Belajar Filsafat Refleksi Sang Ikan Keci
REFLEKSI FILSAFAT ILMU
Belajar Filsafat; Refleksi Sang Ikan Kecil Mengarungi Lautan Filsafat
Filsafat Awal Akhir Zaman; Perkuliahan Filsafat Ilmu
Bersama Prof. Dr. Marsigit, MA.
Disusun Oleh:
Konstantinus Denny Pareira Meke
16709251020
PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
Belajar Filsafat; Refleksi Sang Ikan Kecil Mengarungi Lautan Filsafat
Filsafat Awal Akhir Zaman; Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu
Bersama Prof. Dr. Marsigit, MA.
Oleh:
Konstantinus Denny Pareira Meke
Mahasiswa PPs Pendidikan Matematika S2, kelas A, 2016
Apa Filsafat itu?
Dimensi Spekulatif (perenungan) dari filsafat berlandaskan pada keterbatasanketerbatasan pengetahuan manusia. Peran menyintesis dari flsuf berpijak pada pada keinginan
dan kebutuhan seseorang untuk mengajukan sebuah pandangan hidup yang konsisten dan
komperhensif yang memberikan suatu landasan bagi dirinya dalam menyatukan pemikiranpemikiran mendasari gagasan-gagasan dan menafsirkan pengalamannya. Bagi kebanyakan
orang, eksistensi rasional menuntutsebuah pandangan dunia yang memberi nilai dan makna
terhadap perbuatan-perbuatan perseorangan melalui penempatan hal inidalam konteks yang
lebih luas.
Secara harafiah, kata filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Filsafat dalam arti teknis
kiranya paling tepat dipahami sebagai hal yang meliputi tiga aspek, yaitu sebuah aktivitas
(kegiatan), serangkaian sikap dan keterpaduan isi
Obyek dalam filsafat ialah pasti tentang yang ada dan yang mungkin ada. Yang ada,
teridiri dari bermiliar-miliar sifat. Diantara miliaran sifat itu beberapa diantaranya adalah
bersifat tetap dan ada yang berubah. Yang bersifat tetap ialah semua yang ada dalam pikiran
kita. Sedangkan yang berubah ialah semua yang terjadi dalam kenyataan. Apa yang kita
pikirkan selalu bersifat ideal atau bahkan bersifat absolut. Entah itu keinginan, sesuatu yang
maunya akan kita capai, atau yang akan kita hadapi. Semua yang ada dalam pikiran kita ialah
bersifat identitas. Spritual yang terkandung dalam pikiran kita ialah monoisme, dimana kitra
mempercayai semua yang kita pahami dan yang terjadi merupakan kuasa Tuhan Yang Maha
Esa.
Obyek dalam filsafat yang berubah ialah semua yang terjadi dalam kehidupan manusia
yang ada pada kenyataan hidup. Kenyataan selalu bersifat relatif, bersifat kontradiktif,
bersifal flural, dan duniawi. Masing- masing obyek filsafat ini tentu memiliki filsufnya
tersendiri dalam mengembangkan tiap pikiran dan aspek tersebut. Apa-apa yang tetap ini
memiliki tokoh yaitu Permenides yang menghasilkan aliran permenidesianism, sedangkan
apa-apa yang berubah memiliki tokoh heraditos dengan aliran heraditosiasm.
Permenidesianism mengandung paham bahwa segala sesuatu itu berubah kecuali tetap, maka
semua bersifat tetap. Sekali umat tetap umat, tidak bisa berubah. Sekali batu tetap batu, sekali
hidup tetap hidup, sekali manusia tetap manusia, sekali pikiran ya tetap pikiran, tidak bisa
berubah. Sekali sifat ya sifat, sekali subyek ya subyek, tidak bisa berubah. Inilah yang disebut
hukum identitas.
Sedangkan paham menurut aliran heraditosiasm ialah segala sesuatu itu tetap kecuali
berubah. Kita yang hidup dizaman sekarang hanya akan memaknai mengenai mana yang
tetap dan mana yang berubah dari diri kita masing-masing. semua yang di dunia ini tidak ada
yang tetap, semua mengalami perubahan. Sesuai dengan hukumnya yaitu aku tidak bisa
menyebut diriku (aku tidak sama dengan aku) itu di dunia. Berbeda dengan yang
tetap/identitas yaitu aku sama dengan diriku (aku sama dengan aku). Maka semua kebenaran
sejatinya hanya ada di dalam pikiran. Karena dalam yang nyata aku yang tadi tidak sama
dengan aku yang sekarang. Hubungannya dengan matematika, maka kebenarannya pun hanya
ada di dalam pikiran. Jadi, dalam filsafat ada dua hukum, hukum identitas dan hukum
kontradiksi.
