PRINSIP DASAR HUKUM KENEGARAAN ISLAM PER
PRINSIP DASAR HUKUM KENEGARAAN ISLAM
PERSPEKTIF TEORI JARINGAN
Rizal Al Hamid
Dosen STIKES Surya Global
Abstract
This paper intends to discuss some of the basic values of Islamic law can
be subject ties in establishing a network between Islamic groups. Bond
was very beneficial in order to enforce the operation of the State in
accordance with Sharia. From there, an overview of the theory of
networks becomes essential to initiate the study. The next study is an
overview of the basic values of nass al-Quran and Hadith that could be
the basis and motivation of individuals and groups to form special bonds
in the enforcement of the Islamic State.
Kata kunci: Hukum Islam, Negara, teori jaringan, ikatan
A. Pendahuluan
Teori jaringan relatif masih baru dan belum berkembang. Seperti
dikatakan Burt, kini ada semacam federasi longgar dari berbagai
pendekatan yang dapat digolongkan sebagai analisis jaringan. 1 Satu aspek
penting analisis jaringan adalah bahwa analisis ini menjauhkan kajian
seperti masyarakat Islam dari studi tentang kelompok dan kategori sosial
serta mengarahkannya untuk mempelajari ikatan di kalangan dan
antaraktor yang tidak terikat secara kuat dan tidak sepenuhnya
memenuhi persyaratan kelompok. 2 Contoh yang baik dari ikatan seperti
ini adalah diungkap dalam karya Granoveter3 tentang ikatan yang kuat
dan lemah Granoveter membedakan antara ikatan yang kuat, misalnya
hubungan antara seseorang dan kenalannya. Sosiolog cenderung
memusatkan perhatian pada orang yang mempunyai ikatan yang kuat atau
kelompok sosial. Mereka cenderung menganggap ikatan yang kuat itu
penting, sedangkan ikatan yang lemah dianggap tidak penting untuk
dijadikan sasaran studi sosiologi. Granoveter menjelaskan bahwa ikatan
yang lemah dapat menjadi sangat penting. Contoh, ikatan lemah antara
dua aktor dapat membantu sebagai jembatan antara dua kelompok yang
kuat ikatan internalnya. Tanpa adanya ikatan yang lemah seperti itu,
kedua kelompok mungkin akan terisolasi secara total. Isolasi ini
selanjutnyadapat menyebabkan sistem sosial semakin terfragmentasi.
Seorang individu tanpa ikatan lemah akan merasa dirinya terisolasi dalam
sebuah kelompok yang ikatannya sangat kuat dan akan kekurangan
informasi tentang apa yang terjadi di kelompok lain maupun dalam
masyarakat lebih luas. Meski Granoveter menekankan pentingnya ikatan
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
yang lemah, ia segera menjelaskan bahwa ikatan yang kuat pun
mempunyai nilai.4 Misalnya, orang yang mempunyai ikatan kuat memiliki
motivasi lebih besar untuk saling membantu dan lebih cepat untuk saling
memberikan bantuan.5
Dari teori jaringan ini diketahui bahwa ikatan daloam jaringan
individu atua kelompok sangat berarti. Hal itu tak jauh berbeda dengan
kondisi yang ada dalam pergerakan kelompok-kelompok Islam dalam
menyuarakan keinginan mereka untuk konsisten terhadap agamanya
dalam kehidupan bernegara. Upaya memperkuas jaringan yang bisa
dihubungi tak bisa bisa lepas dari pertimbangan-pertimbangan terhadap
ikatan-ikatn yang terjadi dalam interaksi.
Tulisan ini bermaksud membahas beberapa nilai dasar Hukum
Islam yang dapat menjadi pokok ikatan-ikatan dalam membangun
jaringan antar kelompok Islam. Ikatan itu terasa manfaatnya guna
menegakkan operasionalisasi Negara yang sesuai dengan Syariah. Dari
situ, gambaran tentang teori jaringan menjadi penting untuk mengawali
kajian. Kajian selanjutnya adalah gambaran tentang nilai-nilai dasar dari
nass al-Quran dan Hadis yang bisa menjadi dasar dan motivasi individu
dan kelompok membentuk ikatan-ikatan khususnya dalam penegakan
Negara Islam.
B. Ruang Lingkup Teori Jaringan
Para analisis jaringan6 berupaya membedakan pendekatan mereka
dari pendekatan sosiologi yang disebut Ronald Burt atomistis atau
normatif .7 Sosiologi yang berorientasi atomistis memusatkan perhatian
pada aktor yang membuat keputusan dalam keadaan terisolasi dari aktor
lain. Lebih umum lagi, mereka memusatkan perhatian pada ciri pribadi
aktor. Pendekatan atomistis ditolak karena terlalu mikroskopik dan
mengabaikan hubungan antara aktor. Seperti dikatakan Barry Wellman,
tugas menjelaskan motif individual lebih baik diserahkan pada
psikolog. 8 Jelas ini berarti penolakan terhadap sejumlah teori sosiologi
yang sangat menekankan pada motif.
Menurut pandangan pakar teori jaringan,pendekatan normatif
memusatkan perhatian terhadap kultur dan proses sosialisasi yang
menanamkan (internalization) norma dan nilai ke dalam diri aktor.
Menurut pendekatan normatif, yang mempersatukan orang secara
bersama adalah sekumpulan gagasan bersama. Pakar teori jaringan
menolak pandangan demikian dan menyatakan bahwa orang harus
memusatkan perhatian pada pola ikatan objektif yang menghubungkan
anggota masyarakat.9
Analisis jaringan lebih ingin mempelajari keteraturan individu
atau kolektivitas berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan
tentang bagaimana mereka seharusnya berperilaku. Karena itu
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
71
Riza l Al H a m id
pakar analisis jaringan mencoba menghindarkan penjelasan
normatif dari perilaku sosial. Mereka menolak setiap penjelasan
nonstruktural yang memperlakukan proses sosial sama dengan
sejumlah ciri pribadi aktor individual dan norma yang
tertanam.10
Setelah menjelaskan apa yang bukan menjadi sasaran
perhatiannya, teori jaringan lalu menjelaskan sasaran perhatian
utamanya, yakni pola obyektif ikatan yang menghubungkan anggota
masyarakat (individual dan kolektivitas). Wellman mengungkapkan
sasaran perhatian utama teori jaringan sebagai berikut:
Analisis jaringan memulai dengan gagasan sederhana namun
sangat kuat, bahwa usaha utama sosiolog adalah mempelajari
struktur sosial cara paling langsung mempelajari struktur
sosial adalah menganalisis pola ikatan yang menghubungkan
anggotanya. Pakar analisis jaringan menelusuri struktur bagian
yang berada di bawah pola jaringan biasa yang sering muncul
ke permukaan sebagai sistem sosial yang kompleks Aktor dan
perilakunya dipandang sebagai di paksa oleh struktur sosial ini.
Jadi, sasaran perhatian analisis jaringan bukan pada aktor
sukarela, tetapi pada paksaan struktural.11
Satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya pada
struktur mikro hingga makro, artinya, bagi teori jaringan, aktor mungkin
saja individu, 12 tetapi mungkin pula kelompok, perusahaan 13 dan
masyarakat. Hubungan dapat terjadi di tingkat struktur sosial skala luas
maupun di tingkat yang lebih mikroskopik. Granoveter melukiskan
hubungan di tingkat mikro itu seperti tindakan yang melekat dalam
hubungan pribadi kongkrit dan dalam struktur (jaringan) hubungan itu.14
Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individu atau
kolektivitas) mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang
bernilai (kekayaan, kekuasaan, informasi). Akibatnya adalah bahwa sistem
yang terstruktur cenderung terstratifikasi, komponen tertentu tergantung
pada komponen yang lain.
Meski merupakan gabungan longgar dari berbagai pemikiran,
namun teori jaringan ini bersandar pada sekumpulan prinsip yang
berkaitan logis. Prinsipnya itu adalah sebagai berikut:15
a. Ikatan antara aktor biasanya adalah simetris baik dalam kadar maupun
intensitasnya. Aktor saling memasok dengan sesuatu yang berbeda dan
mereka berbuat demikian dengan intensitas yang makin besar atau
makin kecil.
b. Ikatan antara individu harus dianalisis dalam konteks struktur
jaringan lebih luas.
c. Terstrukturnya ikatan sosial menimbulkan berbagai jenis jaringan non
acak. Di satu pihak, jaringan adalah transitif (transitive): bila ada
ikatan antara Adan B serta C, ada kemungkinan ada ikatan antara A
72
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
dan C. Akibatnya adalah bahwa lebih besar kemungkinan adanya
jaringan yang meliputi A, B, dan C. Di lain pihak, ada keterbatasan
tentang berapa banyak hubungan yang dapat muncul dan seberapa
kuatnya hubungan itu dapat terjadi. Akibatnya adalah juga ada
kemungkinan terbentuknya kelompok-kelompok jaringan dengan
batas tertentu, yang saling terpisah satu sama lain.
d. Adanya kelompok jaringan menyebabkan terciptanya hubungan silang
antara kelompok jaringan maupun antara individu.
e. Ada ikatan asimetris antara unsur-unsur di dalam sebuah sistem
jaringan dengan akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan
terdistribusikan secaratidak merata.
f. Distribusi yang timpang dari sumber daya yang terbatas menimbulkan
baik itu kerja sama maupun kompetisi. Beberapa kelompok akan
bergabung untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas itu dengan
bekerja
sama,
sedangkan
kelompok
lain
bersaing
dan
memperebutkannya. Jadi, teori jaringan berkualitas dinamis dengan
struktur sistem akan berubah bersamaan dengan terjadinya pergeseran
pola koalisi dan konflik.
