasi tergantung dari tujuan atau hasil yang hendak dicapai, dan jenis
mikroba tertentu yang akan digunakan untuk melakukan perombakan secara kimia
atau fisik sehingga memberi bentuk, tekstur, dan flavor pada hasil akhirnya.
Secara sederhana, proses biokimia fermentasi dapat dijelaskan bahwa hasil
fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba pada suatu bahan
pangan

dalam

keadaan

anaerob.

Mikroba

5

yang

melakukan

fermentasi

membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Dalam keadaan
aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air, CO2, dan energi (ATP) yang
digunakan untuk kegiatan pertumbuhan. Beberapa mikroba hanya dapat
melangsungkan metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat
setengah terurai (Muchtadi, 2010).
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan
selama fermentasi. Fermentasi sayur asin sangat sensitif terhadap suhu, jika
konsentrasi asam yang dikehendaki telah tercapai, maka suhu dapat dinaikkan
untuk menghentikan fermentasi. Pada pembuatan sayur asin terdapat 3 macam
mikroba yang akan mengubah gula dari kubis menjadi asam asetat, asam laktat
dan hasil hasil lainnya. Mikroba tersebut adalah Leuconostoc Mesentroides,
Lactobacillus

Cucumeris,

dan

Lactobacillus

Pentoaceticus.

Leuconostoc

mempunyai suhu optimum yang lebih tinggi. Pada suhu diatas 21 derajat Celsius,
Leuconostoc tidak dapat tumbuh sehingga tidak terbentuk asam asetat, tetapi pada
suhu ini akan diproduksi bakteri asam laktat oleh Lactobacillus. Penambahan
garam akan menyebabkan pengeluaran air dan gula dari sayur - sayuran dan
menyebabkan timbulnya bakteri asam laktat (Septiadi, 2000). Semakin lama
waktu (3-9 hari) fermentasi pada kubis maka jumlah bakteri asam laktat makin
meningkat. Meningkatnya jumlah bakteri asam laktat selama fermentasi
disebabkan kondisi substrat masih memungkinkan untuk berlangsungnya
metabolisme bakteri asam laktat (Saripah, 1983).
Seperti sebagian besar dari fermentasi sayuran, fermentasi sayur asin
merupakan fermentasi spontan yaitu proses fermentasi tanpa digunakan starter dan
terjadi dengan sendirinya dengan bantuan mikroflora alami. Karakteristik dari
proses ini adalah adanya berbagai bakteri asam laktat yang termasuk bakteri
heterofermentatif. Bakteri asam laktat penting dalam pencapaian produk yang
stabil dengan rasa dan aroma yang khas. Hasil pertumbuhan bakteri asam laktat
menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol, ester dan CO2 (Rukmana, 1994).
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab
fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat
menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, tetapi akibat dari pemecahan

6

kandungan bahan tersebut. Jika cara pengawetan pangan yang lainnya dijadikan
untuk mengurangi jumlah mikroba, maka proses fermentasi adalah sebaliknya,
yaitu memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan metabolismenya didalam
makanan. Tetapi jenis mikroba sangat terbatas sesuai dengan hasil akhir yang
dikehendaki. Pada mulanya yang dimaksud fermentasi adalah pemecahan gula
menjadi alkohol dan CO2 tetapi banyak proses yang disebut fermentasi tidak
selalu menggunakan substrat gula dan menghasilkan alkohol sebagai CO2.
Sebagai contoh misalnya perubahan laktosa menjadi asam laktat pada kondisi
Streptococcus lactis pada kondisi anaerobik.
Hasil hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan
(substrat), jenis mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi
pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut. Perubahan selama fermentasi,
mikroba selama fermentasi dapat mengubah karbohidrat dan turunan-turunannya
terutama menjadi alkohol, asam dan CO2. Mikroba proteolitik dapat memecah
protein dan komponen nitrogen lainnya sehingga menghasilkan bau busuk yang
tidak diinginkan sedangkan mikroba lipolitik akan memecah atau menghidrolisa
lemak fosfolipida dan turunannya dengan menghasilkan bau yang tengik. Bila
alkohol dan asam yang dihasilkan oleh mikroba fermentatif cukup tinggi maka
pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik dapat dihambat. Jadi prinsip
pengawetan pangan dengan cara fermentasi sebenarnya adalah mengaktifkan
pertumbuhan dan metabolisme dari mikroba pembentuk alkohol dan asam, dan
menekan pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik.
Pada keasamaan yang tinggi Lactobacillus akan mati dan kemudian
tumbuh ragi dan kapang yang lebih toleran terhadap asam. Kapang akan
mengoksidasi asam sedangkan ragi akan menghasilkan hasil hasil akhir yang
bersifat basa dari reaksi proteolisis sehingga keduanya akan menurunkan asam
sampai titik dimana bakteri pembusuk proteolitik dan lipolitik akan mencerna
curd dan menghasilkan gas serta bau busuk (Suprianto,1994). Nutrien hasil
fermentasidigunakan oleh mikroba untuk biomassa, sehingga asam-asam yang
dihasilkan baik asam amino atau asamorganik akan menurun. Selain itu asam-

7

asam yang dihasilkan bila diurai lebih lanjut akan menjadi senyawa volatil seperti
dihasilkannya amoniak, gas CO2 dari hasil fermentasi (Dwidjoseputro, 1985).
2.3

Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantarum)
Salah satu jenis bakteri asam laktat yang dapat digunakan untuk produk

perikanan adalah Lactobacillus plantarum. Jenis bakteri asam laktat ini digunakan
untuk menghambat penurunan mutu filet nila merah sehinga dapat disimpan
dalam waktu lebih lama. Menurut Jenie dan Rini (1995) Lactobacillus plantarum
mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme pathogen pada
bahan pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri
asam laktat lainnya.
Ensiling merupakan proses biokimia yang dilakukan oleh kelompok bakteri
laktat yaitu Lactobacillus dengan hasil akhirnya antara lain mendapatkan asam
laktat dan pH yang rendah (Nilsson dan Rydin, 1965). Asam laktat dapat bersifat
mengawetkan bahan pangan (Winarno, 1994). pH yang rendah dapat menghambat
kontaminasi mikroorganisme pembusuk, mokroorganisme pathogen serta
mikroorganisme penghasil racun akan mati (Sperling, 1968 dalam Suriawiria,
1983).
Lactobacillus juga dapat menghasilkan H2O2 akibat adanya oksigen dan
berfungsi sebagai antibakteri yang dapat menyebabkan adanya daya hambat
terhadap

pertumbuhan

mikroorganisme

lain.

