Apaka Hukum kita sudah Menerapkan prinsi

APAKAH HUKUM KITA MENINGKATKAN KESETARAAN GENDER? BUKU PEGANGAN UNTUK TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

UN Women adalah Badan Perserikatan Bangsa Bangsa yang berdedikasi untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Sebagai organisasi terdepan untuk perempuan dan anak perempuan di tingkat global, UN Women didirikan untuk mempercepat kemajuan dalam pemenuhan kebutuhan perempuan dan anak perempuan di seluruh Indonesia.

Pandangan yang diungkapkan dalam penerbitan ini adalah pandangan para penulis, dan tidak harus mewakili pandangan UN WOMEN, Perserikatan Bangsa-Bangsa atau organisasi terafiliasi lainnya.

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? Buku Pegangan untuk Tinjauan Hukum berbasis CEDAW Do our Laws Promote Gender Equality?

A Handbook for CEDAW-based Legal Reviews

Copyright © United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women Tanggal Penerbitan: Juni 2010

UN WOMEN East and Southeast Asia Regional Office UN Building 5th Floor, Rajdamnern Nok Ave. Bangkok 10200 Thailand Tel: +662-288-2093 Fax: +662-280-6030 Website: http://unwomen-eseasia.org

Ditulis oleh Rea Abada Chiongson Disunting oleh Sarah Fortuna Penerjemah ke Bahasa Indonesia Sonya Sondakh Editor Penerjemahan Lily Puspasari

APAKAH HUKUM KITA MENINGKATKAN

do our LAWs PromotE KESETARAAN GENDER?

gEndEr EquALity?

BUKU PEGANGAN UNTUK TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

A HAndbook for CEdAW-bAsEd LEgAL rEviEWs

PENGANTAR

Dalam tiga dasawarsa terakhir – sejak Sidang Umum PBB mengadopsi Konvensi untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) – negara-negara di wilayah Asia Tenggara telah mengesahkan banyak UU yang menetapkan standar kesetaraan gender dan menjamin kesetaraan gender dan non-diskriminasi. Banyak penetapan dalam UU yang diskriminatif terhadap perempuan telah dihilangkan, dan UU baru yang memajukan hak-hak perempuan dan memerangi pelbagai kekerasan berbasis gender, sering kali dengan cara-cara terobosan, telah diadopsi di semua wilayah.

Di seluruh dunia, UN WOMEN telah mendukung advokasi kesetaraan gender dalam Pemerintahan dan organisasi-organisasi masyarakat madani dalam melakukan tinjauan hukum atas hukum nasional agar sejalan dengan CEDAW dan mengupayakan reformasi hukum yang memajukan kesetaraan gender. Di Asia Tenggara saja, pada lima tahun terakhir, tinjauan semacam itu didukung melalui Program CEDAW Asia Tenggara di Kamboja, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Viet Nam. Pengalaman-pengalaman ini telah menyumbang pengembangan badan pengetahuan tentang keadaan de jure kesetaran gender. Bahkan jauh lebih penting lagi, pengalaman-pengalaman itu juga telah mengarah, di antara banyak langkah lainnya, ke adopsi UU Kesetaraan Gender di Vietnam, Magna Carta Perempuan di Filipina, dan amandemen UU tentang Partai Politik dan UU tentang Pemilihan Umum di Indonesia dan UU Pidana dan Perdata Thailand.

Masih tersisa cukup contoh UU yang secara eksplisit melakukan diskriminasi terhadap perempuan karena jenis kelamin mereka. Banyak Pemerintah percaya bahwa UU yang netral gender memberi keuntungan yang setara bagi laki-laki dan perempuan, sementara sebenarnya – karena halangan struktural, institusional, sosial, dan budaya yang berakar dalam bagi perempuan – hal sebaliknya kerap kali justru yang merupakan kebenaran. Kegagalan mempertimbangkan dan menangani perbedaan-perbedaan gender dalam UU bertanggung jawab atas ketidaksetaraan gender. Karena itu, pelaku advokasi untuk kesetaraan gender harus gigih dalam mengupayakan usaha identifikasi peraturan/perundang-undangan yang tidak konsisten terhadap CEDAW, mengusulkan perbaikan yang diperlukan, dan membantu menciptakan kerangka hukum untuk kesetaraan gender.

Untuk mendukung berbagai tugas ini, UN WOMEN telah menyusun sebuah buku pegangan – Apakah UU kita mempromosikan kesetaraan gender? ‘Do Our Laws Promote Gender Equality ? – untuk tinjauan hukum berbasis CEDAW, menyediakan pedoman praktis, langkah demi langkah mengenai tinjauan kritis UU negara, dan mengikutsertakan seperangkat indikator yang dikembangkan dan diuji melalui tinjauan hukum sesungguhnya

Dengan tulus saya berharap bahwa buku pegangan ini akan bermanfaat bagi pelaku advokasi hak-hak perempuan dalam upaya mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan baik dalam hukum maupun hidup keseharian.

Moni Pizani Regional Programme Director UN WOMEN East and Southeast Asia Regional Office

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sangat berterima kasih kepada UN WOMEN karena telah memberi kesempatan untuk menjadi bagian dalam penyusunan buku pegangan ini. Secara khusus, terima kasih untuk Shoko Ishikawa, Amarsanaa Darisuren, Vu Ngoc Binh, Vanny Prok, Syafirah Hardani, dan Pannin Laptaweesath untuk bantuan dan arahan yang tidak ada hentinya.

Sebagai penilaian, kerangka dalam buku pegangan ini sudah diujikan dalam empat lokakarya percontohan yang diselenggarakan di Indonesia dan Kamboja, penulis sangat berterima kasih kepada para penyelenggara dan peserta lokakarya, terutama Yang Mulia Chan Sotheavy, Menteri Negara Kementerian Kehakiman Kamboja dan staf-nya; Ly Vichuta; Musdah Mulia; Rena Herdiyani; dan para anggota Prakarsa Gelompok Kerja CEDAW.

Penulis juga berterima kasih kepada staf UN WOMEN Cina dan para peserta “Training on Assessing Compliance of National laws with CEDAW” yang diselenggarakan pada 28-30 April 2009, Beijing, Cina, yang komentarnya telah memberi sumbangan untuk lebih mempertegas kerangka penilaian.

Penghargaan juga harus disampaikan kepada mereka yang telah memberi komentar berharga terhadap naskah buku pegangan ini, khususnya Usa Lerdsrisuntad, Direktur Program Foundation for Women. Pengarang juga berterima kasih kepada Sarah Fortuna untuk pekerjaan penyuntingan dan tata letak yang cermat untuk terbitan ini.

Terakhir, terima kasih khusus kepada Ricardo, Erlinda, Richelle dan Rolica Chiongson, serta Emmett Cunningham untuk semua dorongan dan dukungan.