Satu contoh, Mizruchi memusatkan perhatian pada masalah
kepaduan (kohesi) perusahaan dan hubungannya dengan kekuasaan. Ia
menyatakan bahwa, secara historis, kohesi telah didefinisikan dalam dua
cara berbeda:
a. Menurut pandangan subjektif, kohesi adalah fungsi perasaan anggota
kelompok yang meyamakan dirinya dengan kelompok, khususnya
perasaan bahwa kepentingan individual mereka dikaitkan dengan
kepentingan kelompok. 16 Penekanannya di sini adalah pada sistem
normatif, dan kohesi dihasilkan baik melalui internalisasi sistem
normatif maupun oleh tekanan kelompok.
b. Menurut pandangan obyektif, bahwa solidaritas dapat dipandang
sebagai tujuan, sebagai proses yang dapat diamati bebas dari perasaan
individual .17 Sejalan dengan pandangan teori jaringan, Mizruchi turun
ke sisi pendekatan objektif terhadap kohesi.
Mizruchi melihat kesamaan perilaku bukan hanya sebagai hasil
kohesi, tetapi juga sebagai hasil kesetaraan struktural. Aktor yang setara
secara struktural adalah mereka yang mempunyai hubungan yang sama
dengan aktor lain dalam struktur sosial .18 Jadi, kesetaraan struktural ada
di kalangan perusahaan meskipun di kalangan perusahaan itu tidak ada
komunikasi. Mereka berperilaku menurut cara yang sama karena mereka
berkedudukan dalam hubungan yang sama dengan beberapa kesatuan lain
dalam struktur sosial. Mizruchi menyimpulkan bahwa kesetaraan
struktural besar perannya sebagai pemersatu dalam menerangkan
kesamaan perilaku. Mizruchi memberikan peran penting pada kesetaraan
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
73
Riza l Al H a m id
struktural yang secara tidak langsung menekankan pentingnya peran
jaringan hubungan sosial.
1. Teori Jaringan Integratif
Ronal Burt telah mencoba membangun sebuah pendekatan
intergratif meski merupakan bentuk lain saja dari determinisme
struktural. Burt memulai dengan mengungkap pemisahan di dalam teori
tindakan antara orientasi atomistis dan normatif . Orientasi atomistis
berasumsi bahwa tindakan alternatif dapat dinilai secara bebas oleh aktor
tersendiri sehingga penilaian dapat dibuat tanpa merujuk kepada aktor
lain.Sedangkan perspektif normatif ditetapkan oleh aktor tersendiri di
dalam sistem yang mempunyai kepentingan saling tergantung sebagai
norma sosial yang dihasilkan oleh aktor yang saling mensosialisasikan diri
satu sama lain.19
Burt membangun perspektif yang menghindarkan pemisahan
antara perspektif tindakan atomistis dan normatif. Perspektifnya ini
kurang menyintesiskan antara keduanya. Jadi, lebih berfungsi sebagai
perspektif ketiga yang menjembatani antara keduanya . Meski ia
mengakui meminjam dari kedua perspektif lain itu, ia membangun
perspektif yang disebutnya perspektif struktural. Perbedaan dari kedua
perspektif terdahulu itu terletak pada tolok ukur untuk mempostulatkan
penilaian marjinal. Tolok ukur yang digunakan perspektif struktural
adalah status aktor atau seperangkat peran yang dihasilkan oleh
pembagian kerja. Aktor menilai kegunaan berbagai alternatif tindakan
sebagian dengan memperlihatkan kondisi pribadi dan sebagian dengan
melihat kondisi orang lain. 20 Ia melihat perspektifnya ini sebagai
perluasan logika perspektif atomistis dan sebagai restriksi yang akurat
secara empiris terhadap teori normatif.
Menurut uraian Burt tentang premis teori tindakan strukturalnya
ini, aktor menyadari berada di bawah paksaan struktur sosial.21 Menurut
pandangannya:
Aktor mengetahui dirinya sendiri berada di dalam struktur
sosial. Struktur sosiallah yang menetapkan kesamaan sosial
mereka dan pola persepsi mereka tentang keuntungan yang
akan di dapat dengan memilih salah satu dari beberapa
alternatif tindakan yang tersedia. Pada waktu bersamaan,
struktur sosial membeda-bedakan paksaan atas aktor menurut
kemampuan mereka melakukan tindakan, karena itu akhirnya,
tindakan yang dilakukan adalah fungsi bersama aktor dalam
mengejar kepentingan mereka hingga ke batas kemampuan
mereka di mana kepentingan dan kemampuan dipolakan oleh
struktur sosial. Akhirnya, tindakan yang dilakukan di bawah
paksaan struktur sosial dapat mengubah struktur sosial itu
sendiri dan perubahan itu mempunyai potensi untuk
74
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
menciptakan paksaan baru yang akan dihadapi aktor di dalam
struktur.22
C. Prinsip Dasar Hukum Kenegaraan Islam
1. Kewajiban Tolong Menolong Dalam Kebaikan
Di dalam al-Qur an Allah swt berfirman:
23
Ayat yang sangat indah ini merupakan penegasan perintah dari
Allah SWT akan kewajiban tolong menolong dalam kebaikan dan takwa
serta larangan untuk tolong menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan. Mari kita muhasabah terkait dengan kandungan ayat ini.
Tentu bagi kita yang beriman kepada Allah SWT akan langsung
mengevaluasi diri. Apakah saya sudah benar-benar melaksanakan
perintah Allah ini?atau malah mengingkarinya? Kita semua berlindung
kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri kita. Dan memohon ampun,
beristighfar atas maksiat yang kita lakukan di masa lalu, terlebih di bulan
ramadhan dimana Allah SWT membuka pintu ampunan selebarlebarnya.24
Ibnu Katsir memahami makna umum ayat ini berdasarkan
redaksinya tolong menolonglah kalian bahwa Allah swt memerintahkan
semua hamba-Nya agar senantiasa tolong menolong dalam melakukan
kebaikan-kebaikan yang termasuk kategori Al-Birr dan mencegah dari
terjadinya kemungkaran sebagai realisasi dari takwa. Sebaliknya Allah swt
melarang mendukung segala jenis perbuatan batil yang melahirkan dosa
dan permusuhan.
Dalam hadis dikisahkan, suatu ketika Rasulullah SAW bermusyawarah dengan kedua sahabatnya yaitu Abu Bakar dan Umar ra. Yang
menjadi pokok pikirannya adalah menyusun barisan kaum Muslimin serta
mempererat persatuan mereka, untuk menghilangkan segala bayangan
yang akan membangkitkan api permusuhan lama diantara mereka. Agar
tujuan ini tercapainya maka Rasul saw mengajak kaum Muslimin agar
masing-masing bersaudara berdua-dua. Rasul SAW bersaudara dengan Ali
bin Abi Thalib. Pamannya Hamzah bersaudara dengan Zaid bekas
budaknya. Abu Bakar bersaudara dengan Kharija bin Zaid, Umar ibnu
Khattab bersaudara dengan Itban bin Malik al-Khazraji.
Begitu pula setiap muslim dari kaum Muhajirin yang jumlahnya
sudah banyak di Yatsrib, yang tadinya tinggal di kota Makkah menyusul ke
Madinah setelah Rasul SAW hijrah. Mereka dipersaudarakan pula dengan
setiap muslim dari kaum Anshar, yang oleh Rasul kemudian dibuatkan
untuk mereka hukum saudara sedarah senasib. Dengan persaudaraan
seperti ini ukhuwah diantara kaum Muslimin bertambah erat dan kokoh.
Kaum Anshar memperlihatkan sikap ramah yang luarbiasa
terhadap saudara-saudara mereka kaum Muhajirin ini. Abdur-Rahman
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
75
Riza l Al H a m id
bin Auf yang sudah bersaudara dengan Sa ad bin Rabi ketika di Yatsrib
beliau sudah tidak punya apa-apa lagi. Ketika Sa ad menawarkan hartanya
untuk dibagi dua, Abdur-Rahman menolaknya. Beliau hanya minta tolong
ditunjukkan jalan ke pasar. Dan di sanalah ia mulai berdagang mentega
dan keju. Dalam waktu yang tidak begitu lama, dengan keahliannya
berdagang beliau telah mencapai kekayaannya kembali.
Selain beliau, kaum Muhajirin lainnya banyak pula yang telah
melakukan hal serupa. didalam ayat yang lain Alloh swt juga berfirman:
25
Menurut Ibnu Katsir, surat Al- Ashr merupakan surat yang sangat
populer di kalangan para sahabat. Setiap kali para sahabat mengakhiri
suatu pertemuan, mereka menutupnya dengan surat Al- Ashr. Imam
Syafi i dan juga Tafsir Mizan menyatakan bahwa walaupun surat Al- Ashr
pendek, tapi ia menghimpun hampir seluruh isi Al-Qur an. Kalau AlQur an tidak diturunkan seluruhnya dan yang turun itu hanya surat AlAshr saja, maka itu sudah cukup untuk menjadi pedoman umat
manusia.Thabathaba i menyebutkan, Surat ini menghimpun seluruh
pengetahuan Qur ani. Surat ini menghimpun seluruh maksud Al-Qur an
dengan kalimat-kalimat yang indah dan singkat. Surat ini mengandung
ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, meskipun surat ini lebih tampak
sebagai surat Makkiyah. 26
Nilai suatu masyarakat juga diukur dari iman dan amal saleh.
Masyarakat yang rendah adalah masyarakat yang tidak beriman dan tidak
beramal saleh atau masyarakat barbar, masyarakat biadab.Menurut surat
Al- Ashr ini, kita punya kewajiban bukan hanya mengembangkan sifat
insaniyah kita, tetapi juga kewajiban untuk mengembangkan masyarakat
insaniyah atau masyarakat yang memiliki sifat kemanusiaan. Al-Qur an
menyebutkan dua caranya, yaitu tawãshaubil haq dan tawã shaubish
shabr. Al-Qur an tidak mengguna-kan kata tanãshahû (saling memberi
nasihat), tetapi Al-Qur an menggunakan kata saling memberi wasiat .
