Fenomena Majlis Taklim di Perkotaan

FENOMENA MAJLIS TAKLIM

Tugas Kelompok
Dipresentasikan pada mata kuliah Isu-Isu Pendidikan Agama Islam
Dosen : Prof. Dr. Abuddin Nata, MA

Disusun oleh
Yudhi Fachrudin

2112011000010

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013

Pendahuluan
Sejak tahun 1980–an pertumbuhan lembaga – lembaga pendidikan Islam Luar
Sekolah yaitu pendidikan yang dikelola oleh masyarakat di luar jalur pendidikan sekolah –
tampak cukup pesat, terutama di kota – kota besar. Fenomena ini ditandai dengan munculnya

Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA), Taman Kanak–Kanak Al Qur’an (TKA), Madrasah
Diniyah, Majlis Ta’lim, dan bentuk – bentuk pengajian keagamaan lainnya.
Majlis Ta’lim sebagai salah satu bentuk pendidikan Islam yang bersifat Nonformal,
tampak memiliki kekhasan tersendiri. Majlis Ta’lim sebagai wadah pembentuk jiwa dan
kepribadian yang agamis yang berfungsi sebagai stabilisator dalam seluruh gerak aktivitas
kehidupan umat Islam Indonesia, maka sudah selayaknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa
Islami mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat, sehingga tercipta insan-insan yang
memiliki keseimbangan antara potensi intelektual dan mental spiritual dalam upaya
menghadapi perubahan zaman yang semakin global dan maju.
Makalah ini membahas tentang majlis taklim dimulai dengan pengertian, fungsi dan
kedudukannya, dasar hukum dalam undang-undang system pendidikan nasional, macammacam majlis taklim, serta sekilas membahas fenomena majlis taklim di Jakarta dengan
menganalisis fenomena gerakan masjid kampus, hijaber, sampai pengajian yang dipimpin
oleh para habib di Jakarta.

Pembahasan
A. Pengertian Majlis Taklim
Dari segi etimologis perkataan “Majelis Taklim” berasal dari bahasa Arab, yang terdiri
atas dua kata, yaitu majelis dan taklim. Majelis artinya tempat duduk, tempat sidang, dewan,
dan taklim diartikan pengajaran. Dengan demikian, secara bahasa “Majelis Taklim” adalah
tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam.1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian majlis adalah Lembaga ( Organisasi)
sebagai wadah pengajian dan kata Majlis dalam kalangan ulama’ adalah lembaga masyarakat
nonpemerintah yang terdiri atas para ulama’ Islam.2
Adapun pengertian majelis taklim menurut istilah, sebagaimana yang dirumuskan pada
musyawarah Mejelis Taklim se-DKI Jakarta tahun 1980 adalah: lembaga pendidikan nonformal Islam yang memiliki kurikulum sendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur,
dan diikuti oleh jamaah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan
mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah swt, antara
manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan lingkungannya, dalam rangka
membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.3
Ciri khas Majelis Taklim yang membedakan dengan yang lain, yaitu:
1. Sebagai lembaga non formal maka kegiatannya dilaksanakan dilembaga-lembaga
khusus masjid, mushola, atau rumah-rumah anggota bahkan sampai ke hotel-hotel
2. Tidak ada aturan kelembagaan yang ketat sehingga sifatnya suka rela. Tidak ada
kurikulum, yang materinya adalah segala aspek ajaran agama.
3. Bertujuan mengkaji , mendalami dan mengamalkan ajaran Islam disamping berusaha
menyebarluaskan.

1

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Grafiti Press, 1990). Ke- 14, h.


202
2

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa , (Jakarta:

PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet. Ke-4, hal. 859
3

Ensiklopedia Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2010), Hal.120, lihat juga Nurul Huda, dkk.,

Pedoman Majelis Taklim (Jakarta: Proyek Penerangan Bimbingan dan Dakwah/Khutbah Agama Islam Pusat,

1984).

