Model Pendekatan Islam Perspektif Akhlak

M ATA KULIAH SISTEM AKUNTANSI PEM ERINTAHAN TERAPAN
TUGAS UJIAN AKHIR SEM ESTER
M AKALAH
PENERAPAN NILAI AGAM A ISLAM : PERSPEKTIF AKHLAKUL KARIM AH SEBAGAI
DUKUNGAN ATAS STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEM BERANTASAN KORUPSI
(PENDEKATAN PERSONAL DALAM PENCEGAHAN FRAUD)

Oleh :
SAM SUL HADI

NIM . 156020304111018
M agister Akuntansi STAR BPKP Batch 5
Kelas BA
PROGAM M AGISTER AKUNTANSI
PASCASARJANA FAKULTAS EKONOM I DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAW IJAYA
2016

Abstrak
Korupsi sebagai sat u bent uk dari fraud merupakan masalah sosial yang dapat diibarat kan sebagai penyakit
sosial, Ibarat “ kanker” korupsi t ermasuk ke dalam jenis kejahat an yang luar biasa merusak sendi-sendi

perekonomian, birokrasi pemerint ahan, budaya serta kehidupan berbangsa dan bernegara secara luas.
St rat egi nasional pemerint ah dalam memerangi korupsi t ernyat a masih sangat jauh dari keberhasilan, hal
ini bisa dilihat dari indeks persepsi korupsi indonesia yang masih rendah pada t ahun 2015 menduduki
peringkat 88 dari 167 negara. Tulisan ini mencoba unt uk kembali menggali

st rat egi alt ernat if dalam

memberant as korupsi di Indonesia yang disarikan dari aspek nilai-nilai agama Islam (Islamic religion’s value)
dikait kan dengan Akhlakul karimah (Et ika Islami) Sebagaimana peran aspek agama t ersebut sebagai
alt ernat if menekankan penerapannya pada usaha dalam pencegahan korupsi yang

mendasarkan pola

pendekat an penanganan t indak pidana korupsi sebagai “ penyakit sosial” yang perlu dicegah sedini mungkin
sebelum ket erjadiannya berlaku sehingga diharapkan pendekat an “ mencegah lebih baik daripada
mengobat i” akan berkont ribusi nyat a dalam mendukung st rat egi nasional pencegahan dan pemberant asan
korupsi di Indonesia.
Keywords : indeks persepsi korupsi, st rat egi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi, Islamic
religion’s value, Akhlakul karimah (Et ika Islami)


1.

Pengantar

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corrupt ion atau corrupt us , yang selanjutnya disebutkan bahw a
corrupt io itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari

bahasa latin itulah turun kebanyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt ; Belanda, yaitu
corrupt ive (korrupt ie), dapat atau patut diduga bahw a istilah korupsi berasal dari bahasa Belanda dan

menjadi bahasa Indonesia, yaitu “ korupsi” , yang mengandung art i perbuatan korup, serta penyuapan.
The Lexion

Webst er

Dict ionary

kata korupsi

berarti


:

kebusukan, keburukan, kebejatan,

ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang
menghina atau memfitnah. Definisi tentang korupsi dapat dipandang dari berbagai aspek, bergantung pada
disiplin ilmu yang dipergunakan sebagaimana dikemukakan oleh Benveniste dalam Suyanto, korupsi
didefinisikan menjadi 4 (empat ) jenis, yaitu sebagai berikut: (a) Discret ionery corrupt ion, ialah korupsi yang
dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat sah,
bukanlah praktik-praktik yang dapat diterim a oleh para anggota organisasi, (b) Illegal corrupt ion, ialah suatu
jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi

1

tertentu, (c) M ercenary corrupt ion, ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh
keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan w ew enang dan kekuasaan, (d) Ideological corrupt ion, ialah
1

jenis korupsi illegal maupun discret ionery yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok .

Korupsi merupakan perbuatan tercela dan bentuk dari penyakit sosial masyarakat, sehingga korupsi
dikategorikan sebagai suatu tindak pidana (St raafbaarfeit ). Perkara tindak pidana korupsi merupakan
perkara yang dapat digolongkan ke dalam suatu kejahatan yang disebut dengan “ w hit e collor crime” yaitu
kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat dan
2

dilakukan sehubungan dengan tugas atau pekerjaannya .
Perbuatan korupsi pada umumnya dapat digolongkan dalam dua bentuk / ruang lingkup yaitu : (1)
Administ rat if

corrupt ion

(penyalahgunaan

kew enangan)

dan

(2)


Against

t he

rule of

corupt ion

(Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan) Pembagian ruang lingkup tersebut berarti
korupsi terjadi pada suatu tatanan administrasi tertentu yang berhubungan dengan jabatan, kedudukan
atau suatu departemen yang lebih akrab dikenal dengan penyalahgunaan w ewenang yang diikatkan dalam
suatu proses administrasi. Di samping itu korupsi dapat juga merupakan penyimpangan atau penentangan
terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku, dalam hal ini sepenuhnya korupsi merupakan
3

pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku .
Dari uraian tersebut di atas kita dapat menyimpulkan bahw a korupsi merupakan penyakit sosial, di
mana perbuatannya yang cenderung merugikan orang lain dan hanya mementingkan kepentingan
pribadi/ golongan, merupakan musuh utama masyarakat yang harus diberantas, pendekatan strategi dalam
memberantas korupsi tidak cukup dengan menindak pelaku dan menghukumnya namun pendekatan

pencegahan nampaknya akan memberikan efek yang lebih efektif dalam menekan angka korupsi di
Indonesia.
2.

Indeks Persepsi Korupsi

Tidak hanya di Indonesia, korupsi juga merupakan masalah serius di berbagai negara di belahan
dunia. Sebagai respon atas keprihatian tersebut maka dibentuklah Transparency International (TI) adalah
sebuah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik. Organisasi yang didirikan di
Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju
organisasi yang berstruktur demokratik. Publikasi tahunan terkenal yang diluncurkan TI adalah Laporan

1
2
3

Ermansjah Djaja, M emberantas Korupsi Bersama KPK. Jakart a: Sinar Grafika. 2010. Hlm 22.
Darw an Prinst , Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi . Bandung. PT. Citra Adit ya Bakti. 2002. hlm 2.
Ibid, hlm 11.