Mengapa? Wasiat itu lebih dari sekedar nasihat. Nasihat itu boleh
dilaksanakan boleh tidak -mungkin juga boleh didengar atau tidak- tapi
kalau wasiat harus didengar dan dilaksanakan.
Pada kata tawa shau kita bukan hanya subyek, tetapi sekaligus
objek. Kita bukan saja yang menerima wasiat, tetap juga yang diberi
wasiat. Apa yang harus diwasiat-kan? Al-Haqq dan Ash-Shabr.
Sebagaimana iman tidak bisa dipisahkan dengan amal saleh, maka AlHaqq tidak bisa dipisahkan dengan Ash-Shabr. Jadi orang tidak dikatakan
beriman kalau tidak beramal saleh dan tidak dikatakan membela
kebenaran kalau tidak tabah dalam membela kebenaran itu.
76
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
Dari surat yang pendek ini Allah mengajarkan kepada kita bahwa
kita berada pada tingkat yang rendah atau dalam kerugian apabila kita
tidak mengembangkan diri kita dengan iman dan amal saleh. Masyarakat
kita juga menjadi masyarakat yang rendah bila kita tidak menegakkan AlHaq dan Ash-Shabr di tengah-tengah masyarakat kita.
2. Amar Ma ruf Nahi Munkar
Amar ma ruf nahi munkar adalah poros atau pusat yang agung
dalam agama Islam, karena agama Islam akan tegak dengan Amar ma ruf
nahi munkar, bukan hanya Islam saja yang memiliki konsep Amar ma ruf
nahi munkar ini, bisa dikatakan semua agama dipastikan mempunyai
konsep ini, tetapi mungkin dengan bahasa yang berbeda dan system yang
berbeda pula. Amar ma ruf nahi munkar ini bisa dikatakan merupakan
bagian dari agama Islam, karena pada hakekatnya agama Islam memang
menyuruh kepada pemeluknya untuk melakukan perbuatan yang baik,
dan juga melarang atau mencegah pemeluknya untuk melakukan
perbuatan yang keji serta mungkar.27
Ketika kedzaliman di mana-mana, ketika kemaksiatan merajalela,
ketika umat semakin bodoh dengan berbagai kemaksiatan, manusia
berubah akhlaknya menjadi akhlak hewan dikarenakan hawa nafsunya
yang mengelilingi jiwa dan hati, dan bahkan manusia sudah tidak punya
hati nurani lagi, oleh karena itu semua maka datanglah Rasulullah Saw.
yang khusus diutus oleh Allah SWT. ke bumi ini untuk amar ma ruf nahi
mungkar, bagaikan api yang panas disiram dengan air yang dingin, lenyap
dan tanpa berbekas, begitulah perumpamaan Rasulullah Saw. di utus ke
bumi ini.
Oleh karena itu setelah Rasulullah Saw. diutus, maka umat yang
mengikuti seruan Rasulullah Saw. adalah sebaik-baiknya umat, karena
mereka mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. melalui Rasulullah Saw.,
hal ini difirmankan oleh Allah SWT:
28
Umat Nabi Muhammad Saw. adalah umat yang terbaik, karena
selain mengikuti Nabi Muhammad Saw. mereka juga melakukan amar
ma ruf nahi mungkar, hal ini digambarkan pada ayat di atasu.
Firman Allah kuntum khaira ummah , Imam Bukhari berkata: dari
Muhammd Bin Yusuf, darri Sufyan Ibn Maysarah, dari Abi Haazim dari
Abi Hurairah Ra, (kuntum khairo ummah ukhrijat linnas) berkata:
sebaik-baik manusia untuk manusia yang lain yaitu datang kepada
mereka dengan terbelenggu leher-leher mereka sampai mereka masuk ke
dalam Islam, dan seperti ini yang dikatakan oleh Abu Hurairah, Mujahid
dan Ithiyah al- Ufi. Dapat berarti pula sebaik-baik manusia yang
bermanfaat bagi manusia yang lainnya .
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
77
Riza l Al H a m id
Rasulullah dalam suatu kesempatan bersabda yang intinya adalah
sebaik-baik manusia yang pandai diantara mereka dan paling bertakwa
diantara mereka, dan menyuruh mengerjakan yang ma ruf, dan mencegah
mereka dari perbuatan yang munkar, menyambung tali silaturahmi.29
Penafsiran yang kuat menurut Ibnu katsir bahwa sebaik-baik
manusia adalah para shahabat yang membersamai Rasulullah, kemudian
seterusnya dan seterusnya. Mereka yang berhijrah bersama Rasulullah,
dari Mekkah ke Madinah 30 dapat pula berarti generasi awal Islam,
kemudian yang meneruskan da wah Rasulullah Saw yang diperintahkan
Allah kepada kaum Muslimin untuk ditaati mereka.
Khairu Ummah yaitu orang-orang yang menyuruh mengerjakan
yang ma ruf dan menjauhi dari pada yang munkar, dan beriman kepada
Allah, dan termasuk dari pada mereka pula adalah para Muhahid dan para
Syuhada . Kemudian firman Allah walau amana ahlul kitab , seandainya
orang-orang ahli taurat dan injil dari golongan Yahudi dan Nashara
membenarkan ke Rasulan Nabi Muhammad Saw., yang demikian itu tidak
lain datangnya dari Allah (petunjuk dari Allah). Lakana khorallahun yakni
yang demikian itu lebih baik bagi mereka baik di dunia maupun di akhirat.
Minhumul mu minun: yakni ahli kitab dari golongan orang nasrani dan
Yahudi yang mereka membenarkan Rasulullah Saw., dan masuk
Islam. Mereka itu yakni Abdullah bin salam dan saudaranya, Tsa labah
dan saudaranya, dan pemuda-pemuda yang beriman kepda Allah dan
membernarkan kerasulan Nabi Muhammad Saw., dan mengikuti apa-apa
yang diturunkan kepada mereka dari Allah, kemudian firman Allah wa
aktsaruhumul fasiqun , yakni mereka kembali kepada agama mereka
yakni merkea yang pada mulanya beriman kepada Allah kemudian
beriman kepada apa-apa yang ditrunkan Allah kepada nabi-Nya yakni
Muhammad Saw., kemudian mereka kembali kepada agama mereka.
Mereka itulah orang-orang fasiq.
Ada sebuah ayat yang menerangkan kewajiban tentang ber-amar
ma ruf nahi mungkar, yang tertuang pada surat Ali Imran ayat 104 yang
artinya,
31
Firman Allah ini yakni hendaknya ada segolongan manusia yang
bangkit untuk menjalankan perintah Allah yakni berjuang di jalan da wah
kepada kebaikan dan menyuruh mengerjakan perbuatan yang ma ruf dan
mencegah dari pada yang mungkar. 32 Berkata Abu Ja far berkata:
(mengomentari ayat) waltakum minkum: ayat itu berarti wahai orangorang beriman , Ummah berarti jama ah , 33 kemudian ila al-khair:
kepada Islam dan syari atnya . 34 Berkata Duhhak: mereka adalah khusus
untuk para shahabat dan para periwayat, yaitu mujahidin dan para Ulama.35
78
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
Sementara kata
di dalam tafsui al-Qurthubi dalam Al-Jami alAhkam al-Qur an perintah untuk melakukan pekerjaan ini diperuntukan
kepada orang-orang yang berilmu, dan manusia tidak semuanya
berilmu36Sabda Rasulullah: Apa kamu melihat kemungkaran hendaklah
merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan
lisannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan hatinya (yakni tidak
menyukai perbuatan tersebut). 37 Dan sesungguhnya orang-orang yang
melakukan amar ma ruf dan nahi munkar adalah orang yang selamat.
Dari surat Ali Imran ayat 104 di atas ini, terdapat dua pendapat
tentang kewajiban Amar ma ruf nahi munkar. Pendapat yang pertama,
bahwasanya perintah untuk ber-amar ma ruf nahi mungkar adalah
sebuah kewajiban bagi setiap Muslim, bukan hanya pemerintah ataupun
perwakilan, tetapi setiap individu Muslim memiliki kewajiban untuk beramar ma ruf nahi mungkar. Ketika ada dihadapannya sebuah
kemungkaran, maka ia wajib untuk melarangnya, jangan sampai
dibiarkan, malah ini akan menjadi beban tersendiri, yang harus
ditanggung.
Sedangkan pendapat yang kedua, bahwasanya makna perintah dari
ayat di atas adalah fardhu kifayah, bukan kewajiban bagi setiap individu.
Jika sudah ada sebuah kelompok atau perwakilan yang memerintahkan
untuk berbuat kebajikan dan menjauhi kemungkaran, maka gugurlah
kewajiban orang lain yang belum menyeru Amar ma ruf nahi munkar.
karena perintah pada ayat di atas adalah fardhu kifayah.
Lalu siapakah yang berhak untuk ber-amar ma ruf nahi mungkar
jika hal ini sebagai perkara yang fardhu kifayah, dalam masalah ini Sufyan
bin Uyainah berkata: Kedudukan manusia yang paling mulia disisi Allah
SWT., adalah kedudukan para Nabi dan para Ulama yang sebagai pewaris
Nabi. Nabi dan Ulama menyampaikan apa yang di syari atkan oleh Allah
SWT., memberitahukan kepada orang yang belum mengerti tentang
agama Allah SWT, dan memerintahkan untuk mencintai sesuatu karena
Allah SWT. 38
3. Kewajiban Mengadakan Perbaikan
Telah merupakan hal yang dimaklumi dari kaidah agama kita
bahwa syari at Islam ini datang untuk mewujudkan segala mashlahat atau
menyempurnakannya,
menghilangkan
segala
madharat
atau
menguranginya. Hal ini adalah karakteristik Islam yang sangat agung dan
penuh dengan keistimewaan.