Maka yang kita rasakan ialah kemisteri yang diciptakan oleh dunia akibat hal tersebut.
Diibaratkan seperti jika kita mencari batik, maka jawalah tempat terbaik. Jika kita ingin
mencari kimono, maka jepang merupakan pilihan yang paling benar. Namun akibat
perkembangan dunia, salah satunya yang berdampak pada peradaban teknologi, maka kita tak
perlu jauh jauh ke italy untuk mencari pizza, di kota Yogyakarta pun sekarang kita bisa
menemukannya. Itulah yang disebut kemisteri.
Kemudian datang plato yang berada dianta paham permenidesianism dan
heraditosianism, sang pencetus tokoh ideal. Plato menggunakan logika (pikiran) dalm
platonism yang ia bentuk. Sedangkan paham lainnya yaitu Rasionalism dikemukakan olaeh
sang tokoh yaitu Rene Descartes. Logika selalu bersifat konsisten, hanya selalu bernilai benar
dan salah. Kebenarannya bersifat koheren. Maka antara Pikiran dan kenyataan sendiri
dipisahakan oleh sebuah garis yang dinamai garis imajiner. Tokoh yang juga berada pada
dunia kenyataan dengan aliran realisme yaitu Aristoteles.
Menurut David Hume, pengalaman setiap kita didunia ini pastinya selalu bersifat
empiris, yakni mempercayai bahwa pengetahuan datang dari pengalaman. Logika yang tetap
berdampak pada aspek analitik apriori, sedangkan empiris bersifat sintetik apostepriori,
berhukum sebab-akibat. Maka ada yang kita kenal sebagai prinsip dan ada yang kita kenal
sebagai bayangan. Maka semua yang kulihat adalah bayangan dari pikiranku. Menurut paham
rasionalism, sebenar-benar ilmu adalah analitik dan teori. Tiada ilmu kalau tiada rasio.
Sedangkan menurut David Hume sebenar- benarnya ilmu adalah sintetik aposteriori. Tiada
ilmu kalau tidak ada pengalaman. Berabad- abad terjadi pertentangan antara kedua pendapat
yang selalu mempertentangkan antara pikiran dan pengalaman. Akibat dari hal itu, muculah
fenomena pada zaman modern (1671) dimana Imanuel Kant datang sebagai sang juru damai.
Kant datang dan seolah- olah mengatakan:
“Hai kamu Rene Descartes, engkau terlalu sombong karena hanya mengagung –
agungkan rasio, tetapi mengabaikan pengalaman. Dan hai engkau David Hume,
kamu juga terlalu sombong karena hanya mengagung – agungkan pengalaman,
namun mengabaikan Rasio. Maka sebenar-benarnya ilmu menurutku, didalamnya
terkandung unsur rasio dan unsur pengalaman “
Unsur rasio yang yang dimaksud Kant tentu bersifat aproiri, sedangkan unsur pengalaman
adalah sintetik. Maka menurut Emanuel Kant sebenar – benarnya ilmu adalah Sintetik
Apriori. Dari pandangan Kant ini maka bisa dikatakan matematika murni belumlah
merupakan sebuah ilmu, pengetahuan yang dimiliki anak kecil juga belumlah merupakan
sebuah ilmu. Karena menurut kan, Sebuah Ilmu itu ialah teori yang dipraktekkan, dan
kenyataan yang diteorikan.
Apa yang terkandung dalam struktur dunia sekarang?
Ditahun 1857 ialah tahun dimana seorang Auguste Comte, seorang mahasiswa drop out
dari sebuah perguruan tinggi politeknik di negara Prancis. Dari zaman Yunani, hingga zaman
modern, merupakan sosok yang tidak sabar, dan menganggap omongan para filsuf lainnya
hanyalah bualan belaka, dan tak ada gunanya. Auguste Comte dalam bukunya yang berjudul
“Course de Philosophie Positive” yang mengandung paham positiffism, seolah-olah berkata:
“Hai semua filsuf, dengarkan saya, semua yang kalian bicarakan, dan semua
teori yang ada pada kalian, tak akan bisa dipakai untuk membangun dunia. Aku
telah membuat suatu struktur dimana ini dapat dipakai untuk membangun dunia.