Lactobacillus

mempunyai

kemampuan untuk menghasilkan antibiotik yang disebut bakteriosin (Suriawiria,
1983). Pada pH rendah tersebut nilai nutrisi dan organoleptik dapat dipertahankan
(Lovern 1955, Amano 1962, dan Meseck, 1969).
Menurut Von Hofsten dan Wirahadikusumah (1977) ada tiga jenis bakteri
asam laktat yang berpengaruh selama proses ensiling, yaitu Leuconostoc
mesenteroides, Streptococcus faecalis, dan Lactobacillus plantarum. Bakteri yang
mempunyai peranan penting sebagai penghasil asam laktat adalah L. plantarum.
Berdasarkan hasil penelitian Jenie dan Rini (1995) L. plantarum mempunyai
daerah penghambat terbesar terhadap Listeria monocytogenes dibandingkan
dengan bakteri asam laktat lainnya. Listeria monocytogenes merupakan bakteri

8

pathogen yang penting terutama pada makanan dingin seperti susu, daging sapi,
sosis kering, hasil laut dan sayur-sayuran, karena bakteri Ini bersifat pathogen
(Schofield, 1992). L. plantarum merupakan spesies Lactobacillus yang mampu
memproduksi H2O2 dalam jumlah yang tinggi (Jenie dan Rini, 1995).
Lactobacillus mampu mengakumulasi H2O2 selama penyimpanan dalam
refrigerasi tanpa pertumbuhan kultur dan produksi asam, hal ini memungkinkan
aplikasi kultur laktat untuk pengawetan makanan tanpa harus melalui proses
fermentasi (Gilliland, 1985).
Menurut Suriawiria (1983) starter adalah biakan pemula bakteri laktat yang
digunakan untuk pengawetan ikan secara biologis, pada umumnya terdiri dari L.
plantarum yang jumlahnya 109 cfu/gram sustrat. Menurut Raccach et al. (1979)
L. plantarum yang dapat digunakan dalam memperpanjang daya simpan
jumlahnya adalah sebanyak 108 sampai dengan 109 cfu/ml. Berdasarkan hasil
penelitian Rostini (2002), diketahui bahwa jumlah bakteri L. plantarum 108
cfu/ml, 109 cfu/ml, dan 1010 cfu/ml berada pada fase logaritmik.
Fase logaritmik adalah fase pertambahan populasi secara teratur menjadi
dua kali lipat pada interval waktu tertentu (waktu generasi) selama inkubasi
(Pelczar dan Chan, 1986). Jumlah L. plantarum 108 cfu/ml berada di awal fase
logaritmik sehingga pertumbuhannya sangat pesat, L. plantarum 109 cfu/ml
berada di tengah-tengah fase logaritmik, dan L. plantarum sebanyak 1010 cfu/ml
berada di akhir fase logaritmik menjelang fase stasioner. Karakteristik
organoleptik yang meliputi kenampakan lendir, aroma, dan tekstur pada filet
dengan konsentrasi perendaman dalam larutan biakan bakteri sebanyak 109 cfu/ml
mengalami perubahan ke arah pembusukan pada hari ke-10. Penyimpanan
dilakukan di dalam lemari pendingin pada suhu antara 5-10oC.
Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah
karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat
berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga
pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat (Amin dan
Leksono, 2001). Pada umunya mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6-8
(Buckle et al., 1987).

9

Bakteri asam laktat pada ikan merupakan salah satu bagian dari bakteri
awal. Pertumbuhan bakteri ini dapat menyebabkan gangguan terhadap bakteri
pembusuk dan pathogen (Bromerg, dkk., 2001). Bakteri yang termasuk kelompok
BAL

adalah

Aerococcus,

Lactobacillus,

Lactococcus,

Allococcus,
Leuconostoc,

Carnobacterium,
Pediococcus,

Enterococcus,
Streptococcus,

Tetragenococcus, dan Vagococcus (Ali dan Radu, 1998).
Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi oleh
kepadatan BAL, strain BAL, dan komposisi media (Jeppensen dan Huss, 1993).
Selain itu, produki substansi penghambat dari BAL dipengaruhi oleh media
pertumbuhan, pH, dan temperature lingkungan (Ahn dan Stiles, 1990).
Penambahan bakteri asam laktat (L. plantarum) dapat menurunkan nilai pH
filet nila merah (Rostini, 2002). Penurunan nilai pH pada filet dapat
memperlambat pertumbuhan bakteri pembusuk, hal ini menyebabkan aktivitas
bakteri pembusuk yang terdapat di dalam filet dapat diperlambat, sehingga
penguraian protein oleh bakteri pembusuk dapat diperlambat juga. Penurunan
nilai pH yang terjadi pada filet nila merah dapat menyebabkan pertumbuhan
bakteri tidak terlalu cepat karena dihambat oleh asam laktat yang dihasilkan dari
perombakan glikogen oleh L. plantarum. Dengan terhambatnya pertumbuhan
bakteri pembusuk tersebut maka masa simpan filet nila merah akan menjadi lebih
lama. Jumlah bakteri dapat mempengaruhi karakteristik organoleptik filet nila
merah karena metabolisme bakteri dapat menyebabkan perubahan terhadap
kenampakan, lendir, aroma, dan tekstur, sehingga karakteristik organoleptik akan
mudah mengalami kerusakan.
Hal ini akan mempengaruhi terhadap penerimaan filet selama masa
penyimpanan. Nilai pH filet dengan pemberian L. plantarum yang disimpan pada
suhu rendah berkisar antara 5,95-6,90 (Oktaviani, 2004). Nilai pH tersebut dapat
mendukung kemampuan bakteriosin dalam menghambat bakteri pembusuk,
karena bakteriosin sangat aktif pada pH 6,5 (Daeschel, 1990). L. plantarum masih
mampu berkembang dengan baik, dan tetap aktif mengeluarkan senyawa
antimikroba (bakteriosin) pada suhu rendah (Buchanan dan Klawitter, 1991).

