Proses Pembelajaran Bahasa Daerah disamp

www.rajaebookgratis.com

1

Proses Pembelajaran Bahasa Daerah disamping bahasa
Indonesia
Setya Amrih Prasaja, S.S.1

1. Pendahuluan
Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 2
sebagai bentuk awal pengakuan identitas nasional bangsa, yang salah satunya
menyinggung tentang keberadaan bahasa, seperti tertulis dalam teks ikrar Sumpah
Pemuda bait ketiga “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa
persatuan bahasa Indonesia”. Sebelum menginjak lebih lanjut, dalam pendahuluan
ini penulis mengajak untuk menilik kebelakang tentang sejarah bagaimana karakter
bangsa ini. Indonesia yang dulu belum mempunyai satu identitas bersama, adalah
merupakan suatu bangsa dengan gugusan pulau-pulau berpenghuni yang memiliki
beraneka ragam budaya dan bahasa di masing-masing pulau atau sering disebut juga
nusântara3. Namun setelah mengalami terpaan badai kolonialisasi dan imperialisasi4
yang dilancarkan orang-orang Eropa maupun invansi Jepang5. Lambat laun Daerahdaerah mulai menggagas bentuk perjuangan bersama untuk melenyapkan tirani
tersebut, setelah menyadari bahwa perjuangan yang bersifat kedaerahan tidak

menghasilkan sebuah kebebasan dari cengkeraman tirani barat dan timur.

1

Alumnus Sastra Nusantara UGM.
Konsepsi tentang identitas nasional sebetulnya sudah mulai bermunculan pada dekade 1927 s.d.
puncaknya pada 28 Oktober 1928. (Ricklefs, 1999).
3
Nusântara dari kata nusa yang berarti pulau dan antara jarak atau wilayah istilah ini juga bersinonim
dengan dwipântara.
4
Masa ini dimulai dengan adanya ekspedisi Portugis dengan tujuan mencari rempah-rempah ke timur,
yang kemudian pada bulan April 1511 Alfonso D`Albuquerque menaklukan Malaka. Langkah tersebut
diikuti oleh armada Belanda, pada 1596 armada Belanda yang dipimpin Cornelis De Houtman tiba di
pelabuhan Banten.ibid.
5
Pada tanggal 10 Januari Jepang mengawali pendudukannya di Indonesia.ibid.
2

poejangga_saja@yahoo.com

rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

2

Hingga

pada

saat

puncak

revolusi

bangsa

ini


tercapai,

dengan

6

diproklamasikannya 17 Agustus 1945 sebagai pengabhisekaan Indonesia sebagai
sebuah identitas suatu bangsa, maka point dalam hasil konggres pemuda ke-2 yang
melahirkan Sumpah Pemuda dijadikan acuan awal untuk menata bentuk, langkah,
serta arah tujuan bangsa baru ini melangkah, Sehingga pemakaian bahasa Indonesia
yang merupakan lingua franca semakin kuat dan membumi di dalam masyarakat
Daerah. Hal ini diperkuat lagi melalui perangkat perundang-undangan pada pasal 36
UUD 1945, yang menyebutkan bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Dan
dalam makalah yang singkat ini, penulis tidak menfokuskan pembicaraan pada
perbandingan yang ada antara bahasa Indonesia dengan bahasa Daerah, ataupun
bahasa Daerah satu dengan yang lainnya, namun lebih terfokus pada relevansi atau
keterkaitan serta hubungan timbal balik yang tercipta antara bahasa Indonesia dengan
bahasa Daerah yang ada. Sedangkan kandungan isi yang hendak dicapai adalah
perlunya peninjauan kembali kebijakan nasional yang berkenaan dengan kebahasaan,
sehingga akan tercapai titik keseimbangan antara kedudukan dan fungsi bahasa

Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara tetap terjaga7.

2. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Seperti telah disinggung sedikit di atas, bahwa berawal dari hasil konggres
pemuda ke-2 tahun 1928, yang menelurkan embrio bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan, maka setelah proklamasi benar-benar tercapai status bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan semakin jelas dan diperkuat melalui legitimasi produk
perundang-undangan. Adapun legalisasi tersebut termaktub dalam Pasal 36 UUD
1945 8 yang berbunyi “ Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Dan dalam
pelaksanaannya bahasa Indonesia selain sebagai bahasa resmi negara juga merupakan
6

dari abhiseka yang berarti pentasbihan atau pendeklarasian. Zoetmulder, 1995.
Amran Halim dalam makalah Pemasyarakatan Bahasa dan Sastra Daerah pada Konferensi Bahasa
Daerah 6 s.d. 8 November 2000 di Jakarta.
8
Di Daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik,
bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh Negara.(Dendy Sugono&Abdul Rozak
Zaidan,2000).
7


poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

3

bahasa pendidikan, seperti yang juga termaktub dalam Undang-Undang No.2 Tahun
1989, pasal 41 yang menyatakan bahwa “Bahasa pengantar dalam pendidikan
nasional adalah bahasa Indonesia.” Adapun kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
adalah sebagai bahasa resmi negara, dan sebagai bahasa persatuan. Dapat dirumuskan
sebagai berikut ;
a. Bahasa Indonesia sebagai bahasa lambang kebanggaan nasional,
b. Bahasa Indonesia sebagai bahasa lambang Identitas nasional,
c. Bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan Daerah satu dengan Daerah
yang lain.
Kemudian dilihat dari kedudukannya sebagai bahasa persatuan maka bahasa
Indonesia memiliki fungsi ;
a. Bahasa Indonesia sebagai sumber kebahasaan untuk menyokong

kelangsungan hidup bahasa-bahasa Daerah dengan hubungan timbal balik
yang saling menguntungkan.
b. Sebagai pengembangan IPTEK, sebagai acuan berpikir modern.
Penjelasan tentang hubungan timbal balik seperti apa akan penulis bahas lebih
lanjut dalam pembahasan.

3. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Daerah
Seperti halnya bahasa Indonesia, bahasa-bahasa Daerah juga mempunyai
kedudukan dan fungsi yang tidak kalah pentingnya dengan kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia. Menurut Hasan Alwi9 untuk mengetahui dan melihat kedudukan
bahasa Daerah kita harus menggunakan dua sudut pandang. Pertama, bahasa Daerah
sebagai sebagai sarana komunikasi bagi para penutur yang berasal dari kelompok
etnik yang sama. Kedua, bahasa Daerah dalam kaitannya dengan bahasa Indonesia.
Dari point pertama maka fungsi bahasa Daerah memiliki lima fungsi, yaitu ;
a. Bahasa Daerah sebagai lambang kebanggaan Daerah.
9

Hasan Alwi dalam makalah Kebijakan Bahasa Daerah pada Konferensi Bahasa Daerah 6 s.d. 8
November 2000 di Jakarta.


poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

4

b. Bahasa Daerah sebagai lambang identitas Daerah.
c. Bahasa Daerah sebagai alat perhubungan di dalam keluarga dan
masyarakat Daerah.
d. Bahasa Daerah sebagai sarana pendukung kebudayaan Daerah, dan
e. Bahasa Daerah sebagai pendukung bahasa dan sastra Daerah.
Dan kalau dilihat dari sudut pandang kedua, yaitu dari segi hubungan antara
bahasa Daerah dan bahasa Indonesia, maka ada empat fungsi yang diemban oleh
bahasa Daerah yaitu ;
a. Bahasa Daerah sebagai pendukung bahasa nasional,
b. Bahasa Daerah sebagai bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah
dasar,
c. Bahasa Daerah sebagai sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa
Indonesia,

d. Bahasa

Daerah

sebagai

pelengkap

bahasa

Indonesia

di

dalam

penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Menurut catatan Grimes10. Indonesia memiliki 672 bahasa Daerah. Adapun
keberadaan bahasa-bahasa Daerah tersebut dimungkinkan lama kelamaan akan
menyusut atau punah satu demi satu. Oleh karena itu timbul satu pertanyaan apakah

dari sekian banyak bahasa Daerah dengan adanya politisasi bahasa Indonesia
memiliki potensi dan kekuatan untuk tetap exist (bertahan), dan ternyata tidak semua
bahasa Daerah memiliki potensi yang sama, untuk mengetahui hal itu maka Krauss11
membagi bahasa-bahasa alami yang masih digunakan menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama terdiri atas bahasa-bahasa yang tidak dikuasai dan, oleh karena
itu, tidak dapat digunakan oleh generasi muda dari kelompok penutur bahasa yang
bersangkutan (moribun). Kelompok kedua berhubungan dengan bahasa-bahasa yang
terancam punah dalam arti bahwa satu atau generasi mendatang dari kelompok etnik
10
11

Hasan Alwi.ibid.
Hasan Alwi.ibid.