4. Antara ustadz pemberi materi dengan jamaah sebagai penerima materi berkomonikasi
secara langsung.4
Ciri khas lainnya majlis taklim merupakan kekhasan dari Majlis Ta’lim adalah tidak
terikat pada faham dan


organisasi keagamaan

yang sudah tumbuh dan berkembang.

Sehingga menyerupai kumpulan pengajian yang diselenggarakan atas dasar kebutuhan untuk
memahami Islam disela – sela kesibukan bekerja dan bentuk – bentuk aktivitas lainnya atau
sebagai pengisi waktu bagi Ibu – ibu rumah tangga.
Jadi Majelis Taklim adalah suatu komunitas muslim yang secara khusus
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran tentang agama Islam. Bertujuan untuk
membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan
Allah swt, antara manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan lingkungannya,
dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.

B. Fungsi dan Kedudukan Majlis Ta’lim sebagai berikut :
1. Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang
bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Sebagai taman rekreasi rohaniyah karena penyelenggaraanya bersifat santai
3. Sebagai ajang berlangsungnya silaturrohnmi masa yang dapat menghidupsuburkan
da’wah dan ukhuwah Islamiyah
4. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama’ dan umara’ dengan umat

5. Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan
bangsa pada umumnya.5
Peranan secara fungsional majelis taílim adalah mengokohkan landasan hidup
manusia muslim Indonesia pada khususnyadi bidang mental spiritual keagamaan Islam
dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya secara integral, lahiriah dan batiniahnya,
duniawi dan ukhrawiah persamaan (simultan), sesuai tuntunan ajaran agama Islam yaitu

4

Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia , Bandung, 1996, hal. 240

5

Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia , (Bandung: Pustaka Setia, 2006),

Cet. 1, hal. 134

iman dan taqwa yang melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya.
Fungsi demikian sejalan dengan pembangunan nasional kita”.6
Kedudukan majlis taklim di tengah masyarakat muslim Indonesia, antara lain; (1)

sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka
membentuk masyarakat bertakwa kepada Allah SWT; (2) taman rekreasi rohaniah, (3) wadah
silaturahim yang menghidupsuburkan syiar Islam, (4) media penyampaian gagasan-gagasan
yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.7
Arti penting keberadaan Majlis Ta’lim sebagai salah satu jawaban bagi kebutuhan
warga masyarakat terhadap aspek pemantapan ilmu agama dan pencerahan jiwa yang
dipancarkan melalui pengajaran nilai-nilai ajaran Islam. Kelenturan aspek manajemen
keorganisasian yang dimiliki oleh Majlis Ta’lim sebagai lembaga pendidikan non-formal
membuat kehadiran Majlis Ta’lim terasa membumi dalam hampir semua elemen masyarakat.
Majlis Ta’lim menjadi wadah pemersatu masyarakat di mana semua kalangan melebur tanpa
sekat-sekat kelas sosial yang memisahkan kebersamaan mereka.8
C. Dasar Hukum Majelis Taklim
Majelis

taklim

merupakan

lembaga


pendidikan

diniyah

non-formal

yang

keberadaannya di akui dan diatur dalam :
1. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional.
2. Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tantang standar nasional pendidikan.
3. Peraturan

pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan

pendidikan keagamaan.
4. Keputusan MA nomor 3 tahun 2006 tentang strutur departement agama tahun 2006.

D. Macam-macam Majlis Taklim
6


H. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. Ke-3, hal 120

7

Ensiklopedia Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2010), Hal.120

8

Solihah, Majlis Ta’lim: Antara Eksistensi Dan Harapan,sumber

http://solihah1505.wordpress.com/2011/04/06/majlis-ta%E2%80%99lim-antara-eksistensi-dan-harapan/,
diakses pada 5 Desember 2013

Majelis Taklim dapat dibedakan dari segi lingkungan, kelompok sosial, dasar
pengikat peserta, metode penyajian, dan tipe kepengurusannya.
a. Ditinjau dari lingkungan jama’ahnya terdapat macam-macam tingkat, diantaranya :
1. Majelis taklim pinggiran. Pinggiran disina bukan brarti pinggiran kota, akan tetapi
menunjukan pemukiman lain yang umumnya di diami oleh masyarakat ekonomi
lemah sebagian besar menunjukan unsur Jakarta asli.

