PENGELOLAAN LIMBAH PADAT RS. docx

TUGAS SANITASI TEMPAT-TEMPAT UMUM

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT RUMAH
SAKIT DAN DAMPAKNYA PADA
LINGKUNGAN DAN KESEHATAN
DI SUSUN OLEH :

A.DINAH ADILAH

DEPARTEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017

DAFTAR ISI
Sampul
Daftar isi .........................................................................................................2
Bab I Pendahuluan ..........................................................................................3
Bab II Pembahasan .........................................................................................5
A.
B.

C.
D.
E.
F.
G.
H.

Masalah Terkait Limbah Padat Rumah Sakit ......................................5
Teori Limbah Padat Rumah Sakit .......................................................6
Indentifikasi Sumber, Karakteristik ....................................................7
Dampak Pencemaran .........................................................................11
Dampak Kesehatan dan Penyakit yang ditimbulkan .........................13
Model baru Penanganan Limbah Padat Rumah Sakit .......................14
Hambatan dan Keberhasilan ..............................................................16
Keunggulan ........................................................................................17

Daftar Pustaka ................................................................................................18

1


BAB I
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan sarana atau fasilitas sosial yang tak mungkin
dapat dipisahkan dengan masyarakat, dan keberadaannya diharapkan oleh
masyarakat dalam mengobati dan sebagai manusia atau masyarakat tentu
menginginkan agar kesehatan tetap terjaga. Rumah sakit sebagai institusi yang
bersifat sosio-ekonomis mempunyai fungsi dan tugas memberi pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Di masa sebelum adanya teknologi yang memadai,
rumah sakit dibangun di suatu wilayah dengan jarak yang lumayan jauh dari
pemukiman dan berdekatan sungai dengan pertimbangan agar pengelolaan limbah
baik padat maupun cair tidak terlalu berdampak negatif secara langsung pada
manusia. Sejalan dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat, lokasi
rumah sakit yang dulunya jauh dari daerah pemukiman penduduk sekarang
umumnya telah berubah dan berada di tengah pemukiman penduduk yang cukup
padat, sehingga masalah pencemaran akibat limbah rumah sakit baik limbah padat
atau limbah cair sering menjadi pencetus konflik antara pihak rumah sakit dengan
masyarakat yang ada di sekitarnya.
Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan.
Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik
pula. Dalam hal ini rumah sakit sebagai sarana kesehatan harus pula

memperhatikan keterkaitan tersebut. Dilain pihak, rumah sakit juga dapat
dikatakan sebagai pendonor limbah karena buangannya berasal dari kegiatan nonmedis maupun medis yang bersifat berbahaya dan beracun dan dalam skala besar.
Oleh karena itu diperlukan adanya pengolahan limbah yang sesuai sehingga tidak
membahayakan bagi lingkungan (Paramita, 2007).
Dalam rangka memberikan pelayanan di bidang kesehatan, rumah sakit
merupakan tempat bertemunya kelompok masyarakat. Adanya interaksi di
dalamnya memungkinkan menyebarnya penyakit bila tidak didukung dengan
kondisi lingkungan rumah sakit yang baik. Kegiatan yang dilakukan rumah sakit
tidak saja berdampak positif bagi masyarakat disekitarnya, tetapi juga
2

kemungkinan dampak negatif berupa cemaran akibat limbahnya yang dibuang
tanpa melalui pengolahan yang benar. Aktivitas rumah sakit akan menghasilkan
sejumlah hasil samping berupa limbah, baik limbah padat, cair, dan gas yang
mengandung kuman patogen, zat-zat kimia serta alat-alat kesehatan yang pada
umumnya bersifat berbahaya dan beracun. Untuk meningkatkan mutu pelayanan
perlu pula ditingkatkan sarana untuk mengatasi limbah yang dihasilkan rumah
sakit (Paramita, 2007).
Sampah yang dihasilkan rumah sakit hampir 80% berupa sampah non
medis dan 20% berupa sampah medis. Sebesar 15% dari sampah rumah sakit