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

5


yang bersangkutan tidak akan lagi menguasai dan menggunakan bahasa-bahasa
tersebut (endangered). Kelompok ketiga berkenaan dengan bahasa-bahasa yang
tergolong aman dalam arti tidak terancam oleh kepunahannya (safe). Dari paparan di
atas krauss mencoba memberikan wacana tentang proses ketahanan bahasa-bahasa
Daerah untuk tetap exist (bertahan), selain ditentukan oleh jumlah penutur, kekuatan
dan potensi bahasa Daerah juga ditentukan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu faktor budaya
atau tradisi tulis, faktor pemakaian dalam bidang pendidikan, dan faktor peranannya
sebagai sarana pendukung kebudayaan Daerah 12 . Menurut laporan Biro Pusat
Statistik dari data sensus tahun 1990 terdapat 8 (delapan) bahasa yang penuturnya
berjumlah 2.000.000 orang atau lebih. Yang menurut teori Krauss termasuk kategori
aman (save). Adapun bahasa-bahasa tersebut bisa kita lihat pada tabel di bawah ini
dengan urutan penutur terbanyak pada masing-masing bahasa :

NO

BAHASA DAERAH

JUMLAH PENUTUR


1

Bahasa Jawa

60.267.461 orang13

2

Bahasa Sunda

24.155.962 orang

3

Bahasa Madura

6.792.447 orang

4

Bahasa Minangkabau

3.527.726 orang

5

Bahasa Bugis

3.228.742 orang

6

Bahasa Batak

3.120.047 orang

7

Bahasa Banjar

2.755.337 orang

8

Bahasa Bali

2.589.256 orang

Sedangkan bahasa-bahasa Daerah yang tercatat memiliki tradisi tulis ada 10
(sepuluh) bahasa Daerah

yaitu

untuk

bahasa-bahasa Bali,

Jawa,

Sunda,

Bugis/Makasar, Karo, Mandailing, Lampung, Rejang, Toba, dan Kerinci.
12

Hasan Alwi, ibid.
Bahkan sekarang mencapai 80 juta penutur. Lihat dalam keputusan konggres bahasa Jawa IV tahun
2006.
13

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

6

Apabila kita mencoba untuk melakukan kajian ulang atau menyinggung
tentang kebijakan nasional bahasa Indonesia, maka mau tidak mau kita juga harus
memasuki wilayah politik kesatuan, yang mungkin masih terlalu dangkal hingga kita
atau bangsa ini dalam penjabarannya menimbulkan banyak ketakutan-ketakutan yang
belum jelas juntrungan-nya (paranoid). Kedangkalan dalam memahami konsep
kesatuan dari persatuan, padahal konsep ini berakar pada seloka atau sesanti
“Bhineka Tunggal Ika” yaitu Bhineka ; berbeda-beda, Tunggal ; satu, Ika ; itu yang
terdapat pada Kitab Sutasoma. Naskah peninggalan Majapahit yang menggambarkan
keadaan Kebhinekaan masyarakat Majapahit pada waktu itu, dimana peran kerajaan
pada waktu itu memberikan kebebasan memeluk agama kepada rakyatnya, sehingga
didirikan dua lembaga untuk mengaturnya yaitu Dharmâdhyaksa ring Kasogatan
untuk pemeluk Budha dan Dharmâdhyaksa ring Kasaiwan untuk yang beragama
Hindu-Siwa.
Namun banyak bermunculan wacana dan opini publik yang lepas kontrol
tentang pengejawantahan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional (persatuan), dan
keberadaan bahasa Daerah dalam hubungannya dengan keutuhan dan integritas
bangsa. Isu disintegrasi selalu muncul seiring keinginan Daerah, dalam kaitannya
dengan pengembangan budaya atau bahasa Daerah muncul ke permukaan. Padahal
kalau kita mau memandang permasalahan yang muncul ini lebih bijak, dan mau
menjadikan hal tersebut sebagai studi kasus dalam mencari relasi antara
pengembangan bahasa Indonesia di satu sisi, dan bahasa Daerah pada sisi yang lain.
Mungkin akan kita temukan pecahan-pecahan dari hasil budaya dan pengembangan
bahasa Daerah, untuk bisa kita susun menjadi mozaik yang lebih indah dan
berkarakter. Bukan malah sebaliknya, bahwa bahasa Indonesia sebagai momok bagi
berkembangnya bahasa dan sastra Daerah, begitu juga bahasa Daerah menjadi
momok bagi bahasa Indonesia dalam melebarkan sayapnya. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian serius karena banyak dari sastrawan lokal (Daerah) yang
merasa lahannya tergusur dengan adanya pengindonesiaan dalam bahasa, sehingga
mereka merasa tidak mendapat porsi yang memadai, dalam kaitannya dengan