Menurutku Agama itu tidak logis, maka agama tidak bisa dipakai untuk
membangun dunia.”
Semua yang dikatakan Comte ini tercermin dari strukutur yang dibangun oleh dirinya.
Kedudukan agama atau semua aspek spiritual dalam struktur tersebut, dilatakan paling bawah,
atau dibagian terendah. Ditingkatan berikutnya ialah filsafat, dan ditingkatan berikutnya lagi
adalah paham positivism atau metode saintifik. Secara Abstraksi, paham itu muncul kembali
dalam dunia pendidikan kita. Apalagi saat semua mata pelajaran wajib menggunakan Saintific
Style. Namun semua paham Comte ini, dalam hubungannya dengan metode saintifk dalam
kurikulum kita, terhalangi dengan motif yang ada. Di Indonesia, sebagai suatu negara kecil,
dimana Material – Formal – Normatif – Spiritual, dalam artian bahwa semua yang dilakukan
orang Indonesia, semuanya dilakukan untuk beribadah menuju pada spiritualitas.
Namun fenomena Auguste Comte itu, tidak disadari telah menjelma menjadi fenomena
dunia saat ini. Susunan Paham dunia sekarang ini telah menjadi memposisikan Archaic
sebagai yang terendah diikuti oleh Tribal di tingkat berikutnya, lalu secara berturut – turut
diikuti oleh Traditional, Feodal, Modern, Post Modern, dan yang tertinggi ialah Power Now
atau yang kita kenal dengan kontemporer. Dengan kehidupan yang strukturnya demikian,
Indonesia Masih berada pada tingkat 3 dengan Spiritual sebagai payung utama diatasnya.
Untuk dunia zaman sekarang, semua negara yang sangat menjunjung tinggi nilai keagamaan
masuk dalam ranah tradisional. Dengan pilar Kapitalisme, Materialime (termasuk komunisme
didalamnnya), Liberalisme, Pragmatisme, Utilitarian, Hedonism dan tentunya kini dengan
ICT. Untuk indonesia yang sekarang ini, jika kita ingin mengetahui tentang semua yang ada
atau semua pristiwa didunia ini, setiap saat bisa anda lakukan. Maka bangsa indonesia
sekarang mengalami Disorientasi (kebingungan/ketidakseimbangan). Seolah – olah kita
membawa bambu runcing dengan merk Samsung. Dan pada akhirnya, dicarilah pahlawan –
pahlawan yang dianggap sebagi putra terbaik yakni ilmu-ilmu dasar, yang bersifat formal
(formalisme). Untuk dunia matematika sendiri paham yang menjadi dasar ialah Hilbertianism.
Dengan membuat ilmu yang bersifat formal tersebut lahirlah berbagai macam cabang
pengetahuan, seperti biologi, geografi dan lainnya. Sehingga ilmu dasar Matematika Murni,
biologi murni, dan lainnyalah yang menjadi penyokong dasar nilai ilmu formal tersebut.
Penyebab daripada krisis dunia sekarang ini, karena awal mulanya adalah ide dari Auguste
Comte, dan sekarang berkembang dengan adanya Atheis dan kaum Transgender. Maka kini
yang tersisa ialah residu atau limbah.
Kini, muncul ilmuan – ilmuan seperti Stephen Hawking, yang menyatakan bahwa
penciptaan alam semesta tidak membutuhkan Tuhan. Semunya terjadi secara kebetulan saja.
Dizaman sekarangpun bisa dikatakan bahwa kedudukan sebuah Hand Phone, kini telah sama
seperti pisau dapur dalam kehidupan semua rumah tangga. Menjadi suatu keharusan untuk
dimiliki. Sudah menjadi budaya yang harus diikuti. Sama seperti kedudukan senjata api di
Amerika, yang sudah menjadi budaya yang harus dimiliki. Dari kondisi seperti ini, terlihat
jelas, tentang seberapa besar porsi implementasi dari suatu filsafat, penerapan filsafat yang
baik dalam bidang pendidikan. Dalam peta dunia pendidikan yang sudah dibuat oleh Prof.