10

Karakteristik ini merupakan keuntungan dalam memanfaatkan bakteriosin untuk
memperpanjang masa simpan filet nila pada suhu rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Rostini (2002), dilihat dari jumlah bakteri dan
organoleptik, filet yang diberi L. plantarum 108 cfu/ml dapat diterima sampai hari
ke9. Jumlah bakteri, kenampakan, dan aroma filet yang diberi L. plantarum 109
cfu/ml dapat diterima sampai hari ke-9, sedangkan lendir dan tekstur diterima
sampai hari ke-8, dan pemberian L. plantarum 1010 cfu/ml berdasarkan jumlah
bakteri dan organoleptik dapat diterima sampai hari ke-7. Hal ini berarti bahwa
konsentrasi pemberian L. plantarum dilihat dari jumlah bakteri dan karakteristik
organoleptik,

pemberian

L. plantarum

dengan

konsentrasi

108 cfu/ml

menghasilkan lama penyimpanan yang lebih lama. Berdasarkan hasil penelitian
Liviawaty et al. (1999) filet nila merah yang disimpan pada suhu 5-10oC dapat
diterima sampai hari ke-7 berdasarkan batas penerimaan terhadap aroma dan serta
dapat menghambat pertumbuhan bakteri sampai hari ke-7. Dengan demikian
berarti bahwa filet nila merah yang diberi bakteri asam laktat (BAL) jenis L.
plantarum memiliki masa simpan dua hari lebih lama bila dibandingkan dengan
filet yang tidak diberi L. plantarum.
Di dukung oleh hasil penelitian Oktaviani (2004), menyatakan bahwa filet
nila merah yang direndam dengan larutan L. plantarum sebanyak 108 cfu/ml
selama 5, 10, dan 15 menit mampu mencapai masa simpan hingga hari ke-9. Hal
tersebut disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk yang menjadi lebih
lambat karena L. plantarum yang diinokulasikan ke dalam filet konsentrasinya
cukup padat ssehingga terjadi persaingan dengan bakter pembusuk dalam
memperebutkan nutrient pada medium filet. Adanya proses persaingan serta
terbatasnya jumlah nutrient pada medium filet menyebabkan pertumbuhan bakteri
pembusuk menjadi terhambat (Jenie et al., 1997).
Filet yang mempunyai masa simpan hingga hari ke-9, pertumbuhan bakteri
pembusuk meningkat pesat pada hari terakhir penyimpanan (hari ke-10). Pada
akhir masa simpan, pertumbuhan L.lantarum mulai terdesak dan senyawasenyawa antimikrobanya sulit beraktivitas. Filet nila sebagai medium tumbuh
mikroba, mengalami penumpukkan senyawa metabolit yang merupakan hasil

11

reaksi metabolisme L. plantarum itu sendiri, dan pada akhirnya senyawa-senyawa
metabolit tersebut akan bersifat racun serta mengganggu keseimbangan
pertumbuhan L. plantarum. Selain itu, kandungan nutrisi sangat diperlukan oleh
L. plantarum dari medium (filet nila) sudah sangat berkurang (Fardiaz, 1992).
BAL jenis L. plantarum memperlihatkan efektivitasnya dalam menghambat
bakteri pembusuk pada filet nila merah. Perendaman filet nila merah dalam
larutan L. plantarum dapat menghasilkan penurunan nilai pH substrat sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk yang tidak tahan terhadap
kondisi asam atau pH rendah. Efektivitas BAL (L. plantarum) paling tinggi dalam
memperpanjang masa simpan filet nila merah diperoleh melalui perendaman L.
plantarum dengan konsentrasi 108 cfu/ml selama 5, 10, dan 15 menit, yaitu
hingga hari ke-9. Filet nila merah yang diberi bakteri asam laktat (BAL) jenis L.
plantarum memiliki masa simpan dua hari lebih lama bila dibandingkan dengan
filet yang tidak diberi Lactobacillus plantarum.

