E020-1 PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA MIKROSTRIP SEGITIGA FREKUENSI GANDA DENGAN PENCATUAN LANGSUNG

  

PERANCANGAN DAN REALISASI

ANTENA MIKROSTRIP SEGITIGA FREKUENSI GANDA

DENGAN PENCATUAN LANGSUNG

Yuli Kurnia Ningsih, Fajar Ardhi Pramudia, Henry Chandra,Rastanto Hadinegoro

  Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti

  

E-mail:

Abstrak

  

LTE (Long Term Evolution) merupakan salah satu teknologi telekomunikasi generasi ke-4 (4G) yang

dikembangkan lebih lanjut dari Third Point Five Generation (3,5G) atau yang lebih dikenal High

Speed Downlink Data Access (HSDPA) yang dikembangkan untuk komunikasi data kecepatan tinggi.

  

Makalah ini membahas suatu perancangan antena mikrostrip yang dapat bekerja pada dua frekuensi

sekaligus (dualband) sesuai pilihan alokasi frekuensi LTE di Indonesia yaitu 2,1 GHz atau 2,6 GHz.

Strategi yang digunakan dalam rancang bangun antena ini adalah dengan menggunakan pencatuan

langsung dengan teknik reactively-loaded untuk mendapatkan frekuensi ganda. Berdasarkan hasil

simulasi diperoleh parameter Return Loss (RL) sebesar -18.96 dB pada 2,1GHz dan dengan Half

Power Beam Width (HPBW) sebesar 90° dan RL sebesar -21,19 dB dengan HPBW sebesar 100° pada

2,6 GHz.

  Kata Kunci : antena mikrostrip patch segitiga, pencatuan langsung Pendahuluan

  Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat, menjadikan komunikasi sebagai salah satu kebutuhan utama manusia untuk dapat melakukan interaksi satu sama lainnya. Kebutuhan tersebut harus diiringi oleh kemajuan teknologi yang tidak hanya dapat melakukan komunikasi suara, tetapi juga kebutuhan data multimedia yang menggunakan peralatan wireless dalam pengoperasiannya.

  Long Term Evolution( LTE) merupakan solusi yang tepat untuk menjawab kebutuhan

  manusia terhadap komunikasi data bergerak kecepatan tinggi untuk dapat melakukan interaksi dan komunikasi. LTE sendiri merupakan teknologi yang dikembangkan lebih lanjut dari Third Point

  

Five Generation (3,5G) atau yang lebih dikenal High Speed Downlink Data Access (HSDPA). LTE

  memiliki tujuan utama untuk meningkatkan transfer data multimedia agar dapat memenuhi kebutuhan akses data multimedia. Secara teori kecepatan yang dihasilkan LTE memberikan tingkat kapasitas downlink sedikitnya 100 Mbps, dan uplink paling sedikit 50 Mbps [Holma,2009].

  Menurut International Mobile Telecommunications Advance (IMT Advanced), alokasi frekuensi LTE yang diterapkan di beberapa negara adalah pada frekuensi 0,45 GHz, 0,85 GHz, 0,9 GHz, 1,8 GHz, 1,9 GHz, 2,1 GHz ataupun pada frekuensi baru seperti 0,8 GHz dan 2,6 GHz. Di Indonesia sendiri untuk frekuensi 0,85 GHz, 0,9 GHz, 1,8 GHz, dan 1,9 GHz telah digunakan untuk layanan GSM khususnya pada layanan yang berbasis 3G dan 3,5G, sehingga pada frekuensi ini tidak dimungkinkan untuk menerapkan layanan LTE, karena akan mengganggu layanan yang telah menggunakan frekuensi tersebut. Dengan mempertimbangkan alasan tersebut, maka frekuensi yang memiliki peluang untuk menggunakan layanan LTE di Indonesia yaitu pada frekuensi 2,1 GHz atau 2,6 GHz. Frekuensi ini sesuai dengan negara-negara di Asia yang telah menggunakan frekuensi tersebut untuk layanan LTE [Gessner,2009].

  Dalam suatu komunikasi modern penggunaan antena tidak hanya terbatas pada penggunaan satu frekuensi saja melainkan dapat bekerja lebih dari satu frekuensi (multiband frequency). Oleh karena itu agar lebih efektif dan memenuhi skenario frekuensi kerja LTE di Indonesia maka harus dirancang antena yang dapat beroperasi lebih dari satu frekuensi kerja.

