ANALISIS PEMBERIAN PARCEL KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI GRATIFIKASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

  Universitas Lampung ANALISIS PEMBERIAN PARCEL KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI GRATIFIKASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Doddy Irdendi Iawan, Diah Gustiniati, S.H., M.H., Tri Andrisman, S.H., M.H. Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung JL. Prof Soemantri Brojonegoro, No. 1, Bandar Lampung, 35154 E-mail : doddyirawan133@gmail.com ABSTRAK

  Segala perbuatan yang berkaitan dengan pemberian parcel sebagai suap termasuk juga tindak pidana korupsi, perbuatan penyuapan selalu berkenaan dengan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berkaitan dengan keuangan negara atau perekonomian negara yang merupakan tindak pidana korupsi.. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan didukung dengan pendekatan yuridis empiris. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, pembahasan secara kualitatif untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan.Gratifikasi atau pemberian parcel biasa yang diberikan kepada pejabat negara tanpa imbalan apa pun. Kedua, gratifikasi yang dapat dikategorikan sebagai suap karena si pemberi parcel berharap adanya imbalan dari pejabat negara yang menerima parcel tersebut.Sanksi dijatuhkan dengan menjatuhkan dua jenis pidana pokok sekaligus secara bersamaan, disebut dengan penjatuhan dua jenis pidana pokok yang bersifat imperatif-kumulatif, yaitu antara pidana penjara dengan pidana denda.

  Kata Kunci: Parcel, Pegawai Negeri Sipil, Gratifikasi

  Universitas Lampung ABSTRACT

  All actions related to the provision of a parcel as a bribe as well as corruption, bribery always act relating to state employees or state officials relating to state finances or the economy of the state which is corruption .. The approach used is a matter of normative juridical approach and supported empirical juridical approach. Data that has been processed and then presented in narrative form, for further discussion qualitatively drawn a conclusion. Gratuities or giving regular parcel granted to state officials without anything in return. Second, the gratification that can be categorized as a bribe because the giver parcel expect any reward from state officials who received the parcel. Sanctions imposed by dropping two principal criminal types simultaneously, called by imposing two criminal types of goods that are imperative- cumulative, ie between imprisonment with penalty.

  Keywords: Parcel, Civil Service, Gratuities.

  Universitas Lampung

I. PENDAHULUAN

  Suatu kejahatan korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara.Hal itu karena beberapa pasal tindak pidana korupsi dalam Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUTPK) merumuskan adanya unsur merugikan keuangan negara.Tetapi, untuk kejahatan suap- menyuap tidak ada kaitannya dengan kerugian uang negara, meskipun perbuatan tersebut dikualifikasikan sebagai kejahatan korupsi.Tidak semua suap-menyuap adalah kejahatan korupsi.Beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan suap-menyuap merumuskan perbuatan itu sebagai tindak pidana suap saja, misalnya suap yang menyangkut kepentingan umum, baik aktif maupun pasif. Suap dalam sistem hukum di Indonesia juga dapat dilihat dalam UU No.

  20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan penjelasannya mendefinisikan suap sebagai pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma- cuma, dan fasilitas lainnya. Dalam Pasal 12 B UU No 20 Tahun 2001 menyatakan bahwa “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”.

  Salah satu tindak pidana suap yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan adalah pemberian parcel mewah pada saat menjelang hari raya. Imbauan KPK dengan mengeluarkan surat edaran kepada para pejabat Negara, baik pusat maupun daerah untuk tidak menerima parcel. Karena dikhawatirkan orang memanfaatkan parcel untuk berkolusi, menyuap dan melakukan tindak pidana korupsi. Imbauan untuk tidak menerima parcel bagi pejabat Negara tentu mempunyai landasan hukum, yaitu Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi serta Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2012 tentang

  Universitas Lampung

  Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi. Dalam ketentuan tersebut ditegaskan bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri dan penyelenggara Negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