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

7

pengekspresian serta pengaktualisasian sastra, bahasa serta budaya Daerah yang
sebetulnya justru merupakan hulu serta hilir dari perkembangan sastra serta budaya
Indonesia pada masa mendatang.
Dikatakan hulu, karena sastra, bahasa serta budaya Daerah merupakan sumber
serta pendukung perkembangan sastra, bahasa serta budaya nasional kita. Sastra
Daerah memperkaya wacana sastra Indonesia, bahasa Daerah memperkaya kosakata
bahasa Indonesia sedangkan budaya Daerah menyokong budaya nasional yang
kesemuanya itu membentuk sebuah kekarakteristikan serta kekhasan tersendiri bagi
bangsa Indonesia. Hal yang tidak akan di temui di belahan bumi manapun selain
Indonesia. Sementara dikatakan hilir karena pada akhirnya kesemuanya itu akan
bermuara pada satu tempat yang sama yaitu identitas Ke-Indonesiaan.
Masyarakat Indonesia termasuk ke dalam masyarakat multilingual, yang
secara langsung juga merupakan konsekuensi dari adanya latar belakang budaya yang
berbeda di tiap Daerah. Adapun multilingual itu sendiri mempunyai pengertian
sebagai berikut ; pertama, penguasaan yang sama baik atas dua atau lebih bahasa14 ;
kedua pemakaian dua bahasa secara bergantian 15 . Berdasarkan kedua batasan
tersebut, kita dapat memahami bahwa dalam masyarakat Indonesia, selain mereka
menguasai bahasa ibu (Daerah) masing-masing etnis, mereka juga menguasai bahasa
Indonesia, atau mungkin bahasa Daerah di luar bahasa mereka, ditambah lagi dengan
penguasaan bahasa asing. Dengan adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia
termasuk ke dalam masyarakat bilingual, walaupun ada sebagian kecil yang
multilingual itulah, maka harus dipertimbangkan aspek-aspek pada kedudukan dan
fungsi bahasa, baik itu bahasa Indonesia maupun bahasa Daerah, seperti telah
disinggung di atas. Sehingga pada nantinya, akan ditemukan sebuah rumusan baru
sebagai akibat dari adanya lintas budaya, yang juga akan mempengaruhi
perkembangan kedua bahasa tersebut ke depan. Perkembangan bahasa Indonesia
cenderung ke arah IPTEK sebagai acuan berpikir modern. Sedangkan, perkembangan
14
15

Bloomfield, 1955
weinreich,1988

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

8

bahasa Daerah cenderung ke arah pengungkap budaya modern16. Dengan kata lain
kedudukan bahasa-bahasa Daerah bisa lebih jelas.
Kemudian mari kita lihat, sejauh mana sebetulnya timbal balik yang terjadi,
antara bahasa Indonesia dan bahasa Daerah. Kehadiran bahasa Indonesia sebagai
kekuatan besar dalam menyatukan dan menjembatani arus informasi dan arus
komunikasi bagi bangsa ini, memang tidak bisa kita pungkiri dan lupakan. Namun
perlu juga kita ketahui, bahwa diangkatnya bahasa Indonesia ke permukaan, justru
memunculkan sebuah gambaran, dimana sebetulnya Daerah-daerah mempunyai
keinginan untuk bisa lebih leluasa berkomunikasi satu sama lain dengan mudah,
tanpa mereka harus meninggalkan bahasa ibu mereka. Ini mungkin menarik karena
dalam Sumpah Pemuda tidak disebutkan “Kami putra dan putri Indonesia
mengaku berbahasa satu bahasa Indonesia”. Namun “Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Inilah
sebetulnya yang harus menjadi patokan serta dasar, dari dan dengan adanya politik
bahasa nasional. Pemikir dan pendiri Republik ini, sebetulnya paham akan pernyataan
Sumpah Pemuda yang ketiga, dengan dicantumkan masalah kebahasaan pada pasal
36 UUD 1945 beserta penjelasannya. Bahwa bahasa Daerah diberi kesempatan untuk
berkembang dan menjadi alat kebudayaan Daerah17.
Apalagi ketika roda penyelenggaraan Republik ini mengalami beberapa
perubahan, yang tidak lain merupakan imbas dari globalisasi, maka sistem
penyelenggaran Pemerintahan yang bersifat sentralistik atau terpusat, diubah ke arah
desentralisasi yang lebih bersifat kedaerahan namun masih dalam kerangka negara
kesatuan. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor: 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, maka kewenangan Pemerintah di bidang bahasa dan sastra
16