Anjuran untuk berbuat perbaikan dan larangan dari berbuat
kerusakan di muka bumi telah ditekankan dalam berbagai ayat, di
antaranya adalah firman-Nya,
39
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
79
Riza l Al H a m id
Dan Nabi Musa alaihissalam berpesan kepada saudaranya Nabi
Harun alaihissalam;
40
Syari at Islam benar-benar mengutuk dan sangat mencela
perbuatan kerusakan di muka bumi, sehingga dijelaskanlah dalam
ajarannya berbagai jenis perbuatan kerusakan yang berseberangan
dengan nilai-nilai Islam yang mulia nan luhur. Diantara bentuk kerusakan
itu adalah menumpahkan darah yang terjaga dan terlindungi dari
kalangan muslimin maupun kafir yang haram untuk dibunuh.41
Catatan Akhir
1Ronald Burt, Towart a Structural Theory of Action: Network Models of social
Structure, Perception, and Action (New York: Academic Press, 1982), h.20.
2Barry Wellman, Network Analysis: Some Basic Principles, in R. Collins (ed.),
Socioligical Theory -1983. San Francisco: Jossey-Bass, 1983), h. 169.
3Mark Granovetter, The Strength of Weak Ties, American Journal of Sociology
78(1973), h. 1360-1380.
4Mark Granoveter, The Strength of Weak Ties: A Network Theory Revisited, in
R. Collins (ed.), Sociological Theory-1983(San Francisco: Jossey-Bass, 1983), h. 209.
5George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern alih bahasa
Alimandan, edisi ke-6, cet. ke-5 (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 384.
6Misalnya, Horrison White, Identity and Control: A Structural Theory of Social
Action (Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1992), Stanley Wasserman and
Katherine Faust, Social Network Analysist: Methods and Application (Cambridge:
CambridgeUniversity Press, 1994), Barry Wallman and S.D. Berkowitz (eds.), Social
Structures; A Network Approach Greenwich, Conn.: JAI Press, 1988/1997).
7Ronald Burt, Toward a Structural Theory of Action: Network Models of Social
Structure, Perception, and Action (New York: Academic Press, 1982), Mark Granovetter,
Economic Action and Social Structure: The Problem of Embeddedness, American
Journal of Sociology (1985), 91:481-510.
8Barry Wellman, Network Analysis: Some Basic Principles, in R. Collins (ed.),
Socioligical Theory -1983. San Francisco: Jossey-Bass, 1983), h. 163
9Mark Mizruchi, Social Network Analysis: Recent Achievements and Current
Controversies. Acta Sociologica 37 (1994), h. 329-343.
10Barry Wellman, Network Analysis: Some Basic Principles, in R. Collins (ed.),
Socioligical Theory -1983(San Francisco: Jossey-Bass, 1983), h. 162.
11Ibid., h. 156-157.
12Barry Wellman and Scot Wortley,
Different Strokes for Different Folks:
Community Ties and Social Support. American Journal of Sociology 96 (1990), h. 558588.
13Wayne E. Baker,
Market Networks and Corporate Behavior, American
Journal of Sociology 96 (1990), h. 589-625, Dan Clawson, Alan Neustadtl, and James
Bearden, The Logic of Business Unity: Corporate Contributions to the 1980
Congressional Elections , American Sociological Review 58 (1986), h. 797-811, Mark S.
Mizruchi, and Thomas Koenig, Economic Sources of Corporate Political Consensus: An
Examination of Interindustry Relations , American Sociological Review ed. 51 (1986), h.
482-491.
14Mark Granovetter, Economic Action and Social Structure: The Problem of
Embeddedness, American Journal of Sociology 91 (1985), h. 490.
15George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern alih bahasa
Alimandan, edisi ke-6, cet. ke-5 (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 384-385.
80
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
16Mark Mizruchi, Cohesion, Structural Equivalence, and Similarity of Behavior:
An Aproach to the Study of Corporate Political Power, Sociological Theory 8 (1990), h.
21.
17Ibid., h. 22.
18Ibid., h. 25.
19Ronald Burt, Towart a Structural Theory of Action: Network Models of social
Structure, Perception, and Action (New York: Academic Press, 1982), h. 5.
20Ibid., h. 8.
21Ibid., h. 9.
22Ibid.
23Al-Maidah (5): 2.
24Anggit
Saputra Dwi Pramana, Tolong Menolong Dalam Kebaikan
http://anggitsaputradwipramana.blogspot.com/2009/08/tolong-menolong-dalamkebaikan.html, akases, 15 Juli 2010.
25Al- Asyr (103): 1-3.
26 Tafsir surah al- asyr ,http://railoart123.blogspot.com/2009/03/tafsir-suratal-ashr.html, akses 15 Juli 2010.
27Adi Nurseha, Ketika Amar Ma ruf Nahi Munkar Menjadi Sebuah Kewajiban,
http://www
.nurseha.com/artikel/artikel-islami/70-ketika-amar-maruf-nahi-munkarmenjadi-sebuah-kewajiban. html, akses 15 juli 2010
28Ali Imran (3): 110
29Abi Abdullah Muhammad Ibn Abu Al-Qurthubi, Al-Jami Al-Ahkam Al-Qur an,
Juz 5,(Beirut Lebanon: Muassasah Ar- Risalah, 2006 M/ 1427 H), h. 344.
30Berdasarkan Penafsiran Ibnu Abbas: Yakni Mereka Adalah Para Shahabat Yang
Ikut Berhijrah Bersama Rasulullah Dari Mekkah. Lihat Tafsir Ath Thabari: Juz 7, h. 100
31Ali Imran (3): 4.
32Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur an Al- Adzim, Tt, Maktabah Al- Asriyah, Jilid I,
2000M/1420H, h. 342
33Abdurahman An-Nashir As-Sa di, Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam
Al-Mannan , Beirut Lebanon: Jami Al-Huquq Mahfudzah, 2002 M/ 1423 H, h. 142
34Ath Thabari,
Jami Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur an , Kairo: Maktabah Hajr,
2001M/1422H, Bab. 103 Juz 7, h.. 89
35 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur an Al- Adzim , Tt, Maktabah Al- Asriyah, Jilid I,
2000M /1420H, h. 342.
36 Abi Abdullah Muhammad Ibn Abu Al-Qurthubi, Al-Jami Al-Ahkam AlQur an, Beirut Lebanon: Muassasah Ar- Risalah, 2006 M/ 1427 H, Juz 5, h. 253
37ibid
38Adi Nurseha, Ketika Amar Ma ruf Nahi Munkar Menjadi Sebuah Kewajiban,
http://www
.nurseha.com/artikel/artikel-islami/70-ketika-amar-maruf-nahi-munkarmenjadi-sebuah-kewajiban. html, akses 15 juli 2010.
39Al- araf (7): 56.
40
Al- araf (7): 142.
41Anjuran Berbuat Perbaikan dan Peringatan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi,
http://jihad
bukankenistaan.com/jalan-petunjuk/anjuran-untuk-berbuat-perbaikandan-peringatan-akan-bahaya-berbuat-kerusakan-di-muka-bumi.html, akses 14 Juli 2010.
Daftar Pustaka
Tafsir surah al- asyr , http://railoart123.blogspot.com/2009/03/tafsirsurat-al-ashr.html, akses 15 Juli 2010.
Adi Nurseha, Ketika Amar Ma ruf Nahi Munkar Menjadi Sebuah
Kewajiban, http://www .nurseha.com/artikel/artikel-islami/70ketika-amar-maruf-nahi-munkar-menjadi-sebuah-kewajiban.
html, akses 15 juli 2010
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
81
Riza l Al H a m id
Al-Qurthubi, Abi Abdullah Muhammad Ibn Abu. Al-Jami Al-Ahkam AlQur an, Juz 5, Beirut Lebanon: Muassasah Ar- Risalah, 2006 M/
1427 H.
As-Sa di, Abdurahman An-Nashir. Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir
Kalam Al-Mannan. Beirut Lebanon: Jami Al-Huquq Mahfudzah,
2002 M/ 1423 H
Ath Thabari. Jami Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur an, Kairo: Maktabah Hajr,
2001M/1422H.
Baker, Wayne E. Market Networks and Corporate Behavior, American
Journal of Sociology 96 (1990), h. 589-625,
Burt, Ronald. Towart a Structural Theory of Action: Network Models of
social Structure, Perception, and Action New York: Academic
Press, 1982.
Clawson, Dan, Alan Neustadtl, and James Bearden. The Logic of Business
Unity: Corporate Contributions to the 1980 Congressional
Elections . American Sociological Review 58 (1986), h. 797-811,
Collins, R. (ed.), Socioligical Theory -1983. San Francisco: Jossey-Bass,
1983.
Granovetter, Mark. Economic Action and Social Structure: The Problem
of Embeddedness, American Journal of Sociology (1985)91:481510.
Katsir, Ibnu. Tafsir Al-Qur an Al- Adzim, Tt, Maktabah Al- Asriyah, Jilid I,
2000M/1420H
Mark Granovetter. The Strength of Weak Ties, American Journal of
Sociology 78(1973), h. 1360-1380.
Mizruchi, Mark S. and Thomas Koenig. Economic Sources of Corporate
Political Consensus: An Examination of Interindustry Relations .
American Sociological Review ed. 51 (1986), h. 482-491.
Mizruchi, Mark. Social Network Analysis: Recent Achievements and
Current Controversies. Acta Sociologica 37 (1994), h. 329-343.
Pramana, Anggit Saputra Dwi. Tolong Menolong Dalam Kebaikan
http://anggitsaputradwipramana.blogspot.com/2009/08/tolongmenolong-dalam-kebaikan.html, akases, 15 Juli 2010.
Ritzer, George & Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. alih
bahasa Alimandan, edisi ke-6, cet. ke-5, Jakarta: Prenada Media
Group, 2008.
Wallman, Barry and S.D. Berkowitz (eds.). Social Structures; A Network
Approach Greenwich, Conn.: JAI Press, 1988/1997
Wasserman, Stanley dan Katherine Faust, Social Network Analysist:
Methods and Application, Cambridge: CambridgeUniversity Press,
1994.