Marsigit, kita melihat seperi cara kerja dari google earth, yang pada area tertentu, sudah
terlihat dengan jelas, pada area tertentu belum tergambar dengan baik. Jika kita melihat peta
dari segi budaya, maka mungin tergambar bahwa pulau Jawa akan terdeteksi sebagai wayang,
Papua terlihat seperti koteka, Aceh terlihat sebagai gambar tarian zaman, yang menjadi
budaya. Jika dilihat dari hasil produksi, Pulau jawa mungkin akan tergambar sebagai padi,
ambon tergambar sebagai sagu, dan sebagainya. Sedangkan dalam ranah pendidikan, gambar
tentang Indonesia masih akan terlihat kosong karena belum ada isinya atau belum ada pola
yang pasti. Pendidikan kita masih seperti berada di muara sungai. Cita – cita masih hanya
sekedar cita – cita. Masih belum mandiri untuk urusan politik, ekonomi dan juga budaya
Bagaimana dengan Indonesia dan diri kita?
Setelah ditelusuri dengan derajat tertentu, maka bisa dilihat bahwa terdapat lima hal
dalam peta dunia yakni, Industrial Trainer, Technological Pragmatist, Old Humanis,
Progressive educator dan Public Educator . Kalau diIndonesia, pada titik start awalnyapun
telah mengalami kontradiksi. Yang menjadi cita - cita di Indonesia ialah Demokrasi yang
baik, yang tidak lain masuk dalam Public Educator. Tapi yang malah diimplementasikan sama
sekali tidak mencerminkan hal tersebut. Jika menganut Public Educator , tentu akan
mengakibatkan filsafat yang berbeda, implementasi yang berbeda, Ideologi yang berbeda,
paradigmanya berbeda, dan teorinya pun berbeda. Indonesia masih dalam taraf perkembangan
menuju Industrial Trainer , Indonesia juga telah masuk dalam dunia Technological
Pragmatics, sementara nilai – nilai Old Humanis indonesia perlahan mulai tergerus. Indonesia
diibaratkan pasien jika ditinjau dari segi pendidikan. Hal ini diakibatkan oleh disorientasi itu
sendiri, dan politik Indonesia yang tidak sehat. Maka indonesia sebagai penganut Paham –
paham peta dunia diatas, sebenarnya memandang ilmu sebagai Struktur atau Sructure of
Knowlege. Dan Public Educater memandang ilmu sebagai Public Activity. Karena dunia
Public Educater sangat peduli dengan perkembangan ilmu yang dilalui oleh anak – anak,
sehingga menurut paham ini, matematika bukanlah sebuah sience, melainkan social activity.
Entah sampai kapan paham, dan kebijakan ini akan terus berlanjut, namun yang tetap
bisa kita yakini ialah, semakin berbentuk “zig-zag”, maka Indonesia akan semakin bingung
mengimplementasikan teori dalam dunia pendidikannya. Semakin di beri tekanan ekonomi
maka akan semakin tak beraturan gambaran kurvanya. Sebagai seekor ikan ditengah lain, kita
hanya menunggu jaring sang nelayang untuk menangkap kita untuk masuk dalam arus mana.
Beruntunglah kita menjadi ikan yang cerdas, sehingga kita bisa mengikuti arus yang
membawa kita pada masa depan yang lebih baik.
TIADA ILMU KALAU
TIADA RASIO
SPIRITUAL
P
MAT. MURNI
MONOISME
R
HILBERTH
KONSISTEN
IDENTITAS
FORMALISM
TRANSGENDER
LOGISISM
ATHEIS
BIO. MURNI
I
ANALITIK APRIORI
ABSOLUT
KIM. MURNI
POWER NOW/
N
LOGIKA
IDEAL
S
KONTEMPORER
ANALITIK APRIORI
I
PIKIRAN
P
PERMANEN
KAPITALISM
KOHEREN
SPIRITUAL
POS MODERN
RASIONALISM
NORMA
TETAP
ADA
R. DESCARTES
PRAGMATISM
IMANUEL
KANT
FORMAL
FEODAL
SINTETIK
APRIORI
MUNGKIN ADA
HEREDITOS
BERUBAH
LIBERALISM
POSITIVISME
PLATO
A.COMTE
B
A
Y
A
N
G
A
N
MODERN
MATERIALISM
UTILITARIANISM
MATERIAL
INDONESIA
TRADITIONAL
HEDONISM
ICT
1671
AGAMA
DISORIENTASI
REALISM
/SPIRITUAL
KENYATAAN
ARISTOTELES
PENGALAMAN
EMPIRISM
TRIBAL
ARCHAIC
RELATIF
KONSTRUKTIFISME
PLURAL
DUNIA
SINTETIK
APOSTERIORI
DAVID HUME
TIADA ILMU KALAU
TIADA PENGALAMAN
STEPHEN HAWKING
LIMBAH/
RESIDU
Belajar Filsafat; Refleksi Sang Ikan Kecil Mengarungi Lautan Filsafat
Filsafat Awal Akhir Zaman; Perkuliahan Filsafat Ilmu
Bersama Prof. Dr. Marsigit, MA.