Rea Abada Chiongson, Februari 2010

TENTANG PENULIS

Rea Abada Chiongson adalah pengacara dan bekerja untuk Fakultas Hukum Universitas Ateneo

de Manila, Filipina. Ia memperoleh gelar sarjana dalam ilmu politik dan hukum (B.A dan J.D) dari Universitas Ateneo de Manila, Filipina dan mendapat gelar master hukum (LLM) dalam bidang Hukum Internasional dari Universitas Columbia, New York, AS.

Rea adalah pakar terkenal dalam bidang Konvensi untuk Penghapusan atas Segenap Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan (CEDAW) dan standar internasional lain yang menyangkut kesetaraan gender dan hak asasi manusia, serta implementasinya pada tingkat negara. Ia bekerja sebagai konsultan di sejumlah negara, termasuk persiapan UU kesetaraan gender, menyusun laporan Negara dan ORNOP untuk CEDAW, menyusun strategi nasional tentang kesetaraan gender, melakukan penilaian gender atas UU dan kebijakan, memasukkan gender ke dalam litigasi dan bantuan hukum, dan program-program pelatihan tentang kesetaraan gender untuk pemerintah, pakar, ORNOP, dan pelaku advokasi. Saat ini, ia bekerja sebagai konsultan untuk UN WOMEN untuk memberi bantuan teknis dalam menilai kepatuhan UU nasional terhadap CEDAW, menyiapkan UU kesetaraan gender, dan mengembangkan kemampuan nasional dalam hal kesetaraan gender di wilayah Asia Tenggara.

ii Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

DAFTAR ISI

Pengantar i Ucapan Terima Kasih

ii Tentang Pengarang

ii Pendahuluan

BAGIAN SATU CEDAW dan tinjauan hukum

3 Tinjauan Hukum

3 CEDAW sebagai kerangka dalam tinjauan hukum

3 Pentingnya menggunakan CEDAW sebagai kerangka tinjauan hukum

BAGIAN DUA Apa yang perlu Anda ketahui sebelum membuat tinjauan hukum berbasis CEDAW

7 CEDAW dan prinsip-prinsip kunci-nya

7 Pasal-pasal CEDAW 1-30

10 Situasi de facto perempuan dan kesetaraan gender

15 UU dan pembuatan UU

16 Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan tentang hukum dan pembuatan hukum

19 BAGIAN TIGA

Merencanakan tinjauan hukum berbasis CEDAW

23 BAGIAN EMPAT

Kerangka kerja untuk tinjauan hukum berbasis CEDAW

27 Kerangka tinjauan hukum berbasis CEDAW (kerangka penilaian)

28 Mengembangkan indikator hukum CEDAW

30 Menentukan kepatuhan/kesesuaian dan rekomendasi

45 BAGIAN LIMA

Menggunakan tinjauan hukum berbasis CEDAW

57 Dari tinjauan ke reformasi

57 Menggunakan tinjauan hukum berbasis CEDAW

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

iii

LAMPIRAN I Daftar indikator hukum CEDAW

61 LAMPIRAN II

Konvensi untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) 71

LAMPIRAN III Sumber daya CEDAW yang disarankan

81 Acuan 84

iv Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

PENDAHULUAN

Dasar Pemikiran

Konvensi untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) merayakan 30 tahun kehadiarannya pada tahun 2009, setelah diadopsi oleh Sidang Umum pada

18 Desember 1979. Terhitung 1 Agustus 2009, 186 Negara telah meratifikasi CEDAW, yang mencerminkan konsensus global dari Negara-Negara untuk mengambil langkah konkret demi mencapai kesetaraan gender dan menghapus diskriminasi dalam segala bentuknya.

CEDAW memberikan kerangka menyeluruh untuk peningkatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak perempuan. Khususnya, prakarsa ini mewajibkan Negara untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di semua bidang, tanpa penundaan, dan dengan semua cara yang sesuai, termasuk peraturan/perundangan. Akan tetapi, meskipun ada kewajiban-kewajiban yang dituntut oleh CEDAW, diskriminasi terus ada di semua bidang, termasuk bidang hukum. UU yang diskriminatif terus membatasi, melarang, atau menafikan hak-hak perempuan, dan menimbulkan pembebasan dari hukuman untuk sejumlah pelanggaran. UU ini menghalangi perempuan untuk menikmati HAM mereka dan perkembangan penuh sebagai manusia.

Komite CEDAW, dalam Pengamatan Akhir mereka baru-baru ini, mendesak Pihak-pihak Negara untuk membuat UU mereka sesuai dan patuh pada Konvensi. Negara-negara sangat didorong untuk memastikan bahwa CEDAW dapat diterapkan dalam sistem hukum dan penetapannya sepenuhnya digabungkan dengan UU nasional.

Tujuan

Buku pegangan ini disusun untuk memandu para praktisi dalam pemerintahan, ORNOP, lembaga akademik, badan pengembangan, dan kelompok-kelompok perempuan untuk menilai kepatuhan UU negara terhadap CEDAW dan memberi rekomendasi yang tepat untuk kesesuaian melalui tinjauan hukum berbasis CEDAW. Pedoman ini melakukan hal ini dengan mengajukan kerangka untuk menilai kepatuhan/kesesuaian hukum (kerangka penialian). Kerangka penilaian membangun kapasitas praktisi untuk mengidentifikasi kewajiban-kewajiban menurut CEDAW, menyusun indikator-indikator hukum, mengidentifikasi pengaturan hukum yang diskriminatif, mengusulkan UU, revisi atau amandemen yang mempromosikan kesetaraan gender, dan memberi rekomendasi lainnya untuk memastikan kesesuaian hukum dengan Konvensi. Buku pegangan ini terutama ditujukan untuk para praktisi di Asia Tenggara. Akan tetapi, pedoman ini juga dapat dipakai di wilayah lainnya.

Metodologi

Kerangka penilaian disusun pada 2007 dan digunakan untuk meninjau UU Vietnam. Tinjauan hukum Vietnam mengidentifikasi sejumlah 117 indikator dan 34 sub-indikator yang dibagi menjadi bidang-bidang berikut:

1. Penjaminan kesetaraan dan diskriminasi

2. Pelarangan diskriminasi

3. Perlindungan hukum untuk perempuan

4. Lembaga-lembaga untuk implementasi dan pemantauan/monitoring

5. Penggabungan dan penerapan perjanjian-perjanjian

6. Kekerasan berbasis gender

7. Langkah-langkah khusus sementara

8. Pola perilaku sosial dan budaya

9. Perdagangan dan eksploitasi prostitusi

10. Kehidupan politik dan publik

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

15. Kehidupan ekonomi dan sosial

16. Perempuan pedesaan

17. Kesetaraan di hadapan hukum

18. Perkawinan dan keluarga Kerangka penilaian dipertajam sejak Juni 2008 hingga Februari 2009 melalui penggunaannya

dalam tinjauan hukum Indonesia dan Kamboja yang mencakup empat lokakarya 1 guna memberikan bantuan pakar kepada kelompok-kelompok lokal dalam menyusun tinjauan hukum nasional. Bantuan teknis berkesinambungan dan diskusi yang terus terjadi untuk memfasilitasi penyusunan tinjauan hukum juga disediakan. Tinjauan Indonesia menilai UU Perkawinan (UU No.1 tahun 1974) Indonesia. Kelompok kerja antar-sektor yang dipimpin oleh Prakarsa Kelompok Kerja CEDAW (CEDAW Working Group Initiative-CWGI) sedang menulis tinjauan tersebut. Tinjauan hukum Kamboja mengevaluasi kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan dan eksploitasi seksual, ketenagakerjaan dan pekerja rumah tangga, serta perkawinan. Kementerian Kehakiman Kamboja sedang memimpin prakarsa ini. Kedua tinjauan hukum itu masih sedang difinalisasikan. Kerangka penilaian juga semakin dipertajam selama “Pelatihan untuk Menilai Kepatuhan/Kesesuaian UU Nasional pada CEDAW” yang diselenggarakan pada 28-30 April 2009 di Beijing, Cina yang diadakan oleh Fasilitas Gender PBB Cina.

Buku pegangan ini juga memakai sejumlah prakarsa berkaitan dengan CEDAW dan peraturan/perundangan sebelumnya termasuk:

a) Kajian bersama UN WOMEN dan UNDP-Pasifik sejak 2007 – Menerjemahkan CEDAW ke

dalam Hukum: Kepatuhan Hukum CEDAW di Sembilan Negara Kepulauan Pasifik – yang mengidentifikasi sejumlah 113 indikator legislatif khusus yang merangkum persyaratan untuk UU negara agar sepenuhnya sesuai dengan CEDAW; 2

b) Publikasi UN WOMEN Asia Tenggara dan Pusat untuk Penelitian Perempuan (CENWOR) berjudul CEDAW Indicators for South Asia: An Initiative ‘Indikator-indikator CEDAW untuk Asia

Selatan: Sebuah Prakarasa’ 3 – yang mendaftar indikator-indikator yang diusulkan dalam bidang hukum, pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, dan perempuan di sektor pedesaan; dan

c) Buku pedoman UNDP yang disebut Menyusun Legislasi Sadar Gender: Bagaimana Mempromosikan dan Melindungi Kesetaraan Gender di Eropa Tengah dan Timur dan

di Negara-Negara Persemakmuran Merdeka 4 yang menyediakan pedoman tentang memasukkan standar nasional ke dalam UU negara.

Meskipun dipersiapkan secara khusus untuk wilayahnya masing-masing, prakarsa-prakarsa ini memberi sumbangan kepada penyusunan buku pegangan ini.

1 Keempat lokakarya adalah sebagai berikut: 1) Lokakarya tentang Menilai Kesesuaian UU Indonesia untuk Perkawinan dan Keluarga dengan Konvensi untuk Penghapusan Segenap bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Jakarta, Indonesia, 30 Juni-3 Juli 2008; (b)

Lokakarya Validasi tentang Tinjauan Hukum atas UU Perkawinan No.1/1974, Jakarta, Indonesia, 16-17 September 2008; (c) Menilai Kepatuhan UU Kamboja pada CEDAW, 8012 September 2008. Siem Reap, Kamboja; (d) Lokakarya tentang Penyebarluasan Hasil penelitian tentang Kepatuhan UU Nasional kepada CEDAW, Phnom Penh, Kamboja, 5 Februari 2009. Lokakarya di Kamboja ini diselenggarakan oleh 2 Kementerian Kehakiman, sementara yang di Indonesia diselenggarakan oleh CWGI (Prakarsa Kelompok Kerja CEDAW). UN WOMEN dan UNDP Pusat Pasifik. nd UNDP Pacific Centre. Menerjemahkan CEDAW ke dalam Hukum: Kepatuhan Legislatif

CEDAW di Sembilan Negara Kepulauan Pasifik. Suva, 2007. 3 CENWOR and UN WOMEN. Indikator-indikator CEDAW untuk Asia Selatan: Sebuah Prakarasa. Sri Lanka. 2004.

4 UNDP. Drafting Gender-Aware Legislation: How to Promote and Protect Gender Equality in Central and Eastern Europe and in the Commonwealth of Independent States (CIS), Bratislava, UNDP, 2003.

2 Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

BAGIAN SATU CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM 1

BAGIAN SATU: CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM

Dalam bagian ini:  Apakah tinjauan hukum?

 CEDAW sebagai kerangka untuk tinjauan hukum

TINJAUAN HUKUM

Tinjauan-tinjauan hukum mengungkap kesenjangan dalam UU tertentu dan mengusulkan cara- cara bagaimana kesenjangan ini dapat dijembatani. Tinjauan hukum memberi rekomendasi untuk kemungkinan solusi hukum seperti amandemen, revisi, atau penundaan UU yang ada atau penciptaan UU baru.

CEDAW SEBAGAI KERANGKA DALAM TINJAUAN HUKUM

Sebuah tinjauan hukum yang menggunakan kerangka CEDAW mengevaluasi UU melalui lensa standar kesetaraan gender yang diterima secara internasional. CEDAW menawarkan beberapa keuntungan sebagai kerangka untuk tinjauan hukum.

Sebagai perjanjian hak asasi manusia HAM), konvensi ini sangat memajukan pendekatan berbasis hak demi menuntut hak-hak. Ia menekankan dinikmatinya HAM. Ia juga menyoroti antar-keterkaitan dan status setara semua hak asasi manusia (apakah hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya), seperti dijamin oleh perjanjian HAM lainnya.

Sebagai perjanjian kesetaraan, CEDAW: • mempertimbangkan konstruksi sosial gender; • memberi jaminan kesetaraan yang menyeluruh dalam semua bidang – sipil, politik,

ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang lain; • memandatkan tidak hanya kesetaraan dalam hukum tetapi juga , lebih penting lagi, kesetaraan dalam hasil-hasil (kesetaraan de facto atau yang sesungguhnya); • menyediakan sebuah definisi diskriminasi yang menangani semua bentuk, khususnya diskriminasi tidak langsung; dan • berfokus pada kewajiban Negara-negara untuk memastikan hak asasi perempuan dan kesetaraan.

PENTINGNYA MENGGUNAKAN CEDAW SEBAGAI KERANGKA TINJAUAN HUKUM

Hukum menerjemahkan prinsip-prinsip CEDAW ke dalam pelayanan hukum konkret yang dapat dengan mudah diakses dan dinikmati pada tingkat negara. Tinjauan hukum yang menggunakan kerangka CEDAW memfasilitasi proses ini.

Secara khusus, kerangka CEDAW: • mengidentifikasi diskriminasi gender dalam UU; • menyoroti kewajiban Negara pada bidang-bdang hukum tertentu; • mengungkap kesenjangan atau kelemahan dalam hukum dalam mencapai kesetaraan

gender; • menunjukkan perubahan-perubahan yang perlu terjadi untuk membuat UU yang peka- gender dan tanggap; dan • memberi rekomendasi tentang bagaimana diskriminasi dapat ditangani.