2

Korupsi Global. Hubungan antara kompetitifnya sebuah negara dan korupsi telah dibahas pertama kali
dalam seminar TI di Praha, November 1998.
Untuk melihat perbandingan antar negara mari kita lihat hasil survey persepsi korupsi, persepsi
korupsi adalah anggapan publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politis sedangkan Indeks Persepsi
korupsi (IPK) adalah Sebuah instrumen pengukuran tingkat korupsi kota-kota di seluruh w ilayah Indonesia
yang dikembangkan oleh Transparency International Indonesia. IPK Indonesia merupakan hasil survei
kuantitatif terhadap pelaku bisnis. Rentang IPK Indonesia adalah 0 s.d 100 (w w w.t i.or.id). Transparency
International Indonesia meluncurkan Laporan Survei Persepsi Korupsi 2015. Survei ini selain merupakan
kelanjutan dari survei sejenis pada 2012, juga merupakan alat untuk memetakan risiko korupsi dan menilai
efektivitas program antikorupsi dalam rangka pencapaian target -target Strategi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) yang dijalankan pemerintah.
Sebelumnya, Corruption Perception Index (CPI) 2015 yang diterbitkan secara global oleh
Transparency International menempatkan Indonesia sebagai negara dengan level korupsi yang tinggi. Dalam
CPI 2015 tersebut, Indonesia menempati posisi 88 dari 167 negara di dunia dengan skor 36 dari skala 0-100
(0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih). Korupsi secara khusus disebut menempati urut an
teratas dari 18 (delapan belas) faktor penghambat kemudahan berusaha di Indonesia.
Tabel 1: Corrupt ion Percept ion Index 2012-2015


Sumber: http:/ / w w w .transparency.org/ cpi2015
Dari skor tersebut, menggambarkan ada stagnasi yang berkaitan dengan sektor politik dan perizinan,
ini yang membuat skor kita tidak beranjak. Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
merupakan salah satu instrumen yang sangat bisa digunakan sebagai panduan dalam mencegah dan
memberantas korupsi di Indonesia.” ungkap Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal Transparency
3

International Indonesia (dikutip dari w w w .t i.or.id ). Untuk memetakan risiko korupsi dan menilai efektivitas
program antikorupsi dalam rangka pencapaian target -target Stranas PPK (Strategi Nasional Pencegahan Dan
Pemberantasan Korupsi) tersebut, Transparency International Indonesia (TII) merupakan cabang dari
organisasi Transparency International (TI) didukung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Survei Persepsi Korupsi 2015.
Pada tahun lalu, Survei Persepsi Korupsi 2015 dilakukan di 11 (sebelas) kota di Indonesia. Sebelas kota
tersebut adalah Kota Pekanbaru, Kota Semarang, Kot a Banjarmasin, Kota Pontianak, Kota M akassar, Kota
M anado, Kota M edan, Kota Padang, Kota Bandung, Kota Surabaya, dan Kota Jakarta. Survey dilakukan
serentak di 11 (sebelas) kota di Indonesia pada 20 M ei -17 Juni 2015 kepada 1,100 pengusaha. Pengambilan
sampel menggunakan st ratified random sampling yang bersumber dari Direktori Perusahaan Industri 2014
yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik. Pengambilan data dilakukan oleh enumerator melalui metode
w aw ancara tatap muka dengan pengusaha dengan panduan kuesioner survei. Kemudian enumerator
melakukan proses pemasukan data dalam portal online.

Dari survei tersebut diperoleh hasil kota yang memiliki skor tertinggi dalam Indeks Persepsi Korupsi
2015 adalah Kota Banjarmasin dengan skor 68, Kota Surabaya dengan skor 65, dan Kota Semarang dengan
skor 60. Sementara itu, Kota yang memiliki skor Indeks Persepsi Korupsi terendah adalah Kota Bandung
dengan skor 39, Kota Pekanbaru dengan skor 42, dan Kota M akassar skor 48. Sehingga dapat dikatakan
bahw a Kota Banjarmasin adalah kota yang menurut anggapan publik adalah yang paling bersih dari korupsi,
sedangkan kota bandung adalah yang paling banyak korupsi menurut anggapan publik, namun hal ini adalah
hasil survey yang tidak bisa lepas dari subjektifitas responden yang dipilih.
Tabel 2: Survey Persepsi Korupsi kota di Indonesia, Tahun 2015.

4

Sumber : http:/ / w w w .ti.or.id/ index.php/ press-release/ 2015/ 09/ 15/ survei-persepsi-korupsi-2015
Efektivitas pemberantasan korupsi dan akuntabilitas pendanaan publik dinilai responden memiliki
kontribusi paling besar terhadap penurunan potensi korupsi. Tidak kalah penting, penurunan potensi
korupsi

juga

disumbangkan


oleh

perbaikan

persepsi

terhadap

sektor

terdampak

korupsi,

penurunan prevalensi korupsi, dan penurunan motivasi korupsi.” , ucap Wahyudi Thohary, Peneliti IPK 2015
Transparency
adanya

International


Indonesia.

Dari

hasil

survei

didapati

bahw a

responden

menilai

perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik di lembaga-lembaga pemerintahan, namun

komposisi sektor publik yang dipersepsikan korup masih sama. Responden masih menilai kepolisian,
legislatif, dan peradilan sebagai sektor publik yang paling terdampak oleh korupsi.
Temuan lainnya adalah sektor lapangan usaha yang memiliki prevalensi suap paling tinggi menurut
responden adalah usaha di sektor minyak dan gas, pertambangan, dan kehutanan. Sementara itu, sektor
yang memiliki potensi suap rendah menurut responden adalah sektor pertanian, sektor transportasi, dan
sektor hotel dan restoran. Sektor lapangan usaha yang memiliki alokasi suap terbesar adalah sektor
konstruksi dengan rata-rata alokasi suap sebesar 9.1%; jasa dengan rerata alokasi suap sebesar 7.4%; dan
M igas dengan rerata alokasi suap sebesar 7.2%. Sementara sektor yang memiliki alokasi suap terendah
adalah pertanian dengan rerata alokasi suap sebesar 3.5%; perikanan dengan rerata alokasi suap sebesar
3.3%; dan kehutanan dengan rerata alokasi suap sebesar 3.2%.
Terdapat bukti secara empirik bahw a persepsi korupsi di daerah memiliki hubungan erat dengan
penurunan daya saing dan penurunan kemudahan di daerah berusaha. Daerah dengan indeks persepsi
korupsi yang tinggi memiliki daya saing dan kemudahan berusaha yang tinggi pula. Sebaliknya daerah yang
memiliki indeks persepsi korupsi yang rendah memiliki kemudahan berusaha yang rendah pula. Korupsi
dinilai terjadi secara sistemik, sehingga perlu pemerintah kota perlu menggunakan pendekatan sistemik
pula upaya pemberantasan korupsi. Pemetaan sistem integritas lokal perlu buat untuk mengetahui pilar
mana yang diharapkan dapat berkontribusi besar dalam upaya pemberantasan korupsi.
Dengan kondisi seperti ini pemerintah, KPK dan aparat penegak hukum harus memberikan fokus pada
sektor-sektor yang banyak menyumbang persepsi keberadaan korupsi seperti konstruksi yang menyumbang
persentase tertinggi (9.1%), dan juga kota-kota yang dipersepsikan oleh publik mempunyai kecenderungan
korupsi yang tinggi (nilai IPK terendah), sehingga arah strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi
nasional tidak salah arah.
Sebagaimana diketahui program stranas PPK yang dicanangkan oleh pemerintah masih banyak
kekurangan dalam pelaksanaanya dengan kata lain usaha pemerintah dalam memerangi korupsi ternyata
masih sangat jauh dari keberhasilan, hal ini bisa dilihat dari indeks persepsi korupsi indonesia yang masih

5

rendah pada tahun 2014 menduduki peringkat 107 dari 175 negara, sehingga dalam tulisan ini kami
bermaksud untuk memberikan alternatif dalam mendukungnya, terutama dalam pencegahan korupsi yang
bersumber dari nilai agama Islam yakni akhlakul karimah yang dalam pelaksanaanya ditujukan untuk
memperkuat diri individu yang sangat berisiko bersinggungan dengan faktor-faktor pendorong terjadinya
korupsi yang dijelaskan dalam segitiga fraud.
3.