2. Majelis taklim gedongan. Terdapat di daerah elite lama dan baru dimana
penduduknya dianggap kaya dan terpelajar.
3. Majelis taklim kantoran. Diselenggarakan oleh karyawan suatu kantor atau
perusahaan yang mempunyai ikatan yang sangat erat dengan kebijaksanaan
kantornya.
4. Majelis taklim usroh, jama’ahnya remaja dengan aliran politik atau agama tertentu.
b. Ditinjau dari kelompok social jama’ahnya terdapat beberapa jenis majelis taklim sebagai
barikut :
1. Majlis taklim kaum bapak
2. Majlis taklim kaum ibu
3. Majlis taklim remaja
4. Majlis taklim campuran.
c. Ditinjau dari dasar jama’ahnya, majelis taklim dapat dibadakan menjadi beberapa bagian,
yaitu :
1. Majelis taklim yang diselenggarakan oleh masjid atau mushola tertentu, yang
pesertanya dari orang-orang yang berada disekitar masjid atau mushola yang
bersangkutan.
2. Majelis taklim yang diselenggarakan oleh kantor atau instansi tertentu, yang
pesertanya terdiri dari pegawai, karyawan beserta keluarganya.


3. Majelis taklim yang diselenggarakan oleh RW atau RT tertentu, yang pesertanya
terdiri dari warga RW atau RT itu.9
d. Ditinjau dari metode pengajiannya terhadap majelis taklim :
1. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode ceramah, metode ini
dilaksanakan dengan dua cara, yaitu : ceramah umum, pengajar bertindak aktif
dengan memberikan pelajaran, sedangkan paserta pasif yaitu tinggal mendengarkan
atau menerima materi yang disampaikan atau diceramahkan atau yang biasa kita sebut
dengan jiping (pengajian kuping). Dan ceraham khusus, yaitu pengajar dan jamaah
sama-sama aktif dalam bentuk diskusi;
2. Metode halaqah, yaitu pengajar membaca kitab tertentu, sementara jamaah
mendengarkan;
3. Metode campuran, yakni melaksanakan berbagai metode sesuai dengan kebutuhan.
e. Materi yang dipelajari dalam majelis taklim mencakup; pembacaan Al-Qur’an serta
tajwidnya, tafsir bersama ‘ulum Al-Qur’an, hadis dan mutalaah-nya, fikih dan usul fikih,
tauhid, akhlaq, ditambah lagi dengan materi-materi yang dibutuhkan para jamaah
misalnya masalah penanggulangan kenakalan anak, masalah undang-undang perkawinan,
dan lain-lain. 10

E. Fenomena Majlis Taklim di Jakarta
Moeflich Hasbullah menggambarkantahun 1980-an terjadi gerakan massal kembali pada

semangat agama di Indonesia melalui bangkitnya gerakan Masjid Kampus. Gerakan masjid
kampus sebagai embrio bagi proses kebangkitan Islam Indonesia pada periode berikutnya.
Menurutnya gerakan masjid kampus bermula dari Masjid Salman ITB di Bandung,
gerakannya merebak ke masjid kampus lainnya terutama di Jawa. Gerakan masjid ini
bermetamorfosis menjadi mosque network yang menjadi basis atas beberapa perkembangan
penting Islam Indonesia, mulai munculnya fenomena kerudung (jilbab) di kalangan kelas

9

Husin, Manajemen Majlis Taklim,

http://uchinfamiliar.blogspot.com/search/label/Manajemen%20Majlis%20Taklim, diakses pada 5 Desember
2013
10