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

1 CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM BAGIAN SATU:

Tujuan Tinjauan Hukum Berbasis CEDAW

Dalam sebagian besar kasus, tinjauan hukum yang menggunakan kerangka CEDAW dilakukan sebagai langkah awal menuju reformasi hukum.

Tujuan langsung melaksanakan tinjauan tersebut kemungkinan adalah untuk: • Menyoroti dimensi gender dalam bidang-bidang hukum tertentu;

• Mendokumentasi kemajuan ke arah kesetaraan gender (termasuk menyusun daftarnya); • Menyelaraskan ketidakajegan (inkonsistensi) dalam berbagai bidang hukum melalui

penerapan standar kesetaraan gender (misalnya, di Vietnam, menyusul adopsi Hukum tentang Kesetaraan Gender pada 29 November 2006, Petunjuk untuk UU Kesetaraan Gender yang dikeluarkan pada 3 Mei 2007. Petunjuk tersebut menyatakan bahwa pemerintah harus membuat tinjauan atas dokumen-dokumen hukum normatif yang ada untuk mengevaluasi kebutuhan untuk amandemen, revisi, atau pencabutan, atau diundangkannya UU baru. Untuk membantu pemerintah, dilakukanlah tinjauan hukum independen); 5

• Mengidentifikasi apakah UU, peraturan administratif atau praktik-praktik sosial-budaya

mengurangi kekuatan jaminan atas kesetaraan dan non-diskriminasi; • Meminta pertanggungjawaban Negara untuk memastikan kesetaraan; • Mengidentifikasi rekomendasi untuk UU yang peka-gender dan tanggap; • Membandingkan kemajuan antar-Negara dan di antara Negara-negara (misalnya, di

Pasifik, tinjauan dua meja didukung oleh UN WOMEN Pasifik dan UNDP Pusat Pasifik untuk menilai kepatuhan legislatif pada CEDAW dari sembilan negara Pasifik: 6 negara- negara Federasi Mikronesia, Fiji, Kiribati, Kepualauan Marshall, Papua New Guinea, Samoa, Kepulauan Solomon, Tuvalu, dan Vanuatu. Tinjauan menggunakan indikator yang sama dan memfasilitasi perbandingan Sembilan negara yang ditinjau);

• Menilai kesesuaian UU dengan komitmen internasional, termasuk CEDAW; • Memulai pelaksanaan rekomendasi dari badan-badan internasional tentang kesetaraan

gender, termasuk Komite CEDAW.

5 Tinjauan hukum diberi judul CEDAW and the Law: A Gendered and Rights-based Review of Vietnamese Legal Documents through the Lens of CEDAW. UN WOMEN CEDAW SEAP, 2009.

6 Laporan tinjauan tertulis dipublikasikan sebagai Translating CEDAW into Law: CEDAW Legislative Compliance in Nine Pacific Island Countries (Menerjemahkan CEDAW ke dalam Hukum: Kepatuhan Legislatif CEDAW di Sembilan Negara Kepulauan Pasifik)

4 Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM 1

PArt OnE:

BAGIAN SATU: CEDAW AnD lEgAl rEviEWs

The CEDAW Committee and Legal Reviews

Komite CEDAW dan Tinjauan Hukum

The CEDAW Committee recognizes legal reviews as an important tool for CEDAW compliance. Komite CEDAW mengakui tinjauan hukum sebagai perangkat penting untuk kepatuhan pada It strongly encourages review of legislation in all countries to facilitate law reform and the CEDAW. Komite ini sangat mendorong tinjauan legislasi di semua negara untuk memfasilitasi

implementation of CEDAW. The image below presents some examples of the CEDAW reformasi hukum dan implementasi CEDAW. Gambar di bawah memberi contoh-contoh Committee’s recommendations relating to legal reviews. rekomendasi Komite CEDAW yang berkaitan dengan tinjauan hukum.

Thailand Thailand

“The committee is concerned that not all “Komite mengkhawatirkan bahwa tidak semua UU discriminatory laws have been amended to ensure diskriminatif telah diamandemen untuk memastikan that the Convention and its provisions become fully bahwa Konvensi dan ketetapannya menjadi applicable in the domestic legal system” (CEDAW sepenuhnya berlaku dalam sistem hukum domestik.” Concluding Comments on Thailand, 2006, par. 13) (Komentar akhir CEDAW tentang Thailand, 2006,

ayat 13)

Kamboja Cambodia

“The Committee recommends that the State “Komite merekomendasikan bahwa Pihak Negara “(The CEDAW Committee) encourages “[Komite CEDAW] mendorong Pihak Party systematically review all legislation so as to secara sistematis meninjau semua legislasi untuk

Negara untuk memanfaatkan proses the State Party to take advantage achieve full compliance with the provisions of the mencapai kepatuhan penuh pada ketetapan

of the ongoing legal reform process reformasi hukum yang sedang Convention The Committee points out that it is Konvensi. Komite memperlihatkan bahwa adalah

to achieve the full compatibility berjalan untuk mencapai kesesuaian the obligation of the State party to ensure that the kewajiban pihak Negara untuk memastikan bahwa

and compliance of all laws with the dan kepatuhan penuh semua UU Convention becomes fully applicable in the domestic Konvensi menjadi sepenuhnya berlaku dalam

provisions of the Convention” (CEDAW pada ketetapan-ketetapan Konvensi” legal system” (CEDAW Concluding Comments on sistem hukum domestik” (Komentar Akhir CEDAW

Concluding Comments on Cambodia, (Komentar Akhir CEDAW tentang Thailand, 2006, par. 14) tentang Thailand, 2006, ayat 14).

2006, par. 12) Kamboja, 2006, ayat 12).

Philippines Filipina

“Komite merekomendasikan “The Committee recommends that the State Party undertake a bahwa Pihak Negara melakukan systematic review of all legislation peninjauan sistematis atas semua

legislasi dan memprakarsai semua and initiate all necessary revisions revisi yang diperlukan untuk so as to achieve full compliance mencapai kepatuhan penuh pada with the provisions of the ketetapan Konvensi”. (Komentar Convention” (CEDAW Concluding Comments on Philippines, 2006, Akhir CEDAW tentang Filipina, 2006, ayat 12). par. 12)

Indonesia Indonesia

“Komite menyambut upaya Pemerintah untuk mengidentifikasi UU “The Committee welcomes the Government’s efforts to identify gender- biased laws and to initiate revisions to those laws….The Committee is bias gender dan untuk memulai revisi pada UU itu… Namun, Komite concerned, however, that revisions have not been undertaken on all of the mengkhawatirkan bahwa revisi belum dilakukan pada 21 UU semuanya yang telah diidentifikasi Pemerintah sebagai diskriminatif, dan bahwa beberapa 21 laws that the Government has identiied as discriminatory, and that some amandemen, meskipun memperlihatkan kemajuan menuju kesetaraan, of the amendments, while demonstrating progress towards equality, are still discriminatory to wards women” (CEDAW Concluding Comments on masih diskriminatif terhadap perempuan”. (Komentar Akhir CEDAW tentang Indonesia, 2007, ayat 10). Indonesia, 2007, par. 10)