Disusun Oleh:
Konstantinus Denny Pareira Meke
16709251020
PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
Belajar Filsafat; Refleksi Sang Ikan Kecil Mengarungi Lautan Filsafat
Filsafat Awal Akhir Zaman; Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu
Bersama Prof. Dr. Marsigit, MA.
Oleh:
Konstantinus Denny Pareira Meke
Mahasiswa PPs Pendidikan Matematika S2, kelas A, 2016
Apa Filsafat itu?
Dimensi Spekulatif (perenungan) dari filsafat berlandaskan pada keterbatasanketerbatasan pengetahuan manusia. Peran menyintesis dari flsuf berpijak pada pada keinginan
dan kebutuhan seseorang untuk mengajukan sebuah pandangan hidup yang konsisten dan
komperhensif yang memberikan suatu landasan bagi dirinya dalam menyatukan pemikiranpemikiran mendasari gagasan-gagasan dan menafsirkan pengalamannya. Bagi kebanyakan
orang, eksistensi rasional menuntutsebuah pandangan dunia yang memberi nilai dan makna
terhadap perbuatan-perbuatan perseorangan melalui penempatan hal inidalam konteks yang
lebih luas.
Secara harafiah, kata filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Filsafat dalam arti teknis
kiranya paling tepat dipahami sebagai hal yang meliputi tiga aspek, yaitu sebuah aktivitas
(kegiatan), serangkaian sikap dan keterpaduan isi
Obyek dalam filsafat ialah pasti tentang yang ada dan yang mungkin ada. Yang ada,
teridiri dari bermiliar-miliar sifat. Diantara miliaran sifat itu beberapa diantaranya adalah
bersifat tetap dan ada yang berubah. Yang bersifat tetap ialah semua yang ada dalam pikiran
kita. Sedangkan yang berubah ialah semua yang terjadi dalam kenyataan. Apa yang kita
pikirkan selalu bersifat ideal atau bahkan bersifat absolut. Entah itu keinginan, sesuatu yang
maunya akan kita capai, atau yang akan kita hadapi. Semua yang ada dalam pikiran kita ialah
bersifat identitas. Spritual yang terkandung dalam pikiran kita ialah monoisme, dimana kitra
mempercayai semua yang kita pahami dan yang terjadi merupakan kuasa Tuhan Yang Maha
Esa.
Obyek dalam filsafat yang berubah ialah semua yang terjadi dalam kehidupan manusia
yang ada pada kenyataan hidup. Kenyataan selalu bersifat relatif, bersifat kontradiktif,
bersifal flural, dan duniawi. Masing- masing obyek filsafat ini tentu memiliki filsufnya
tersendiri dalam mengembangkan tiap pikiran dan aspek tersebut. Apa-apa yang tetap ini
memiliki tokoh yaitu Permenides yang menghasilkan aliran permenidesianism, sedangkan
apa-apa yang berubah memiliki tokoh heraditos dengan aliran heraditosiasm.
Permenidesianism mengandung paham bahwa segala sesuatu itu berubah kecuali tetap, maka
semua bersifat tetap. Sekali umat tetap umat, tidak bisa berubah. Sekali batu tetap batu, sekali
hidup tetap hidup, sekali manusia tetap manusia, sekali pikiran ya tetap pikiran, tidak bisa
berubah. Sekali sifat ya sifat, sekali subyek ya subyek, tidak bisa berubah. Inilah yang disebut
hukum identitas.
Sedangkan paham menurut aliran heraditosiasm ialah segala sesuatu itu tetap kecuali
berubah. Kita yang hidup dizaman sekarang hanya akan memaknai mengenai mana yang
tetap dan mana yang berubah dari diri kita masing-masing. semua yang di dunia ini tidak ada
yang tetap, semua mengalami perubahan. Sesuai dengan hukumnya yaitu aku tidak bisa
menyebut diriku (aku tidak sama dengan aku) itu di dunia. Berbeda dengan yang
tetap/identitas yaitu aku sama dengan diriku (aku sama dengan aku). Maka semua kebenaran
sejatinya hanya ada di dalam pikiran. Karena dalam yang nyata aku yang tadi tidak sama
dengan aku yang sekarang. Hubungannya dengan matematika, maka kebenarannya pun hanya
ada di dalam pikiran. Jadi, dalam filsafat ada dua hukum, hukum identitas dan hukum
kontradiksi.