Pembahasan

a.

Hubungan antara Korupsi dengan Fraud

Fraud merupakan istilah yang tak ada kata dalam bahasa Indonesia yang dapat mengartikan atau
menggantikan istilah fraud. Fraud tak hanya sempit diartikan sebagai kecurangan, dalam dunia keuangan
fraud bisa berarti pencurian (pasal 362 KUHP), pemerasan dan pengancaman (pasal 368 KUHP),
penggelapan (pasal 372 KUHP), perbuatan curang (pasal 378 KUHP), dan sebagainya.

Secara umum

Webst er’s New World Dict ionary mendefinisikan kata fraud sebagai suatu pembohongan atau penipuan
(decept ion) yang dilakukan demi keuntungan pribadi. M enurut Black’s Law Dict ionary, fraud adalah

berbagai sarana yang dapat direncanakan oleh manusia yang menggunakan kecerdasannya untuk mendapat
keuntungan dari orang lain dengan memberi saran yang menyesatkan atau menutupi kebenaran. Fraud
mencakup semua cara tak terduga, penuh siasat, licik, tersembunyi, serta setiap cara yang tidak jujur di
mana ada pihak lainnya yang tertipu (menjadi korban).
International Standards of Auditing (ISA) seksi 240–The Audit or’s Responsibilit y t o Consider Fraud in
an Audit of Financial St at ement s paragraf 6 mendefinisikan fraud sebagai: “ …tindakan yang disengaja oleh

anggota manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan, karyaw an, atau pihak
ketiga yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau
ilegal” . Sedangkan dalam Standar Auditing yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen
Akuntan Publik (IAI-KAP) fraud diterjemahkan sebagai kecurangan. Dalam kaitannya dengan pelaporan
keuangan, auditor berkepentingan untuk menguji apakah suatu tindakan yang mengancung fraud
mengakibatkan salah saji (misstatement) dalam pelaporan keuangan.
Secara sederhana kata fraud, penipuan yang disengaja (intentional deception), kebohongan (lying),
curang (cheating), dan

pencurian

(stealing) adalah

kata-kata yang saling bersinonim

meskipun

pemahamannya bisa berbeda-beda tergantung konteks kasus yang terjadi. Penipuan yang disengaja bisa
disebut fraud ketika seorang pegaw ai dengan sengaja melakukan mark-up pengadaan barang dan jasa
dalam instansi pemerintah untuk kepentingan pribadinya. Kebohongan bisa disebut fraud ketika pegaw ai
sengaja tidak melaporkan transaksi akuntansi yang terjadi demi mengeruk keuntungan. Kecurangan disebut
fraud ketika pegawai sengaja memanipulasi laporan keuangan entitas agar laporan keuangan terlihat

6

“ indah” . Kecurangan ini biasa disebut fraudulent financial report ing atau kecurangan dalam pelaporan
keuangan. Pencurian disebut fraud ketika seorang pegaw ai dengan sengaja mencuri kas atau persediaan
perusahaan dengan berbagai cara kemudian memanipulasi dokumen-dokumen untuk menghilangkan bukti
kejahatannya.

Bentuk

kecurangan

ini

lebih

dikenal

dengan

missappropriation

of

assets

atau

penyalahgunaan aktiva. Kasus-kasus fraudulent financial reporting dan missappropriation of assets ini
merupakan kasus fraud yang umum terjadi baik di entitas sw asta maupun pemerintah.
Cressey (1953) menyatakan sebuah teori yang dikenal sebagai fraud t riangle, yaitu bahw a terdapat
tiga kondisi yang selalu hadir saat terjadi kecurangan laporan keuangan. Ketiga kondisi tersebut adalah
tekanan (pressure), kesempatan (opport unit y ), dan rasionalisasi (rat ionalizat ion ) yang kemudian dikenal
dengan istilah fraud t riangle. Tekanan adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan
kecurangan. Pada umumnya yang mendorong terjadinya kecurangan adalah kebutuhan finansial tapi
banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan. Tekanan situasional berpotensi muncul karena adanya
kew ajiban keuangan yang melebihi batas kemampuan yang harus diselesaikan manajemen. Kesempatan
adalah peluang yang memungkinkan kecurangan terjadi. Biasanya disebabkan karena pengendalian internal
suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengaw asan, atau penyalahgunaan w ew enang (Gagola, 2011)
Ada 3 hal yang mendorong terjadinya sebuah upaya fraud, yaitu pressure (dorongan), opportunity
(peluang), dan rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar berikut ini:
Gambar 1: Segitiga Fraud menurut Cressey (1953)

(1) Pressure, adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya hutang atau
tagihan yang menumpuk, gaya hidup mew ah, ketergantungan narkoba, dan lain sebagainya. Pada
umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga
yang hanya terdorong oleh keserakahan.
(2) Opportunity, adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal
control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengaw asan, dan/ atau penyalahgunaan w ew enang. Di

7

antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk
diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
(3) Rationalization, Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari
pembenaran atas tindakannya, misalnya:
(a) Bahw asanya tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang dicintainya.
(b) M asa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya berhak mendapatkan lebih dari yang
telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji, promosi, dan lain sebagainya)
(c) Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku
mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahw a tindakan korupsi sangat bekaitan dengan fraud, sebelum
korupsi dapat terjadi maka akan didahului oleh tindakan fraud, dan juga untuk menutupinya juga akan
melakukan fraud, seperti window dressing . Kaitannya dengan segitiga fraud, korupsi merupakan efek
lanjutan dari keterjadian fraud dan juga tendensi yang akan dipelihara oleh tindakan fraud, misalnya
sesorang pejabat yang melakukan korupsi dana APBN maka dia akan melakukan fraud dengan membuat
bukti pertanggungjaw aban fiktf, selanjutnya agar dana yang dikorupsi tidak diketahui oleh aparat pengaw as
maka tindakan fraud lainnya akan dilakukan untuk menutupi kejahatan korupsinya, dengan memanipulasi
laporan keuangan.
b.