  Sebenarnya untuk membuat antena yang dapat bekerja lebih dari satu pita frekuensi, dapat dibuat antena yang mempunyai frekuensi kerja yang lebar (wideband) dimana impedance

  

bandwidth ≥ 10%, akan tetapi kelemahan dari antena wideband adalah dapat terjadi interferensi dari

  suatu gelombang radio yang tidak diinginkan karena frekuensinya tercakup oleh frekuensi kerja antena wideband. Dengan menggunakan antena banyak pita (multiband), interferensi dari frekuensi lain dapat dikurangi. Hal inilah yang merupakan keunggulan antena banyak pita daripada antena

  

wideband . Selain itu juga lebih efisien karena hanya dengan menggunakan satu buah antena sudah

  dapat melayani lebih dari satu frekuensi. Oleh karena itu,pada makalah ini dibahas suatu perancangan antena mikrostrip yang dapat bekerja pada dua frekuensi sekaligus (dualband) untuk pilihan alokasi frekuensi LTE di Indonesia yaitu 2,1 GHz atau 2,6 GHz.

  Studi Pustaka

  Antena merupakan salah satu elemen penting yang harus ada pada alat komunikasi yang menggunakan sinyal. Sebuah antena merupakan bagian vital dari suatu pemancar atau penerima yang berfungsi untuk menyalurkan sinyal radio ke udara. Fungsi antena adalah untuk mengubah sinyal listrik menjadi sinyal electromagnetic, kemudian meradiasikannya. Dan sebaliknya, antena juga dapat berfungsi untuk menerima sinyal electromagnetic dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Bentuk antena bermacam macam sesuai dengan desain, pola radiasi, frekuensi dan gain. Salah satu antena yang sekarang digunakan ialah antena mikrostrip [Balanis,1997].

  Salah satu bentuk patch antena yang sering digunakan adalah segitiga(equilateral

  

triangular) . Bentuk ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan bentuk persegi panjang

(rectangular) , yaitu luas yang dibutuhkan oleh bentuk segitiga untuk menghasilkan karakteristik

  radiasi yang sama lebih kecil dibandingkan luas yang dibutuhkan oleh bentuk persegi panjang

  

(rectangular) [Garg,2001]. Hal ini sangat menguntungkan di dalam realisasi antena. Terlebih lagi

penambahan slot pada patch bentuk segitiga membuat luas yang dibutuhkan akan semakin kecil.

  Berikut ini adalah gambar dari antena dengan patch segitiga sama sisi (equilateral triangular) dengan komponen a sebagai panjang sisi dari segitiga pada Gambar 1.

  

Gambar 1. Antena mikrostrip berbentuk segitiga sama sisi

  Untuk mendapatkan antena yang bekerja lebih dari satu frekuensi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Mulai dari menyusun lebih dari satu patch antena yang bekerja pada frekuensi berbeda sampai dengan cara menyusun secara bertingkat antena yang mempunyai frekuensi resonansi yang berbeda-beda. Secara umum ada tiga cara untuk menghasilkan antena multifrekuensi. Cara-cara tersebut adalah[Balanis,1997] : 1.

  Orthogonal-mode multi-frequency antena 2. Multi-patch multi-frequency antena 3. Reactively-loaded multi-frequency antena

  Cara reactively-loaded adalah cara yang paling popular digunakan untuk menghasilkan multi frekuensi dengan menambahkan beban pada antenna. Beban yang dimaksud disini bisa berupa stub, slot, pin, slot dan pin, ataupun kapasitor. Beban reaktif tersebut ditambahkan secara khusus pada tepi peradiasi (radiating edge) untuk menghasilkan panjang resonansi yang lebih jauh, dimana panjang resonansi ini berakaitan dengan pembangkitan frekuensi yang lainnya [Garg,2001].