  Sebagai contoh, pada bulan Oktober 2014 sebanyak 35 parsel lebaran yang diserahkan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi kepada KPK. KPK memperkirakan parsel-parsel tersebut bernilai Rp 10,7 juta. Menurut Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono, dari 35 parsel yang diserahkan ke KPK, 15 di antaranya disita untuk negara. Isi dari parsel parsel tersebut bermacam-macam. Berupa kain, keramik, tea set, coffe maker, jam dinding, dan hiasan garuda warna emas. Semua parsel tersebut yang berisi makanan dan minuman dikarenakan khawatir kadaluarsa, langsung diserahkan ke pihak yang membutuhkan. KPK mengapresiasi tindakan yang dilakukan Hendrar karena bisa menjadi contoh yang baik bagi kepala daerah yang lain. Peraturan tentang laporan dugaan ini diatur dalam Pasal 12B ayat (1)

  Undang-Undang No 20 tahun 2001.Dalam pasal tersebut dijelaskan gratifikasi sebagai pemberian dalam arti luas. Pasal lain yaitu Pasal 12C ayat (1) Undang-Undang No 20 tahun 2001 bahwa gratifikasi yang diterima penyelenggara negara tidak akan dianggap sebagai suap jika yang bersangkutan melapor ke KPK.

  1 Berdasarkan uraian di atas, apakah

  segala perbuatan yang berkaitan dengan pemberian parcel sebagai suap termasuk juga tindak pidana korupsi, perbuatan penyuapan selalu berkenaan dengan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berkaitan dengan keuangan negara atau perekonomian negara maka secara sosiologis dan yuridis tindak pidana penyuapan adalah merupakan tindak pidana korupsi. Dengan berbagai ketentuan-ketentuan mengenai penyuapan yang merupakan tindak pidana korupsi, terdapat masalah- masalah yang belum dikaji secara khusus dan perlu adanya penelitian untuk mengetahui informasi dalam memahami permasalahan yang 1

  http://kpk.go.id/gratifikasi/index.php/grat-

  Universitas Lampung

  muncul.Diantaranya masalah ruang yuridis normatif dilakukan dengan lingkup dan pengaturan penyuapan cara menelaah dan menelusuri sebagai salah satu delik tindak pidana berbagai peraturan perundang- korupsi dalam hukum pidana untuk undangan, teori-teori, kaidah hukum memberikan kepastian dalam dan konsep-konsep yang ada penegakan hukumnya. hubungannya dengan permasalah yang akan dibahas. Sedangkan pendekatan

  Sesuai dengan uraian latar belakang yuridis empiris adalah pendekatan diatas maka dapat dirumuskan yang dilakukan dengan menelaah beberapa masalah sebagai berikut: hukum terhadap objek penelitian a. sebagai pola perilaku yang nyata

  Apakah pemberian parcel kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam masyarakat yang ditujukan sebagai salah satu bentuk kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan bentuk-bentuk gratifikasi menurut Undang- perilaku yang akan dibahas dalam Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 31 skripsi ini. Tahun 1999?

  Penelitian ini menggunakan data b. Bagaimanakah sanksi pidana primer dan data sekunder.Jenis data pelaku pemberi parcel sebagai dilihat dari sumbernya, dapat bentuk gratifikasi menurut dibedakan antara data yang diperoleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun langsung dari lapangan (data primer) 2001 jo. Undang-Undang Nomor dan data yang diperoleh dari bahan

  31 Tahun 1999? pustaka (data sekunder). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

METODE PENELITIAN

  data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan Pendekatan masalah dalam penelitian mempelajari bahan-bahan pustaka ini yang berdasarkan pokok yang berupa peraturan perundang- permasalahan dilakukan dengan undangan dan literatur-literatur lainnya pendekatan secara yuridis normatif yang berhubungan dengan dan pendekatan yuridis empiris permasalahan yang dibahas. Data sebagai penunjang. Pendekatan secara

  Universitas Lampung

2 Analisa data pada penelitian ini

  Eropa, seperti inggris:

  3 Lilik Mulyadi,Tindak pidana korupsi, Citra Aditya Bakti, Bandung,2000, hlm. 16. 4 Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia,

  sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan

  4

  kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah,

  3 Arti harfiah dari kata Corrupt ialah kebusukan, keburukan,

  Corruption; dan Belanda: Corruptie .