merupakan limbah infeksius dan limbah jaringan tubuh; limbah benda tajam
sebesar 1%, limbah kimia dan farmasi sebesar 3% dan limbah genotoksik serta
radioaktif sebesar 1%. Negara berkembang menghasilkan 0.5 sampai 3 kg per
orang per tahun (World Health Organization, 2007).
Dengan adanya peraturan yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit
harus mengolah limbahnya sampai standar yang diijinkan, maka kebutuhan akan
teknologi pengolahan limbah rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya
baik perlu dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa kendala yang paling banyak
dijumpai yakni teknologi yang ada saat ini masih cukup mahal, sedangkan di lain
pihak dana yang tersedia untuk membangun unit alat pengolah limbah tersebut
sangat terbatas sekali. Untuk rumah sakit dengan kapasitas yang besar umumnya
dapat membangun unit pengolah air limbahnya sendiri karena mereka mempunyai
dana yang cukup. Tetapi untuk rumah sakit tipe kecil sampai dengan tipe sedang
umumnya sampai saat ini masih membuang air limbahnya ke saluran umum tanpa
pengolahan sama sekali.

3

BAB II
PEMBAHASAN

A. MASALAH TERKAIT LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT
Limbah padat yang dihasilkan Rumah sakit telah menjadi permasalahan
lingkungan hidup. Limbah rumah sakit tidak hanya berbahaya bagi lingkungan,
pasien dan masyarakat namun juga bagi tenaga medis dan pengelola limbah
tersebut. Seringkali limbah rumah sakit dibuang bebas secara serampangan tanpa
perhitungan, dibakar tak terkendali, dan dikuburkan tidak bertanggung jawab.
Diperkirakan secara nasional produksi limbah padat RS sekitar 376,089 ton/hari
yang menunjukkan betapa besar pengaruh RS dalam mencemari lingkungan yang
juga memungkinkan dapa menimbulkan gangguan terhadap masyarakat.
Limbah rumah sakit disamping berupa limbah cair dapat pula berbentuk
limbah padat, misalnya botol dan selang infus, spuit dan jarum suntik, serta
peralatan medis lain. Atau bisa juga kain, kassa yang tercemar oleh darah atau
cairan tubuh lainnya. Sering kali pula dijumpai jaringan tubuh manusia. Sumber
limbah padat medis dapat berasal dari kegiatan pelayanan medis meliputi
pelayanan rawat jalan, rawat inap, gawat darurat dan bedah sentral.
Adapun kasus yang timbul akibat dari pengelolaan limbah pada rumah
sakit yang tidak sesuai yaitu penggunaan jarum suntik bekas tanpa sterilisasi
menyebabkan 8 (delapan) sampai 16 milyar infeksi hepatitis B tiap tahun, 2.3
sampai 4.7 milyar hepatitis C dan 80.000 sampai 160.000 terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Pada juni 2000, di Rusia enam anak terkena cacar

setelah bermain-main dengan botol bekas berisi vaksin yang sudah kadaluarsa dari
tempat sampah di Valdivostok, Rusia; di Goiania Brazil empat orang meninggal
pada tahun 1988 akibat terpajan radiasi dan 28 orang mengalami luka bakar yang
serius akibat radiasi (World Health Organization, 2003).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa limbah rumah sakit
bertipe C dan D belum memiliki tempat pengelolaan limbah padat sehingga pihak
rumah sakit hanya membuang limbah tersebut langsung ke lingkungan yang tentu
saja hal tersebut dapat mencemari lingkungan sekitar rumah sakit.

4

B. TEORI TENTANG LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT
Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan
karena pembuangan sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah
atau sampah juga merupakan suatu bahan yang tidak berarti dan tidak
berharga, tapi kita tidak mengetahui bahwa limbah juga bisa menjadi
sesuatu yang berguna dan bermanfaat jika diproses secara baik dan benar.
Limbah atau sampah juga bisa berarti sesuatu yang tidak berguna dan
dibuang oleh kebanyakan orang, mereka menganggapnya sebagai sesuatu
yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama maka akan

menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah secara benar
maka bisa menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis (Galih, tnp
tahun)
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan,
lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah
padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Sumber-sumber dari
limbah padat sendiri meliputi seperti rumah sakit, pulp, kertas, plywood,
limbah nuklir, dll. Secara garis besar limbah padat terdiri dari Limbah
padat yang mudah terbakar; Limbah padat yang sukar terbakar; Limbah
padat yang mudah membusuk; Limbah yang dapat di daur ulang; Limbah
radioaktif; Bongkaran bangunan; dan Lumpur (Galih, tnp tahun)
Menurut Undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah, Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses
alam yang berbentuk padat. Sedangkan limbah rumah sakit adalah semua
limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang
lainnya. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya
pengelolaan yang baik meliputi alat dan sarana, keuangan, dan tatalaksana
pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi
rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (Bastari
Alamsyah, 2007).


