MAKALAH REVIEW KONSENTRASI INDIKATOR TERKONTROL PADA ARGENTOMETRI MOHR CONTROLLED INDICATOR CONCENTRATION ON ARGENTOMETRY MOHR

  

MAKALAH REVIEW

KONSENTRASI INDIKATOR TERKONTROL PADA ARGENTOMETRI MOHR

CONTROLLED INDICATOR CONCENTRATION ON ARGENTOMETRY MOHR

1 2 3 1,2,3 Soebiyanto ; Nur Hidayati ; Dewi Sulistyawati

  Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Setia Budi Surakarta Jl. Let. Jend. Sutoyo, Mojosongo, Surakarta 57127

  

ABSTRAK

Sebagian ahli kimia, masih ragu-ragu untuk melakukan analisis secara volumetri. Salah

satu alasannya adalah karena analisis secara volumetri memberikan kontribusi yang

besar terhadap kesalahan analisis. Alasan tersebut tidak sepenuhnya benar karena

keberhasilan suatu analisis tidak hanya ditentukan oleh ketepatan dalam memilih

metode, namun lebih ditentukan oleh peneliti dalam memahami prinsip analisisnya.

Dalam buku standar analisis bahan pangan dan minyak (AOAC) dekade sembilan

puluhan masih mencantumkan beberapa analisis volumetri, sebagai metode standar

analisis bahan pangan. Di dalam makalah ini akan dibahas bagaimana cara konsentrasi

indikator terkontrol harus dilakukan, agar analisis volumetri khususnya analisis

Argentometri diperoleh hasil yang terbaik atau kesalahan analisis dapat diperkecil.

  Kata kunci : argentometri, indikator .

  

ABSTRACT

Some of chemist aren’t sure with volumetric analysis, because the result has a larger

mistake. This reason was not exactly true . The analysis result not only depending the

method but also how did the chemist know and do it. On ninety decade, AOAC still

recommended volumetric analysis for some determination. This paper try to explained

how we can adjust concentration indicator, specially base on argentometric so the error

can minimize.

  Key words: argentometric, indicator

PENDAHULUAN

  Pada proses titrasi , pereaksi ditambahkan secara bertetes-tetes ke dalam analit, biasanya menggunakan buret. Pereaksi adalah larutan standar yang konsentrasinya telah diketahui dengan pasti dengan cara distandarisasi. Penambahan pereaksi dilakukan terus menerus hingga teracapai ekivalen antara pereaksi dan analit, keadaan ini disebut titik ekivalen. Agar dapat mengetahui kapan terjadinya ekivalen antara pereaksi dan analit, para kimiawan menambahakan zat kimia yang dinamakan indikator. Indikator akan memberikan tanggap berupa perubahan warna larutan, terbentuknya endapan, atau terbentuknya senyawa kompleks berwama. Saat terjadinya tanggap tersebut disebut titik akhir titrasi.

  Diharapkan indikator memberikan tanggap tepat pada saat terjadinya ekivalen antara pereaksi dan analit, dengan kata lain diharapkan titik akhir titrasi terjadi sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Namun pada kenyataannya titik akhir titrasi selalu bergeser dari titik ekivalen atau terjadi kesalahan titrasi. Kesalahan titrasi dapat disebabkan oleh kesalahan pada pemilihan indikator, konsentrasi indikator yang tidak sesuai dan karena kurang teliti dalam pengamatan (Day dan Underwood: 1994). Menurut Khopkar (1990), kesulitan yang terjadi pada titrasi pengendapan adalah sulitnya memilih indikator yang sesuai, sehingga kesalahan titrasi bisa diperkecil.