Ensiklopedia Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2010), Hal.121-122

elite, pembentukan kelas menengah muslim, terbentuknya ICMI, dan terakhir, munculnya
sebuah partai politik yaitu Partai Keadilan Sejahtera.11
Aktivitis Masjid Salman membuat program-program yang memenuhi kebutuhan
keagamaan di setiap level dari anak-anak dibuat program PAS (Pembinaan Anak-Anak
Salman), remaja dan pemudah serta mahasiswakhususnya yang aktif dalam kegiatan masjid
dibentuk organisasi Keluarga Remaja Islam Salman (Karisma) dengan menyelenggarakan
program Studi Islam Intensif (SII), selain itu juga dibuat program mentoring bagi remaja,
diselenggarakan setiap Minggu pagi, pada program ibu-ibu, Masjid Salman menyediakan
program Kursus Kesejahteraan Rumah Tangga (KKR). Program yang sukses lainnya,
program Latihan Mujahid Dakwah (LMD), sebagai program kaderisasi untuk memperluas
dakwah Islam di kampus-kampus dan jaringan antarmahasiswa Islam secara luas.12Upaya
yang diusahakan Masjid Salman mendapatkan hasil yang memuaskan. IndonesiaTahun 1980an menyaksikan sebuah kebangkitan Islam di kalangan para mahasiswa dengan masjid
kampus sebagai basisnya. 13
Intensifikasi keberagamaan kaum terpelajar ini diperkuat oleh semangat kebangkitan
Islam dalam skala global yang secara signifikan memperkuat citra dan identitas umat Islam di
seluruh dunia. Atas fenomena di dunia Islam ini, John L. Esposito (1992) menyebutnya
sebagai Islamic threat (Ancaman Islam) dan Huntington (1996) menesiskan akan terjadi
clash of civilizations antara bangsa dan komunitas kebudayaan. Munculnya anggapananggapan ini sebagai tanda ketakutan Barat akan kebangkitan Umat Islam. 14
Esposito melihat bukti-bukti kebangkitan keagamaan Islam level individual terlihat
dengan meningkaatnya jumlah kehadiran dalam upacara-upacara keagamaan (di masjid,
ceramah, shalat berjamaah, dan puasa Ramadhan), dakwah melalui publikasi dan program
keagamaan, terutama melalui busana muslim dan nilai-nilai, revitalisasi sufisme, dan
11

Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), cet.1,

hal.55-56
12

Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, hal.57

13

Masjid-masjid kampus, seperti Masjid Shalahuddin di UGM Yogyakarta, Masjid Manarul Ilmi di ITS

Surabaya, Masjid Raden Fatah di Unibraw Malang, Masjid Abu Dzar Al-Ghifary di IPB, dan Masjid Arif
Rahman Hakim di UI, masing-masing memiliki LDK (Lembaga Dakwah Kampus), lihat Moeflich Hasbullah,
Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, hal.59
14

Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, hal.61

sebagainya. Dalam skala luas kehidupan publik, yaitu dengan meningkatnya orientasi
keislaman dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pemerintahan, organisasi, hukum,
perbankan, sektor pelayanan publik, dan institusi pendidikan.15

Moeflich menegaskan melalui jaringan masjid kampus, busana muslimah menyebar dan
meluaskan ekspresinya ke berbagai lapisan masyarakat, termasuk tahun 1990-an menjadi
fenomena kebangkitan Islam. Busana muslimah hadir sebagai sebuah teks sejarah baru,
sebuah simbol dari kehadiaran sebuah kelas masyarakat baru, yaitu kelas menengah muslim
yang mengekspresikan kehadirannya melalui identitas busana.
Panggung sejarah Indonesia modern menyiratkan gagalnya sekularisasi dan kebangkitan
agama di Indonesia.Fenomena kebangkitan agama di kalangan masyarakat urban, yang
mewujudkan dalam berbagai bentuk dan kelompok gerakan Islam, dari kelompok sempalan,
gerakan masjid kampus, revolusi busana muslimah hingga islamisasi birokrasi dan kelompok
elite menegaskan hal ini.
Tumbuhnya ketertarikan yang tinggi di kalangan masyarakat Islam perkotaan dengan
meriahnya diskusi, seminar, dan kajian-kajian keislamantidak hanya di lingkungan kampus,
tetapi juga menyebar ke berbagai komunitas sosial, menembus sekat-sekat organisasi, dan
dinding-dinding partai politik. Tren gerakan Islam modern menemukan momentumnya
dengan bertemu satu lapisan masyarakat yang baru mengalami kemakmuran secara ekonomi,
yaitu kelompok kelas menengah. Di sisi lain, secara individual, mereka mengalami
keterputusan spiritual dengan basis-basis religiusitasnya di pedesaan tempat asal mereka.
Mereka mengalami kegersangan spiritual di tengah-tengah wilayah perkotaan yang sekuler
dan kapitalistik. Menariknya lapisan masyarakat ini mengambil peneguhan identitas
keagamaan di perkotaan dalam lingkungan simbolik baru sebagai basis pembentukan
organisasi Ikatan Cendekiawan Muslimse-Indonesia (ICMI) tahun 1990.16
Berkembangnya kesadaran Islam ditandai oleh maraknya pengajian-pengajian elite yang
diselenggarakan di lingkungan bisnis, hotel berbintang, kantor pemerintah, lapisan kelas
menengah, organisasi profesional, kelompok artis-selebritis, lingkungan kesarjanaan, dan
sebagainya.