  Corruption,Corrupt; Prancis:

  Corruptio turun kebanyak bahasa

  primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

  Dari bahasa latin inilah, istilah

  Corrumpore, suatu kata latin kuno.

  bahwa Corruptio itu berasal dari kata

  Corruptus . Selanjutnya, disebutkan

  Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana- mana.Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara dihadapkan pada masalah korupsi. Istilah korupsi berasal dari bahasa latinCorruptie atau

  A. Pemberian Parcel Kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) Sebagai Salah Satu Bentuk Gratifikasi Menurut Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001.

  Penulisan Hukum , Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005,

  PEMBAHASAN

  dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.Pengertian dianalisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif- induktif, dan mengikuti tata tertib. dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasaIahan yang diangkat dalam penelitian ini.perjanjian jual beli tanah kavling yang dibuat dibawah tangan.

2 Sri Mamuji, et al., Metode Penelitian dan

  Universitas Lampung

  untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

  umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang.Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari.Potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan undang-undang. Pada tahun 2001 dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan Undang- Undang Nomor 20 tahun 2001. Dalam Undang-Undang yang baru ini lebih diuraikan elemen-elemen dalam pasal- pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang pada awalnya hanya disebutkan saja dalam Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999.Dalam amademen ini juga, untuk pertama kalinya istilah gratifikasi dipergunakan dalam peraturan perundang-undangan

  di Indonesia, yang diatur dalam Pasal 12B. Implementasi penegakan peraturan gratifikasi ini tidak sedikit menghadapi kendala karena banyak masyarakat Indonesia masih mengangap bahwa memberi parcel merupakan hal yang lumrah. Secara sosiologis, parcel adalah sesuatu yang bukan saja lumrah tetapi juga berperan sangat penting dalam merekat „kohesi sosial‟ dalam suatu masyarakat maupun antar masyarakat bahkan antar bangsa. Gratifikasi menjadi unsur penting dalam sistem dan mekanisme pemberian parcel. Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor

5 Salah satu kebiasaan yang berlaku

  20 Tahun 2001, bahwa: “Yang dimaksud dengan ”gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma- cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam

5 Kamus Besar Bahasa Indonesia: Op, Cit., hlm.

  Universitas Lampung

  dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik”. Apabila dicermati penjelasan Pasal

  12B Ayat (1) di atas, kalimat yang termasuk definisi gratifikasi adalah sebatas kalimat: pemberian dalam arti luas, sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Dari penjelasan Pasal 12B Ayat (1) juga dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunyai makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif dari arti kata gratifikasi tersebut.Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan rumusan

  Pasal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria dalam unsur Pasal 12B saja.Uraian lebih lanjut mengenai hal ini dapat dilihat pada bagian selanjutnya. Untuk mengetahui kapan pemberian parcel menjadi tindak pidana gratifikasi, perlu dilihat rumusan Pasal

  12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor

  31 Tahun 1999 juncto Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001. Jika dilihat dari rumusan di atas, maka parcel berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap atau suatu gratifikasi khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri adalah pada saat Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu pemberian parcel dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya.

  Maka dapat diketahui bahwa tidak benar bila Pasal 12B dalam Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 telah melarang praktik gratifikasi atau pemberian parcel di Indonesia. Sesungguhnya, praktik gratifikasi atau pemberian parcel di kalangan masyarakat tidak dilarang tetapi perlu diperhatikan adanya sebuah rambu tambahan yaitu larangan bagi Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara untuk menerima pemberian parcel yang dapat dianggap gratifikasi. Berdasarkan pernyataan di atas, maka dalam hal ini yang menjadi sasaran adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai aparatur negara. Pemberian parcel

  Universitas Lampung

  dan pemberian parcel mempunyai pengertian suap apabila memenuhi kriteria Pasal 12 B ayat (1) di atas. Dengan kata lain apabila pemberian parcel dilakukan dalam rangka berkaitan dengan jabatan seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, maka pemberian parcel tersebut merupakan tindakan suap, dan hal tersebut merupakan perbuatan yang dilarang. Untuk mengidentifikasi dan menilai apakah suatu pemberian parcel yang diterimanya cenderung ke arah gratifikasi ilegal/suap atau legal, dapat berpedoman pada beberapa pertanyaan yang sifatnya reflektif sebagai berikut:

  Tabel 1. Pertanyaan Reflektif untuk Mengidentifikasi dan Menilai apakah Suatu Pemberian Mengarah pada Gratifikasi Ilegal atau Legal No . Pertanyaan Jawaban

  1. Apakah motif dari pemberian parcel yang diberikan oleh pihak

  Jika motifnya menurut dugaan Penerima adalah ditujukan untuk mempengaruhi keputusan

  2.