  Pada tahun 1885 Mohr menemukan salah satu titrasi pengendapan yang selanjutnya disebut sebagai metoda Mohr. Pada titrasi tersebut larutan standar yang digunakan adalah perak nitrat. Larutan analit pada umumnya adalah halogen. Indikator yang digunakan adalah kalium kromat. Prinsip dari titrasinya adalah, mula- mula penambahan larutan standar akan menyebabkan terjadinya endapan perak dengan halogen. Setelah semua halogen mengendap maka, sedikit kelebihan larutan standar akan menyebabkan terjadinya reaksi terhadap indikator sehingga terbentuk endapan merah bata dari perak kromat (Vogel, 1958). Karena terbentuknya endapan mendasarkan pada harga konstanta hasil kali kelarutan (KSP), biasanya kesulitan terjadi pada pemilihan konsentrasi dari indikator. Konsentrasi indikator harus diatur sehingga perkalian konsentrasi dari ion kromat dengan konsentrasi kuadarat kation perak saat titik ikivalen sedikit lebih besar dari harga KSPnya. Bila konsentrasi indikator terlalu besar maka titik akhir titrasi terjadi sebelum titik ekivalen. Sebaliknya bila indikator terlalu encer titik akhir titrasi terjadi setelah titik ekivalen. Oleh karena itu harus diusahakan agar titik akhir titrasi terjadi bersamaan atau sedekat mungkin dengan titik ekivalen dengan cara mengatur konsentrasi dari indikatornya.

  Pada makalah ini akan dikaji berapakah konsentrasi indikator yang terbaik supaya kesalahan titrasi menjadi yang terkecil (konsentrasi indikator terkontrol). Makalah ini perlu disampaikan untuk memberikan beberapa teknik yang harus dilakukan agar kesalahan analisis secara volumetri dapat diperkecil, sehingga tiada keraguan lagi tentang keabsahannya.

STUDI PUSTAKA

  Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam sukar larut (Khopkar, 1990). Pengendapan yang terjadi harus cepat mencapai kestimbangan pada setiap penambahan titran, dan tidak terjadi pengotoran endapan. Titrasi pengendapan banyak digunakan pada penentuan Cl

  • - , Br -

  , dan I

  • - . Ion-ion tersebut bereaksi dengan perak nitrat membentuk endapan garam.

  Karena standar yang dipakai adalah perak nitrat (argentum nitrat) maka titrasinya disebut titrasi argentometri. Beberapa ahli kimia sudah jarang menggunakan metoda tersebut, alasan utamanya adalah sulitmya memperoleh indikator yang sesuai untuk mengetahui titik akhir pengendapan (Khopkar, 1990). Titik akhir pengendapan dapat diketahui dengan menambahkan indikator kalium kromat (pembentukan endapan berwarna), besi (III) nitrat (pembentukan senyawa kompleks berwarna), atau penambahan indikator fluoresein (indikator adsorbsi).

  a. Titrasi Pengendapan Mohr. Pada tahun 1885 Mohr menemukan salah satu bentuk titrasi pengendapan. Titrasi tersebut pada umumnya digunakan untuk menentukan konsentrasi dari klorida dan bromida (halogen). Proses titrasinya menggunakan larutan standar perak nitrat, dan indikator kalium kromat. Pada akhir titrasi akan terbentuk endapan merah bata dari perak kromat.

  Proses pembentukan endapan terjadi secara bertingkat (fraksional), mula-mula

  • 10

  memiliki konstanta hasil kali kelarutan (KSP) sebesar 1,2 X 10 dan garam perak -12 kromat adalah 1,7 X 10 . Di dalam praktek konsentrasi perak nitrat yang digunakan adalah 0,1 N yang dititrasikan pada larutan sampel dari halogen dan penambahan indikator kalium kromat beberapa mili liter. Perak nitrat adalah garam yang lebih sulit larut sehingga endapannya akan terjadi lebih awal, baru kemudian endapan perak kromat. Reaksi yang terjadi dapat ditulis sebagai berikut :

  • - + -

  Ag + C1 AgCI (s) (awal titrasi ) ……… 1)

  2 Ag + CrO 4 Ag 2 CrO 4 (s) (akhir titrasi) …….... 2) Endapan perak klorida dan endapan perak kromat akan terjadi bila harga KSP nya terlampaui.

  Pada saat terjadi titik ekivalen, maka konsentrasi ion perak akan sama dengan konsentrasi ion klorida. Menurut Vogel (1958) konsentrasi ion perak pada saat ekivalen

  • -5 adalah 1,1 X 10 M. Pada konsentrasi tersebut, maka secara teoritis konsentrasi kalium kromat untuk membentuk endapan dapat dihitung. Pada prakteknya konsentrai indikator yang digunakan cenderung lebih encer. Kelemahan penggunaan indikator yang encer tersebut adalah terjadinya kesalahan titrasi, dalam hal ini akan terjadi titik akhir titrasi terjadi setelah titik ekivalen, artinya dalam melakukan titrasi tersebut telah terjadi kelebihan titran, yang menyebabkan konsentrasi analit yang diteliti menjadi lebih besar dari yang sebenarnya.