Taksonomi Lactobacillus plantarum

2.4

Domain

: Bacteria

Kingdom

: Bacteria

Phylum

: Firmicutes

Class

: Bacilli

Order

: Lactobacillales

Family

: Lactobacillaceae

Genus

: Lactobacillus

Species

: Lactobacillus plantarum

Limbah Kubis
12

Kubis (Brassica olerace) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak
tumbuh di daerah dataran tinggi. Jenis kubis ada beberapa macam, diantaranya
kubis putih dan kubis hijau. Pemakaian kubis sebagai sayuran terkadang
menghasilkan limbah yang tidak pernah digunakan. Kita dapat menjumpai limbah
kubis di pasar. Seringkali produsen membuang lapisan terluar kubis karena tidak
layak untuk dikonsumsi akibat faktor kotor dan dapat menurunkan harga jual.
Akan tetapi limbah kubis yang biasanya tidak digunakan tersebut masih
menyimpan kandungan gizi, terutama karbohidrat untuk dimanfaatkan dalam
fermentasi asam laktat untuk menghasilkan bakteri asam laktat.
Tabel 1 : Kandungan gizi limbah kubis mentah, energi 103 kJ (25 kcal)
Kandungan Gizi
Nilai gizi per 100 g (3.5 oz)
Karbohidrat
5,8 g
Gula
3,2 g
Diet serat
2,5 g
Lemak
0,1 g
Protein
1,28 g
Fermentasi limbah kubis dalam jangka waktu tertentu akan menghasilkan
bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai pengawet alami pada makanan.
Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan yang
dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam
makanan. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawtan ikan, daging
dan bahan pangan lainnya. Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan
pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan
sebagai

penghambat

selektif

pada

mikroorganisme

pencemar

tertentu.

Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah
yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar yang rendah sekalipun (yaitu
sampai 6%). Mikroorganisme patogenik, termasuk Clostridium botolinum dengan
pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh konsentrasi garam
sampai 10-12%. Walaupun begitu, beberapa mikroorganisme terutama jenis-jenis
Leuconostoc dan Lactobacillus, dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan
terbentuknya asam untuk menghambat organisme yang tidak dikehendaki.

13

2.5

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Mikroba
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara

lain meliputi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, faktor proses, dan faktor
implisit. Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw),
kemampuan mengoksidasi-reduksi, kandungan nutrien, bahan antimikroba, dan
struktur bahan makanan. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme adalah suhu penyimpanan, kelembaban, tekanan gas (O2),
cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet. Meningkatnya jumlah asam laktat, selain
menurunkan nilai pH juga akan mempengaruhi nilai total asam tertitrasi
(Fardiaz,1989).
Makanan yang mengandung asam biasanya tahan lama, tetapi jika gen
cukup jumlahnya dan kapang dapat tumbuh serta fermentasi berlangsung terus,
maka daya awet dari tersebut akan hilang. Pada keadaan ini mikroba proteolitik
dan lipolitik dapat berkembang biak. Dalam hal ini mula mula adalah
Streptococcus

lactis

sehingga dapat menghasilkan asam laktat. Tetapi

pertumbuhan selanjutnya dari bakteri ini akan terhambat oleh keamsamaan yang
dihasilkannya sendiri. Oleh karena itu bakteri tersebut akan menjadi inaktif
sehingga kemudian akan tumbuh bakteri jenis Lactobacillus yang lebih toleran
terhadap asam daripada Streptococcus. Lactobacillus juga akan menghasilkan
asam lebih banyak lagi sampai jumlah tertentu yang dapat menghambat
pertumbuhannya, selama pembentukan asam tersebut pH akan menurun (Suharto,
1994).
Kadar asam yang dihasilkan berkisar antara 0,8-1,5% (dinyatakan sebagai
asam laktat). Sayur-sayuran setelah persiapan yang memadai, kemudian direndam
dalam larutan garam 3-10% dimana dalam kondisianaerobik yang terbentuk,
organisme-organisme

pembentuk

asam

laktat

berkembang

menyebabkan

terhambatnya organisme-organisme pembusuk, untuk jangka waktu beberapa
minggu tergantung keadaannya. konsentrasi garam yang ditambahkan untuk
pembuatan sayur asin adalah 2,25-2,5%. Larutan garam tersebut menyebabkan
hanya bakteri asam laktat yang tumbuh. Garam juga menyebabkan cairan yang
terdapat dalam sayuran tertarik keluar melalui proses osmosis. Gula-gula dalam

14

cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya
diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet
produk tersebut. Lama proses fermentasi berkisar antara 1 hari (fermentasi sehari),
beberapa hari (fermentasi pendek), sampai beberapa bulan. Kadar garam yang
terlalu rendah (kurangdari 2,5%) mengakibatkan tumbuhnya bakteri proteolitik
(bakteri yang menguraikan protein). Sedangkan konsentrasi garam lebih dari 10%
akan memungkinkan tumbuhnya bakteri halofilik (bakteri yang menyenangi kadar
garam tinggi). Oleh karena itu, kadar garam harus dipertahankan selama proses
fermentasi, karena garam menarik air dari jaringan sayuran, maka selama proses
fermentasi secara periodik ditambahkan garam pada media fermentasi. Pada
umumnya kadar garam medium dinaikkan setiap minggu sampai tercapai produk
yang baik. Kecepatan fermentasi turut dipengaruhi oleh kadar garam medium.
Pada umumnya makin tinggi konsentrasi garam makin lambat proses fermentasi.
Untuk fermentasi pendek sebaiknya digunakan larutan garam 2-10% agar laju
fermentasi berkisar antar sedang dan cepat. Konsentrasi medium melebihi 20%
tidak dianjurkan, karena menghasilkan produk yang keriputdan menyebabkan
bakteri yang tumbuh adalah bakteri halofilik atau bahkan fermentasi tidak
berlangsung. Pada awal proses fermentasi, pH cairan sekitar 5,34 - 5,57 karena
asam laktat belum terbentuk. Fermentasi asam laktat terjadi karena adanya
aktivitas bakteri laktat yang mengubahglukosa menjadi asam laktat. Setelah
proses fermentasi berlangsung, yang ditandai dengan timbulnya gas,jumlah asam
laktat meningkat yang diikuti dengan penurunan pH (Buckle, 1987).