Maka yang kita rasakan ialah kemisteri yang diciptakan oleh dunia akibat hal tersebut.
Diibaratkan seperti jika kita mencari batik, maka jawalah tempat terbaik. Jika kita ingin
mencari kimono, maka jepang merupakan pilihan yang paling benar. Namun akibat
perkembangan dunia, salah satunya yang berdampak pada peradaban teknologi, maka kita tak
perlu jauh jauh ke italy untuk mencari pizza, di kota Yogyakarta pun sekarang kita bisa
menemukannya. Itulah yang disebut kemisteri.
Kemudian datang plato yang berada dianta paham permenidesianism dan
heraditosianism, sang pencetus tokoh ideal. Plato menggunakan logika (pikiran) dalm
platonism yang ia bentuk. Sedangkan paham lainnya yaitu Rasionalism dikemukakan olaeh
sang tokoh yaitu Rene Descartes. Logika selalu bersifat konsisten, hanya selalu bernilai benar
dan salah. Kebenarannya bersifat koheren. Maka antara Pikiran dan kenyataan sendiri
dipisahakan oleh sebuah garis yang dinamai garis imajiner. Tokoh yang juga berada pada
dunia kenyataan dengan aliran realisme yaitu Aristoteles.
Menurut David Hume, pengalaman setiap kita didunia ini pastinya selalu bersifat
empiris, yakni mempercayai bahwa pengetahuan datang dari pengalaman. Logika yang tetap
berdampak pada aspek analitik apriori, sedangkan empiris bersifat sintetik apostepriori,
berhukum sebab-akibat. Maka ada yang kita kenal sebagai prinsip dan ada yang kita kenal
sebagai bayangan. Maka semua yang kulihat adalah bayangan dari pikiranku. Menurut paham
rasionalism, sebenar-benar ilmu adalah analitik dan teori. Tiada ilmu kalau tiada rasio.
Sedangkan menurut David Hume sebenar- benarnya ilmu adalah sintetik aposteriori. Tiada
ilmu kalau tidak ada pengalaman. Berabad- abad terjadi pertentangan antara kedua pendapat
yang selalu mempertentangkan antara pikiran dan pengalaman. Akibat dari hal itu, muculah
fenomena pada zaman modern (1671) dimana Imanuel Kant datang sebagai sang juru damai.
Kant datang dan seolah- olah mengatakan:
“Hai kamu Rene Descartes, engkau terlalu sombong karena hanya mengagung –
agungkan rasio, tetapi mengabaikan pengalaman. Dan hai engkau David Hume,
kamu juga terlalu sombong karena hanya mengagung – agungkan pengalaman,
namun mengabaikan Rasio. Maka sebenar-benarnya ilmu menurutku, didalamnya
terkandung unsur rasio dan unsur pengalaman “
Unsur rasio yang yang dimaksud Kant tentu bersifat aproiri, sedangkan unsur pengalaman
adalah sintetik. Maka menurut Emanuel Kant sebenar – benarnya ilmu adalah Sintetik
Apriori. Dari pandangan Kant ini maka bisa dikatakan matematika murni belumlah
merupakan sebuah ilmu, pengetahuan yang dimiliki anak kecil juga belumlah merupakan
sebuah ilmu. Karena menurut kan, Sebuah Ilmu itu ialah teori yang dipraktekkan, dan
kenyataan yang diteorikan.
Apa yang terkandung dalam struktur dunia sekarang?
Ditahun 1857 ialah tahun dimana seorang Auguste Comte, seorang mahasiswa drop out
dari sebuah perguruan tinggi politeknik di negara Prancis. Dari zaman Yunani, hingga zaman
modern, merupakan sosok yang tidak sabar, dan menganggap omongan para filsuf lainnya
hanyalah bualan belaka, dan tak ada gunanya. Auguste Comte dalam bukunya yang berjudul
“Course de Philosophie Positive” yang mengandung paham positiffism, seolah-olah berkata:
“Hai semua filsuf, dengarkan saya, semua yang kalian bicarakan, dan semua
teori yang ada pada kalian, tak akan bisa dipakai untuk membangun dunia. Aku
telah membuat suatu struktur dimana ini dapat dipakai untuk membangun dunia.