  3. pemberi kepada Penerima? Apakah pemberian tersebut diberikan oleh pemberi yang memiliki hubungan kekuasaan/ posisi setara dengan Penerima atau tidak? Misalnya pemberian tersebut diberikan oleh bawahan, atasan atau

  Penerima sebagai pejabat publik, maka pemberian tersebut dapat dikatakan cenderung ke arah gratifikasi ilegal dan sebaiknya Penerima tolak. Sepenerimainya „karena terpaksa oleh keadaan‟ gratifikasi diterima, sebaiknya segera laporkan ke KPK atau jika ternyata Instansi tempat Penerima bekerja telah memiliki kerjasama dengan KPK dalam bentuk Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) maka Penerima dapat

  Universitas Lampung 4.

  5.

  6. yang tidak setara secara kedudu- kan/posisi baik dalam lingkup hubungan kerja atau konteks sosial yang terkait kerja.

  Apakah terdapat hubungan relasi kuasa yang bersifat strategis? Artinya terdapat kaitan berkenaan dengan/ menyangkut akses ke aset- aset dan kontrol atas aset-aset sumberdaya strategis ekonomi, ya melalui instansi Penerima untuk kemudian dilaporkan ke KPK Jika jawabannya adalah ya (memiliki posisi setara), maka bisa jadi kemungkinan pemberian tersebut diberikan atas dasar pertemanan atau kekerabatan (sosial), meski demikian untuk berjaga-jaga ada baiknya Penerima mencoba menjawab pertanyaan 3. Jika jawabannya tidak (memiliki posisi tidak setara) maka sosial, dan budaya yang Penerima miliki akibat posisi Penerima saat ini seperti misalnya sebagai panitia pengadaaan barang dan jasa atau lainnya.

  Apakah pemberian tersebut memiliki potensi menimbulkan konflik kepentingan saat ini maupun di masa mendatang? mulai meningkatkan kewaspadaan Penerima mengenai motif pemberian dan menanyakan pertanyaan

  3 untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut.

  Jika jawabannya ya, maka pemberian tersebut patut Penerima duga dan waspadai sebagai pemberian yang cenderung ke arah gratifikasi ilegal.

  Universitas Lampung

  Bagaimana metode pemberian dilakukan? Terbuka atau rahasia? Bagaimana kepantasan/k ewajaran nilai dan frekuensi pemberian yang diterima (secara sosial)?

  Jika jawabannya ya, maka sebaiknya pemberian tersebut Penerima tolak dengan cara yang baik dan sedapat mungkin tidak menyinggung. Jika pemberian tersebut tidak dapat ditolak karena keadaan tertentu maka pemberian tersebut sebaiknya dilaporkan dan dikonsultasikan ke KPK untuk menghindari fitnah atau memberikan jawaban mengenai status pemberian tersebut.

  Penerima patut mewaspadai gratifikasi yang diberikan secara tidak langsung, apalagi dengan cara yang bersifat sembunyi- sembunyi (rahasia). Adanya metode pemberian ini mengindikasikan bahwa pemberian tersebut cenderung ke arah gratifikasi ilegal.

  Jika pemberian tersebut di atas nilai kewajaran yang berlaku di

  Universitas Lampung

  ataupun frekuensi pemberian yang terlalu sering sehingga membuat orang yang berakal sehat menduga ada sesuatu di balik pemberian tersebut, maka pemberian tersebut sebaiknya Penerima laporkan ke KPK atau sedapat mungkin Penerima tolak. Sumber:

  Buku Saku Memahami Gratifikasi, KPK Desember 2010

  Pertanyaan reflektif sebagaimana table 1 di atas dapat digunakan untuk gratifikasi/pemberian parcel yang diberikan dalam semua situasi, tidak terkecuali pemberian pada situasi yang secara sosial wajar dilakukan seperti: pemberian parcel pada acara pernikahan, pertunangan, ulang tahun, perpisahan, syukuran, khitanan atau acara lainnya.