2.6

Bakteri Antagonis

15

Bakteri

antagonis

adalah

bakteri

yang

memiliki

sifat

berlawanan(menghambat dan membunuh) dikernakan bakteri pembusukan dan
patogen atau yang tidak diharapkan
Keuntungan menggunakan mikroba antagonis :
 Aman bagi manusia dan lingkungan
 Dapat mencegah timbulnya bakteri yang merugikan karna lawan dari
bakteri yang merugikan.
 Produksi yang dihasilkan bebas residu
 Menghilangkan ketergantungan bahan sintesis
 Biayanya murah
Keunggulan bakteri asam laktat :
 Tahan garam yang berkonsentrasi tinggi
 Tahan sifat asam (dapat bertahan hidup pada ph 3-4)
 Kompetisi pakan
 Memproduksi anti bakteri

16

BAB III
METODOLOGI
3.1

Alat dan Bahan Praktikum

3.1.1 Alat
Adapun peralatan utama yang dibutuhkan pada proses inokulasi, isolasi, dan
identifikasi mikroba adalah sebagai berikut :
No
1.

Nama Alat
Pisau

Prinsip Kerja
Pemotongan

Prosedur
Memotong kubis kecil kecil sebagai bahan
pembuatan mikroba starter

2.

Lampu

Pemanasan

Bunsen

Membantu menjaga
lingkungan sekitar tempat
kerja steril (kerja aseptis)

3.

Toples

Wadah Starter Kubis yang telah dipotongpotong dimasukan kedalan
stoples yang ditambahkan
air garam.

4.

Tabung

Wadah

Hasil cucian ikan kembung

Reaksi

pengenceran

harus diiencerkan sampai
10-6, yang di lakukan pada
tabung reaksi

5.

Cawan Petri Wadah biakan Biakan disimpan dalam
cawan petri pada agar padat

17

Gambar

6.

Talenan

Alas

Pada saat melakukan

pemotongan

pemotongan kubis,
dilakukan diatas talenan

7.

8.

Korek Api

Suryakanta

Menyalakan

Mengeluarkan api untuk

Bunsen

menyalakan bunsen.

Pembesar

Memperbesar visual
mikroba yang akan diteliti.

9.

10.

Kertas

Membungkus

Membungkus cawan petri

Pembungku

alat yang akan yang berisi inokulan yang

s

diinkubasi

akan diinkubasikan.

Benang

Mengikat

Mengikat alat yang telah
dibungkus.

11.

Timbangan

Menimbang

Kubis yang telah dipotongpotong kecil, lalu ditimbang
seberat 200 gram diatas
timbangan.

18

Inkubator

Suhu konstan

Sebagai tempat inkubasi
biakan pada suhu tertentu
(berupa oven yang suhunya
di set pada derajat tertentu)

3.1.2 Bahan
Adapun bahan utama yang dibutuhkan pada proses inokulasi, isolasi
mikroba adalah sebagai berikut :
No

Nama Bahan

Fungsi

Gambar

.
1.

Kubis

2.

Ikan Kembung

3.

Media agar

Sebagai
mikroba

4.

Garam

Merangsang bakteri asam
laktat untuk tumbuh

5.

Alkohol 70%

Sebagai media agar tangan
praktikan dan bagian

Media tumbuhnya bakteri
asam laktat
Sebagai sumber mikroba
yang bisa diambil dari air
cuciannya, insang dan alat
pencernaannya.

media

19

tumbuh

tempat praktikum steril.

6.

Akuades

Sebagai
inokulan

pengencer
dan

pencuci

sampel.

3.2

Prosedur Praktikum

3.2.1

Pembuatan Starter Lactobacillus spp.
Untuk membuat mikroba starter Lactobacillus spp., lakukan tahapan

pekerjaan sebagai berikut :

Mensterilisasi stoples menggunakan sabun dan bilas dengan air hingga bersih.
Tiriskan.

Potong kubis hingga berukuran panjang 3 cm dan lebar 0.2 cm

Masukan potongan kubis kedalam stoples dan ukur tingginya.
Tambahkan air sebanyak 2 kali tinggi kubis dan ukur volumenya

Tambahkan pada stoples garam sebanyak 3 persen dari volume air

Stoples ditutup dan simpan di tempat sejuk. Biarkan berlangsung proses
fermentasi selama tujuh hari.

20

Lakukan pengamatan setiap hari
3.2.2

Mikroba Antagonis

Ambil cairan hasil fermentasi sebanyak 50 persen volume yang ada. Tuang ke
dalam piring.

Rendamkan ikan dalam media mikroba starter selama 25 menit dan tiriskan.

Ikan disimpan pada piring stirofoam dan dikemas dengan cling wrap.

Simpan di lemari pendingin selama seminggu.

3.2.3

Pengamatan
Setelah disimpan dalam lemari pendingin selama seminggu, masing-

masing kelompok melakukan pengamatan sebagai berikut :
Amati secara organoleptik perubahan yang terjadi pada ikan.

Amati secara mikrobiologis, dengan cara menyiram ikan menggunakan 50 ml
akuabides

21

Gunakan ose untuk menginokulasi mikroba yang terkandung pada tubuh
ikan (air pencuci) pada lempeng agar

Lakukan inkubasi selama 2 x 24 jam.

Lakukan pengamatan terhadap mikroba yang tumbuh.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Pengamatan

22

Gambar perhitungan Isolasi 10-5

Gambar perhitungan Isolasi 10-6

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar Isolasi Kontrol
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
4.2

Hasil Identifikasi

C = 73

Pengenceran 10-5

Mikroba dari Pengenceran 10-5
A +B +C
Σ=
3
27+51+73
Σ=
3

Jumlah mikroba/titik pengamatan
A = 27
B = 51

23

151
Σ= 3

C = 62
Mikroba dari Pengenceran 10-6
A +B +C
Σ=
3
24+ 46+62
Σ=
3
132
Σ= 3

Σ = 50 koloni/cm2
Populasi Mikroba Ikan
= 10-5 x 50
= 0.5 x 10-7

Σ = 44 koloni/cm2
Populasi Mikroba Ikan
= 10-6 x 44
= 0.44 x 10-8

Pengenceran 10-6
Jumlah mikroba/titik pengamatan
A = 24

Gambar 1. Hasil Isolasi 10-5

B = 46

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Hasil Isolasi 10-5
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Tabel Hasil Identifikasi Data Kelas
Kelompo
k
1