Strategi Pencegahan dan Pemberantasan korupsi (Stranas PPK)

Pemberantasan korupsi telah menjadi salah satu fokus utama Pemerintah Indonesia pasca reformasi.
Berbagai upaya telah ditempuh, baik untuk mencegah maupun menindak tindak pidana korupsi (tipikor)
secara serentak oleh pemegang kekuasaan eksekutif (melalui Pemerintah Pusat dan pemerintah
daerah/ Pemda), legislatif, serta yudikatif. Upaya-upaya itu mulai membuahkan hasil: itikad pem berantasan
korupsi terdorong ke seluruh Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan semakin meningkatnya keuangan/ aset
negara yang terselamatkan pada setiap tahunnya dalam pencegahan dan penuntasan kasus korupsi.
Sejumlah institusi pelaksana dan pendukung pemberantasan korupsipun terbentuk, antara lain Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, serta Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban. Presiden juga telah menerbitkan sejumlah instruksi dan arahan untuk
pencegahan dan pemberantasan korupsi (PPK), misalnya Instruksi Presiden (Inpres) 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi di Indonesia. M elalui Inpres ini, Presiden mengamanati berbagai
langkah strategis, diantaranya berupa Rencana Aksi Nasional Pemberantasan dan Pemberantasan Korupsi
(RAN-PPK) 2004-2009. Dokumen yang dimaklumatkan sebagai acuan bagi para pihak di pemerintahan Pusat .

8

Pemberantasan korupsi di Indonesia telah menarik perhatian dunia internasional. Indonesia, melalui
Undang-Undang (UU) 7 Tahun 2006, telah meratifikasi Unit ed Nat ions Convent ion against Corrupt ion
(UNCAC) pada Konvensi PBB Antikorupsi, 2003. Pada 2011, Indonesia menjadi salah satu negara pertama
yang dikaji oleh Negara Peserta lainnya di dalam skema UNCAC. Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia
diperbandingkan dengan klausul-klausul di dalam UNCAC melalui kajian analisis kesenjangan (gap analysis
st udy ). Hasil kajiannya menunjukkan bahw a, sejumlah penyesuaian perlu segera dilakukan untuk memenuhi

klausul-klausul di dalam UNCAC, terkhusus bidang kriminalisasi dan peraturan perundang-undangan.
Selanjtunya dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Strategi
Nasional Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 Dan Jangka M enengah
Tahun 2012-2014, terdapat 6 strategi nasional dalam mencegah dan memberantas korupsi yakni:
(1) Strategi 1: M elaksanakan upaya-upaya pencegahan
Berbagai upaya pencegahan sebenarnya telah dilakukan, antara lain dengan meningkatkan mutu
layanan perizinan, seperti yang dicontohkan beberapa daerah melalui pembentukan one st op service
(layanan satu atap). Namun, dalam implementasinya, persepsi masyarakat masih mencerminkan
adanya kelemahan, terutama menyangkut regulasi perizinan di daerah yang meninggalkan sekian celah
bagi korupsi. Demikian pula dengan peningkatan pelayanan perpajakan, masih terdapat kendala
dengan belum tuntas dan terintegrasinya program single identification number (nomor identifikasi
tunggal). Selain masalah perpajakan, penuntasan dan pengintegrasian program ini dipercaya akan
menyelesaikan banyak pekerjaan-rumah terkait pemberantasan korupsi. Hal lain yang memiliki banyak
pekerjaan rumah adalah terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa yang kerap dinilai menjadi
ranah basah bagi terjadinya praktik korupsi. Berbagai upaya terobosan harus dilakukan untuk
meminimalisasi ruang-ruang terjadinya korupsi pada bidang-bidang tersebut.
(2) Strategi 2: M elaksanakan langkah-langkah strategis di bidang penegakan hukum
Perlu dilakukan upaya percepatan penyeselesaian kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat.
Upaya penegakan hukum juga tidak terlepas dari perbaikan peraturan perundang-undangan yang
tumpang tindih. Penegakan hukum perlu didukung oleh kerangka regulasi yang memadai demi
menjamin proses penegakkan hukum bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat, tidak larinya tersangka
koruptor, hingga terselamatkannya aset negara yang dikorupsinya. Pengaw asan terhadap lembaga,
aparatur, maupun unsurunsur profesi yang terkait penegakan hukum, juga perlu Partisipasi diperkuat.
masyarakat, baik selaku pelapor Partisipasi masyarakat, baik selaku pelapor maupun saksi, masih
maupun saksi, masih belum didukung oleh keterjaminan mereka atas perlindungan hukum
keterjaminan mereka atas perlindungan yang sepatutnya diterima. M ekanisme pengaduan hukum yang

9

masyarakat juga belum terbangun, begitu pula sepatutnya diterima transparansi penyelesaian kasuskasus korupsi. Faktor-faktor inilah yang kian memperburuk kondisi yang ada. M elihat kondisi seperti
itu, langkah-langkah perbaikan dengan strategi yang mampu menjaw ab permasalahan sangat
dibutuhkan agar optimalisasi penegakan hukum dapat dilakukan. Oleh karena itu, di samping upaya
pencegahan korupsi, sudah selayaknya jika penegakan hukum ditempatkan sebagai pilar kedua Stranas
PPK.
(3) Strategi 3: M elaksanakan upaya-upaya harmonisasi penyusunan peraturan perundang-undangan di
bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait lain
Salah satu kendala dalam PPK, sebagaimana telah sedikit disinggung sebelumnya, terletak pada
peraturan perundang-undangan yang eksistensinya masih belum memadai. Dalam artian, masih
terdapat tumpang-tindih dan inkonsistensi antar peraturan perundang-undangan, serta masih terdapat
peraturan-peraturan yang membuka peluang bagi berlangsungnya tipikor hingga absennya pengaturan
sehingga menghambat PPK. Peraturan perundang-undangan merupakan faktor pendukung yang tidak
terpisahkan dari strategi maupun rencana aksi PPK. Untuk itu, hadirnya perangkat peraturan anti
korupsi yang memadai, perlu dipastikan. Caranya, adalah dengan mengevaluasi, merevisi, atau
melengkapi peraturanperaturan yang sudah ada. Peraturan yang dimaksud itu bukan semata yang
terkait tipikor, melainkan juga yang semangatnya adalah antikorupsi dan/ atau meminimalisasi peluang
bagi terjadinya tipikor. Sebagai konsistensi PPK, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi UNCAC 2003
melalui UU 7/ 2006. Itikad ini mengandng arti, ketentuan-ketentuan dalam UNCAC harus dapat
diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa ketentuan di dalamnya
merupakan hal baru di Indonesia, sehingga perlu diatur atau diakomodasi lebih-lanjut dalam peraturan
perundang-undangan terkait pemberantasan korupsi. Hal ini diperlukan agar kriminalisasi perbuat an
tindak pidana tertentu kelak menjadi dasar hukum yang memadai dalam rangka penegakan hukum.
Hal-hal baru tersebut misalnya tentang penyuapan pejabat publik asing dan pejabat organisasi
internasional publik, memperdagangkan pengaruh, memperkaya secara tidak sah, atau korupsi di
sektor sw asta.
(4) Strategi 4: M elaksanakan kerjasama internasional dan penyelamatan aset hasil tipikor
Penanganan tipikor seringkali mem erlukan kerjasama internasional. Telah terdapat berbagai contoh
kasus di mana penanganan tipikor bergantung kepada hal-hal yang berada di luar batas negara,
misalnya ketika tersangka, bukti atau aset hasil tipikor berada di luar negeri. Dalam hal demikian,
kerjasama internasional yang melibatkan otoritas antar negara diperlukan demi penanganan tipikor
yang juga sejalan dengan ketentuan UNCAC. Kerjasama internasional dapat dilaksanakan melalui