White, Horrison. Identity and Control: A Structural Theory of Social
Action (Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1992),
82
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
PERSPEKTIF TEORI JARINGAN
Rizal Al Hamid
Dosen STIKES Surya Global
Abstract
This paper intends to discuss some of the basic values of Islamic law can
be subject ties in establishing a network between Islamic groups. Bond
was very beneficial in order to enforce the operation of the State in
accordance with Sharia. From there, an overview of the theory of
networks becomes essential to initiate the study. The next study is an
overview of the basic values of nass al-Quran and Hadith that could be
the basis and motivation of individuals and groups to form special bonds
in the enforcement of the Islamic State.
Kata kunci: Hukum Islam, Negara, teori jaringan, ikatan
A. Pendahuluan
Teori jaringan relatif masih baru dan belum berkembang. Seperti
dikatakan Burt, kini ada semacam federasi longgar dari berbagai
pendekatan yang dapat digolongkan sebagai analisis jaringan. 1 Satu aspek
penting analisis jaringan adalah bahwa analisis ini menjauhkan kajian
seperti masyarakat Islam dari studi tentang kelompok dan kategori sosial
serta mengarahkannya untuk mempelajari ikatan di kalangan dan
antaraktor yang tidak terikat secara kuat dan tidak sepenuhnya
memenuhi persyaratan kelompok. 2 Contoh yang baik dari ikatan seperti
ini adalah diungkap dalam karya Granoveter3 tentang ikatan yang kuat
dan lemah Granoveter membedakan antara ikatan yang kuat, misalnya
hubungan antara seseorang dan kenalannya. Sosiolog cenderung
memusatkan perhatian pada orang yang mempunyai ikatan yang kuat atau
kelompok sosial. Mereka cenderung menganggap ikatan yang kuat itu
penting, sedangkan ikatan yang lemah dianggap tidak penting untuk
dijadikan sasaran studi sosiologi. Granoveter menjelaskan bahwa ikatan
yang lemah dapat menjadi sangat penting. Contoh, ikatan lemah antara
dua aktor dapat membantu sebagai jembatan antara dua kelompok yang
kuat ikatan internalnya. Tanpa adanya ikatan yang lemah seperti itu,
kedua kelompok mungkin akan terisolasi secara total. Isolasi ini
selanjutnyadapat menyebabkan sistem sosial semakin terfragmentasi.
Seorang individu tanpa ikatan lemah akan merasa dirinya terisolasi dalam
sebuah kelompok yang ikatannya sangat kuat dan akan kekurangan
informasi tentang apa yang terjadi di kelompok lain maupun dalam
masyarakat lebih luas. Meski Granoveter menekankan pentingnya ikatan
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
yang lemah, ia segera menjelaskan bahwa ikatan yang kuat pun
mempunyai nilai.4 Misalnya, orang yang mempunyai ikatan kuat memiliki
motivasi lebih besar untuk saling membantu dan lebih cepat untuk saling
memberikan bantuan.5
Dari teori jaringan ini diketahui bahwa ikatan daloam jaringan
individu atua kelompok sangat berarti. Hal itu tak jauh berbeda dengan
kondisi yang ada dalam pergerakan kelompok-kelompok Islam dalam
menyuarakan keinginan mereka untuk konsisten terhadap agamanya
dalam kehidupan bernegara. Upaya memperkuas jaringan yang bisa
dihubungi tak bisa bisa lepas dari pertimbangan-pertimbangan terhadap
ikatan-ikatn yang terjadi dalam interaksi.
Tulisan ini bermaksud membahas beberapa nilai dasar Hukum
Islam yang dapat menjadi pokok ikatan-ikatan dalam membangun
jaringan antar kelompok Islam. Ikatan itu terasa manfaatnya guna
menegakkan operasionalisasi Negara yang sesuai dengan Syariah. Dari
situ, gambaran tentang teori jaringan menjadi penting untuk mengawali
kajian. Kajian selanjutnya adalah gambaran tentang nilai-nilai dasar dari
nass al-Quran dan Hadis yang bisa menjadi dasar dan motivasi individu
dan kelompok membentuk ikatan-ikatan khususnya dalam penegakan
Negara Islam.
B. Ruang Lingkup Teori Jaringan
Para analisis jaringan6 berupaya membedakan pendekatan mereka
dari pendekatan sosiologi yang disebut Ronald Burt atomistis atau
normatif .7 Sosiologi yang berorientasi atomistis memusatkan perhatian
pada aktor yang membuat keputusan dalam keadaan terisolasi dari aktor
lain. Lebih umum lagi, mereka memusatkan perhatian pada ciri pribadi
aktor. Pendekatan atomistis ditolak karena terlalu mikroskopik dan
mengabaikan hubungan antara aktor. Seperti dikatakan Barry Wellman,
tugas menjelaskan motif individual lebih baik diserahkan pada
psikolog. 8 Jelas ini berarti penolakan terhadap sejumlah teori sosiologi
yang sangat menekankan pada motif.
Menurut pandangan pakar teori jaringan,pendekatan normatif
memusatkan perhatian terhadap kultur dan proses sosialisasi yang
menanamkan (internalization) norma dan nilai ke dalam diri aktor.
Menurut pendekatan normatif, yang mempersatukan orang secara
bersama adalah sekumpulan gagasan bersama. Pakar teori jaringan
menolak pandangan demikian dan menyatakan bahwa orang harus
memusatkan perhatian pada pola ikatan objektif yang menghubungkan
anggota masyarakat.9
Analisis jaringan lebih ingin mempelajari keteraturan individu
atau kolektivitas berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan
tentang bagaimana mereka seharusnya berperilaku. Karena itu
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
71
Riza l Al H a m id
pakar analisis jaringan mencoba menghindarkan penjelasan
normatif dari perilaku sosial. Mereka menolak setiap penjelasan
nonstruktural yang memperlakukan proses sosial sama dengan
sejumlah ciri pribadi aktor individual dan norma yang
tertanam.10
Setelah menjelaskan apa yang bukan menjadi sasaran
perhatiannya, teori jaringan lalu menjelaskan sasaran perhatian
utamanya, yakni pola obyektif ikatan yang menghubungkan anggota
masyarakat (individual dan kolektivitas). Wellman mengungkapkan
sasaran perhatian utama teori jaringan sebagai berikut:
Analisis jaringan memulai dengan gagasan sederhana namun
sangat kuat, bahwa usaha utama sosiolog adalah mempelajari
struktur sosial cara paling langsung mempelajari struktur
sosial adalah menganalisis pola ikatan yang menghubungkan
anggotanya. Pakar analisis jaringan menelusuri struktur bagian
yang berada di bawah pola jaringan biasa yang sering muncul
ke permukaan sebagai sistem sosial yang kompleks Aktor dan
perilakunya dipandang sebagai di paksa oleh struktur sosial ini.
Jadi, sasaran perhatian analisis jaringan bukan pada aktor
sukarela, tetapi pada paksaan struktural.11
Satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya pada
struktur mikro hingga makro, artinya, bagi teori jaringan, aktor mungkin
saja individu, 12 tetapi mungkin pula kelompok, perusahaan 13 dan
masyarakat. Hubungan dapat terjadi di tingkat struktur sosial skala luas
maupun di tingkat yang lebih mikroskopik. Granoveter melukiskan
hubungan di tingkat mikro itu seperti tindakan yang melekat dalam
hubungan pribadi kongkrit dan dalam struktur (jaringan) hubungan itu.14
Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individu atau
kolektivitas) mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang
bernilai (kekayaan, kekuasaan, informasi). Akibatnya adalah bahwa sistem
yang terstruktur cenderung terstratifikasi, komponen tertentu tergantung
pada komponen yang lain.
Meski merupakan gabungan longgar dari berbagai pemikiran,
namun teori jaringan ini bersandar pada sekumpulan prinsip yang
berkaitan logis. Prinsipnya itu adalah sebagai berikut:15
a. Ikatan antara aktor biasanya adalah simetris baik dalam kadar maupun
intensitasnya. Aktor saling memasok dengan sesuatu yang berbeda dan
mereka berbuat demikian dengan intensitas yang makin besar atau
makin kecil.
b. Ikatan antara individu harus dianalisis dalam konteks struktur
jaringan lebih luas.
c. Terstrukturnya ikatan sosial menimbulkan berbagai jenis jaringan non
acak. Di satu pihak, jaringan adalah transitif (transitive): bila ada
ikatan antara Adan B serta C, ada kemungkinan ada ikatan antara A
72
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
dan C. Akibatnya adalah bahwa lebih besar kemungkinan adanya
jaringan yang meliputi A, B, dan C. Di lain pihak, ada keterbatasan
tentang berapa banyak hubungan yang dapat muncul dan seberapa
kuatnya hubungan itu dapat terjadi. Akibatnya adalah juga ada
kemungkinan terbentuknya kelompok-kelompok jaringan dengan
batas tertentu, yang saling terpisah satu sama lain.
d. Adanya kelompok jaringan menyebabkan terciptanya hubungan silang
antara kelompok jaringan maupun antara individu.
e. Ada ikatan asimetris antara unsur-unsur di dalam sebuah sistem
jaringan dengan akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan
terdistribusikan secaratidak merata.
f. Distribusi yang timpang dari sumber daya yang terbatas menimbulkan
baik itu kerja sama maupun kompetisi. Beberapa kelompok akan
bergabung untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas itu dengan
bekerja
sama,
sedangkan
kelompok
lain
bersaing
dan
memperebutkannya. Jadi, teori jaringan berkualitas dinamis dengan
struktur sistem akan berubah bersamaan dengan terjadinya pergeseran
pola koalisi dan konflik.