“Komite mendesak pihak negara untuk memberi prioritas tinggi kepada proses reformasi hukum dan untuk mengamandemen, tanpa penundaan dan “The Committee urges the State party to give high priority to its law di dalam kerangka waktu yang jelas, UU diskriminatif dan membuat semua reform process and to amend, without delay and within an clear time UU itu sejalan dengan Konvensi.” (Komentar Akhir CEDAW tentang Indonesia, frame, discriminatory laws and regulations and bring them in line with the 2007, ayat 11). Convention” (CEDAW Concluding Comments on Indonesia, 2007, par. 11)

ü See Part 2. what You should know Before Doing a cEDAw-based Legal review for more

 information on the CEDAW Committee Lihat Bagian 2. Apa yang Perlu Anda Ketahui Sebelum Melakukan Tinjauan Hukum

Berbasis CEDAW untuk informasi lebih lanjut tentang Komite CEDAW.

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? Do Our Laws Promote Gender Equality? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W A Handbook for CEDAW-Based Legal Reviews 5 5

BAGIAN DUA APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

BAGIAN DUA: APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Dalam bagian ini:  CEDAW dan prinsip-prinsip kuncinya

 Pasal 1-30 CEDAW  Situasi de facto perempuan dan kesetaraan gender  Hukum dan pembuatan hukum  Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan tentang hukum dan pembuatan hukum

Tinjauan hukum berbasis CEDAW dibangun di atas pengetahuan dan pemahaman yang rinci tentang:

1. CEDAW;

2. Situasi de facto perempuan dan kesetaraan gender; dan

3. UU dan pembuatan UU. Perlu diingat bahwa tiga hal ini sangat penting.

CEDAW DAN PRINSIP-PRINSIP KUNCINYA

CEDAW berupaya menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuk dan perwujudannya – kerap diacu sebagai peraturan internasional untuk hak-hak asasi perempuan. Konvensi ini diadopsi oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 18 Desember 1979 dan diberlakukan pada 3 September 1981. CEDAW memiliki 186 Negara dan membuat konvensi ini salah satu dari perjanjian hak asasi manusia internasional yang paling banyak diratifikasi. Konvensi ini tersusun atas Preambul dan 30 pasal.

Prinsip-prinsip CEDAW

CEDAW memiliki tiga prinsip kunci: • Kesetaraan substantif; • Non-diskriminasi; dan • Kewajiban Negara.

Prinsip-prinsip ini membungkus kerangka konseptual di balik CEDAW. Tanpa memahami prinsip-prinsip ini, CEDAW tidak dapat diterapkan dengan benar. Ketiga prinsip CEDAW ini menekankan bahwa kesetaraan harus dinikmati dalam kenyataan, bukan hanya “di atas kertas.” Tidaklah cukup hanya menyiapkan UU dan kebijakan jika perempuan tidak merasakan kesetaraan itu hari per hari.

Kesetaraan Substantif

Standar kesetaraan CEDAW adalah kesetaraan substantif. Ditafsirkan oleh Komite CEDAW untuk bermakna kesetaraan de facto (kesetaraan sebagai fakta atau kesetaraan sesungguhnya) atau kesetaraan dalam hasil. Namun, pencapaian kesetaraan substantif mensyaratkan bahwa perempuan diberi kesempatan yang sama, akses yang sama terhadap kesempatan, dan lingkungan yang memberi kemungkinan pada pencapaian hasi-hasil yang setara.

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? 8 B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Komite CEDAW menyatakan dalam Rekomendasi Umum 25 bahwa:

”…pendekatan yang murni hukum formal atau programatis tidak cukup untuk mencapai kesetaraan de facto perempuan terhadap laki-laki, yang oleh Komite ditafsirkan sebagai kesetaran substantif. Selain itu, Konvensi menuntut bahwa perempuan diberi awal yang setara dan bahwa mereka diberdayakan oleh lingkungan yang memberi kesempatan untuk mencapai kesetaraan hasil. Tidak cukup menjamin perlakuan terhadap perempuan yang identik dengan perlakuan terhadap laki-laki saja, tetapi juga perbedaan yang terbangun secara sosial dan budaya antara perempuan dan laki-laki harus dipertimbangkan. Dalam situasi tertentu, perlakuan non-identik pada perempuan dan laki-laki akan diperlukan untuk menangani perbedaan-perbedaan seperti itu. Mencapai tujuan kesetaraan substantif menyerukan strategi efektif yang ditujukan untuk mengatasi kurang keterwakilan perempuan dan distribusi kembali sumber daya dan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan.”

Kesetaraan substantif mencari lebih jauh dari sekadar jaminan hukum untuk perlakuan yang setara, dan mencermati ke dalam dampak intervensi.

Sebagai contoh, sebuah UU mungkin memberi kesempatan setara untuk perempuan dan laki-laki untuk mengakses kredit jika mereka dapat menyediakan jaminan (garansi atau keamanan). Akan tetapi, jika dalam kenyataan, perempuan tidak dapat mengendalikan, mengelola, atau mewarisi properti, maka besar kemungkinan mereka tidak akan mampu menyediakan jaminan dan karena itu tidak dapat mengakses kredit. Tanpa langkah- langkah mengamankan realisasi kesetaraan yang praktis, tidak akan ada kesetaraan substantif.

UU harus menciptakan kesetaraan substantif untuk sejalan dengan CEDAW.

Tantangan terhadap Kesetaraan Substantif

Kendati prinsip kesetaraan diakui secara luas dalam UUD dan UU, ada banyak contoh penafsiran kesetaraan yang tidak menghasilkan kesetaraan substantif.

(a) Kesetaraan formal. Kesetaraan

kerap

dipahami sebagai memberi perlakuan yang sama kepada setiap orang. Ini adalah kesetaraan formal. Dalam pendekatan ini, laki-laki dan perempuan dilihat sebagai serupa dan karena itu mereka akan diberi perlakuan yang sama. Akibatnya, perbedaan-perbedaan berdasarkan biologi, seperti kehamilan atau menjadi ibu, tidak diperhatikan. Perbedaan-perbedaan sosial dan budaya – persepsi sosial tentang perempuan yang lemah, bergantung secara ekonomi, dan terikat di rumah – dan dampak mereka terhadap perempuan juga tidak diabaikan. Dengan mengabaikan perbedaan- perbedaan ini, kebutuhan-kebutuhan khusus perempuan tidak ditangani.