Perlakuan

Karakteistik Organolepti

Populasi Mikroba

Perendama

Warna ikan sedikit

10 -5 =1,0067 x 10-7

24

berubah,terdapat warna agak
n 5 Menit

kekuningan pada beberapa
bagian ikan, ada cairan

10-6 =0,776 x 10-8

merah, bau khas.
Warna ikan sedikit
2

Perendama
n 5 Menit

berubah,terdapat warna agak
kekuningan pada beberapa
bagian ikan, ada cairan

10 -5 = 1,22 x 10-7
10-6 = 1,31 x 10-8

merah, bau khas.
Warna ikan sedikit
3

Perendama
n 10 Menit

berubah,terdapat warna agak
kekuningan pada beberapa
bagian ikan, ada cairan

10 -5 =1,163 x 10-7
10-6 =1,3067 x 10-8

merah, bau khas.
Warna ikan sedikit
4

Perendama
n 10 Menit

berubah,terdapat warna agak
kekuningan pada beberapa
bagian ikan, ada cairan

10 -5 = 19,64 x 10-8
10-6 =18,07 x 10-9

merah, bau khas.
Warna ikan sedikit
5

Perendama
n 15 Menit

berubah,terdapat warna agak
kekuningan pada beberapa
bagian ikan, ada cairan

10-5 = 1,36 x 10-7
10-6 = 1,197 x 10-8

merah, bau khas.
Warna ikan sedikit
6

7

Perendama
n 15 Menit

berubah,terdapat warna agak
kekuningan pada beberapa
bagian ikan, ada cairan

10 -5 =1,69 x 10-7
10-6 =1,65 x 10-8

Perendama

merah, bau khas.
Warna ikan sedikit

10 -5 =1,42 x 10-7

n 20 Menit

berubah,terdapat warna agak

10-6 =1,26 x 10-8

kekuningan pada beberapa
bagian ikan, ada cairan
25

merah, bau khas.
Warna ikan sedikit
8

Perendama
n 20 Menit

berubah,terdapat warna agak
kekuningan pada beberapa
bagian ikan, ada cairan

10 -5 =1,15 x 10-7
10-6 =1,32 x 10-8

merah, bau khas.
Warna ikan sedikit
9

Perendama
n 25 Menit

berubah,terdapat warna agak
kekuningan pada beberapa
bagian ikan, ada cairan

10 -5 = 0.5 x 10-7
10-6 =0.44 x 10-8

merah, bau khas.
Warna ikan sedikit
10

Perendama
n 25 Menit

berubah,terdapat warna agak
kekuningan pada beberapa
bagian ikan, ada cairan

10-5 =1,64 x 10-7
10-6 = 1,54 x 10-8

merah, bau khas.
4.3

Pembahasan
Dari hasil praktikum pembuatan mikroba starter yang telah kami lakukan,

Kami menemukan hasil populasi mikroba dari pengenceran 10-5 adalah 0.5 x 10-7
Sedangkan untuk hasil populasi mikroba dari pengenceran 10 -6 adalah 0.44 x 10-8.
Praktikum pembuatan mikroba starter yang kami lakukan pertama kali adalah
sterilisasi alat yang akan digunakan untuk praktikum, kemudian mencuci bersih
dengan air kola tau kubis yang akan digunakan sebagai media starter mikroba.
Setelah itu sterilisasi tangan praktikan dengan alcohol agar tak terjadi kontaminasi
mikroba yang berasal dari tangan praktikan.
Kol atau kubis dipotong tipis, sebanyak 200 gram. Fungsi kubis dalam
pembuatan mikroba starter yaitu sebagai media hidup bakteri yang dapat
penghasil kandungan gizi terutama karbohidrat yang dimanfaatkan dalam
fermentasi asam laktat untuk menghasilkan bakteri asam laktat. Kemudian
dimasukan kedalam toples, lalu ukur tingginya untuk kemudian masukan air
sebanyak dua kali tinggi kol atau kubis, kami memasukan 800 ml air. Lalu

26

masukan garam sebanyak 3% dari total volume air dalam toples, fungsi garam
dalam pembuatan mikroba starter yaitu untuk merangsang bakteri asam laktat
untuk tumbuh. Adanya garam menjadikan air dan zat gizi seperti gula tertarik
keluar secara osmosis dari sel-sel sayuran. Gula-gula dalam cairan tersebut
merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi
asam laktat. Kami memasukan 24 gram garam yang telah dilarutkan sebelumnya
dengan air. Kemudian toples ditutup rapat-rapat agar takada oksigen yang masuk
dan mengganggu proses pertumbuhan mikroba. Toples disimpan dan diberi label
untuk kemudian dilihat pertumbuhan mikroba tersebut.
Setelah selama satu minggu kami melakukan praktikum lanjutan, yaitu
mengamati pertumbuhan mikroba. Dan hasilnya adalah terjadi perubahan pada air
maupun bau dari kol yang tercium bau busuk. Air berubah menjadi keruh dan
ketika dibuka tercium mau busuk yang berasal dari kol. Bau busuk dan air yang
keruh menandakan bahwa telah terjadi pertumbuhan mikroba dalam toples yang
telah didiamkan selama tujuh hari.
Selanjutnya adalah menyiapkan ikan kembung untuk selanjutnya
melakukan perendaman terhadap ikan tersebut dalam toples berisi air penuh
mikroba selama 25 menit. Sebelum melakukan perendaman, bersihkan terlebih
dahulu toples dari kola tau kubis, saat proses pembersihan harus hati-hati karena
jika ada jamur yang tercampur kedalam air maka itu berbahaya. Setelah air bersih
dari sisa-sisa kol atau kubis, barulah lakukan perendaman ikan kembung dalam air
penuh mikroba. Proses perendaman harus dilakukan dengan benar, seluruh bagian
ikan haruslah terendam oleh air tersebut, jangan sampai ada bagian tubuh ikan
yang terendam, tak terkecuali ekor ikan. Perendaman ikan secara menyeluruh
dimaksudkan agar terjadi pemeratan mikroba antagonis dalam tubuh ikan supaya
mikroba antagonis dalam starter dapat bekerja menghambat kerja mikroba
pembusuk. Setelah direndam selama 25 menit barulah ikan diangkat dan ditiriskan
untuk selanjutnya dibungkus oleh plastic wrap dan diinkubasi selama tujuh hari.
Plastik wrap berfungsi agar tak ada kontaminasi ikan dengan oksigen yang dapat
mempercepat proses pembusukan.