  b. Syarat-Syarat Titrasi Mohr. Proses titrasi pengendapan secara Mohr harus dilakukan pada larutan yang netral. Bila dilakukan pada larutan yang bersifat asam, maka akan terjadi penguraian ion kromat menjadi ion dikromat. Penguraian tersebut dapat mengurangi konsentrasi indikator kalium kromat dan menyebabkan larutan menjadi berwarna jingga. Bila larutan bersifat basa, maka akan terjadi pengendapan perak hidroksida. Dua reaksi samping tersebut tidak dikehendaki, oleh karena itu sebelum titrasi berlangsung harus dilakukan pengecekan terhadap keasaman larutan. Bila larutan asam maka dapat ditambahkan natrium karbonat bertetes-tetes hingga netral. Sebaliknya bila larutan basa ditambahkan asam nitrat bertetes-tetes hingga netral. Penambahan kalsium karbonat juga disarankan karena beberapa garam klorida dapat terhidrolisa pada larutan yang bersifat asam.

  

ULASAN

  Tidak ada satupun metode analisis yang bebas dari kesalahan, bahkan untuk analisis yang menggunakan alat-alat modern sekalipun kesalahan tetap terjadi. Pada analisis secara intrumental, kesalahan dapat terjadi pada pembuatan larutan standar. Karena larutan standar yang dibuat sangat encer (dalam bagian perjuta), bahkan lebih encer lagi maka biasanya dilakukan dengan pengenceran berulang-ulang atau pengenceran dengan jumlah volume pengambilan yang sangat kecil. Kedua-duanya memberikan andil kesalahan yang sulit dihindari oleh peneliti. Sebagai contoh pada pengguanaan alat FTIR, sampel yang sama dilakukan analisis oleh orang yang sama ternyata spektrum yang dihasilkan jauh berbeda. Demikian pula penggunaan HPLC, sampel yang diinjeksikan oleh orang yang sama hasilnya berbeda. Kejadian semacam ini dapat terjadi pada alat-alat yang lain. Harus diakui bahwa dalam analisis volumetri juga selalu terjadi kesalahan-kesalahan, misalnya betapa sulitnya menentukan warna merah akhir titrasi netralisasi (merahnya seperti apa?), tidak ada indikator yang memiliki trayek pH yang sesuai dengan yang diinginkan (biasanya yang digunakan yang trayek pH nya mendekati) dan kesalahan yang lain. Tapi ini tidak berarti bahwa analisis volumetri harus ditinggalkan, apalagi jika alasannya hanya karena alatnya tidak modern. Jika diamati dalam buku standar analisis bahan pangan dan minyak (AOAC), masih banyak ditemukan analisis secara volumetri (misalnya peroksida, protein dll). Salah satu pertimbangannya adalah karena penggunaan alat modern, kesalahan yang tedadi justru semakin besar.

  1. Cara memperkecil kesalahan Tantangan yang dihadapi bagi pengguna analisis volumetri adalah meminimalkan kesalahan titrasi. Beberapa diantaranya adalah memilih indikator yang benar-benar memiliki trayek pH yang terdekat, meskipun kadang-kadang harganya mahal dan sulit dicari. Teliti dalam pembuatan larutan standar, yang dapat dilakukan adalah membuat larutan dalam jumlah besar (liter) sehingga bahan yang ditimbang banyak (menghindari kesalahan penimbangan) dan menghindari pengenceran bertingkat. Gunakan ukuran buret yang sesuai dengan keperluan, bila uji pendahuluan menunjukkan volume titrasi yang kecil, lebih baik digunakan buret mikro. Pada kondisi tertentu, penggunaan larutan blanko sangat disarankan untuk mengurangi kesalahan oleh zat pengotor.