T. Fatimah Djajasudarma dalam makalah Konsekuensi Linguistik bagi Masyarakat Multilingual
Menyongsong Abad XXI:Studi Kasus ke Arah Masyarakat Global. Pada Simposium Internasional
Ilmu-ilmu Humaniora III.
17
Samsuri dalam makalah Bahasa Indonesia Sebagai Wahana Kebudayaan Indonesia; suatu persepsi
Keilmubahasaan tentang Kebudayaan di Indonesia. Pada ceramah dalam rangka Bulan Bahasa yang
diselenggarakan Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta, 30 Oktober 1985 dan dimuat pada bulletin
Widyaparwa No.28, Maret 1986.

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

9

Daerah pun secara otomatis menjadi tanggung jawab Daerah. Sedangkan

bagi

Pemerintah Pusat, sehubungan dengan perkembangan kebudayaan dan bahasa Daerah
ialah dengan mengadakan penerjemahan berbagai hasil kebudayaan Daerah ke dalam
bahasa Indonesia. Serta bisa meminimalkan pengambilan secara utuh (adoption)
bahasa asing yang berlebihan ke dalam sistem kosakata bahasa Indonesia, serta bisa
membendung infiltrasi pengaruh bahasa yang lebih luas lagi, dengan pemberdayaan
bahasa Daerah yang kita miliki untuk memperkaya dan mencari padanan kata atau
istilah asing yang banyak berserak pada tradisi karya tulis kita saat ini, tak terkecuali
di dalam tulisan ini sekalipun. Dan Pemerintah Pusat lebih bisa menfokuskan
perhatiannya pada pembinaan serta pengembangan bahasa Indonesia yang lebih baik,
sehingga akan tercipta sebuah hubungan timbal balik yang saling menguntungkan
antara Pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah, dalam hal pembinaan
kebahasaan. Sehingga Pemerintah Daerah tidak merasa was-was bahasa Daerahnya
punah, serta Pemerintah pusat bisa memperkaya bahasa Indonesia dengan istilahistilah yang banyak terdapat dalam bahasa Daerah. Hingga adopsi berlebihan
terhadap bahasa Asing tidak terjadi. Adapun untuk memudahkan pemahaman tentang
kewenangan pembinaan bahasa Daerah oleh Pemerintah Daerah sesuai amanat
otonomi Daerah yang terdapat pada UU No. 22 Tahun 1999 dapat kita lihat seperti
pada bagan di bawah ini :

Pemerintah pusat
UU No.22 Th.
1999

Bahasa
Indonesia
Pemerintah Daerah

PP No. 25
Th. 2000

Bahasa Daerah

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

10

Keterangan :
: hubungan kordinasi birokrasi (hubungan langsung).
: hubungan timbal balik.

Pada bagan di atas dapat kita lihat bagaimana UU. No. 22 Th. 1999 ditambah
dengan PP. No. 25 Th. 2000 yang mengatur kewenangan antara Pemerintah Pusat
dengan Pemerintah Daerah dalam hal pembinaan bahasa. Keberadaan bahasa Daerah
sebagai sarana komunikasi, pengungkapan dan pengembangan kebudayaan
tradisional, serta memiliki fungsi strategis dalam pendidikan dan pembangunan
karakter bangsa, sedangkan bahasa Nasional merupakan sarana pendukung tugastugas nasional, alat komunikasi nasional, wahana pemersatu bangsa, sarana
pengembangan kebudayaan nasional dan IPTEK18 .