5

C. IDENTIFIKASI SUMBER, KARAKTERISTIK, TRANSPORT, DAN
TRANSFER

a. Sumber
Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit tentunya
berasal dari sumber yang berbeda. Jenis limbah padat yang dihasilkan dari
tiap rumah sakit berbeda, tergantung dari kegiatan dan tindakan medis.
Sumber limbah padat dapat berasal dari kegiatan pelayanan medis meliputi
pelayanan rawat jalan, rawat inap, poliklinik, gawat darurat, ruang
kebidanan dan bedah sentral. Limbah padat berupa suntik habis pakai
bersumber dari kegiatan perawatan untuk pembiusan dan vaksin.
Limbah medis berdasarkan potensi bahaya yaitu limbah infeksius
yang bersumber dari kegiatan laboratorium, kamar isolasi, dan kamar
perawatan; limbah patologis berupa jaringan atau organ tubuh manusia,
bangkai hewan, dll yang bersumber dari kegiatan autopsi dan UGD;
limbah benda tajam yang bersumber dari kegiatan pembedahan dan
pengobatan secara fisik; limbah farmasi yang bersumber dari bagian

apotek semisal obat-obatan yang kadaluarsa; limbah sitotoksis bersumber
dari kegiatan kemoterapi yang dilakukan pada pasien kanker; dan limbah
kimiawi yang bersumber dari aktivitas diagnostik dan eksperimen serta
dari pemeliharaan kebersihan, aktivitas keseharian, dan prosedur
pemberian desinfektan.
Limbah padat lainnya seperti yang berasal dari limbah non medis
yang bersumber dari dapur dan kantin yaitu botol plastik, sisa makanan,
kardus, plastik pembungkus makanan dll. Bersumber dari Kantor
administrasi dalam rumah sakit yaitu kertas, kardus, alat tulis kantor yang
sudah tidak digunakan lagi, dll. limbah non medis juga dapat ditemukan
dalam bagian farmasi dan poliklinik yaitu limbah berupa kertas, botol
pplastik, plastik pembungkus obat.

6

b. Karakteristik
Karakteristik utama limbah pelayanan kesehatan adanya limbah
medis dan limbah non medis. Limbah medis adalah limbah yang berasal
dari kegiatan pelayanan medis. Limbah ini tergolong dalam limbah
berbahaya dan beracun (B3) sehingga berpotensi membahayakan

komunitas rumah sakit. Berbagai jenis limbah medis yang dihasilkan dari
kegiatan pelayanan dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan
kesehatan terutama pada saat pengumpulan, pemilahan, penampungan,
penyimpanan, pengangkutan dan pemusnahan serta pembuangan akhir.
Penggolongan

kategori

limbah

medis

dapat

diklasifikasikan

berdasarkan potensi bahaya yang tergantung didalamnya, serta volume dan
sifat persistensinya yang menimbulkan masalah (Depkes RI, 2002) :
1. Limbah benda tajam seperti jarum perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas, dll. Limbah benda tajam memiliki potensi

bahaya yang dapat menyebabkan infeksi dan cedera karena
mengandung bahan kimia. Limbah benda tajam walaupun
diproduksi sedikit namun sangat berbahaya.
2. Limbah infeksius, yaitu limbah yang berkaitan dengan pasien
yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif)
dan limbah laboratorium. Limbah infeksius diduga mengandung
pathogen yang dapat masuk ke tubuh manusia melalui beberapa
jalur diantaranya akibat tusukan, lecet, atau luka dari kulit;
melalui membran mukosa; pernafasan; dan melalui ingesti.
Masalah utama dalam mengatasi limbah ini adalah resiko
penularan oleh agen infeksius yang berasal dari limbah. Resiko
penularan dapat muncul saat pembuangan dari sumbernya.
Termasuk dalam kategori limbah infeksius yaitu Darah dan
cairan tubuh; Limbah laboratorium yang bersifat infeksius;
Limbah yang berasal dari kegiatan isolasi; dan Limbah yang
berasal dari kegiatan yang menggunakan hewan uji.
7