  2. Indikator pada Analisis Argentometri Pada analisis secara argentometri pemilihan indikator tidak didasarkan oleh perubahan derajat keasaman( pH), tetapi didasarkan atas terbentuknya endapan. Supaya terjadi endapan syaratnya adalah hasil kali ion-ionnya melampaui harga KSP nya. Oleh karena itu dalam analisis argentometri, pemilihan konsentrasi indikator sangat penting (dalam asidi alkalimetri konsentrasi indikator tidak penting). Konsentrasi indikator yang terlalu pekat menyebabkan titik akhir titrasi mendahului titik ekivalen, karena endapan perak kromat terjadi sebelum semua halogen (sampel) habis. Demikian sebaliknya bila konsentrasi indikator terlalu encer. Permasalahannya adalah berapa konsentrasi yang

  • -2 terbaik? Dari hasil perhitungan konsentrasi yang sesuai adalah 1,4 x 10 M. Hasil ini diperoleh dari perhitungan sebagai berikut : Pada saat ekivalen, maka konsentrasi ion perak sama dengan konsentrasi ion klorida, yaitu : + - -10 +

  [ Ag ] X [Cl ] = KSP AgCI = 1,2 10 …………… 3) Bila dihitung, maka konsentrasi [Ag ] = 1,1 x 1M …………… 4) 2 + = -12 [A g ] X [CrO 4 ] = KSP Ag 2 CrO 4 = 1,7 X 10

  Konsentrasi ion kromat yang diperlukan supaya perak nitrat mengendap saat ekivalen adalah: KSP Ag CrO .....................5) -2 2 4

  [CrO ] = 4 2 + [Ag ]

  Bila hasil ion Ag dari pers 4), dimasukkan pada pers. 5) maka akan diperoleh -2 konsentrasi kalium kromat sebesar 1,4 x 10 M. Pada konsentrasi indikator (kalium kromat) tersebut masih akan terjadi kesalahan karena saat indikator ditambahakan akan terjadi pengenceran oleh volume sampel, sehingga konsentrasinya menjadi lebih encer. Akibatnya titik akhir terjadi setelah titik ekivalen atau terjadi kelebihan titran. Supaya kesalahan ini dapat diperkecil maka diperlukan modifikasi konsentrasi indikator (konsentrasi indikator terkontrol). Caranya -1 adalah konsentrasinya dipekatkan 10 kalinya, yaitu 1,4 x 10 M, tetapi harus diikuti dengan pengenceran sepuluh kalinya supaya konsentrasi akhirnya kembali semula. Hal ini dapat terjadi bila kita mengambil sejumlah tertentu volume indikator dan sejumlah tertentu volume sampel.

  Perhitungan yang paling sederhana adalah mengambil 1 mL indikator dan menambahkan sebanyak 9 mL volume sampel sehingga terjadi pengenceran sebanyak sepuluh kali. Angka angka tersebut dapat diubah sesuai dengan hasil uji pendahuluan . Bila volume titran dirasa terlalu besar maka pengambilan sampel dapat diperkecil, demikian pula indikatornya. Dengan cara ini (konsentrasi indikator terkontrol) maka kesalahan analisis argentometri dapat dikurangi, karena selalu dikondisikan konsentrasi -2 indikator sebesar 1.4 x 10 M.

  Selain mengatur konsentrasu indikator, ketelitian titrasi argentometri secara Mohr juga dipengaruhi oleh derajad keasaman dari larutan sampel. Bila sampel terlalu asam akan menyebabkan perombakan kalium kromat menjadi bikromat yang berwarna jingga. Bila terlalu basa maka akan terjadi pengendapan hidroksida dari perak. Kedua keadaan tersebut akan berpengaruh terhadap volume titrasi (kadar). Oleh karena itu larutan harus dibuat menjadi netral dengan menambahakan asam nitrat (bukan HCI) atau natrium karbonat,sesuai dengan kebutuhan.

  

KESIMPULAN

  Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diambil kesimpulan : -2

  1. Konsentrasi indikator yang terbaik adalah 1,4 x 10 M (konsentrasi setelah peng- enceran), gunakan teknik konsentrasi indikator terkontrol untuk mengurangi kesalahan analisis.

  2. Analisis secara Volumetri tidak perlu diragukan kebenarannya (keabsahannya), bila dilakukan dengan teknik yang benar.

  3. Konsentrasi indikator (K 2 CrO 4 ) sangat berpengaruh terhadap ketelitian analisis secara argentometri.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Day, R.A. and Underwood A.L, 1994, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi Empat, Erlangga, Surabaya.

  2. Khopkar, S.M. 1990, Konsep Dasar Kimia Anal itik, UI-Press, Jakarta.

  3. Vogel A.I. 1958, A Texk Book of Quantitative Inorganic Analysis, Second Edition, Longmans, New York.