10

bantuan timbal balik dalam masalah pidana (mut ual legal assist ance in criminal mat t ers - M LA) dalam
hal pencarian orang, barang bukti dan pengembalian asset. Dalam hal pengembalian pelaku tipikor ke
dalam jurisdiksi Indonesia dilakukan melalui ektradisi. Khusus mengenai penyelamatan aset, baik di
dalam maupun luar negeri, diperlukan mekanisme pencegahan pemindahan aset ( t ransfer of asset s)
dan pengembaliannya dengan memperhatikan ketentuan UNCAC (United Nations Convention Againts
Corruption) atau Konvensi internasional anti korupsi. Dari aw al proses hukumnya, pemanfaatan
intelijensi keuangan juga dirasa sangat penting sehingga aset di dalam dan luar negeri dapat dirampas
jika perlu. Khususnya proses pengembalian aset hasil korupsi yang berada di luar negeri dengan
karakteristik hukum yang berbeda mensyaratkan primanya pengetahuan teknis dan kapasitas aparat
penegak hukum yang didukung kerjasama penuh dari seluruh lembaga terkait di dalam penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan proses pengadilan. Untuk pengembalian aset di dalam negeri, kedisiplinan
eksekusi putusan pengadilan perlu dijaga agar seluruh ganti rugi dapat dipenuhi oleh terpidana tipikor.
(5) Strategi 5: M eningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti korupsi.
Dalam budaya organisasi modern, sist em nilai tertentu yang bersifat universal harus ditegakkan dalam
organisasi, baik di lingkungan pemerintahan maupun sw asta. M asyarakat dengan kultur yang
mendorong struktur sosial berperilaku koruptif perlu diubah pola pikirnya agar terbebas dari nilai-nilai
koruptif, terlebih lagi agar menjunjung integritas. Lebih dari itu, sangat diperlukan perilaku aktif dari
masyarakat untuk mencegah perilaku koruptif di lingkungannya. Diperlukan individu-individu yang
mampu mempengaruhi dan bertindak untuk mencegah adanya tindakan koruptif, tidak hanya pasif
untuk mencegah korupsi oleh dirinya sendiri. Pengembangan sistem nilai dan sikap anti korupsi
tersebut perlu dilakukan melalui berbagai kampanye yang m emberikan ruang bagi masyarakat untuk
turut berpartisipasi dalam upaya pemberantasan korupsi. Salah satu kanal utamanya adalah melalui
pendidikan dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan Pemerintah, sw asta, masyarakat,
maupun pemangku kepentingan lainnya. Jejaring pendidikan antikorupsi dan perguruan tinggi
atau pusat kajian antikorupsi juga perlu dikembangkan seiring dengan perkuatan sanksi sosial.
Gerakan sosial anti korupsi perlu diintegrasikan dengan nilai-nilai anti korupsi dalam sistem budaya
lokal. Dengan demikian, selain tercipta pemahaman terhadap perilaku-perilaku koruptif, pembangunan
karakter bangsa yang berintegritas dan anti korupsi diharapkan juga akan memperkuat gerakan anti
korupsi beserta sanksi sosialnya
(6) Strategi 6: M eningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya
pemberantasan korupsi

11

Dengan telah meratifikasi UNCAC, Pem erintah Indonesia terikat dalam melaksanakan ketentuan
sekaligus melaporkan capaian-capaiannya. Artinya, Indonesia sebagai Negara Peserta negara yang telah
menandatangani dan meratifikasi UNCAC—w ajib menyediakan dan memublikasikan informasi
mengenai apapun program yang telah, tengah, dan akan dilaksanakan, berikut rencana dan praktiknya
secara periodic dalam upaya pemberantasan korupsi. M ekanisme pelaporannya dapat dilakukan secara
berjenjang dengan perkuatan sistem pelaporan internal para pihak terkait selaku pelaksana ketentuan
UNCAC—dilaporkan dalam Konferensi Negara-Negara Peserta (Conference of t he St at es Part ies, CoSP).
Sayangnya, hingga kini, belum ada suatu mekanisme internal yang memudahkan tiap-tiap institusi
pemerintah dan lembaga terkait dalam menyampaikan informasi (int ernal informat ion gat hering
mechanism ) m enyangkut pelaksanaan ketentuan UNCAC di Indonesia. Selain itu, informasi mengenai

upaya-upaya PPK secara luas juga diperlukan oleh masyarakat luas yang kian hari perhatiannya kian
tinggi terhadap PPK. Saat ini, belum banyak informasi yang dipublikasikan dan digunakan untuk
mendukung partisipasi masyarakat dalam PPK. Agar kelancaran proses internalisasi dan pengaliran
laporannya tetap berjalan, perlu dipastikan dengan menunjuk penanggung jawab (Pj) bidang
pelaporan. Pj tersebut berkew ajiban untuk: (1) memastikan para pihak secara rutin melaporkan
kegiatan terkait pelaksanaan ketentuan UNCAC; (2) mengonsolidasikannya ke dalam laporan
pelaksanaan PPK dan ketentuan UNCAC; serta (3) memublikasikannya ke berbagai media, termasuk
w ebportal PPK, guna mempermudah pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran
kinerja PPK nasional.
c.

Pencegahan Korusi berdasarkan Nilai Agama akhlakul karimah (Akhlakul Karimah Religion’s Value)

Dari penjelasan strategi nasional pemerintah dalam pencegahan dan pemberantas korupsi di atas
masih banyaknya kendala, terutama dalam strategi pencegahan korupsi kiranya juga perlu didukung oleh
pedekatan alternatif, dalam tulisan ini mengangkat pentingnya peran agama dalam memainkan fungsinya
untuk menjadi pedoman dalam pencegahan korupsi melalui penerapan nilai agama, yakni akhlakul karimah.
Istilah akhlak adalah istilah bahasa arab. Kata ini merupakan kata jamak dari bentuk tunggal khuluk, yang
pengertian umumnya perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Jika diurai secara bahasa berasal
dari huruf kha-la-qa, jika digabung (khalaqa) berarti menciptakan. Ini mnegingatkan kita pada kata Al-Khaliq
yaitu Allah SWT dan kata mahluk yaitu seluruh alam yang diciptakan. M aka kata akhlak tidak bisa dipisahkan
dari Al-Khaliq (Allah) dan mahluk (hamba). Akhlak berarti perilaku yang muatannya “ menghubungkan”
4

antara hamba dengan Allah SWT, Sang Khaliq .
4

Wahid Ahm adi, Risalah Akhlak, Panduan Perilaku M uslim M odern . Solo: Era M edia. 2004. Hlm 13

12

Definisi Akhlak menurut Imam Al Ghazali sebagai berikut: “ Khuluq adalah kondisi jiwa yang t elah
t ert anam kuat , yang darinya lahir amal secara mudah t anpa membut uhkan pemikiran dan pert imbangan” .