27

Setelah tujuh hari barulah lakukan pembukaan terhadap ikan yang telah
direndam dalam air mikroba dan diinkubasi. Lakukan pembukaan terhadap plastic
wrap. Tekstur ikan setlah tujuh hari mengalami perubahan menjadi lebih lembek,
terdapat sedikit warna merah dan kuning pada bagian tubuh ikan dan ikan sedikit
basah, bau ikan menjadi busuk. Kemudian ikan dicuci dengan akuades, cara
mencucinya yaitu dengan mengarilkan akuades pada sekujur tubuh iakn dari ekor
ke kepala. Air hasil cucian ikan ditampung dalam beaker glass untuk digunakan
sebagai sampel yang kemudian diencerkan sebanyak lima kali dan enam kali
pengenceran. Cara pengenceran yaitu dengan mengambil 1 ml sampel yang
dimasukan dalam 9 ml akuades. Begitu seterusnya sampai didapatkan hasil 10-5
dan 10-6.
Hasil dari 10-5 dan 10-6 di masukan kedalam petri disk. sampel tersebut
dimasukan kedalam petri disk dengan cara didekatkan pada api bunsen sambil
diputar 360 derajat. Perlakuan ini dimaksudkan agar media tetap steril. Kemudian
masukan media agar yang sudah disiapkan sebelumnya kedalam petri disk, sambil
didekatkan dan diputar 360 derajat di dekat api Bunsen. Kondisi media agar saat
melakukan pemasukan haruslah dalam kondisi hangat, dan tidak membeku,
karena jika media agar dalam kondisi panas akan membunh mikroba yang ada
pada petri disk, dan jika media agar membeku, maka tidak bisa dimasukan
kedalam petri disk. Setelah tercampur segera homogenkan dengan cara
digoyangkan pada papan atau meja dengan menbentuk angka delapan. Tunggu
sampai campuran inokulan membeku dan lakukan pembelikan terhadap petri disk
untuk selanjutnya dibungkus dengan kertas pembungkus dan dimasukan kedalam
inkubator selama dua hari. Hal tersebut dilakukan untuk hasil pengenceran dari
10-5 dan 10-6. Kenudian diberi label pada masing-masing petridisk agar nanti tidak
tertukar dan memudahkan dalam pengamatan.
Setelah dua hari di inkubasi, petri disk kembali diambil dari inkubator
untuk dilakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung
populasi mikroba. Cara perhitunagnnya yaitu dengan membuat tiga tiitik
perhitungan dengan sebuah tanda bersegi ukuran 1x1 cm titik A dilakukan untuk
keadaan mikroba dengan konsentrasi rendah yaitu dibawah 30 lingkaran.

28

Kemudian titik B dilakukan untuk keadaan mikroba dengan konsentrasi sedang
yaitu lebih dari 30. Kemudian titik C dilakukan untuk keadaan mikroba dengan
konsentrasi tinggi yaitu diatas 30 lingkaran tapi dibawah 300 lingkaran mikroba.
Hasil mikroba yang kami dapatkan lebih sedikit dari pada mikroba yang
terdapat pada control, ini menandakan bahwa praktikum yang kami lakukan
berhasil. Karena tujuan dari perendaman ini bertujuan menumbuhkan mikrobna
antagonis dalam ikan dan agar mikroba antagonis dapat menekan angka mikroba
pembusuk dan menghabat laju pembusukan oleh mikroba pembusuk.
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
antara lain faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, faktor proses, dan faktor implisit.
Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw), kemampuan
mengoksidasi-reduksi, kandungan nutrien, bahan antimikroba, dan struktur bahan
makanan. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
adalah suhu penyimpanan, kelembaban, tekanan gas (O2), cahaya dan pengaruh
sinar ultraviolet. Meningkatnya jumlah asam laktat, selain menurunkan nilai pH
juga akan mempengaruhi nilai total asam tertitrasi (Fardiaz,1989).
Jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari kelompok lainnya, maka kami
dapat meyatakan bahwa jumlah mikroba paling sedikit terdapat pada kelompok 9
dengan lama perendaman 25 menit dengan jumlah 10

-5

= 0.5 x 10-7. Sedangkan

jumlah mikroba terbanyak terdapat pada kelompok 4 dengan lama perendaman 10
menit dengan jumlah m ikroba totalnya adalah 18,07 x 10-9 pada pengenceran 10-6.
Ini dapat dikatakan bahwa semakin lama proses perendamannya maka mikroba
antagonis yang dihasilkan akan semakin besar dan mikroba pembusuk yang
terdapat dalam ikan semakin sedikit.
Ada tiga mekanisme yang digunakan oleh bakteri antagonis untuk
mencegah bakteri merugikan.