  Selanjutnya mengenai perbedaan karakteristik antara parcel yang legal dan ilegal dapat dilihat secara ringkas pada tabel berikut ini:

  Tabel 2. Perbedaan Antara Parcel yang Legal dan Parcel Ilegal Karakteri stik Parcel Legal Parcel Ilegal

  Tujuan/M otif Pemberian Hubungan antara Pemberi dan Penerima Hubungan yang bersifat

  Dilakukan untuk men jalankan hubungan baik, menghorma ti martabat seseorang, memenuhi tuntutan agama, dan mengemba ngkan berbagai bentuk perilaku simbolis (Diberikan karena alasan yang dibenarkan

  Ditujukan untuk mem pengaruhi keputusan dan diberikan karena apa yang dikendalik an oleh penerima (wewenan g yang melekat pada jabatan, sumber daya lainnya)

  Universitas Lampung

  Timbulnya Konflik Ke pentingan Situasi Pemberian Resiprosit as (Sifat Timbal Balik) Kesenjang an Waktu Sifat Hubungan sosial)

  Setara Umumnya tidak ada Umumnya tidak ada Acara-acara yang sifatnya sosial berakar pada adat istiadat dan peristiwa kolektif Bersifat ambigu dalam perspektif bisa resiprokal

  Timpang Pasti Ada Pasti Ada Bukan merupakan peristiwa kolektif meski bisa saja pemberian diberikan pada acara sosial Resiprokal secara alami Tidak

  Ikatan yang Terbentuk Kecenderu ngan Adanya Sirkulasi Barang/pr oduk Nilai atau Harga dari Pemberian Metode Pemberian Mekanism e Penentuan Nilai/harg a Akuntabili tas Sosial kadang tidak resiprokal Memungki nkan kesenjan gan waktu yang panjang pada saat pemberian kem bali (membalas pemberian Aliansi sosial untuk mencari pengakuan social Sifatnya jangka panjang dan emosional nkan ada kesenjanga n waktu yang panjang Patronase dan sering kali nepotisme dan ikatan serupa ini penting untuk mencapai tujuan Sifatnya jangka pendek dan transaksio nal Tidak terjadi sirkulasi barang/pro duk

  Universitas Lampung

  Terjadi sirkulasi barang/ Produk Menitikber atkan pada nilai instrinsik sosial Umumnya langsung dan bersifat terbuka Berdasarka n kewajaran/ kepantasan secara sosial (masyaraka t) Akuntabel dalam arti social

  Menekank an pada nilai moneter Umumnya tidak langsung (melalui agen/peran tara) dan bersifat tertutup Ditentukan oleh pihak- pihak yang terlibat Tidak akuntabel secara sosial

  Sumber: Buku Saku Memahami Berdasarkan tabel 1 dan 2 di atas, penulis berpendapat bahwa tidak semua pemberian parcel merupakan sebuah gratifikasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah menyangkut tujuan dari pemberian parcel tersebut.

  Kalau sekiranya pemberian tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk mempengaruhi penyelenggara negara agar berbuat menyimpang dari tugas dan kewajibannya yang seharusnya, maka hal tersebut merupakan suatu gratifikasi yang dilarang. Sedangkan apabila pemberian parcel tersebut semata-mata hanya sekedar pemberian dalam rangka ucapan selamat sebagai momentum dalam hari raya tanpa ada maksud yang lain, tentunya hal tersebut tidak termasuk dalam pengertian gratifikasi yang “diharamkan”. Setelah memperhatikan ketentuan normatif yang telah diuraikan di atas, menurut penulis tentunya sudah dapat diketahui apakah pemberian parcel tersebut merupakan gratifikasi yang dilarang atau bukan. Jika dikaitkan dengan contoh kasus sebagaimana telah diuraikan dalam pada bab sebelumnya, menurut pendapat penulis bahwa tindakan Wali Kota Semarang