Definisi ini menggambarkan akhlak secara umum. Untuk menjadi akhlak islami maka harus memenuhi dua
syarat yakni dilakukan karena Allah dan Tidak bertentangan dengan ajaran Allah. Sebuah akhlak yang islami
berarti juga perilaku yang didorong oleh iman dan keluar dari jiw a seorang mukmin. Dengan kata lain,
sebuah akhlak islami harus memenuhi syarat -syarat sebagai berikut:
(1) Kondisi jiw a yang tertanam kuat
Berkaitan dengan nilai-nilai atau prinsip yang telah secara kukuh tertanam dalam jiw a seseorang. Jika
pelakunya seorang muslim maka nilai-nilai yang tertanam adalah islam, yang berasaskan keimanan dan
ketakw aan kepada Allah SWT.
(2) M elahirkan sikap amal
M endorong seseorang untuk berperilaku terpuji atau amal tersebut dilandasi motivasi keimanan kepada
Allah SWT, sebagai fitrah hati nurani manusia yang menyukai amal yang baik.
(3) Tanpa butuh pertimbangan dan pemikiran
Perilaku terpuji dilakukan tanpa harus diperintah atau dituntun karena merupakan aktualisasi sikap batin
seseorang, juga tidak mempertimbangkan respon dan tidak mengharap pujian orang lain, kaena sudah
menjadi karakter maka jika w alaupun tidak direspon positif oleh orang lain maka akan tetap dilakukan
karena hanya mengharap ridha Allah SWT.
Dalam khazanah perbendaharaan bahasa Indonesia kata yang setara maknanya dengan akhlak adalah
moral dan etika. Kata-kata ini sering disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama atau sopan
5

santun . Pada dasarnya secara konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian serupa, yakni samasama membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai baik dan buruk. Akan
tetapi dalam aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai acuan untuk mengkaji sistem nilai,
6

sedang moral bersifat praktis sebagai tolok ukur untuk menilai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang ,
Etika memandang perilaku secara universal, sedang moral secara memandangnya secara lokal.
Dalam istilah islam , kata yang menunjuk perilaku atau sikap fisik seseorang. Yang paling masyhur
adalah “ akhlak” lalu ada pula “ adab” , Sebagian ulama ketika berbicara tentang perilaku islam,
menggabungkan akhlak dengan adab, M uhammad Abdullah Draz, dalam bukunya Al-Akhlak Fi Islam
menyatukan akhlak dengan adab sehingga dalam buku tersebut mengupas perilaku dan etika manusia, baik

5

Faisal Ismail. 1988. Paradigma Kebudayaan Islam . Yogyakarta: Titihan Ilahi Press. Hlm 178

6

M uka Sa’id. 1986. Etika M asyarakat Indonesia . Jakart a: Pradnya Param it a. Hlm 23-24.

13

kepada Allah SWT maupun sesama sebagai Etika Islami. (Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak, Panduan Perilaku
M uslim M odern. Solo: Era M edia. 2004. Hlm 17).

Sumber untuk menentukan akhlak dalam Islam, apakah termasuk akhlak yang baik atau akhlak yang
tercela, sebagaimana keseluruhan ajaran Islam lainnya adalah al-Quran dan Sunnah Nabi M uhammad Saw .
Baik dan buruk dalam akhlak Islam ukurannya adalah baik dan buruk menurut kedua sumber itu, bukan baik
dan buruk menurut ukuran manusia. Sebab jika ukurannya adalah manusia, maka baik dan buruk itu bisa
berbeda-beda. Seseorang mengatakan bahw a sesuatu itu baik, tetapi orang lain belum

tentu

menganggapnya baik. Begitu juga sebaliknya, seseorang menyebut sesuatu itu buruk, padahal yang lain bisa
7

saja menyebutnya baik .
Dalam al-Quran terdapat pokok pikiran yang bersifat dualisme berkenaan dengan nilai moral
manusia, yakni dualisme asasi bagi orang yang beriman dan bagi orang yang tidak beriman. Dalam hal ini
akhlak Islam (sistem etika Islam) merupakan struktur yang sangat sederhana, karena dengan ukuran
akhirnya, yakni keimanan, seseorang dapat dengan mudah menentukan yang manakah dari dua kelompok
8

sifat itu yang dimiliki oleh sebuah perbuatan atau oleh seseorang .
Dari beberapa literatur yang kami dapati, dengan ini kami sampaikan model akhlakul karimah sebagai
model pencegahan korupsi merupakan salah satu bagian dari nilai-nilai agama yang mungkin juga bisa
dikembangkan sebagai referensi dalam mendukung pencegahan korupsi, dalam model kami disetidaknya
terdapat 8 (delapan) indikatornya masing-masing sebagaimana gambar berikut.
Gambar 2: M odel Ahalakul Karimah (Etika Islami)

7

M arzuki, Prinsip Dasar Akhlak M ulia . Yogyakart a: Debut Wahana Press, 2009. Hlm 19.

8

Izut su, Toshihiko. Konsep-konsep Et ika Religius dalam Qur’an . Terjem ahan. oleh Agus Fahri Husein dkk. Yogyakart a:
Tiaw a Wacana. 1993. Hlm 128