  Pada dasarnya saluran pencatu untuk antena mikrostrip dapat dibagi menjadi 2, yaitu pencatuan secara langsung (direct coupling) dan pencatuan secara tidak langsung (electromagnetic

  

coupling). Pencatuan secara langsung (direct coupling) banyak digunakan karena memiliki kelebihan, yaitu sederhana dan mudah, dimana patch antena dan konektor dihubungkan secara langsung dengan melakukan penyolderan pada bidang pertanahannya (ground. Tetapi disamping kelebihan tersebut ada beberapa kekurangan pada pencatuan langsung yaitu sulit jika antena mikrostrip disusun secara susun. Selain itu, pita frekuensi atau bandwidth yang dihasilkan akan memiliki karakteristik pita sempit sekitar 2% - 5% [Balanis,1997]. Pencatuan secara langsung merupakan pencatuan yang pertama kali digunakan sebagai pencatu untuk antena mikrostrip, seperti yang terlihat pada Gambar 2 berikut ini.

  Gambar 2. Pencatuan langsung (direct coupling)

  Metodologi Penelitian

  Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan adalah dengan menentukan terlebih dahulu frekuensi kerja yang akan digunakan. Agar lebih efisien maka antena yang dirancang memiliki kemampuan dapat bekerja untuk 2 frekuensi, dalam hal ini adalah pada frekuensi 2,1 GHz dan 2,6 GHz. Pilihan frekuensi tersebut karena alokasi frekuensi tersebut merupakan kandidat yang paling cocok karena belum digunakan secara umum.

  Selanjutnya adalah memilih substrat yang digunakan. Substrat yang dipilih adalah material yang mudah dan murah, namun juga memperhatikan nilai konstanta dielektrik ( ) , faktor disipasi,

  ε r

  dan ketebalan (h). Karena ketiga nilai tersebut akan mempengaruhi frekuensi kerja, lebar pita, dan juga efisiensi dari komponen yang dibuat. Substrat yang memenuhi persyaratan tersebut diantaranya FR4. Setelah substrat dipilih maka dilakukan penghitungan dimensi dan analisis parameter antena dalam merancang antena yang diinginkan. Selanjutnya dilakukan perancangan elemen tunggal dari antena mikrostrip frekuensi ganda (dualband) yang menggunakan teknik pencatuan secara langsung(direct coupling) melalui simulasi dengan menggunakan tools yang tersedia.

  Hasil dan Pembahasan

  Antena yang akan dirancang berbentuk segitiga. Langkah awal yang harus dilakukan adalah menentukan dimensi awal antena agar sesuai dengan frekuensi kerja yang diinginkan. Dimensi antena segitiga dapat dicari dengan persamaan panjang sisi segitiga sebagai berikut :

  (1) Salah satu cara untuk mendapatkan frekuensi ganda (dualband) adalah dengan cara

  

reactively-loaded yaitu dengan menggangu arus sinyal sehingga terjadi perubahan resonansi. Salah

  satu metode pada reactively-loaded adalah dengan metode slot. Oleh karena itu, dimensi segitiga yang digunakan sebagai acuan rancangan awal adalah dimensi segitiga antena yang bekerja pada frekuensi 2,1 GHz dimana panjang sisinya sebesar 46 mm. Dengan melakukan iterasi secara berulang-ulang diperoleh dimensi slot yang dapat menghasilkan frekuensi ganda (dualband). Rancangan antena tersebut ditunjukan oleh Gambar 3 berikut ini :

  Gambar 3. Bentuk dari segitiga antena frekuensi ganda (dualband) Dari Gambar 3 didapatkan bentuk segitiga yang dirancang, a adalah panjang sisi bawah segitiga, as 1 adalah panjang sisi kiri segitiga, dan as 2 adalah panjang sisi kanan segitiga. Sedangkan a 1 adalah panjang sisi sebelah kiri segitiga dengan slot pertama, a 2 adalah jarak antara slot pertama dengan slot kedua, a 3 adalah panjang sisi sebelah kanan segitiga dengan slot kedua, dan a 4 adalah panjang sisi sebelah kanan dengan jarak dari pencatu. Sedangkan y dan x adalah panjang sisi kiri 1 1 dan lebar dari slot pertama, y 11 merupakan panjang sisi kanan dari slot pertama yang terletak diantara slot pertama dan kedua, y 2 dan x 2 adalah panjang sisi kanan dan lebar dari slot kedua, y 21 merupakan panjang sisi kiri dari slot kedua yang terletak diantara slot pertama dan kedua. Proses iterasi (pengubahan nilai parameter) pada antena dilakukan untuk mendapatkan karakteristik antena yang diinginkan. Untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan maka dilakukan proses iterasi secara berulang-ulang, dari proses iterasi yang dilakukan berulang-ulang, diperoleh tiga iterasi yang dianggap terbaik.