Menurutku Agama itu tidak logis, maka agama tidak bisa dipakai untuk
membangun dunia.”
Semua yang dikatakan Comte ini tercermin dari strukutur yang dibangun oleh dirinya.
Kedudukan agama atau semua aspek spiritual dalam struktur tersebut, dilatakan paling bawah,
atau dibagian terendah. Ditingkatan berikutnya ialah filsafat, dan ditingkatan berikutnya lagi
adalah paham positivism atau metode saintifik. Secara Abstraksi, paham itu muncul kembali
dalam dunia pendidikan kita. Apalagi saat semua mata pelajaran wajib menggunakan Saintific
Style. Namun semua paham Comte ini, dalam hubungannya dengan metode saintifk dalam
kurikulum kita, terhalangi dengan motif yang ada. Di Indonesia, sebagai suatu negara kecil,
dimana Material – Formal – Normatif – Spiritual, dalam artian bahwa semua yang dilakukan
orang Indonesia, semuanya dilakukan untuk beribadah menuju pada spiritualitas.
Namun fenomena Auguste Comte itu, tidak disadari telah menjelma menjadi fenomena
dunia saat ini. Susunan Paham dunia sekarang ini telah menjadi memposisikan Archaic
sebagai yang terendah diikuti oleh Tribal di tingkat berikutnya, lalu secara berturut – turut
diikuti oleh Traditional, Feodal, Modern, Post Modern, dan yang tertinggi ialah Power Now
atau yang kita kenal dengan kontemporer. Dengan kehidupan yang strukturnya demikian,
Indonesia Masih berada pada tingkat 3 dengan Spiritual sebagai payung utama diatasnya.
Untuk dunia zaman sekarang, semua negara yang sangat menjunjung tinggi nilai keagamaan
masuk dalam ranah tradisional. Dengan pilar Kapitalisme, Materialime (termasuk komunisme
didalamnnya), Liberalisme, Pragmatisme, Utilitarian, Hedonism dan tentunya kini dengan
ICT. Untuk indonesia yang sekarang ini, jika kita ingin mengetahui tentang semua yang ada
atau semua pristiwa didunia ini, setiap saat bisa anda lakukan. Maka bangsa indonesia
sekarang mengalami Disorientasi (kebingungan/ketidakseimbangan). Seolah – olah kita
membawa bambu runcing dengan merk Samsung. Dan pada akhirnya, dicarilah pahlawan –
pahlawan yang dianggap sebagi putra terbaik yakni ilmu-ilmu dasar, yang bersifat formal
(formalisme). Untuk dunia matematika sendiri paham yang menjadi dasar ialah Hilbertianism.
Dengan membuat ilmu yang bersifat formal tersebut lahirlah berbagai macam cabang
pengetahuan, seperti biologi, geografi dan lainnya. Sehingga ilmu dasar Matematika Murni,
biologi murni, dan lainnyalah yang menjadi penyokong dasar nilai ilmu formal tersebut.
Penyebab daripada krisis dunia sekarang ini, karena awal mulanya adalah ide dari Auguste
Comte, dan sekarang berkembang dengan adanya Atheis dan kaum Transgender. Maka kini
yang tersisa ialah residu atau limbah.
Kini, muncul ilmuan – ilmuan seperti Stephen Hawking, yang menyatakan bahwa
penciptaan alam semesta tidak membutuhkan Tuhan. Semunya terjadi secara kebetulan saja.
Dizaman sekarangpun bisa dikatakan bahwa kedudukan sebuah Hand Phone, kini telah sama
seperti pisau dapur dalam kehidupan semua rumah tangga. Menjadi suatu keharusan untuk
dimiliki. Sudah menjadi budaya yang harus diikuti. Sama seperti kedudukan senjata api di
Amerika, yang sudah menjadi budaya yang harus dimiliki. Dari kondisi seperti ini, terlihat
jelas, tentang seberapa besar porsi implementasi dari suatu filsafat, penerapan filsafat yang
baik dalam bidang pendidikan. Dalam peta dunia pendidikan yang sudah dibuat oleh Prof.