14

Sesuai gambar di atas maka akhlak karimah atau perilaku terpuji atau etika islami meliputi hal-hal
sebagai berikut:
(1) Sidiq
Shidq atau sidiq, berasal dari kata shadaqa yang artinya benar, benar di sini bukanlah lawan kata dari
kata salah, tetapi law an dari kata dusta, sehingga lebih tepat dimaknai jujur atau kejujuran. Selain makna
jujur sidiq juga dapat dimaknai kesetiaan, seperti setia dengan janji dan setia dengan komitmen.
Seorang pegaw ai negeri atau pejabat ketika diangkat mengucapkan janji PNS atau sumpah jabatan
serta komitmen kampanye politiknya mengandung makna harus bersikap setia terhadap apa yang sudah
diucapkan dalam janji, sumpah, dan komitmen politiknya. Tindak pidana korupsi merupakan tindakan yang
dilandasi oleh suatu kecurangan yang dalam prosesnya pasti mengandung kebohongan, selain itu juga
merupakan sikap yang mencerminkan ketidaksetiaan dengan janji, sumpah jabatan dan komitmen politik
pada saat kampanye, dengan menerapkan nilai sidiq maka diharapkan seseorang akan mempunyai prinsip
yang kuat dalam hatinya untuk tidak akan terjerumus dalam ketidakjujuran dan ketidaksetiaan yang dapat
mendorongnya melakukan korupsi.
(2) Adil
Kata Adil berasal dari bahasa arab, yang berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Law an kata
adil adalah zalim yaitu meletakan sesuatu tidak pada tem patnya. Dari pengertian sederhana ini, maka sikap
adil seseorang dapat dikatakan sebagai yang tepat atau semestinya. Sikap adil sebenarnya tidak sulit
dipraktikkan karena sikap ini merupakan konsekuensi logis dari keberadaan peran masing-masing kita.
Untuk bertindak adil seseorang harus memiliki pengetahuan cukup ihw al siapa dirinya, apa hak dan
kew ajibannya. Setelah itu tinggal masalah subjektivitas setiap orang, artinya ada kalanya sesorang t au apa
yang harus dilakukan namun karena ada sesuatu yang menghalangi maka ia tidak lakukan.
Taruhlah seorang pejabat yang tau bahw a korupsi itu tidak dibenarkan agama dan merugukan orang
lain, namun karena ia memiliki mental hubbud dunya (cinta dunia) yang dalam segitiga fraud masuk sebagai
katagori pressure (tekanan) menjadi pendorong baginya untuk tetap berniat melakukan korupsi. Ada juga
pejabat yang tau bahw a dirinya telah berbuat banyak kesalahan dan tidak dapat mensejahterakan rakyat ,
juga terlibat kasus dugaan korupsi, namun dikarenakan mental hubbul jah (cinta kemasyhuran) telah
tertanam dalam dirinya, maka ia pertahankan terus kedudukannya tanpa rasa malu. Oleh karena itu sikap
adil hanya bisa ditunjukkan oleh mereka yang memiliki hati nurani yang bersih, dan ditunaikan dengan
ketaqw aan.
(3) Sabar

15

Kata shabr maknanya habs, yakni menahan. M aka kata sabar dimaknai sebagai usaha menahan diri
hal-hal yang tidak disukai dengan sepenuh kerelaan dan kepasrahan. M anusia membutuhkan kekuatan
untuk bisa bersabar, mengingat fitrah manusia memang diciptakan dengan karakter yang tergesa-gesa,
ingin mendapatkan sesuatu secara cepat dan instan. Banyak kew ajiban dan amanah yang harus ditunaikan
manusia, khususny orang beriman. Semua tugas itu menuntut kesungguhan dan keseriusan agar dapat
tertunaikan dengan baik atau larangan harus dijauhi.
M isalnya dalam bekerja seorang pegaw ai baw ahan yang digaji pas-pasan, dan dalam lingkungan
kerjanya ternyata pengendalian internalnya lemah, dalam kondisi ini jika ia tidak dapat bersabar dalam
melaksanakan amanahnya, didorong keinginan ingin cepat mendapatkan kekayaan maka akan terjebak
dalam kondisi yang dalam segitiga fraud masuk dalam opportunit y (kesempatan) sehingga akan
memanfaatkan kelemahan sistem untuk bertindak korup, memanipulasi laporan keuangan, karena nafsu
dan kesempatan tersebut di atas meskipun harus menipu maka yang lebih penting untuk cepat
menghasilkan kekayaan, hati nurani mulai tertutup, tidak mengenal halal-haram. Disinilah kesabaran
mendapatkan nilainyayang sangat angung sebagai “ alat pengerem” untuk melakukan korupsi w alaupun ada
kesempatan.
(4) Itsar
Sifat egois adalah manusiawi hal ini semata-mata memang dikarenakan nafsu yang dimiliki oleh setiap
manusia, yang tercermin dari sifat yang cenderung untuk lebih mementingkan diri sendiri daripada orang
lain. Islam telah menegaskan bahw a kehidupan dunia ini adalah saat -saat seorang hamba mengabdi kepada
Allah SWT. Hendaklah sesame manusia saling membantu untuk mew ujudkan tujuan ini. M aka sikap egois
atau mementingkan diri sendiri harus ditepiskan jauh-jauh, diganti dengan sikap kebersamaan dan
persudaraan. Dalam islam, jika sikap berkenan untuk memahami dan mengerti orang lain sudah dianggap
sebagai akhlak terpuji. Namun ada sikap yang memiliki tingkatan lebih tinggi dan banyak pahalanya, yaitu
sikap it sar yakni sikap mementingkan orang lain daripada diri sendiri.
Seorang hamba yang dapat memelihara sikap egoisnya untuk tidak selalu dituruti akan cenderung
memahami kedudukan orang lain sebelum bertindak, jika seseorang melakukan korupsi maka jelas akan
sangat bertentangan dengan sikap it sar , salah satu lingkup tindak pidana korupsi adalah penyalahgunaan
w ew enang jabatan demi mendapatkan keuntungan pribadi. M emang seorang pejabat dalam melaksanakan
tugasnya terkadang menemui kondisi conflict of int erest antara tanggungjaw ab tugas negara dengan
kepentingan pribadinya, sudah seharusnya kepentingan negara yang harus didahulukan daripada
kepentingan pribadi. M isalnya anggota DPR di Indonesia yang meminta kenaikan tunjangan luar biasa besar
(dana aspirasi), meminta anggaran untuk rehabiltasi rumah dinas atau kantor DPR yang sesungguhnya