4. Pembelajaran Bahasa Daerah
Sedikit banyak di atas telah di bahas bagaimana posisi masing-masing yang
dimiliki oleh bahasa Daerah yang pada poin empat ini dikhususkan pada bahasa Jawa
dan bahasa Indonesia menempati kedudukannya dalam khazanah kebahasaan kita,
maka alangkah bodohnya kita sebagai bangsa apabila sekian banyak kekayaan ragam
bahasa yang kita miliki mengalami kepunahan serta jauh dari masyarakat penuturnya.
Patut disyukuri dengan bergulirnya otonomi daerah ini banyak daerah yang
kembali melirik pembinaan bahasa daerahnya masing-masing dengan memasukkan
pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal hingga level pendidikan menengah
atas.
Ada beberapa hal yang perlu dicatat dalam pembelajaran bahasa Daerah
khususnya Jawa pada milenium ini, karena sekian lama pembelajaran bahasa Jawa
seolah dijauhkan dan dianak tirikan dari masyarakat penuturnya sehingga
18

Surjadi Soedirdja, dalam makalah Peranan Bahasa dan Sastra Daerah Dalam Pelaksanaan
Otonomi. Pada konferensi Bahasa Daerah 6 s.d. 8 November 2000 di Jakarta.

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

11

keberadaannya menjadi asing di mata masyarakat Jawa sendiri, apalagi keberadaan
aksara Jawa jauh dari konsumsi dan jangkauan masyarakat. Berbeda kasus dengan
akasara Bali, Bugis yang masih bertahan digunakan masyarakat pendukungnya
sebagai sarana mengembangkan budaya daerahnya.
Banyak buku pelajaran bahasa Jawa jauh dari pemakaian aksara Jawa, padahal
aksara Jawa seharusnya selalu dihadirkan setiap pembelajaran seperti halnya ketika
kita belajar bahasa Arab, Mandarin, Korea serta Jepang yang tidak bisa lepas dari
aksaranya masing-masing. Begitupun juga seharusnya bahasa Jawa dan aksara Jawa
karena bahasa Jawa dan aksara Jawa tidak hanya dipelajari oleh masyarakat Jawa saja
namun juga dipelajari banyak pelajar dan mahasiswa di Eropa, Australia bahkan di
Amerika.
Dari buku yang membahas bahasa, sastra serta kebudayaan Jawa banyak
ditulis oleh penulis asing ketimbang orang Jawa sendiri dan ironisnya buku mereka
selalu dijadikan acuan oleh banyak sarjana di Indonesia ketika mereka ingin
menyelami lebih dalam tentang bahasa, sastra dan kebudayaan Jawa.
Pembelajaran bahasa Jawa serta aksara Jawa seharusnya menjadi perhatian
banyak pihak demi kelestarian bahasa, aksara serta kebudayaan Jawa mendatang.

5. PENUTUP
Dari uraian singkat di atas, setidaknya bisa disimpulkan sedikit tentang
bagaimana seharusnya relasi atau kesinambungan antara bahasa Indonesia dengan
bahasa Daerah yang ada. Bahasa Indonesia memiliki karakter serta ciri sendiri yang
otonom daripada bahasa Melayu, karena bahasa Indonesia tidak bisa lagi diidentikkan
dengan bahasa Melayu, meskipun pada awalnya memang berasal dari sana. Apabila
kita bicara tentang bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, maka di sana akan jelas
terlihat bahwa bahasa Indonesia memiliki kekhasan sendiri yang hal itu tidak bisa kita
temukan pada bahasa Melayu, baik Melayu yang merupakan bahasa resmi Malaysia
dan Brunei Darussalam, maupun bahasa Melayu yang merupakan bahasa Daerah
beberapa etnis di Indonesia. Hal ini tentunya akan lebih mengukuhkan bahasa