Limbah infeksiun berupa darah dan cairan tubuh meliputi darah
atau produk darah Serum; Plasma; dan Komponen darah lainnya.
Cairan tubuh yaitu Semen, Sekresi vagina, Cairan serebrospinal,
Cairan pleural, Cairan peritoneal, Cairan perkardial, Cairan
amniotik, dan Cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi darah.
Tidak termasuk dalam kategori cairan tubuh yaitu Urin, kecuali
terdapat darah; Feses, kecuali terdapat darah; dan Muntah,
kecuali terdapat darah.
3. Limbah patologis (jaringan tubuh) yaitu jaringan tubuh yang
terbuang dari proses bedah atau autopsi.
4. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau
mungkin terkontaminasi dengan bat citotoksik selama peracikan,
pengangkutan, atau tindakan terapi citotoksik. Termasuk dalam
kategori limbah sitotoksik adalah limbah genotoksik (genotoxic)
yang merupakan limbah bersifat sangat berbahaya, mutagenik
(menyebabkan mutasi genetik), teratogenik (menyebabkan
kerusakan embrio atau fetus), dan / atau karsinogenik
(menyebabkan kanker). Genotoksik berarti toksik terhadap asam
deoksiribo nukleat (DNA), dan Sitotoksik berarti toksik terhadap
sel.
5. Limbah farmasi berasal dari obat-obatan yang kadaluarsa, yang
sudah tidak diperlukan.
6. Limbah kimiawi dihasilkan dari penggunaan kimia dalam
tindakan medis, veterinary, laboratorium, proses sterilisasi dan
riset.
7. Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan
radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset
radionuklida.
Pada prinsipnya limbah medis harus sesegera mungkin
ditreatment setelah dihasilkan dan penyimpanan merupakan prioritas
akhir bila limbah benar-benar tidak dapat langsung diolah. Faktor

8

penting dalam penyimpanan adalah melengkapi tempat penyimpanan
dengan cover atau penutup, menjaga agar areal penyimpanan limbah
medis tidak tercampur dengan limbah non-medis, membatasi akses
sehingga hanya orang tertentu yang dapat memasuki area serta,
lebeling dan pemilihan tempat penyimpanan yang tepat (dikutip
dalam jurnal
Limbah non medis merupakan sampah yang berasal dari segala
zat padat, zat semi padat yang terbuang atau tidak berguna baik yang
dapat membusuk maupun yang tidak dapat membusuk. Sampah jenis
ini hampir sama dengan sampah rumah tangga. Sampah non medis
biasanya ditampung di tempat produksi sampah untuk jangka waktu
yang lama. Untuk itu setiap rumah sakit hendaknya disediakan
tempat penampungan dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang
disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi setempat.
Hanya 19% limbah domestik dari rumah sakit yang telah diolah dan
dimanfaatkan kembali, sisanya limbah domestik itu masuk ke
Tempat Pembuangan Sampah (TPA) (Depkes RI, 2002; Kementrian
Lingkungan Hidup, 2006).
Limbah non medis merupakan jenis limbah yang dapat mudah
terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk maupun sampah
yang sulit terurai.