  Universitas Lampung

  sejumlah parcel yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Semarang kepada KPK merupakan suatu tindakan yang tepat. Pejabat negara seperti PNS memang tidak boleh menerima parcel atau bingkisan hari Lebaran dari rekan kerja, kolega, dan teman bisnisnya. Karena hal itu dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Sebagaiman jika dilihat dalam karakeristik parcel dalam tabel 2 di atas, jika dilihat dari hubungan antara pemberi dan penerimanya adalah timpang karena merupakan pemberian dari bawahan kepada atasannya. Selain itu jika dilihat dari nilai, isi dari parcel tersebut yang berupa barang-barang mewah seperti Berupa kain, keramik, tea set, coffe maker, jam dinding, dan hiasan garuda warna emas, yang dapat dikatakan bahwa nilai barang menekankan pada nilai moneter maka dapat dikategorikan sebagai parcel illegal. Dengan demikian pemberian parcel dapat bersifat positif maupun negatif.

  Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa dalam arti positif, pemberian parcel merupakan suatu pemberian yang bersifat tulus tanpa didasari adanya keinginan untuk arti negatif, pemberian parcel merupakan suatu pemberian yang didasari pada suatu balas jasa pada suatu waktu dimasa yang akan datang, atau dengan kata lain pemberian yang menanamkan budi buruk bagi si penerima, apalagi diketahui bahwa sipenerima adalah orang yang mempunyai posisi strategis dalam pengambilan kebijakan dari suatu lembaga pemerintah ataupun korporasi. Sehingga dengan adanya pemberian parcel tersebut, dapat diperoleh suatu kesempatan untuk melakukan kegiatan memperkaya diri sendiri ataupun korporasi dengan cara melawan hukum.

  B. Sanksi Pidana Pelaku Pemberian Parcel Sebagai Bentuk Gratifikasi Menurut Undang-Undang Nomor

  20 Tahun 2001

  Sebagai negara hukum, tentu sanksi akan diberikan terhadap setiap orang yang melanggar peraturan, baik sanksi pidana, sanksi sosial, maupun sanksi administratif. Secara umum sanksi yang diberikan terhadap pelaku pemberian parcel sebagai bentuk gratifikasi yang diatur dalam Undang-

  Universitas Lampung

  Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pemberian parcel dan menyebut Undang-Undang Nomor 31 Tahun pemberian parcel sebagai salah satu 1999, baik pelaku pemberi maupun bentuk gratifikasi yang dapat dituntut penerima gratifikasi diancam dengan secara hukum. Tegasnya, jika hukuman pidana. gratifikasi tidak berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan Menurut Satochid Kartanegara, secara kewajiban atau tugasnya, gratifikasi sederhana dapat dikemukakan bahwa tersebut adalah perbuatan yang sah hukum pidana merupakan hukum menurut hukum. yang mengatur tentang perbuatan- perbuatan yang dilarang oleh undang- Secara eksplisit ketentuan Pasal 12B undang beserta sanksi pidana yang Undang-Undang Nomor 20 Tahun dapat dijatuhkan kepada pelaku. Selain 2001 jo. Undang-Undang Nomor 31 tindak pidana umum, dikenal pula Tahun 1999 menyatakan sebagai tindak pidana khusus yang diatur berikut: diluar KUHP, misalnya tindak pidana

  1. Setiap gratifikasi kepada pegawai korupsi, tindak pidana ekonomi, dan negeri atau penyelenggara Negara

  6 lain-lain.

  dianggap pemberian suap, apabila Pengaturan mengenai sanksi tindak berhubungan dengan jabatannya dan pidana Gratifikasi di Indonesia diatur yang berlawanan dengan kewajiban dalam undang-undang tersendiri di atau tugasnya dengan ketentuan: luar KUHP, yakni pada Pasal 12B a. nilainya Rp

  Yang Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 10.000.000,00 (sepuluh juta Tahun 2001 jo. Undang-Undang rupiah) atau lebih Nomor 31 Tahun 1999. Di dalam pembukiaannya bahwa Undang-Undang tersebut tidak gratifikasi tersebut bukan menyebutkan secara eksplisit bahwa merupakan suap dilakukan gratifikasi dapat dilakukan dengan oleh penerima gratifikasi; b.

  Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta 6 rupiah), pembuktian bahwa

  Bambang Waluyo, 2000, Pidana dan Pemidanaan , Sinar Grafika, Jakarta, hlm.

  Universitas Lampung

  dibuktikan oleh penuntut yaitu adanya kaitan dengan jabatan umum. pegawai negeri atau penyelenggara negara itu, kemudian dia melalaikan 2. Pidana bagi pegawai negeri atau kewajiban karena mendapat suap, penyelenggara Negara dibebankan kepada sebagaimana dimaksud dalam tersangka/terdakwa. Jadi, ada ayat (1) adalah pidana penjara pembalikan beban pembuktian seumur hidup atau pidana penjara terhadap dua bagian inti delik. Dia paling singkat 4 (empat) tahun dan harus membuktikan bahwa tidak ada paling lama 20 (dua puluh) tahun, kaitan dengan jabatannya pemberian dan pidana denda paling sedikit Rp itu, kemudian dia tidak melalaikan 200.000.000,00 (dua ratus juta kewajibannya (sebagai pegawai rupiah) dan paling banyak Rp negeri atau penyelenggara negara). 1.000.000.000,00 (satu miliar

  Apabila dia tidak dapat membuktikan rupiah). demikian, maka dia dianggap telah menerima suap atau telah melakukan

  Berdasarkan perspektif kebijakan kedua bagian inti delik itu. formulatif beban pembuktian terbalik

  Setiap pemberian parcel kepada ini dilakukan karena tindak pidana pegawai negeri atau penyelenggara korupsi sebagai ketentuan yang negara dianggap pemberian gratifikasi, bersif at “premium remedium” dan apabila berhubungan dengan sekaligus mengandung prevensi jabatannya dan yang berlawanan khusus. Oleh karena itu, dengan dengan kewajiban atau tugasnya (Pasal ditetapkannya “pembuktian terbalik”

  12B ayat (1)). Secara logis, tidak ini, bergeserlah beban pembuktian dari mungkin dikatakan adanya suatu

  Jaksa Penuntut Umum kepada gratifikasi apabila tidak ada pemberi Terdakwa. parcel dan penerima parcel. Dalam hal

  Maka dikarenakan Penuntut Umum ini, sanksi dijatuhkan dengan hanya berkewajiban untuk menjatuhkan dua jenis pidana pokok membuktikan satu bagian inti saja, sekaligus secara bersamaan, disebut yaitu adanya pemberian (gratifikasi) dengan penjatuhan dua jenis pidana

  Universitas Lampung

  kumulatif, yaitu antara pidana penjara Gratifikasi dalam bentuk pemberian dengan pidana denda.Dua jenis pidana parcel perlu dibuatkan aturan secara pokok yakni penjara dan denda wajib khusus yang mampu mengatur secara kedua-duanya dijatuhkan secara menyeluruh dan terperinci. serentak.

  1. pidana penjara seumur hidup atau

  PENUTUP

  pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20

  Pemberian parcel kepada Pegawai (dua puluh) tahun, danSanksi Negeri Sipil (PNS) sebagai salah satu terhadap pegawai negeri atau bentuk gratifikasi menurut Undang- penyelenggara negara yang Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. melakukan tindak pidana korupsi Undang-Undang Nomor 31 Tahun gratifikasi adalah: 1999 didasarkan pada dua jenis gratifikasi, yaitu Pertama, gratifikasi 2. pidana denda paling sedikit Rp atau pemberian parcel biasa yang

  200.000.000,00 (dua ratus juta diberikan kepada pejabat negara tanpa rupiah) dan paling banyak Rp imbalan apa pun. Kedua, gratifikasi 1.000.000.000,00 (satu miliar yang dapat dikategorikan sebagai suap rupiah). Keduaduanya dijatuhkan karena si pemberi parcel berharap secara bersamaan. adanya imbalan dari pejabat negara yang menerima parcel tersebut.Jika