(b) Pendekatan proteksionis/melindungi. Pendekatan proteksionis terhadap kesetaraan berasumsi

bahwa perempuan lebih lemah dari laki-laki dan oleh sebab itu memerlukan perlindungan. Pilihan-pilihan perempuan dibatasi dan hak-hak mereka diabaikan untuk membuat mereka aman. Contoh-contoh pendekatan proteksionis mencakup larangan tentang perempuan bekerja malam hari (misalnya, Pasal 130 UU Perburuhan Filipina), atau larangan perempuan bekerja untuk pekerjaan berbahaya (misalnya, Pasal 113 UU Perburuhan Vietnam dan ketetapan hukum tambahan). Dalam semua kasus ini, perempuan dilihat sebagai masalah dan bukan lingkungan yang tidak aman, yang tetap tidak mendapat penanganan. Perempuan dipersalahkan lebih karena seharusnya mereka tidak mampu untuk melindungi diri sendiri ketimbang karena kegagalan aturan publik dan langkah-langkah keamanan atau kurangnya langkah kesehatan dan keamanan terkait pekerjaan yang tepat. Namun demikian, laki-laki dilihat sebagai tidak menuntut perlindungan dari bahaya atau pekerjaan berbahaya. Dalam kebanyakan kasus, lingkungan itu berbahaya baik untuk laki-laki maupun perempuan. Pendekatan yang proteksionis menghukum perempuan untuk kelemahan mereka yang sudah dibayangkan sebelumnya. Alih-alih menangani lingkungan berbahaya dan memudahkan

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Ketetapan Netral-Gender

Satu perwujudan bersama pendekatan kesetaraan formal adalah ketetapan netral- gender. Ini adalah ketetapan yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan,yang memberi persepsi netralitas. Namun, mungkin diskriminatif jika perempuan dan laki-laki tidak sama menikmati keuntungannya.

Sebagai contoh, UU Tata Laksana Perdata di Vietnam mensyaratkan bahwa seseorang yang memohon kepada pengadilan untuk menerapkan langkah sementara (mengikatkan properti pada pihak lain sebelum keputusan) harus memberi sejumlah uang atau properti atau surat berharga. Ketetapan ini, kendati netral gender, dapat memiliki dampak tidak seimbang terhadap perempuan karena perempuan umumnya lebih miskin daripada laki-laki (yakni, mereka menerima upah kurang ketimbang laki-laki untuk memegang kepemilikan, kendali atau pengelolaan properti). Karena itu, perlakuan setara, tidak dapat dikatakan menghasilkan kesetaraan. Langkah-langkah lain untuk memungkinkan akses yang lebih baik oleh perempuan harus disediakan.

Kesetaraan formal mengabaikan dampak ketetapan netral gender dan karena itu, gagal mencitakan kesetaraan de facto.

gerakan menuju kesetaraan, pendekatan proteksionis mempertegas inferioritas perempuan dan dengan demikian gagal memberikan kesetaraan sesungguhnya.

Non-diskriminasi

Non-diskriminasi adalah prinsip kunci CEDAW. Hal ini secara khusus ditekankan dalam Pasal

1 CEDAW, yang mendefinisikan pengertian diskriminasi. Dinyatakan bahwa diskriminasi terhadap perempuan “akan berarti pembedaan, eksklusi, atau pembatasan apa pun yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang berpengaruh atau bertujuan merusak atau menafikan pengakuan, pemenuhan, atau pelaksanaan oleh perempuan, tidak terkait dengan status perkawinan, berdasarkan kesetaraan laki-laki dan perempuan, berdasarkan HAM dan kebebasan mendasar dalam bidang politik, ekonomi, sosial, sipil, atau bidang lainnya.” Hal ini menekankan bahwa aksi atau penghilangan besifat diskriminatif jika hal itu memiliki “pengaruh atau tujuan” mendiskirimasikan perempuan.

CEDAW melarang bentukbentuk diskriminasi ini: (a) Diskriminasi langsung. Hal ini mengacu pada

aksi atau penghapusan yang memiliki “tujuan” mendiskriminasi perempuan, misalnya usia pensiun yang tidak setara, hak-hak waris yang tidak setara, penghentian pekerjaan berdasarkan perkawinan atau kehamilan dan perbedaan usia untuk menikah bagi anak laki-laki dan anak perempuan.

(b) Diskriminasi tidak langsung. Hal ini mengacu pada aksi atau penghilangan yang memiliki

“pengaruh” pada diskriminasi terhadap perempuan, bahkan jika tidak ada maksud untuk melakukannya. Perempuan dapat menghadapi banyak hambatan sebagai sanki praktik budaya dan agama, serikat dagang, lembaga agama, dan pengadilan. Karena semua ini, tindakan tau penghapusan dapat tampak netral atau bahkan menguntungkan bagi perempuan, tetapi efek atau dampaknya bersifat diskriminatif.

(c) Diksriminasi berganda. Diskriminasi gender dapat terjadi dengan alasan diskriminasi lainnya, seperti karena ras, status ekonomi atau sosial, agama, kecacatan, atau usia. Intervensi sebaiknya mempertimbangkan semua bentuk kerugian agar dapat menanganinya dengan tepat. Komite CEDAW menekankan bahwa “kelompok perempuan tertentu, selain menderita karena diskriminasi yang diarahkan kepada mereka sebagai perempuan, mungkin pula menderita dari banyak diskriminasi berdasarkan alasan-alasan lain seperti ras, identitas etnis atau agama, kecacatan, usia, kelas sosial, kasta, atau faktor-faktor lain. Diskriminasi sebanyak itu terutama dapat mempengaruhi kelompok-kelompok perempuan ini, atau dengan

derajat berbeda atau cara-cara berbeda dibandingkan laki-laki.” 7 Contoh-contoh perempuan

7 Rekomendasi Umum CEDAW 25, ayat 12

2 APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW BAGIAN DUA:

mengalami diskriminasi selain diskriminasi gender meliputi perempuan pedesaan, perempuan dengan kecacatan, perempuan pribumi, perempuan migran, dan perempuan lanjut usia.

Dengan definisi “diskriminasi” CEDAW, jelas bahwa pemantauan dampak dan pengaruh sangat penting. Menyiapkan langkah-langkah, apakah netral-gender atau pro-perempuan, tidak cukup jika tidak menghasilkan kesetaraan substantif.

Kewajiban Negara

Prinsip ketiga CEDAW menekankan bahwa penanggung jawab tugas menurut Konvensi adalah Negara. Hal ini berarti bahwa meskipun tanggung jawab untuk memastikan kesetaraan dan menghapus diskriminasi harus dilakukan oleh negara dan pelaku non-negara, hanya Negara yang secara langsung bertanggung jawab untuk CEDAW.

Negara mengacu pada semua perangkat atau badan pemerintah dan mencakup struktur eksekutif, legislatif, dan administratif maupun unit-unit pemerintahan lokal.

Kewajiban Negara secara umum didasarkan pada Pasal 1-5 CEDAW, sementara kewajiban Pihak Negara secara khusus dinyatakan dalam Pasal 6-16 CEDAW.