9

D. DAMPAK PENCEMARAN PADA LINGKUNGAN SAMPAH RS
Rumah sakit menghasilkan sampah medis dan non medis sampah rumah sakit
berpotensial menimbulkan resiko untuk pasien, staf rumah sakit, pengunjung
rumah sakit, dokter dan perawat dan bahkan lingkungan sekitar rumah sakit. Dari
segi lingkungan, sampah yang dihasilkan rumah sakit dapat mencemari perairan
dan tanah, dimana hal tersebut dapat menganggu organisme-organisme yang ada
di lingkungan serta merusak kandungan yang ada baik di perairan maupun tanah.
a. Pencemaran Air Akibat Sampah RS
Limbah padat yang dibuang ke lingkungan tanpa melalui
serangkaian proses pengelolaan limbah tentunya akan menimbulkan
dampak buruk terhadap lingkungan. Salah satu bagian dari lingkungan
yang mendapatkan pengaruh buruk yaitu perairan. Seperti yang kita
ketahui jika limbah padat yang dihasilkan dari aktivitas di rumah sakit
memiliki limbah yang sulit untuk terurai sehingga jika limbah tersebut
dibuang langsung ke sungai atau laut tentu akan mengganggu kondisi dari
sungai atau laut tersebut. Secara tidak langsung pembuangan sampah yang
mengandung racun ke lingkungan dapat mengkontaminasi perairan.
Sampah medis seperti sisa bahan kimia dan obat-obat kadaluarsa yang
terbuang ke perairan dapat menganggu kondisi perairan sehingga
konsentrasi air berubah dan dapat mematikan mahkluk hidup yang ada
didalamnya. Selain itu, jika manusia menggunakan air yang mengandung
cemaran sampah rumah sakit akan menyebabkan gangguan kesehatan dan
pada tingkat parah dapat menyebabkan kematian.
b. Pencemaran Tanah Akibat Sampah RS
Selain wilayah perairan, tanah juga menjadi wilayah yang
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh sampah rumah sakit. Sampah
rumah sakit yang mengandung bahan kimia berbahaya dan terkontaminasi
dengan tanah tentu juga akan menganggu zat zat hara yang ada dalam
tanah. Tanah menjadi rusak dan tidak dapat dimanfaatkan dalam bidang

10

pertanian. Jika tanah yang telah terkontaminasi bahan kimia dari sampah
rumah sakit di tanami sayuran dan buah, maka sayur dan buah ini juga
akan ikut terpengaruh dan jika dikonsumsi oleh manusia maka akan
menimbulkan penyakit.
Pengaruh sampah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan
dapat menimbulkan berbagai masalah seperti (Satmoko Wisaksono, 2001): (1)
gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen,
larutan, bau phenol, eutrofikasi, dan rasa dari bahan kimia organik; (2)
menyebabkan kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang
terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagiannya yang dapat
menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit, (3) gangguan atau
kerusakan tanaman dan binatang dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat,
bahan kimia, dan pestisida, (4) gangguan terhadap kesehatan manusia dapat
disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa kimia, pestisida, serta
logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi, dan (5)
gangguan genetik dan reproduksi, meskipun mekanisme gangguan belum
sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan
gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya
pestisida dan bahan radioaktif.

11

E. DAMPAK KESEHATAN DAN PENYAKIT YANG DITIMBULKAN
AKIBAT LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT
Rumah sakit menghasilkan sampah medis dan non medis yang berpotensi
menimbulkan risiko gangguan kesehatan dan penyakit bagi pasien, staf rumah
sakit, dan pengunjung rumah sakit. Sampah rumah sakit mulai disadari
sebagai bahan buangan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
lingkungan karena bahan yang terkandung didalamnya dapat menimbulkan
dampak kesehatan dan menimbulkan cidera (DepKes RI, 2002).
ICRC mengemukakan tentang resiko kesehatan akibat limbah medis,
dibagi dalam lima kategori yakni resiko terjadinya trauma, resiko terjadinya
infeksi, resiko zat kimia, resiko ledakan/ terbakar, dan resiko radioaktif.
Dalam Chua Say Tiong dalam penelitiannya tentang manajemen pengelolaan
limbah medis pada klinik swasta di Taiping, mengatakan bahwa limbah medis
berpotensi menularkan infeksi seperti Hepatitis B virus (HBV), Hepatitis C
virus (HCV), Human Immunodeficiency Virus (HIV) kepada manusia.
Penggunaan jarum suntik bekas tanpa sterilisasi dapat menjadi media
penularan penyakit untuk menginfeksi manusia. Benda tajam khususnya jarum
suntik meskipun hanya dalam jumlah sedikit, tetapi mempunyai dampak yang
sangat besar terhadap kesehatan. Benda tajam tidak hanya dapat menyebabkan
luka gores maupun luka luka tusuk tetapi juga dapat menginfeksi luka jika
benda ini terkontaminasi patogen. Pada tahun 2000, World Health
Organization (WHO) mencatat kasus infeksi akibat tusukan jarum yang
terkontaminasi diperkirakan mengakibatkan: (1) terinfeksi virus 3 hepatitis B
sebanyak 21 juta (32% dari semua infeksi baru), (2) terinfeksi virus hepatitis
C 2 juta (40% dari semua infeksi baru), (3) terinfeksi virus HIV sebanyak 260
ribu (5% dari seluruh infeksi baru).