16

masih layak, dengan tidak memperhatikan kondisi rakyat yang sedang terhimpit oleh tekanan ekonomi
yang kian sulit, hal ini mencerminkan sikap DPR yang jauh dari sikap It sar, sudah sepatutnya dalam
mempertimbangkan kebijakan para anggota DPR tidak egois mementingkan keinginan pribadi namun harus
lebih memperhatikan kondisi rakyat, sehingga kebijakannya seharusnya lebih pro rakyat.
Dalam konteks korupsi, faktor pendorong fraud atau korupsi yakni rasionalisasi yakni kedudukan
jabatan yang digunakan sebagai pembenaran untuk mendapatkan hak istimew a memperoleh fasilitas
khusus untuk diarahkan demi kepentingan pribadi, seabagi missal kadangkala kedudukan anggota DPR yang
strategis dalam pengganggaran dan legislasi seringkali memposisikan dirinya sebagai “ makelar proyek”
untuk memanfaatkan privilage pembahasan anggaran sebagai justifikasi fungsinya sebagai “ penghubung”
antara pengusaha dengan kepentingan partainya, sehingga diatur sebagaimana rupa agar proyek-proyek
pemerintah atau perusahaan besar asing dipegang oleh pengusaha-pengusaha yang masuk dalam lingkaran
kepentingan pribadi dan partainya, kita bisa melihat skandal mantan ketua DPR saudara SN dan pengusaha
RC yang menemui kepala PT. F untuk mendapatkan proyek tertentu.
(5) Rahmah (cinta)
Cinta dan kasih sayang, merupakan w atak dasar manusia, hal ini dikarenakan manusia adalah ciptaan
Allah SWT, Dzat yang M ahakasih dan M ahasayang (Ar-rahman dan Ar-rahim). M anusia sebagai Ciptaan
yang M ahasayang tentu memiliki w atak dasar penyayang pula, analoginya sifat pembuat biasanya tercermin
dari buatannya. M anusia yang nuraninya senantiasa terasah dengan baik, akan selalu menjunjung tinggi
cinta dan kasih sayang, sebaliknya jika ada orang yang memiliki karakter pembenci sesam e maka biasanya
orang tersebut tumbuh dalam salah asuhan atau salah pendidikan hingga hati nurani yang bersih ternodai
dan tertutup oleh haw a nafsu.
Cinta lahir dari hati yang bening dan jiw a yag bersih, sedangkan pemilik hati yang bening dan jiw a
yang bersih adalah orang yang beriman, akrab dengan amalan-amalan soleh, kebajikan dan akrab dengan
orang-orang yang berakhlak mulia, maka cinta terlahir bukan sebagai sesuatu yang terpisah dari perasaanperasaan lainnya. Cinta yang dimilki oleh orang beriman adalah buah dari ibadahnya ata ekspresi dari
keimanannya.
Refleksi cinta dan kasih sayang dalam sikap seorang hamba adalah tidak berbuat yang merugikan
orang lain, tidak mungkin orang yang mencintai akan menyakiti yang dicintainya atau merugikan yang
dicintainya. Dalam konteks cinta tanah air hal tersebut dapat pula diterapkan, sebagi misalnya abdi negara
yang bertugas mengemban misi negara akan selalu senantiasa mencintai pekerjaanya dengan tulus dan
tidak mudah tergiur dengan godaan-godaan yang dapat menodai tulusnya kecintaannya kepada pekerjaan
dan negaranya. Seorang pejabat yang mencintai negara dan pekerjaanya dengan tulus, tidak akan berkenan

17

menerima suap yang bisa diartikan jika ia menerima suap maka “ ketulusan cinta kepada negara” telah
terbeli oleh uang suap tersebut, dan juga pun telah menggadaikan “ ketulusan cintanya” pada pekerjaannya
kepada pemberi suap. Bahkan jika kita resapi makna suap dengan lebih dalam, dengan analogi “ cinta nafsu
semata” dan bukan “ cinta yang tulus“ maka jika pejabat tersebut yang bersedia dibayar oleh si penyuap
sama saja telah melacurkan jabat anya demi uang, sehingga kehormatan sebagai seorang pejabat telah
hilang, yang tersisa hanyalah kehinaan.
(6) Ihsan
Kata ihsan memiliki akar kata hasan yang berarti baik. Ihsan berarti berbuat sesuatu secara baik, tidak
asal berbuat. Ihsan berarti juga mengerjakan sesuatu dengan profesional dan berkualitas. Amal yang ihsan
menyentuh semua amal, baik amalan hati, lisan maupun amaln fisik. Orang yang senantiasa berpikir positif
(khusnuzon) maka dapat dikatakan telah berbuat ihsan dalam hati. Orang yang berbicaranya baik ,
bermanfaat, tidak berdusta maka dapat dikatakan berbuat ihsan dalam lisan. Sama halnya orang yang
perbuatannya senantiasa terpuji, berguna dan dirasakan bermanfaat bagi orang lain, maka dia telah berbuat
ihsan dalam tindakan. Amal yang ihsan adalah amal yang dikerjakan dengan kesadaran sepenuhnya, bahw a
Allah SWT menyaksikan dirinya. Jika kesadaran ini tertanam maka seseorang yang berbuat dan beramal
ibadah dalam arti luas senantiasa melaksanakannya dengan pelaksanaan yang baik dan tidak serampangan.
Ihsan tidak dapat dipisahkan dengan iman, ihsan merupakan prinsip-prinsip kausalitas amal yang menuntun
seseorang bertindak secara bertanggungjaw ab dan berkualtas.
Dalam lingkungan kerja yang sangat berisiko untuk terseret pengaruh untuk melakukan korupsi
“ korupsi berjamaah” , sikap ihsan sangat penting sekali untuk dimiliki oleh pegawai atau pejabat agar
mampu membentengi dirinya dari kuatnya arus pengaruh korupsi dari lingkungan. Sering kali kita temui
fakta bahw a betapapun seseorang memiliki dorongan dalam dirinya untuk menjauhi korupsi, meliputi
kesadaran dan atau semangat, namun lingkungan tidak mendukung, dan juga yang tak kalah kuat
mempengaruhi negatif, ada kalanya motivasi yang kuat tersebut lambat laun akan luntur, sekali lagi sikap
ihsan disini akan memperkuat motivasi antikorupsi tidak akan mudah luntur karena selalu merasa diaw asi
oleh Allah SWT.
Dapat dibayangkan jika sikap ihsan ini dimiliki oleh setiap pemimpin kita. Dalam iklim sosial politik
juga dapat dirasakan bersama. Anjuran, bahkan peraturan perundang-undangan larangan korupsi yang
ditetapkan pemerintah tidak cukup efektif untuk memberantas korupsi, namun sangat berbeda, jika ment al
para pemimpin lebih dahulu diubah untuk antikorupsi dibekali sikap ihsan, maka jajaran di baw ahnya tidak
perlu dihimbau lagi atau dilarang. M ereka serta merta akan berusaha melakukan hal serupa seperti yang
dicontohkan oleh atasan mereka.

18

(7) Karam
M anusia diciptakan dari tanah, maka salah satu kecenderungan manusia adalah cinta kepada hal-hal
yang berbau materi. Cinta pada pangkat, harta, dan kemasyhuran, adalah w atak-w atak dasar manusia yang
natural dan fitrah. Haw a nafsu manusia selalu saja mendorong untuk mencintai hal-hal yang bersifat materi.
Namun demikian Allah SWT juga melengkapi muatan materi ini dengan hal-hal yang bersifat non materi
dengan meniupkan ruh Allah pada janin manusia di kala dalam kandungan, dengan ruh ini maka manusia
juga memiliki kecenderungan pada hal-hal yang bersifat ruhani. Jika potensi ruhani tidak diraw at dengan
baik maka kecenderungan materialistiknya akan menonjol dan dominan, mengalahkan cintanya pada
ruhani.
Karam adalah bahasa arab artinya sifat yang mudah memberi, sedangkan orangnya disebut karim arti

lainnya adalah dermaw an. Sifat suka memberi atau berderma ini diw ujudkan oleh mereka yang berhasil
menepiskan kecenderungan kecintaan pada duniawinya.Dalam segitiga fraud faktor kecintaan dunia bisa
dalam bentuk uang atau aset perusahaan, dapat menjadi faktor pendorong yakni pressure (tekanan) dari
keinginan diri untuk memiliki harta tersebut w alaupun dengan jalan yang korup seperti penggelapan.
Seorang karyaw an, manajer atau pejabat yang mempunyai sifat karam mempunyai l