Satu contoh, Mizruchi memusatkan perhatian pada masalah
kepaduan (kohesi) perusahaan dan hubungannya dengan kekuasaan. Ia
menyatakan bahwa, secara historis, kohesi telah didefinisikan dalam dua
cara berbeda:
a. Menurut pandangan subjektif, kohesi adalah fungsi perasaan anggota
kelompok yang meyamakan dirinya dengan kelompok, khususnya
perasaan bahwa kepentingan individual mereka dikaitkan dengan
kepentingan kelompok. 16 Penekanannya di sini adalah pada sistem
normatif, dan kohesi dihasilkan baik melalui internalisasi sistem
normatif maupun oleh tekanan kelompok.
b. Menurut pandangan obyektif, bahwa solidaritas dapat dipandang
sebagai tujuan, sebagai proses yang dapat diamati bebas dari perasaan
individual .17 Sejalan dengan pandangan teori jaringan, Mizruchi turun
ke sisi pendekatan objektif terhadap kohesi.
Mizruchi melihat kesamaan perilaku bukan hanya sebagai hasil
kohesi, tetapi juga sebagai hasil kesetaraan struktural. Aktor yang setara
secara struktural adalah mereka yang mempunyai hubungan yang sama
dengan aktor lain dalam struktur sosial .18 Jadi, kesetaraan struktural ada
di kalangan perusahaan meskipun di kalangan perusahaan itu tidak ada
komunikasi. Mereka berperilaku menurut cara yang sama karena mereka
berkedudukan dalam hubungan yang sama dengan beberapa kesatuan lain
dalam struktur sosial. Mizruchi menyimpulkan bahwa kesetaraan
struktural besar perannya sebagai pemersatu dalam menerangkan
kesamaan perilaku. Mizruchi memberikan peran penting pada kesetaraan
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
73
Riza l Al H a m id
struktural yang secara tidak langsung menekankan pentingnya peran
jaringan hubungan sosial.
1. Teori Jaringan Integratif
Ronal Burt telah mencoba membangun sebuah pendekatan
intergratif meski merupakan bentuk lain saja dari determinisme
struktural. Burt memulai dengan mengungkap pemisahan di dalam teori
tindakan antara orientasi atomistis dan normatif . Orientasi atomistis
berasumsi bahwa tindakan alternatif dapat dinilai secara bebas oleh aktor
tersendiri sehingga penilaian dapat dibuat tanpa merujuk kepada aktor
lain.Sedangkan perspektif normatif ditetapkan oleh aktor tersendiri di
dalam sistem yang mempunyai kepentingan saling tergantung sebagai
norma sosial yang dihasilkan oleh aktor yang saling mensosialisasikan diri
satu sama lain.19
Burt membangun perspektif yang menghindarkan pemisahan
antara perspektif tindakan atomistis dan normatif. Perspektifnya ini
kurang menyintesiskan antara keduanya. Jadi, lebih berfungsi sebagai
perspektif ketiga yang menjembatani antara keduanya . Meski ia
mengakui meminjam dari kedua perspektif lain itu, ia membangun
perspektif yang disebutnya perspektif struktural. Perbedaan dari kedua
perspektif terdahulu itu terletak pada tolok ukur untuk mempostulatkan
penilaian marjinal. Tolok ukur yang digunakan perspektif struktural
adalah status aktor atau seperangkat peran yang dihasilkan oleh
pembagian kerja. Aktor menilai kegunaan berbagai alternatif tindakan
sebagian dengan memperlihatkan kondisi pribadi dan sebagian dengan
melihat kondisi orang lain. 20 Ia melihat perspektifnya ini sebagai
perluasan logika perspektif atomistis dan sebagai restriksi yang akurat
secara empiris terhadap teori normatif.
Menurut uraian Burt tentang premis teori tindakan strukturalnya
ini, aktor menyadari berada di bawah paksaan struktur sosial.21 Menurut
pandangannya:
Aktor mengetahui dirinya sendiri berada di dalam struktur
sosial. Struktur sosiallah yang menetapkan kesamaan sosial
mereka dan pola persepsi mereka tentang keuntungan yang
akan di dapat dengan memilih salah satu dari beberapa
alternatif tindakan yang tersedia. Pada waktu bersamaan,
struktur sosial membeda-bedakan paksaan atas aktor menurut
kemampuan mereka melakukan tindakan, karena itu akhirnya,
tindakan yang dilakukan adalah fungsi bersama aktor dalam
mengejar kepentingan mereka hingga ke batas kemampuan
mereka di mana kepentingan dan kemampuan dipolakan oleh
struktur sosial. Akhirnya, tindakan yang dilakukan di bawah
paksaan struktur sosial dapat mengubah struktur sosial itu
sendiri dan perubahan itu mempunyai potensi untuk
74
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
menciptakan paksaan baru yang akan dihadapi aktor di dalam
struktur.22
C. Prinsip Dasar Hukum Kenegaraan Islam
1. Kewajiban Tolong Menolong Dalam Kebaikan
Di dalam al-Qur an Allah swt berfirman:
23
Ayat yang sangat indah ini merupakan penegasan perintah dari
Allah SWT akan kewajiban tolong menolong dalam kebaikan dan takwa
serta larangan untuk tolong menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan. Mari kita muhasabah terkait dengan kandungan ayat ini.
Tentu bagi kita yang beriman kepada Allah SWT akan langsung
mengevaluasi diri. Apakah saya sudah benar-benar melaksanakan
perintah Allah ini?atau malah mengingkarinya? Kita semua berlindung
kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri kita. Dan memohon ampun,
beristighfar atas maksiat yang kita lakukan di masa lalu, terlebih di bulan
ramadhan dimana Allah SWT membuka pintu ampunan selebarlebarnya.24
Ibnu Katsir memahami makna umum ayat ini berdasarkan
redaksinya tolong menolonglah kalian bahwa Allah swt memerintahkan
semua hamba-Nya agar senantiasa tolong menolong dalam melakukan
kebaikan-kebaikan yang termasuk kategori Al-Birr dan mencegah dari
terjadinya kemungkaran sebagai realisasi dari takwa. Sebaliknya Allah swt
melarang mendukung segala jenis perbuatan batil yang melahirkan dosa
dan permusuhan.
Dalam hadis dikisahkan, suatu ketika Rasulullah SAW bermusyawarah dengan kedua sahabatnya yaitu Abu Bakar dan Umar ra. Yang
menjadi pokok pikirannya adalah menyusun barisan kaum Muslimin serta
mempererat persatuan mereka, untuk menghilangkan segala bayangan
yang akan membangkitkan api permusuhan lama diantara mereka. Agar
tujuan ini tercapainya maka Rasul saw mengajak kaum Muslimin agar
masing-masing bersaudara berdua-dua. Rasul SAW bersaudara dengan Ali
bin Abi Thalib. Pamannya Hamzah bersaudara dengan Zaid bekas
budaknya. Abu Bakar bersaudara dengan Kharija bin Zaid, Umar ibnu
Khattab bersaudara dengan Itban bin Malik al-Khazraji.
Begitu pula setiap muslim dari kaum Muhajirin yang jumlahnya
sudah banyak di Yatsrib, yang tadinya tinggal di kota Makkah menyusul ke
Madinah setelah Rasul SAW hijrah. Mereka dipersaudarakan pula dengan
setiap muslim dari kaum Anshar, yang oleh Rasul kemudian dibuatkan
untuk mereka hukum saudara sedarah senasib. Dengan persaudaraan
seperti ini ukhuwah diantara kaum Muslimin bertambah erat dan kokoh.
Kaum Anshar memperlihatkan sikap ramah yang luarbiasa
terhadap saudara-saudara mereka kaum Muhajirin ini. Abdur-Rahman
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
75
Riza l Al H a m id
bin Auf yang sudah bersaudara dengan Sa ad bin Rabi ketika di Yatsrib
beliau sudah tidak punya apa-apa lagi. Ketika Sa ad menawarkan hartanya
untuk dibagi dua, Abdur-Rahman menolaknya. Beliau hanya minta tolong
ditunjukkan jalan ke pasar. Dan di sanalah ia mulai berdagang mentega
dan keju. Dalam waktu yang tidak begitu lama, dengan keahliannya
berdagang beliau telah mencapai kekayaannya kembali.
Selain beliau, kaum Muhajirin lainnya banyak pula yang telah
melakukan hal serupa. didalam ayat yang lain Alloh swt juga berfirman:
25
Menurut Ibnu Katsir, surat Al- Ashr merupakan surat yang sangat
populer di kalangan para sahabat. Setiap kali para sahabat mengakhiri
suatu pertemuan, mereka menutupnya dengan surat Al- Ashr. Imam
Syafi i dan juga Tafsir Mizan menyatakan bahwa walaupun surat Al- Ashr
pendek, tapi ia menghimpun hampir seluruh isi Al-Qur an. Kalau AlQur an tidak diturunkan seluruhnya dan yang turun itu hanya surat AlAshr saja, maka itu sudah cukup untuk menjadi pedoman umat
manusia.Thabathaba i menyebutkan, Surat ini menghimpun seluruh
pengetahuan Qur ani. Surat ini menghimpun seluruh maksud Al-Qur an
dengan kalimat-kalimat yang indah dan singkat. Surat ini mengandung
ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, meskipun surat ini lebih tampak
sebagai surat Makkiyah. 26
Nilai suatu masyarakat juga diukur dari iman dan amal saleh.
Masyarakat yang rendah adalah masyarakat yang tidak beriman dan tidak
beramal saleh atau masyarakat barbar, masyarakat biadab.Menurut surat
Al- Ashr ini, kita punya kewajiban bukan hanya mengembangkan sifat
insaniyah kita, tetapi juga kewajiban untuk mengembangkan masyarakat
insaniyah atau masyarakat yang memiliki sifat kemanusiaan. Al-Qur an
menyebutkan dua caranya, yaitu tawãshaubil haq dan tawã shaubish
shabr. Al-Qur an tidak mengguna-kan kata tanãshahû (saling memberi
nasihat), tetapi Al-Qur an menggunakan kata saling memberi wasiat .
Mengapa? Wasiat itu lebih dari sekedar nasihat. Nasihat itu boleh
dilaksanakan boleh tidak -mungkin juga boleh didengar atau tidak- tapi
kalau wasiat harus didengar dan dilaksanakan.