CEDAW menyediakan kewajiban cara dan hasil. Sebuah Negara berupaya untuk sesuai dengan cara-cara implementasi tertentu dalam CEDAW (kewajiban cara). Juga diwajibkan untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang dipilih menghasilkan penghapusan diskriminasi (kewajiban hasil).

CEDAW DARI PASAL 1 SAMPAI 30 Kewajiban substantif menurut CEDAW (Pasal 1-16)

Pasal 1-5 berisi kewajiban Negara secara umum menurut CEDAW berikut ini: (a) Pasal 1 memberi definisi diskriminasi. (b) Pasal 2 mensyaratkan Negara untuk:

• Mewujudkan prinsip-prinsip kesetaraan dalam konstitusi dan UU negara (Pasal 2a); • Melarang diskriminasi melalui legislasi dan cara-cara lain (Pasal 2b); • Menetapkan perlindungan hukum untuk perempuan (Pasal 2c); • Menghentikan diskriminasi (Pasal 2d); • Menghapus diskriminasi oleh sektor swasta apa pun, misalnya individu, organisasi, dan

perusahaan (Pasal 2e); dan • Mengubah atau menghapus UU, peraturan, adat kebiasaan, dan praktik-praktik diskriminatif (Pasal 2f).

(c) Pasal 3 mewajibkan Negara menyiapkan semua langkah untuk pengembangan perempuan secara penuh.

(d) Pasal 4 memperlihatkan bahwa langkah-langkah khusus sementara untuk mempercepat pencapaian kesetaraan de facto (Pasal 4.1) dan langkah-langkah yang mendukung situasi menjadi ibu (Pasal 4.2) tidak akan dianggap diskriminasi.

(e) Pasal 5 mensyaratkan Negara untuk mengubah pola-pola bersikap secara sosial dan budaya yang didasarkan pada inferioritas dan superioritas jenis kelamin dan peran-peran stereotipe.

Pasal 6-16 mengacu pada kewajiban Pihak Negara dalam bidang-bidang tertentu berikut ini:

10 Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW 2 BAGIAN DUA:

(a) Perdagangan dan Eksploitasi Prostitusi.

Pasal 6 mensyaratkan Negara-Negara Perbedaan antara Langkah Khusus

untuk mengambil langkah yang tepat untuk

Sementara (Pasal 4.1) dan Langkah

menghapus perdagangan perempuan dan Khusus yang Mendukung Keadaan

Menjadi Ibu (Maternitas) (Pasal 4.2)

eksploitasi prostitusi perempuan. Rekomendasi Umum 25 menyatakan (b) Kehidupan politik dan publik. Pasal 7 menuntut

bahwa

Negara-Negara untuk menghapus diskriminasi Ayat 15: Ada perbedaan jelas antara terhadap perempuan di bidang kehidupan tujuan “langkah khusus” menurut Pasal

politik dan publik. Pasal ini menyatakan 4, ayat 1, dan yang ada dalam pasal 2. bahwa perempuan dan laki-laki memiliki Tujuan pasal 4, ayat 1, adalah untuk

hak yang sama untuk memberi suara, untuk mempercepat perbaikan posisi perempuan dalam Pemilu, ikut serta dalam penyusunan

untuk mencapai kesetaraan de facto atau dan pelaksanaan kebijakan pemerintah, untuk

substantif dengan laki-laki, dan untuk menjadi pejabat negara, untuk melakukan

mempengaruhi perubahan struktural, semua fungsi publik, dan untuk ikut serta

sosial, dan kultural yang diperlukan untuk

dalam ORNOP dan organisasi politik. Pasal 8 memperbaiki bentuk-bentuk masa lalu dan

sekarang dan efek diskriminasi terhadap menyatakan bahwa perempuan juga memiliki

perempuan, maupun untuk memberi

hak sama untuk mewakili pemerintah di mereka kompsensasi. Langkah-langkah ini tingkat internasional dan berpartisipasi dalam

bersifat sementara.

organisasi internasional. Ayat 16: Pasal 4, ayat 2, mengatur perlakuan (c) Kewarganegaraan. Pasal 9 mengatur atas perempuan dan laki-laki yang tidak

bahwa seorang perempuan memiliki identik akibat perbedaan biologis mereka. hak untuk memperoleh, mengubah, atau Langkah-langkah ini bersifat menetap, paling mempertahankan kewarganegaraannya. tidak sampai saat pengetahuan ilmiah dan Kewarganegaraan seorang isteri akan

teknologi yang diacu pada pasal 11, ayat 3, secara otomatis berubah karena perkawinan

memerlukan tinjauan.

dengan warga asing atau perubahan kewarganegaraan oleh seorang suami. Seorang perempuan juga dapat meneruskan kewarganegaraannya kepada anaknya sama besarnya seperti laki-laki.

(d) Pendidikan. Pasal 10 mengatur bahwa Negara harus memastikan hak-hak setara di bidang pendidikan. Pasal ini mengatur bahwa laki-laki dan perempuan harus memiliki kondisi yang sama dalam mengakses studi dan mendapat diploma. Hal ini harus dipastikan dalam pendidikan pra-sekolah, umum, alternatif, teknis, profesional, pendidikan teknis tinggi, dan pelatihan keterampilan.

Pasal ini juga menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki akses terhadap kurikulum, ujian, staf pengajar, tempat dan peralatan sekolah yang sama. Perempuan dan anak perempuan harus diberi kesempatan yang sama dalam mendapat manfaat dari beasiswa dan program-program melanjutkan pendidikan. Pasal ini juga mendesak upaya- upaya untuk mengurangi angka keluar sekolah siswa perempuan dan untuk menangani anak perempuan yang telah meninggalkan sekolah sebelum waktunya. Pasal 10 juga menyoroti kebutuhan untuk menghapus konsep-konsep penstereotipean dalam pendidikan, khususnya dengan memperbaiki buku-buku teks dan program-program sekolah.

(e) Ketenagakerjaan. Pasal 11 menyatakan bahwa Negara-Negara harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menghapus diskriminasi dalam ketenagakerjaan. Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk bekerja dan hak untuk menikmati kesempatan pekerjaan yang sama. Pasal ini menjamin upah yang sama untuk pekerjaan dengan nilai

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

2 APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW BAGIAN DUA:

setara dan kesetaraan perlakuan dalam evaluasi kerja. Pasal 11 juga menjamin hak-hak untuk bebas memilih pekerjaan, untuk promosi dan keamanan kerja, keamanan sosial (dalam hal pensiun, pengangguran, sakit, cacat, dan usia tua), dan untuk lingkungan kerja yang sehat dan aman.