12

F. MODEL BARU PENANGANAN YANG AKAN DIAPLIKASIKAN
Limbah rumah sakit disamping berupa limbah cair dapat pula berbentuk
limbah padat, misalnya botol dan selang infus, spuit dan jarum suntik, serta
peralatan medis lain atau bisa juga kain, kassa yang tercemar oleh darah atau
cairan tubuh lainnya. Sering kali pula dijumpai jaringan tubuh manusia. Saat ini
limbah padat yang dihasilkan dari aktivitas rumah sakit masih menjadi salah satu
sumber pencemaran lingkungan. Hal ini terjadi karena pengelola limbah yang
belum terkelola dengan baik. Praktik dalam pengelolaan sampah di negara maju
dan berkembang itu dapat berbeda-beda, hal ini dikarenakan negara berkembang
masih terkendala oleh berbagai faktor.
Pengelolaan limbah padat rumah sakit saat ini dilakukan dengan cara:
minimisasi dan pemilahan, penyimpanan sementara, pengangkutan, pengolahan
atau pemanfaatan, dan penimbunan akhir. Khusus limbah medis yang bersifat
infeksius, karena karakter bahayanya, terdapat beberapa metoda dan alat yang
sudah dikenal dan biasa digunakan sebagai sarana penanganan awal, sebelum
pengolahan (misal: insenerasi), yakni Dekontaminasi secara kimia (misal:
menggunakan disinfektan); Penggunaan steam autoclaving atau hydroclaving;
Microwave; Pengemasan menggunakan kantong plastik khusus dan/atau safety
box; Penyimpanan sementara tanpa atau menggunakan refrigerasi; Kombinasi
sebagian atau kesemuanya.
Penanganan limbah padat rumah sakit menggunakan sistem insenerasi masih
menjadi pilihan terbaik. Insenerasi lebih dominan digunakan sebagai pengolah
limbah medis (khususnya infeksius) di berbagai penjuru dunia, karena lebih
praktis, efektif dan langsung terlihat hasilnya, serta dari segi biaya relatif murah.
Kelebihan lain, proses insenerasi dapat mengurangi banyak jumlah massa atau
volume limbah B3 (reduksi hingga > 85%), sehingga memudahkan penanganan
berikutnya.

Pengelolaan

limbah

medis

menggunakan

insenerasi

juga

membutuhkan waktu relative lebih singkat dibanding pengolahan secara biologi
maupun sistem secured landfill. Adapun alat yang dapat digunakan untuk
mengolah limbah padat rumah sakit adalah incinerator.

13

Insenerasi limbah adalah proses pengolahan limbah organik (infeksius) yang
terkandung dalam limbah medis dengan menggunakan pembakaran suhu tinggi
dalam suatu sistem yang terkontrol dan terisolir dari lingkungannya, agar sifat
bahayanya hilang atau berkurang. Insenerasi dan berbagai alternatif pengolahan
limbah menggunakan suhu tinggi lainnya (misal: pirolisis, gasifikasi, plasma arc)
dikenal sebagai pengolahan termal. Pada insenerasi berbagai jenis limbah
dikonversi menjadi abu (ash), gas buang (flue gas) dan panas (energy).
Abu B3 insenerator sebenarnya terbentuk dari kandungan anorganik limbah
yang tidak terbakar, yakni: mineral dan logam yang tersisa dalam proses
pembakaran, berbentuk partikel kecil atau debu yang mengendap pada bagian
penampung abu dan sebagian (karena lebih ringan) terbawa aliran gas buang,
yang harus ditangkap menggunakan IPPU. Gas buang ini harus dibersihkan
terlebih dulu dari berbagai kontaminan, menggunakan instalasi pengontrol polusi
udara (IPPU), agar memenuhi baku mutu sehingga bisa dilepas ke udara. Dalam
beberapa kasus, panas yang dihasilkan proses insenerasi bisa dimanfaatkan
sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik alternatif, sebagai kecenderungan
yang menarik untuk dibahas, karena pada massa depan energi akan menjadi
semakin langka dan mahal.
Karena berpotensi menimbulkan bahaya bila tidak dikelola dengan baik,
kegiatan insenerasi semua jenis limbah B3 disyaratkan harus memiliki izin.
Residu tidak terbakar dan/atau abu berkategori limbah B3 yang terbentuk tersebut
kemudian dipisahkan dari insenerator, dikumpulkan, dikemas secara khusus
(menggunakan wadah dan/atau kantong plastik khusus limbah B3) dan disimpan
di TPS (harus memiliki izin penyimpanan) maksimal 90 hari kerja, selanjutnya,
bila tidak mampu mengolah atau memanfaatkan lebih lanjut, maka abu insenerasi
yang berkategori limbah B3 wajib diserahkan ke pihak lain berizin, yakni:
pengangkut, pengumpul, pengolah, pemanfaat atau penimbun akhir (secured
landfill).
Khusus untuk limbah B3 yang berasal dari rumah sakit, pemakaian insenerator
bersuhu tinggi akan menghancurkan dan mengeliminasi bahaya infeksius dan
patologi limbah medis. Proses insenerasi dengan suhu >800°C juga mengeliminasi