Pada kata tawa shau kita bukan hanya subyek, tetapi sekaligus
objek. Kita bukan saja yang menerima wasiat, tetap juga yang diberi
wasiat. Apa yang harus diwasiat-kan? Al-Haqq dan Ash-Shabr.
Sebagaimana iman tidak bisa dipisahkan dengan amal saleh, maka AlHaqq tidak bisa dipisahkan dengan Ash-Shabr. Jadi orang tidak dikatakan
beriman kalau tidak beramal saleh dan tidak dikatakan membela
kebenaran kalau tidak tabah dalam membela kebenaran itu.
76
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
Dari surat yang pendek ini Allah mengajarkan kepada kita bahwa
kita berada pada tingkat yang rendah atau dalam kerugian apabila kita
tidak mengembangkan diri kita dengan iman dan amal saleh. Masyarakat
kita juga menjadi masyarakat yang rendah bila kita tidak menegakkan AlHaq dan Ash-Shabr di tengah-tengah masyarakat kita.
2. Amar Ma ruf Nahi Munkar
Amar ma ruf nahi munkar adalah poros atau pusat yang agung
dalam agama Islam, karena agama Islam akan tegak dengan Amar ma ruf
nahi munkar, bukan hanya Islam saja yang memiliki konsep Amar ma ruf
nahi munkar ini, bisa dikatakan semua agama dipastikan mempunyai
konsep ini, tetapi mungkin dengan bahasa yang berbeda dan system yang
berbeda pula. Amar ma ruf nahi munkar ini bisa dikatakan merupakan
bagian dari agama Islam, karena pada hakekatnya agama Islam memang
menyuruh kepada pemeluknya untuk melakukan perbuatan yang baik,
dan juga melarang atau mencegah pemeluknya untuk melakukan
perbuatan yang keji serta mungkar.27
Ketika kedzaliman di mana-mana, ketika kemaksiatan merajalela,
ketika umat semakin bodoh dengan berbagai kemaksiatan, manusia
berubah akhlaknya menjadi akhlak hewan dikarenakan hawa nafsunya
yang mengelilingi jiwa dan hati, dan bahkan manusia sudah tidak punya
hati nurani lagi, oleh karena itu semua maka datanglah Rasulullah Saw.
yang khusus diutus oleh Allah SWT. ke bumi ini untuk amar ma ruf nahi
mungkar, bagaikan api yang panas disiram dengan air yang dingin, lenyap
dan tanpa berbekas, begitulah perumpamaan Rasulullah Saw. di utus ke
bumi ini.
Oleh karena itu setelah Rasulullah Saw. diutus, maka umat yang
mengikuti seruan Rasulullah Saw. adalah sebaik-baiknya umat, karena
mereka mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. melalui Rasulullah Saw.,
hal ini difirmankan oleh Allah SWT:
28
Umat Nabi Muhammad Saw. adalah umat yang terbaik, karena
selain mengikuti Nabi Muhammad Saw. mereka juga melakukan amar
ma ruf nahi mungkar, hal ini digambarkan pada ayat di atasu.
Firman Allah kuntum khaira ummah , Imam Bukhari berkata: dari
Muhammd Bin Yusuf, darri Sufyan Ibn Maysarah, dari Abi Haazim dari
Abi Hurairah Ra, (kuntum khairo ummah ukhrijat linnas) berkata:
sebaik-baik manusia untuk manusia yang lain yaitu datang kepada
mereka dengan terbelenggu leher-leher mereka sampai mereka masuk ke
dalam Islam, dan seperti ini yang dikatakan oleh Abu Hurairah, Mujahid
dan Ithiyah al- Ufi. Dapat berarti pula sebaik-baik manusia yang
bermanfaat bagi manusia yang lainnya .
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
77
Riza l Al H a m id
Rasulullah dalam suatu kesempatan bersabda yang intinya adalah
sebaik-baik manusia yang pandai diantara mereka dan paling bertakwa
diantara mereka, dan menyuruh mengerjakan yang ma ruf, dan mencegah
mereka dari perbuatan yang munkar, menyambung tali silaturahmi.29
Penafsiran yang kuat menurut Ibnu katsir bahwa sebaik-baik
manusia adalah para shahabat yang membersamai Rasulullah, kemudian
seterusnya dan seterusnya. Mereka yang berhijrah bersama Rasulullah,
dari Mekkah ke Madinah 30 dapat pula berarti generasi awal Islam,
kemudian yang meneruskan da wah Rasulullah Saw yang diperintahkan
Allah kepada kaum Muslimin untuk ditaati mereka.
Khairu Ummah yaitu orang-orang yang menyuruh mengerjakan
yang ma ruf dan menjauhi dari pada yang munkar, dan beriman kepada
Allah, dan termasuk dari pada mereka pula adalah para Muhahid dan para
Syuhada . Kemudian firman Allah walau amana ahlul kitab , seandainya
orang-orang ahli taurat dan injil dari golongan Yahudi dan Nashara
membenarkan ke Rasulan Nabi Muhammad Saw., yang demikian itu tidak
lain datangnya dari Allah (petunjuk dari Allah). Lakana khorallahun yakni
yang demikian itu lebih baik bagi mereka baik di dunia maupun di akhirat.
Minhumul mu minun: yakni ahli kitab dari golongan orang nasrani dan
Yahudi yang mereka membenarkan Rasulullah Saw., dan masuk
Islam. Mereka itu yakni Abdullah bin salam dan saudaranya, Tsa labah
dan saudaranya, dan pemuda-pemuda yang beriman kepda Allah dan
membernarkan kerasulan Nabi Muhammad Saw., dan mengikuti apa-apa
yang diturunkan kepada mereka dari Allah, kemudian firman Allah wa
aktsaruhumul fasiqun , yakni mereka kembali kepada agama mereka
yakni merkea yang pada mulanya beriman kepada Allah kemudian
beriman kepada apa-apa yang ditrunkan Allah kepada nabi-Nya yakni
Muhammad Saw., kemudian mereka kembali kepada agama mereka.
Mereka itulah orang-orang fasiq.
Ada sebuah ayat yang menerangkan kewajiban tentang ber-amar
ma ruf nahi mungkar, yang tertuang pada surat Ali Imran ayat 104 yang
artinya,
31
Firman Allah ini yakni hendaknya ada segolongan manusia yang
bangkit untuk menjalankan perintah Allah yakni berjuang di jalan da wah
kepada kebaikan dan menyuruh mengerjakan perbuatan yang ma ruf dan
mencegah dari pada yang mungkar. 32 Berkata Abu Ja far berkata:
(mengomentari ayat) waltakum minkum: ayat itu berarti wahai orangorang beriman , Ummah berarti jama ah , 33 kemudian ila al-khair:
kepada Islam dan syari atnya . 34 Berkata Duhhak: mereka adalah khusus
untuk para shahabat dan para periwayat, yaitu mujahidin dan para Ulama.35
78
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
Sementara kata
di dalam tafsui al-Qurthubi dalam Al-Jami alAhkam al-Qur an perintah untuk melakukan pekerjaan ini diperuntukan
kepada orang-orang yang berilmu, dan manusia tidak semuanya
berilmu36Sabda Rasulullah: Apa kamu melihat kemungkaran hendaklah
merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan
lisannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan hatinya (yakni tidak
menyukai perbuatan tersebut). 37 Dan sesungguhnya orang-orang yang
melakukan amar ma ruf dan nahi munkar adalah orang yang selamat.
Dari surat Ali Imran ayat 104 di atas ini, terdapat dua pendapat
tentang kewajiban Amar ma ruf nahi munkar. Pendapat yang pertama,
bahwasanya perintah untuk ber-amar ma ruf nahi mungkar adalah
sebuah kewajiban bagi setiap Muslim, bukan hanya pemerintah ataupun
perwakilan, tetapi setiap individu Muslim memiliki kewajiban untuk beramar ma ruf nahi mungkar. Ketika ada dihadapannya sebuah
kemungkaran, maka ia wajib untuk melarangnya, jangan sampai
dibiarkan, malah ini akan menjadi beban tersendiri, yang harus
ditanggung.
Sedangkan pendapat yang kedua, bahwasanya makna perintah dari
ayat di atas adalah fardhu kifayah, bukan kewajiban bagi setiap individu.
Jika sudah ada sebuah kelompok atau perwakilan yang memerintahkan
untuk berbuat kebajikan dan menjauhi kemungkaran, maka gugurlah
kewajiban orang lain yang belum menyeru Amar ma ruf nahi munkar.
karena perintah pada ayat di atas adalah fardhu kifayah.
Lalu siapakah yang berhak untuk ber-amar ma ruf nahi mungkar
jika hal ini sebagai perkara yang fardhu kifayah, dalam masalah ini Sufyan
bin Uyainah berkata: Kedudukan manusia yang paling mulia disisi Allah
SWT., adalah kedudukan para Nabi dan para Ulama yang sebagai pewaris
Nabi. Nabi dan Ulama menyampaikan apa yang di syari atkan oleh Allah
SWT., memberitahukan kepada orang yang belum mengerti tentang
agama Allah SWT, dan memerintahkan untuk mencintai sesuatu karena
Allah SWT. 38
3. Kewajiban Mengadakan Perbaikan
Telah merupakan hal yang dimaklumi dari kaidah agama kita
bahwa syari at Islam ini datang untuk mewujudkan segala mashlahat atau
menyempurnakannya,
menghilangkan
segala
madharat
atau
menguranginya. Hal ini adalah karakteristik Islam yang sangat agung dan
penuh dengan keistimewaan.