Pertama, menimbulkan persaingan makanan

sedemikian rupa sehingga bakteri pembusuk sulit mendapatkan makanan, kedua
menurunkan pH lingkungan sehingga aktivitas bakteri pembusuk terganggu dan
menjadi tidak dapat bertahan hidup, dan ketiga menghasilkan produk metabolit
yang bersifat racun bagi bakteri bakteri merugikan.

29

BAB V
KESIMPULAN

Starter adalah inokulum yang ditambahkan pada suatu substrat sehingga
substrat tersebut akan berubah atau mengalami fermentasi. Pada umumnya di
Indonesia digunakan khamir,kapang, maupun bakteri untuk membuat makanan
fermentasi. Starter merupakan media berisi mikroba tertentu dan digunakan untuk
memacu tumbuhnya mikroba yang diharapkan.

Wujud starter beragam,

tergantung dari mikroba yang dikandungnya. Mikroba yang terkandung di dalam
starter sudahnon aktif (immobil). Dalam keadaan non aktif, kebutuhan mikroba
terhadap energi relatif rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara
lain faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, faktor proses, dan faktor implisit. Faktor
intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw), kemampuan
mengoksidasi-reduksi, kandungan nutrien, bahan antimikroba, dan struktur bahan
makanan. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
adalah suhu penyimpanan, kelembaban, tekanan gas (O2), cahaya dan pengaruh
30

sinar ultraviolet. Meningkatnya jumlah asam laktat, selain menurunkan nilai pH
juga akan mempengaruhi nilai total asam tertitrasi (Fardiaz,1989).
Jumlah mikroba paling sedikit terdapat pada kelompok 9 dengan lama
perendaman 25 menit dengan jumlah 10 -5 = 0.5 x 10-7. Sedangkan jumlah mikroba
terbanyak terdapat pada kelompok 4 dengan lama perendaman 10 menit dengan
jumlah m ikroba totalnya adalah 18,07 x 10-9 pada pengenceran 10-6. Ini dapat
dikatakan bahwa semakin lama proses perendamannya maka mikroba antagonis
yang dihasilkan akan semakin besar dan mikroba pembusuk yang terdapat dalam
ikan semakin sedikit.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. 2012. Modul Praktikum Mikrobiologi Perikanan “Pembuatan
Starter”. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran Jatinangor.
Wikanastri H, Cahya S. Utama, Agus Suyanto. 2012. Aplikasi Proses Fermentasi
Kulit
Singkong Menggunakan Stater Asal Limbah Kubis Dan Sawi Pada
Pembuatan Pakan Ternak Berpotensi Probiotik. Program Studi Teknologi
Pangan. Universitas Muhammadiyah. Semarang.
Jenie, B. S. L. & S. E. Rini. 1995. Aktivitas Anti Mikroba Dari Beberapa Spesies
Lactobacillus Terhadap Mikroba Patogen Dan Perusak Makanan. Bul.
Tek. dan Industri Pangan. 6:46-51.
Winarno, F.G. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 180 hlm.

31

Dwijoseputro. 1995. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
Schlegel, Hans. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Gajah Mada University
Press.
Yogyakarta.
Stanier Roger. Edward Alderberg dan John Ingraham. 1982. Dunia Mikroba 1.
Bharata Karya
Aksara. Jakarta.
Suriawiria U. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung: Angkasa.
Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang
Prees.
Malang.
J. Pelczar, Jr. Michael.2005. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia:
Jakarta.
Herudiyanto, Marleen. 2006. Pengantar Pengolahan Pangan. Jatinangor.
FakultasTeknologi Industri Pertanian UNPAD.
Sumanti, Ir., MS, Debby. 2007. Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi
Pengolahan Hasil Pertanian.
Buckle, K.A, et al. 1985. Ilmu Pangan. UI – Press: Jakarta
Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI - Press: Jakarta

32

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kegiatan Praktikum

Gambar Alat dan bahan praktikum

Gambar pemotongan kol

33

Gambar penimbangan kol

Gambar penimbangan garam

gambar pengukuran
volume air

Gambar kol hari ke-1
Gambar kol hari ke-7
Gambar
penganbilan kol

Gambar
ikan
sampel

Gambar

perendaman ikan

Gambar yang
Telah di wrap

34

Gambar ikan hasil inkubasi
pengenceran

gambar mikroba sebelum di isolasi

Gambar mikroba setelah diisolasi

35

Gambar hasil

Lampiran 2 Pendalaman
Nama : Rika Mustikawati
NPM : 230110130125
1.

Bagaimana Anda mengetahui bahwa starter telah tumbuh? Jelaskan.
Jawab :
Cara mengetahui bahwa starter telah tumbuh ditandai dengan adanya lapisan
berbusa atau putih pada bagian lapisan atas starter, warna air starter menjadi
keruh serta adanya bau menyengat pada starter yang menandakan telah
terjadinya proses fermentasi. Apabila pada starter tidak terdapat lapisan
berbusa atau putih, tidak terjadi perubahan bau maupun warna air, serta
ditumbuhi oleh jamur, maka starter yang dibuat gagal atau tidak ditumbuhi
oleh mikroba yang kita inginkan.

2.

Apakah lama perendaman ikan dalam larutan media mikroba

starter

memberikan perbedaan terhadap penurunan tingkat kesegaran hasil
perikanan? Jelaskan.
Jawab :
Iya, dengan perbedaan lama perendaman ikan dalam larutan mikroba starter
memberikan
perbedaan terhadap penurunan tingkat kesegaran hasil perikanan. Semakin
lama

melakukan perendaman, maka semakin rendah tingkat penurunan

kesegaran ikan atau

36

kesegaran ikan lebih terjaga, karena dengan semakin lamanya dilakukan
perendaman ikan
terhadap mikroba starter, maka akan makin banyak pula mikroba antagonis
yang tumbuh pada ikan,