Marsigit, kita melihat seperi cara kerja dari google earth, yang pada area tertentu, sudah
terlihat dengan jelas, pada area tertentu belum tergambar dengan baik. Jika kita melihat peta
dari segi budaya, maka mungin tergambar bahwa pulau Jawa akan terdeteksi sebagai wayang,
Papua terlihat seperti koteka, Aceh terlihat sebagai gambar tarian zaman, yang menjadi
budaya. Jika dilihat dari hasil produksi, Pulau jawa mungkin akan tergambar sebagai padi,
ambon tergambar sebagai sagu, dan sebagainya. Sedangkan dalam ranah pendidikan, gambar
tentang Indonesia masih akan terlihat kosong karena belum ada isinya atau belum ada pola
yang pasti. Pendidikan kita masih seperti berada di muara sungai. Cita – cita masih hanya
sekedar cita – cita. Masih belum mandiri untuk urusan politik, ekonomi dan juga budaya
Bagaimana dengan Indonesia dan diri kita?
Setelah ditelusuri dengan derajat tertentu, maka bisa dilihat bahwa terdapat lima hal
dalam peta dunia yakni, Industrial Trainer, Technological Pragmatist, Old Humanis,
Progressive educator dan Public Educator . Kalau diIndonesia, pada titik start awalnyapun
telah mengalami kontradiksi. Yang menjadi cita - cita di Indonesia ialah Demokrasi yang
baik, yang tidak lain masuk dalam Public Educator. Tapi yang malah diimplementasikan sama
sekali tidak mencerminkan hal tersebut. Jika menganut Public Educator , tentu akan
mengakibatkan filsafat yang berbeda, implementasi yang berbeda, Ideologi yang berbeda,
paradigmanya berbeda, dan teorinya pun berbeda. Indonesia masih dalam taraf perkembangan
menuju Industrial Trainer , Indonesia juga telah masuk dalam dunia Technological
Pragmatics, sementara nilai – nilai Old Humanis indonesia perlahan mulai tergerus. Indonesia
diibaratkan pasien jika ditinjau dari segi pendidikan. Hal ini diakibatkan oleh disorientasi itu
sendiri, dan politik Indonesia yang tidak sehat. Maka indonesia sebagai penganut Paham –
paham peta dunia diatas, sebenarnya memandang ilmu sebagai Struktur atau Sructure of
Knowlege. Dan Public Educater memandang ilmu sebagai Public Activity. Karena dunia
Public Educater sangat peduli dengan perkembangan ilmu yang dilalui oleh anak – anak,
sehingga menurut paham ini, matematika bukanlah sebuah sience, melainkan social activity.
Entah sampai kapan paham, dan kebijakan ini akan terus berlanjut, namun yang tetap
bisa kita yakini ialah, semakin berbentuk “zig-zag”, maka Indonesia akan semakin bingung
mengimplementasikan teori dalam dunia pendidikannya. Semakin di beri tekanan ekonomi
maka akan semakin tak beraturan gambaran kurvanya. Sebagai seekor ikan ditengah lain, kita
hanya menunggu jaring sang nelayang untuk menangkap kita untuk masuk dalam arus mana.
Beruntunglah kita menjadi ikan yang cerdas, sehingga kita bisa mengikuti arus yang
membawa kita pada masa depan yang lebih baik.
TIADA ILMU KALAU
TIADA RASIO
SPIRITUAL
P
MAT. MURNI
MONOISME
R
HILBERTH
KONSISTEN
IDENTITAS
FORMALISM
TRANSGENDER
LOGISISM
ATHEIS
BIO. MURNI
I
ANALITIK APRIORI
ABSOLUT
KIM. MURNI
POWER NOW/
N
LOGIKA
IDEAL
S
KONTEMPORER
ANALITIK APRIORI
I
PIKIRAN
P
PERMANEN
KAPITALISM
KOHEREN
SPIRITUAL
POS MODERN
RASIONALISM
NORMA
TETAP
ADA
R. DESCARTES
PRAGMATISM
IMANUEL
KANT
FORMAL
FEODAL
SINTETIK
APRIORI
MUNGKIN ADA
HEREDITOS
BERUBAH
LIBERALISM
POSITIVISME
PLATO
A.COMTE
B
A
Y
A
N
G
A
N
MODERN
MATERIALISM
UTILITARIANISM
MATERIAL
INDONESIA
TRADITIONAL
HEDONISM
ICT
1671
AGAMA
DISORIENTASI
REALISM
/SPIRITUAL
KENYATAAN
ARISTOTELES
PENGALAMAN
EMPIRISM
TRIBAL
ARCHAIC
RELATIF
KONSTRUKTIFISME
PLURAL
DUNIA
SINTETIK
APOSTERIORI
DAVID HUME
TIADA ILMU KALAU
TIADA PENGALAMAN
STEPHEN HAWKING
LIMBAH/
RESIDU