14

kandungan organik pada limbah (zat organik terbakar semua pada suhu >550°C),
berarti mengurangi keberatan masyarakat pada proses penimbunan akhir limbah
B3 (landfill), jika limbah masih memiliki kandungan organik tinggi.
Adapun kegiatan insenerasi limbah medis rumah sakit dapat dibagi menjadi
beberapa tahapan proses berikut (1) Persiapan limbah medis yang akan
diinsenerasi; (2) Pengumpanan atau pengisian limbah medis (waste feeding or
charging system); (3) Pembakaran limbah medis (Ruang Bakar 1 dan 2); (4)
Pengolahan gas hasil pembakaran akhir menggunakan IPPU (instalasi pengontrol
polusi udara); dan (5) Penanganan dan pengelolaan abu insenerator yang juga
berkategori limbah B3.
G. HAMBATAN DAN KEBERHASILAN
1. Hambatan
Hal yang menjadi kendala dalam pengelolaan limbah padat rumah
sakit menggunakan insenerator adalah memerlukan minyak ataupun listrik
yang tinggi karna dalam prosesnya membutuhkan temperatur yang tinggi.
Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih kurang yaitu orangorang yang ahli dalam teknologi khususnya dalam menjalankan alat ini. Di
beberapa negara maju, teknologi insinerasi sudah diterapkan dengan
kapasitas besar, namun dianggap bermasalah dalam pencemaran,
merupakan sumber polusi dioxin dan logam berat, seperti merkuri dan
kadmium, arsen dan kromium di udara. Teknologi ini membutuhkan biaya
investasi, operasi dan pemeliharaan yang cukup tinggi.
2. Keberhasilan
Teknologi ini sudah diterapkan di beberapa negara dan hasilnya
dapat mengurangi sampah hingga 80% sehingga dampak pencemaran
lingkungan akibat limbah padat diminimalisir.

15

H. KEUNGGULAN
Salah satu kelebihan yang dikembangkan terus dalam teknologi
terbaru dari insinerator ini adalah pemanfaatan energi. Disamping itu
sampah dapat dimusnahkan dengan cepat, terkendali dan insitu, serta tidak
memerlukan lahan yang luas seperti halnya proses landfill.
Alat ini dapat menghancurkan infeksius dan patologi pada limbah
medis sesegera mungkin karna penyimpanan limbah infeksius maksimum
24 jam (pada musim kemarau, untuk musim hujan hingga 48 jam), agar
tidak menyebar dan membahayakan lingkungan sekitar. Insenerator selain
dapat mengurangi massa dan volumenya, yang lebih utama dan penting
adalah mendestruksi materi-materi limbah medis yang berbahaya seperti
mikroorganisme patologi dan meminimasi pencemaran udara yang
dihasilkan dari proses pembakaran sehingga gas buang yang keluar dari
cerobong menjadi lebih terkontrol dan ramah lingkungan. Sebuah
insinerator dapat berfungsi dengan baik jika memenuhi berbagai kriteria
desain standar, atau setidaknya memperhatikan 3 parameter kunci yakni
suhu, waktu dan turbulensi.