Diskriminasi dengan dasar status perkawinan dan maternitas dilarang. Pasal 11 menuntut sanksi pemecatan dengan dasar status perkawinan, kehamilan, atau cuti melahirkan. Pasal ini juga mensyaratkan cuti melahirkan dibayar tanpa kehilangan tunjangan atau senioritas dan layanan bantuan untuk perawatan anak. Perlindungan khusus dari kerja yang membahayakan perempuan hamil harus diberikan. Legislasi perlindungan harus secara berkala ditinjau.

(f) Perawatan Kesehatan. Pasal 12 menyatakan bahwa Negara harus memastikan akses setara terhadap layanan perawatan kesehatan baik bagi laki-laki dan perempuan. Negara harus menyediakan layanan yang pantas untuk perempuan dalam hubungan dengan kehamilan dan gizi cukup selama kehamilan dan masa menyusui.

(g) Kehidupan Ekonomi dan Sosial. Pasal 13 menuntut kesetaraan di semua bidang kehidupan ekonomi dan sosial, termasuk hak setara atas tunjangan keluarga dan pinjaman atau kredit. Juga disyaratkan hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi, olah raga, dan kehidupan budaya.

(h) Perempuan Pedesaan. Pasal 14 menekankan kebutuhan untuk memastikan penerapan CEDAW pada perempuan pedesaan. Pasal ini menuntut Negara-negara untuk memastikan hak perempuan pedesaan untuk berpartisipasi dalam dan mendapat manfaat dari pembangunan pedesaan. Hal ini mencakup partisipasi dalam penjabaran dan pelaksanaan rencana pembangunan maupun dalam kegiatan komunitas. Hal ini juga berarti akses terhadap fasilitas perawatan kesehatan yang memadai, pendidikan, kredit dan pinjaman pertanian, fasilitas pemasaran dan teknologi. Pasal 14 mensyaratkan perlakuan setara dalam reformasi tanah dan pertanian dan skema pemukiman kembali. Perempuan pedesaan harus menikmati kondisi hidup yang memadai.

(i) Kesetaraan di hadapan Hukum. Pasal 15 menjamin kesetaraan di hadapan hukum. Perempuan memiliki kapasitas hukum yang sama seperti laki-laki. Mereka memiliki hak yang sama untuk mengakhiri kontrak, mengatur properti, kebebasan bergerak, dan memilih tempat tinggal atau domisili. Mereka akan diperlakukan sama di pengadilan dan pengadilan khusus. Kontrak-kontrak yang membatasi kapasitas hukum perempuan tidak sah.

(j) Perkawinan dan Kehidupan keluarga. Pasal 16 mensyaratkan Negara untuk memastikan kesetaraan dan perkawinan dan hubungan keluarga. Pasal ini menjamin hak yang sama untuk memasuki perkawinan, untuk bebas memilih pasangan, dan memasuki perkawinan hanya dengan persetujuannya. Pasal ini melarang perkawinan dan pertunangan anak- anak. Perempuan dan laki-laki menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama selama perkawinan dan saat mengakhirinya. Mereka memiliki hak yang sama sebagai orang tua. Mereka juga memiliki hak yang sama atas perwalian (guardianship, wardship, trusteeship) dan adopsi anak-anak.

Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk memutuskan jumlah dan jarah kelahiran anak mereka. Pasangan memiliki hak yang sama untuk memilih nama keluarga, profesi, atau pekerjaan. Mereka melaksanakan hak-hak yang sama berkaitan dengan kepemilikan, penguasaan, pengelolaan, administrasi, menikmati, dan pengaturan properti.

12 Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW 2 BAGIAN DUA:

Komite CEDAW, fungsi dan prosedurnya (Pasal 17-22)

Pelaksanaan CEDAW dipantau oleh Komite untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Komite CEDAW). Terdiri atas 23 pakar dari berbagai wilayah yang dinominasikan oleh masing-masing pemerintah dan dipilih oleh PIhak-pihak Negara untuk empat tahun. Pakar- pakar bertugas secara mandiri dan dalam kapasitas pribadi mereka. Komite:

 Menuntut Pihak-pihak Negara untuk menyampaikan laporan;  Terlibat dalam dialog konstruktif dengan PIhak-pihak Negara;  Mengeluarkan Pengamatan Akhir; dan  Menyusun Rekomendasi Umum.

(a) Proses Pelaporan. Pihak-pihak Negara kepada CEDAW dituntut untuk menyerahkan laporan awal satu tahun sesudah ratifikasi atau kesepakatan dan laporan berkala setiap empat tahun sesudahnya. Dalam menilai laporan Negara, informasi seperti laporan dari ORNOP (juga dikenal sebagai laporan bayangan atau alternatif), badan-badan khusus dan komisi hak asasi nasional yang independen, diterima baik oleh Komite.

(b) Dialog dengan Pihak negara. Sesudah laporan diserahkan, delegasi Pihak Negara diundang untuk terlibat dalam dialog konstruktif dengan Komite CEDAW untuk menyajikan laporan, membahas isi, bertukar pandangan tentang tantangan dalam melaksanakan dan memberi rekomendasi.

(c) Pengamatan Akhir. Pengamatan Akhir adalah komentar dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komite CEDAW sesudah pertimbangannya atas laporan Pihak Negara dan dialog konstruktif dengan delegasi Pihak Negara. Pengamatan ini dikeluarkan khusus untuk

sebuah negara. Sebelum pertengahan 2008, Pengamatan Akhir disebut Komentar Akhir.

(d) Rekomendasi Umum. Rekomendasi Umum adalah interpretasi otoritatif yang dikeluarkan oleh Komite CEDAW tentang pasal-pasal tertentu perjanjian atau isu-isu kontemporer atau yang sedang muncul.

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? B u k u Pe g a n g a n u n t u k T i n j a u a n H u k u m B e r b a s i s C E DA W

2 APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW BAGIAN DUA:

Administrasi, Interpretasi, dan Masalah Lain (Pasal 23-30)

Pasal-pasal terakhir CEDAW mengatur hal-hal menyangkut administrasi dan interpretasi, termasuk: (a) Standar minimum. CEDAW

Komite CEDAW dan Rekomendasi Umum

menyatakan dalam Pasal

23 bahwa Konvensi tidak Komite CEDAW saat ini telah mengeluarkan 26 Rekomendasi mempengaruhi hukum Pihak

Umum:

Negara atau perjanjian 1. Pelaporan oleh Pihak-Pihak Negara-Negara (1986) yang berlaku di Negara

2. Pelaporan oleh Pihak-Pihak Negara-Negara (1987) yang lebih kondusif untuk

3. Kampanye Pendidikan dan Informasi Publik (1987) mencapai kesetaraan. Hal ini

4. Reservasi (1987)

menekankan bahwa CEDAW 5. Langkah-Langkah Khusus Sementara (1988)

mengatur standar minimum 6. Effective National Machinery and Publicity (1988)

7. Sumber Daya (1988)

kesetaraan gender. 8. Implementasi Pasal 8 Konvensi (1988) 9. Data Statistik tentang Situasi Perempuan (1989)

(b) Reservasi. Pasal 28