  Berdasakan uraian di atas, menurut pemberian tersebut dimaksudkan analisa penulis Undang-Undang sebagai upaya untuk mempengaruhi Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang- penyelenggara negara agar berbuat Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang menyimpang dari tugas dan berlaku saat ini dirasa kurang kewajibannya yang seharusnya, maka memadai karena belum mampu hal tersebut merupakan suatu mengatur secara terperinci seluruh gratifikasi yang dilarang.Sanksi pidana aspek Gratifikasi dalam bentuk pelaku pemberi parcel sebagai bentuk pemberian parcel, sehingga dari hal gratifikasi menurut Undang-Undang tersebut dapat dikatakan masih

  Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-

  Universitas Lampung

  dapat dikenakan apabila dalam DAFTAR PUSTAKA persidangan pemberi dan penerima parcel terbukti melakukan perbuatan

  Hamzah, Andi, 1984, Korupsi di gratifikasi dalam hal ini merupakan

  Indonesia , Gramedia, Jakarta.

  tindak pidana. Gratifikasi yang dimaksud Pasal 12B dan 12C Undang- Mamuji, Sri, et al., 2005, Metode Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo.

  Penelitian dan Penulisan

  Undang-Undang Nomor 31 Tahun

  Hukum , Badan Penerbit

  1999 baru dianggap sebagai tindak Fakultas Hukum Universitas pidana, dalam hal ini dipersamakan Indonesia, Jakarta. dengan suap, apabila berhubungan

  Mulyadi.Lilik. 2000. Tindak Pidana dengan jabatan dan yang berlawanan

  Korupsi . Citra Aditya Bhakti.

  dengan kewajiban atau tugasnya.

  Bandung. Sanksi dijatuhkan dengan menjatuhkan dua jenis pidana pokok sekaligus

  Waluyo, Bambang, 2000, Pidana dan secara bersamaan, disebut dengan

  Pemidanaan , Sinar Grafika,

  penjatuhan dua jenis pidana pokok Jakarta. yang bersifat imperatif-kumulatif,

  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu antara pidana penjara dengan (KUHP) pidana denda.

  Kitab Undang-Undang Hukum Acara Masalah rumusan Tindak Pidana

  Pidana (Undang-Undang menerima Gratifikasi dalam Pasal Nomor 8 tahun 1981).

  12B, yang mengatakan bahwa, ”pemberian terhadap pegawai negeri

  Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo atau penyelenggara negara dianggap Undang-Undang No.20 Tahun suap”, kata dianggap disini kurang 2001 tentang Tindak Pidana tepat, karena tindak pidana tersebut Korupsi sebenarnya sudah merupakan suap, http://kpk.go.id/gratifikasi/index.php/g jadi penulis menyarankan rumusannya rat-berita. ini boleh diperbaiki kembali.

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI KASUS NO. 281/Pid.B/2013/PN.TK)

1 6 12

KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA PPATK DAN KPK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

0 0 13

PERANAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PELAPORAN PALSU KEHILANGAN SEPEDA MOTOR DI POLRES LAMPUNG SELATAN OLEH Burnawan M. Rusdi, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: burnawan_mrusdiyahoo.com, Nikmah Rosida

0 0 11

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN TENTANG PRAKTIK PERCALOAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL OLEH Cahaya Rama Putra, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: cahaya.ramagmail.com, Eddy Rifa’I, Ahmad Irzal

0 0 6

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMILU LEGISLATIF DALAM PASAL 309 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 (Studi Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk.)

0 0 9

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DELIK PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA POLISI (Studi Kasus Nomor.114Pid.2012PT.TK) Oleh: FERRY ADTIA HUTAJULU ABSTRAK - PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DELIK PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA PO

0 0 14

ANALYSIS OF LEGAL PROTECTION FOR SALE ONLINE FRAUD VICTIM By: Fabiandi Cornelis ABSTRACT - ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PENIPUAN JUAL BELI ONLINE

0 0 11

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENATAAN RUANG KOTA BERBASIS LINGKUNGAN (Studi di Kelurahan Bumi Waras Kota Bandar Lampung) (Jurnal)

0 0 14

ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011

0 0 26

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH WANITA (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Bandar Lampung) Dwi Agustina, Firganefi, Tri Andrisman email : dwie_agtyahoo.co.id Abstrak - ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FA

0 0 13