Anjuran untuk berbuat perbaikan dan larangan dari berbuat
kerusakan di muka bumi telah ditekankan dalam berbagai ayat, di
antaranya adalah firman-Nya,
39
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
79
Riza l Al H a m id
Dan Nabi Musa alaihissalam berpesan kepada saudaranya Nabi
Harun alaihissalam;
40
Syari at Islam benar-benar mengutuk dan sangat mencela
perbuatan kerusakan di muka bumi, sehingga dijelaskanlah dalam
ajarannya berbagai jenis perbuatan kerusakan yang berseberangan
dengan nilai-nilai Islam yang mulia nan luhur. Diantara bentuk kerusakan
itu adalah menumpahkan darah yang terjaga dan terlindungi dari
kalangan muslimin maupun kafir yang haram untuk dibunuh.41
Catatan Akhir
1Ronald Burt, Towart a Structural Theory of Action: Network Models of social
Structure, Perception, and Action (New York: Academic Press, 1982), h.20.
2Barry Wellman, Network Analysis: Some Basic Principles, in R. Collins (ed.),
Socioligical Theory -1983. San Francisco: Jossey-Bass, 1983), h. 169.
3Mark Granovetter, The Strength of Weak Ties, American Journal of Sociology
78(1973), h. 1360-1380.
4Mark Granoveter, The Strength of Weak Ties: A Network Theory Revisited, in
R. Collins (ed.), Sociological Theory-1983(San Francisco: Jossey-Bass, 1983), h. 209.
5George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern alih bahasa
Alimandan, edisi ke-6, cet. ke-5 (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 384.
6Misalnya, Horrison White, Identity and Control: A Structural Theory of Social
Action (Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1992), Stanley Wasserman and
Katherine Faust, Social Network Analysist: Methods and Application (Cambridge:
CambridgeUniversity Press, 1994), Barry Wallman and S.D. Berkowitz (eds.), Social
Structures; A Network Approach Greenwich, Conn.: JAI Press, 1988/1997).
7Ronald Burt, Toward a Structural Theory of Action: Network Models of Social
Structure, Perception, and Action (New York: Academic Press, 1982), Mark Granovetter,
Economic Action and Social Structure: The Problem of Embeddedness, American
Journal of Sociology (1985), 91:481-510.
8Barry Wellman, Network Analysis: Some Basic Principles, in R. Collins (ed.),
Socioligical Theory -1983. San Francisco: Jossey-Bass, 1983), h. 163
9Mark Mizruchi, Social Network Analysis: Recent Achievements and Current
Controversies. Acta Sociologica 37 (1994), h. 329-343.
10Barry Wellman, Network Analysis: Some Basic Principles, in R. Collins (ed.),
Socioligical Theory -1983(San Francisco: Jossey-Bass, 1983), h. 162.
11Ibid., h. 156-157.
12Barry Wellman and Scot Wortley,
Different Strokes for Different Folks:
Community Ties and Social Support. American Journal of Sociology 96 (1990), h. 558588.
13Wayne E. Baker,
Market Networks and Corporate Behavior, American
Journal of Sociology 96 (1990), h. 589-625, Dan Clawson, Alan Neustadtl, and James
Bearden, The Logic of Business Unity: Corporate Contributions to the 1980
Congressional Elections , American Sociological Review 58 (1986), h. 797-811, Mark S.
Mizruchi, and Thomas Koenig, Economic Sources of Corporate Political Consensus: An
Examination of Interindustry Relations , American Sociological Review ed. 51 (1986), h.
482-491.
14Mark Granovetter, Economic Action and Social Structure: The Problem of
Embeddedness, American Journal of Sociology 91 (1985), h. 490.
15George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern alih bahasa
Alimandan, edisi ke-6, cet. ke-5 (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 384-385.
80
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
Prinsip Da sa r Huk um Ke ne ga ra a n I sla m Pe rspe k t if T e ori J a ringa n
16Mark Mizruchi, Cohesion, Structural Equivalence, and Similarity of Behavior:
An Aproach to the Study of Corporate Political Power, Sociological Theory 8 (1990), h.
21.
17Ibid., h. 22.
18Ibid., h. 25.
19Ronald Burt, Towart a Structural Theory of Action: Network Models of social
Structure, Perception, and Action (New York: Academic Press, 1982), h. 5.
20Ibid., h. 8.
21Ibid., h. 9.
22Ibid.
23Al-Maidah (5): 2.
24Anggit
Saputra Dwi Pramana, Tolong Menolong Dalam Kebaikan
http://anggitsaputradwipramana.blogspot.com/2009/08/tolong-menolong-dalamkebaikan.html, akases, 15 Juli 2010.
25Al- Asyr (103): 1-3.
26 Tafsir surah al- asyr ,http://railoart123.blogspot.com/2009/03/tafsir-suratal-ashr.html, akses 15 Juli 2010.
27Adi Nurseha, Ketika Amar Ma ruf Nahi Munkar Menjadi Sebuah Kewajiban,
http://www
.nurseha.com/artikel/artikel-islami/70-ketika-amar-maruf-nahi-munkarmenjadi-sebuah-kewajiban. html, akses 15 juli 2010
28Ali Imran (3): 110
29Abi Abdullah Muhammad Ibn Abu Al-Qurthubi, Al-Jami Al-Ahkam Al-Qur an,
Juz 5,(Beirut Lebanon: Muassasah Ar- Risalah, 2006 M/ 1427 H), h. 344.
30Berdasarkan Penafsiran Ibnu Abbas: Yakni Mereka Adalah Para Shahabat Yang
Ikut Berhijrah Bersama Rasulullah Dari Mekkah. Lihat Tafsir Ath Thabari: Juz 7, h. 100
31Ali Imran (3): 4.
32Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur an Al- Adzim, Tt, Maktabah Al- Asriyah, Jilid I,
2000M/1420H, h. 342
33Abdurahman An-Nashir As-Sa di, Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam
Al-Mannan , Beirut Lebanon: Jami Al-Huquq Mahfudzah, 2002 M/ 1423 H, h. 142
34Ath Thabari,
Jami Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur an , Kairo: Maktabah Hajr,
2001M/1422H, Bab. 103 Juz 7, h.. 89
35 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur an Al- Adzim , Tt, Maktabah Al- Asriyah, Jilid I,
2000M /1420H, h. 342.
36 Abi Abdullah Muhammad Ibn Abu Al-Qurthubi, Al-Jami Al-Ahkam AlQur an, Beirut Lebanon: Muassasah Ar- Risalah, 2006 M/ 1427 H, Juz 5, h. 253
37ibid
38Adi Nurseha, Ketika Amar Ma ruf Nahi Munkar Menjadi Sebuah Kewajiban,
http://www
.nurseha.com/artikel/artikel-islami/70-ketika-amar-maruf-nahi-munkarmenjadi-sebuah-kewajiban. html, akses 15 juli 2010.
39Al- araf (7): 56.
40
Al- araf (7): 142.
41Anjuran Berbuat Perbaikan dan Peringatan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi,
http://jihad
bukankenistaan.com/jalan-petunjuk/anjuran-untuk-berbuat-perbaikandan-peringatan-akan-bahaya-berbuat-kerusakan-di-muka-bumi.html, akses 14 Juli 2010.
Daftar Pustaka
Tafsir surah al- asyr , http://railoart123.blogspot.com/2009/03/tafsirsurat-al-ashr.html, akses 15 Juli 2010.
Adi Nurseha, Ketika Amar Ma ruf Nahi Munkar Menjadi Sebuah
Kewajiban, http://www .nurseha.com/artikel/artikel-islami/70ketika-amar-maruf-nahi-munkar-menjadi-sebuah-kewajiban.
html, akses 15 juli 2010
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3
81
Riza l Al H a m id
Al-Qurthubi, Abi Abdullah Muhammad Ibn Abu. Al-Jami Al-Ahkam AlQur an, Juz 5, Beirut Lebanon: Muassasah Ar- Risalah, 2006 M/
1427 H.
As-Sa di, Abdurahman An-Nashir. Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir
Kalam Al-Mannan. Beirut Lebanon: Jami Al-Huquq Mahfudzah,
2002 M/ 1423 H
Ath Thabari. Jami Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur an, Kairo: Maktabah Hajr,
2001M/1422H.
Baker, Wayne E. Market Networks and Corporate Behavior, American
Journal of Sociology 96 (1990), h. 589-625,
Burt, Ronald. Towart a Structural Theory of Action: Network Models of
social Structure, Perception, and Action New York: Academic
Press, 1982.
Clawson, Dan, Alan Neustadtl, and James Bearden. The Logic of Business
Unity: Corporate Contributions to the 1980 Congressional
Elections . American Sociological Review 58 (1986), h. 797-811,
Collins, R. (ed.), Socioligical Theory -1983. San Francisco: Jossey-Bass,
1983.
Granovetter, Mark. Economic Action and Social Structure: The Problem
of Embeddedness, American Journal of Sociology (1985)91:481510.
Katsir, Ibnu. Tafsir Al-Qur an Al- Adzim, Tt, Maktabah Al- Asriyah, Jilid I,
2000M/1420H
Mark Granovetter. The Strength of Weak Ties, American Journal of
Sociology 78(1973), h. 1360-1380.
Mizruchi, Mark S. and Thomas Koenig. Economic Sources of Corporate
Political Consensus: An Examination of Interindustry Relations .
American Sociological Review ed. 51 (1986), h. 482-491.
Mizruchi, Mark. Social Network Analysis: Recent Achievements and
Current Controversies. Acta Sociologica 37 (1994), h. 329-343.
Pramana, Anggit Saputra Dwi. Tolong Menolong Dalam Kebaikan
http://anggitsaputradwipramana.blogspot.com/2009/08/tolongmenolong-dalam-kebaikan.html, akases, 15 Juli 2010.
Ritzer, George & Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. alih
bahasa Alimandan, edisi ke-6, cet. ke-5, Jakarta: Prenada Media
Group, 2008.
Wallman, Barry and S.D. Berkowitz (eds.). Social Structures; A Network
Approach Greenwich, Conn.: JAI Press, 1988/1997
Wasserman, Stanley dan Katherine Faust, Social Network Analysist:
Methods and Application, Cambridge: CambridgeUniversity Press,
1994.
White, Horrison. Identity and Control: A Structural Theory of Social
Action (Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1992),
82
J urna l U lumuddin Volume 3 , N om or 2 , J uni 2 0 1 3