  Dengan menggunakan antena pada Gambar 3, sebagai kondisi awal yang dijadikan acuan, maka proses iterasi dilakukan dengan cara menambah lebar jarak pecantu dengan dimensi segitiga (a 4 )agar memenuhi syarat umumreturn loss ≤ -10 dB dan VSWR ≤ 2, serta dapat bekerja pada frekuensi yang telah ditentukan. Berikut ini adalah tiga proses iterasi yang dianggap terbaik:

  1. Lebar jarak pencatu dengan dimensi segitiga (a ) sebesar 5,5 mm(kondisi satu) 4

  2. Lebar jarak pencatu dengan dimensi segitiga (a 4 ) sebesar 6,5 mm (kondisi dua)

  3. Lebar jarak pencatu dengan dimensi segitiga (a 4 ) sebesar 7,5 mm (kondisi tiga) Hasil simulasi ketiga kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

  Gambar 4. Hasil Simulasi Return Loss antena segitiga frekuensi ganda (dualband) Dari ketiga kondisi diatas, maka kondisi dua yaitu lebar jarak pencatu dengan dimensi segitiga (a 4 ) sebesar 6,5 mm dianggap yang terbaik, karena memiliki nilai return loss dan VSWR yang hampir berimbang di kedua frekuensi yaitu pada frekuensi 2,1 GHz memiliki nilai -18,96 dB dan 1,254 sedangkan pada frekuensi 2,6 GHz memiliki nilai -21,19 dB dan 1,191.

  Gambar 5 merupakan hasil pengukuran antena mikrostrip pada sudut 0° yang bekerja pada frekuensi 2,1 GHz dan 2,6 GHz yang dilihat pada spectrum analyzer.

  Gambar 5. Hasil pengukuran pada sudut 0 ° pada frekuensi 2,1 GHz dan 2,6 GHz Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, pengukuran pertama dilakukan pada frekuensi 2,1 GHz, pengukuran berikutnya dilakukan pada frekuensi 2,6 GHz.

  Setelah melakukan pengukuran maka didapatkan hasil perhitungan gain dari hasil normalisasi yang kemudian angka tersebut dimaksukkan ke dalam gambar. Gambar hasil pola radiasi hasil pengukuran pada frekuensi 2,1 GHz dan 2,6 GHz dapat dilihat pada Gambar 6.

  Berdasarkan hasil pengukuran tersebut didapat pola radiasi masing-masing frekuensi seperti pada Gambar 6, dari pola radiasi tersebut, nilai Half Power Beamwidth (HPBW) pada frekuensi 2,1GHz sebesar 90° ,sedangkan pada frekuensi 2,6 GHz nilai HPBW sebesar 100°

  Gambar 6. Nilai HPWB dari pola radiasi pada frekuensi 2,1 GHz dan 2,6 GHz

  Kesimpulan

  1. Dari hasil simulasi didapatkan antena yang bekerja pada frekuensi 2,1 GHz. dengan

  bandwidth 123 MHz dengan nilai return loss -18,96 dB dan nilai VSWR 1,174 dan

  didapakan antena yang bekerja pada frekuensi 2,6 GHz dengan bandwidth 120 MHz dengan nilai return loss -2119 dB dan nilai VSWR 1,217.

  2. Pada frekuensi 2,1 GHz didapatkan persentase bandwith sebesar 5,8 % dan pada frekuensi 2,6 GHz didapatkan persentase bandwidth sebesar 4,6 .

  %

  3. Dari proses pengukuran pola radiasi diperoleh nilai HPBW pada frekuensi 2,1 GHz sebesar 90°, sedangkan pada frekuensi 2,6 GHz nilai HPBW sebesar 100°.

  Daftar Pustaka

  Balanis C.A., Antenna Theory Analysis and Design, John Wiley&Sons.Inc, Canada, 1997 Gessner, Christina and Roessler, Andreas, “LTE Technology and LTE test a deskside chat”, Rohde & Scwarz, Germany, April 2009 Garg,R., P. Bhartia, I. Bahl, A. Ittipibon,Microsrtip Antenna Design Handbook, Artech House, Norwood, MA, 2001

  

Holma, Harri and Toskala, Antti. LTE for UMTS – OFDMA and SC-FDMA Based Radio

Access, John Wiley & Sons, Inc., Finlandia: 2009