16

DAFTAR PUSTAKA
Asmarhany Chandra Dewi. 2013. Pengelolaan Limbah Medis di Rumah Sakit
Umum Daerah Kelet Kabupaten Jepara. Universitas Negeri Semarang. 94
hal.
Astuti Agustina dan S.G Purnama. 2014. Kajian Pengelolaan Limbah di Rumah
Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Community Helath vol.2
no.1.
Bastari Alamsyah. 2007. Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit Pupuk Kaltim
Bontang untuk Memahami Baku Mutu Lingkungan. Tesis: Program Magister
Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas diponegoro.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit
di Indonesia. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Data Limbah Rumah Sakit di
Indonesia. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik.
Febrina Rahma. 2012. Sistem Pengelolaan Sampah Padat di Rumah Sakit X
Jakarta tahun 2011. Departemen Kesehatan Lingkungan. Universitas
Indonesia.
Kementrian
Lingkungan
Hidup.
2006.
Limbah
Rumah
http://b3.menlh.go.id/pengelolaan/article.php?article_id=95

Sakit.

Line Rr Domy dan Lilis Sulistyorini. 2013. Evaluation of Solid Waste
Management System in General Hospital Regional Blambangan,
Banyuwangi. Jurnal Kesehatan Lingkungan vol.7 no.1. Hal 71-75
Latief A.Sutowo. 2010. Manfaat dan Dampak Penggunaan Insinerator Terhadap
Lingkungan. Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang.
Nainggolan Riris dan Supraptini. 2006. Quality of Solid Medical Waste in
Hospital. Jurnal Ekologi Kesehatan vol.5 no.3. hal 497-505.
Paramita Nadia. 2007. Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Soebroto. Jurnal Presipitasi vol.2 no.1.
Pranowo Galih. tnp tahun. Limbah Padat. Institut Sains dan Teknologi AKPRIND
Yogyakarta.
Rahno Dionisius, dkk. 2015. Pengelolaan Limbah Medis Padat di Puskesmas
Borong Kabupaten Manggarai Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur. J-PAL
vol.6 no.1. ISSN 2087-3522.

17

Said Nusa Idaman, dkk. 2010. Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit
dengan Sistem Biofilter Anaerob-Aerob. Direktorat Teknologi Lingkungan
Kedeputian Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Limbahrs/limbahrs.html
Satmoko Wisaksono. 2001. Karakteristik Limbah Rumah Sakit dan Pengaruhnya
terhadap Kesehatan dan Lingkungan. Cermin Dunia Kedokteran, No.130.
Tim Kementerian Lingkungan Hidup. 2014. Pedoman Kriteria Teknologi
Pengelolaan Limbah Medis Ramah Lingkungan. Kementerian Lingkungan
Hidup.
World Health Organization. 2007. Wastes From Health-Care Activities.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs253/en/

18

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MEKANIK BRIKET LIMBAH SERBUK GERGAJI KAYU SENGON DENGAN VARIASI TEKANAN

32 323 106

ANALISIS SISTEM PENGUKURAN DEBIT LIMBAH KERTAS PADA INDUSTRI DI PT. EKA MAS FORTUNA MENGGUNAKAN READWIN® 2000

0 52 1

PENGUJIAN PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN FASE FINGERLING IKAN SIDAT (Anguilla spp)

10 139 19

PENGARUH DOSIS LIMBAH MEDIA JAMUR TIRAM DAN KONSENTRASI LARUTAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ABITONIK TERHADAP SEMAI KAYU MANIS [Cinnamomum camphora (l,) J. Presi]

12 141 2

STUDI POTENSI TOLERANSI ISOLAT FUNGI LIMBAH COMBERAN TERHADAP DETERGEN, SABUN MANDI DAN SABUN COLEK KAWASAN PADAT HUNI DI KOTA MALANG

1 30 1

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

POLA PENGELOLAAN ISU PT. KPC (KALTIM PRIMA COAL) Studi pada Public Relations PT. KPC Sangatta, Kalimantan Timur

2 50 43

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MELALUI ANALISIS SWOT (Studi Pengelolaan Limbah Padat Di Kabupaten Jember) An Evaluation on Management of Solid Waste, Based on the Results of SWOT analysis ( A Study on the Management of Solid Waste at Jember Regency)

4 28 1

KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI HASIL PEMURNIAN LIMBAH PENGALENGAN IKAN DENGAN VARIASI ALKALI PADA ROSES NETRALISASI

9 139 85

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52