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

12

Nasional kita bahasa Indonesia sesuai kedudukannya sebagai lambang kebanggaan
Nasional dan Lambang Identitas Nasional.
Untuk lebih memantapkan kedudukan bahasa Indonesia perlu diupayakan
berbagai langkah yang terencana dan dilaksanakan sebaik-baiknya, antara lain
sebagai berikut :
a. Melalui penanaman sikap positif terhadap bahasa Indonesia yaitu dengan
menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, yang sejajar
dengan bahasa-bahasa nasional lain di dunia.
b. Menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
c. Menanamkan sikap bangga berbahasa Indonesia dalam pergaulan
Nasional dan antar daerah.
Adapun untuk memantapkan kedudukan bahasa Daerah, juga harus di tempuh
beberapa langkah antara lain :
a. Perlu adanya sistem ejaan bahasa Daerah yang sesuai dengan kaidah
penulisan bahasa sesuai dengan kekhasan dan karakter masing-masing
bahasa Daerah. Hal ini perlu untuk menjaga kemurnian tata eja bahasa
Daerah bersangkutan yang tidak bisa disamaratakan dengan ejaan kaidah
bahasa Indonesia, yang jelas sangat berbeda jauh.
b. Bahasa Daerah yang ada perlu disusun dengan memperbanyak serta
memperbaiki kamus bahasa-bahasa Daerah dengan lebih baik dan teliti
sehingga sesuai dengan kaidah keilmiahan.
c. Perguruan tinggi di daerah yang secara khusus dipercaya untuk membuka
Program studi bahasa Daerah, perlu bersungguh-sungguh dalam
melakukan perannya sebagai ujung tombak pembinaan bahasa dan sastra
Daerah bekerjasama dengan Pemerintah Daerah. Sehingga kedudukan
bahasa dan sastra Daerah bisa sebanding dan sejajar dengan program
bahasa dan sastra lain.
d. Pemerintah Daerah adalah pihak yang sangat berkompeten dalam
pembinaan, pengembangan, dan pelestarian bahasa Daerah. Melalui

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

13

produk perundang-undangan Daerah. Dan melakukan kordinasi ke
berbagai pihak dan instansi terkait.
Demikian sekilas tinjauan singkat bahasa Daerah dan bahasa Indonesia,
semoga dari tulisan yang dangkal ini bisa sedikit membuka wacana tentang
keberadaan bahasa Nasional kita serta bahasa-bahasa Daerah yang ada. Sehingga
akan banyak muncul tulisan-tulisan yang serupa.

Dan politisasi bahasa nasional

tidak dilancarkan untuk mendesak keberadaan bahasa-bahasa Daerah namun berjalan
beriringan demi melaksanakan amanat dan semangat Sumpah Pemuda “Menjunjung
tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”.

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

14

PUSTAKA ACUAN

BIBLIOGRAFI Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia dan Daerah. Yayasan Idayu.
Jakarta. C.V. Haji Masagung.
Biro Pusat Statistik.1990. Sensus Penduduk 1990. Jakarta.
Djajasudarma. T. Fatimah. 2000. “Konsekuensi Linguistik Bagi Masyarakat
Multilingual Menyongsong Abad XXI; Studi Kasus ke Arah
Masyarakat Global”. Simposium Internasional Ilmu-ilmu Humaniora
III : 33-40. Dalam rangka Dies Natalis ke-50 Fakultas Sastra UGM.
Hasan. Alwi. 2001. “Kebijakan Bahasa Daerah”. Dalam Hasan Alwi dan Abdul
Rozak Zaidan (Ed.). Bahasa Daerah dan Otonomi Daerah : 38-47.
Jakarta. Pusat Bahasa.
Halim. Amran. 2001. “Pemasyarakatan Bahasa dan Sastra Daerah”. Dalam Hasan
Alwi dan Abdul Rozak Zaidan (Ed.). Bahasa Daerah dan Otonomi
Daerah : 50-53. Jakarta. Pusat Bahasa.
----------------- 1986. “Pembinaan Bahasa Indonesia”. Bulletin Widyaparwa No.26 :
1-7. Balai Penelitian Bahasa. Yogyakarta.
Pringgodigdo. A.K. 1981. Tiga Undang-Undang Dasar. P.T. Pembangunan. Jakarta.
Ricklefs. M.C. 1999. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press.
Jogjakarta.
Samsuri. 1986. “Bahasa Indonesia Sebagai Wahana Kebudayaan Indonesia; suatu
persepsi keilmubahasaan tentang kebudayaan di Indonesia”. Bulletin
Widyaparwa No.26 : 8-17. Balai Penelitian Bahasa. Yogyakarta.
Soedirdja, surjadi. 2001. “Peranan Bahasa Dan Sastra Daerah Dalam Pelaksanaan
Otonomi”. Dalam Hasan Alwi dan Abdul Rozak Zaidan (Ed.).
Bahasa Daerah dan Otonomi Daerah : 1-14. Jakarta. Pusat Bahasa.
Zoetmulder, P.J. 1995. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Penerjemah Darusuprapta &
Sumarti Suprayitna. Jakarta : Gramedia.

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com

www.rajaebookgratis.com

15

poejangga_saja@yahoo.com
rajaebookgratis.wordpress.com