15

Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, hal.62

16

Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, hal.67

Fenomena menarik lainnya, dengan berkembangnya majelis taklim yang dipimpin para
habib di Jakarta memang berhasil menarik simpati warga pinggiran kota. Kopiah putih, gamis
yang dibalut jaket hitam dengan sulaman benang emas di punggung bertuliskan Majelis
Rasulullah, serta sorban dan bendera, seolah menjadi identitas tetap bagi jamaah pengajian
majelis itu. Pengajian Majelis Rasulullah (MR) yang diasuh Habib Mundzir bin Fuad
Almusawa. Fenomena lainnya, Majelis Shalawat dan Zikir Nurul Musthofa (NM) yang
dipimpin Habib Hasan bin Jafar Assegaf. Dua pengajian itu diklaim memiliki jamaah terbesar
nomor wahid di Ibu Kota. MR mengklaim memiliki 50 ribu jamaah, NM mengaku menggaet
20 ribu orang. 17
Menariknya peserta pengajian kebanyakan anak-anak muda. Seolah menguatkan
pandangan orang-orang di perkotaan khususnya anak muda mengalami kekeringan nilai-nilai
spiritual. Julia Day Howell dan tokoh lainnya yang berbicara urban priority. Mereka
berbicara bahwa masyarakat perkotaan dengan tingkat individualistik tinggi, alienasi
masyarakat terhadap hal-hal lebih luhur menyebabkan kekeringan dan dahaga luar
biasa.Ismail F. Alatas, Dosen Universitas Indonesia menambahkan bahwa praktek-praktek
keagamaan di kota yang manampakkan aspek rasional dari agama. Sehingga aspek emosional
dan eksperiensial hilang. Sedangkan majelis-majelis MR dan NM ini justru mengedepankan
aspek eksperiensial dan emosional. Mereka hadrah, membaca maulid nabi, bershalawat
bersama, memakai gendang, membuat orang mendapatkan pengalaman spiritual yang tidak
didapatkan dalam instruksi keberagamaan yang kering.
Pengajian sebagai ruang bagi anak-anak muda ini bisa mengeksperesikan emosinya. Anak
muda bisa bershalawat atau sekadar konvoi di jalan-jalan.Kedua majelis (Nurul Musthofa dan
Majelis Rasulullah) ini memberi kekuatan eksistensi.
Fenomena keagaaman masyarakat Jakarta sampai kapanpun tidak bisa dilepaskan dari
peran agamawannya. Sebelum dikenal sebagai Betawi, masyarakat Jakarta sebelumnya juga
disebut kaum Selam(orang Islam), dan memang mereka sangat akrab dengan agama Islam.
pangeran Jayakarta dan pengikutnya di Masjid Kampung Pulo Kecil Jakarta Timur,
diperkirakan pangeran Jayakarta hidup di abad ke 16. Situs lainnya adalah makam ulama
tertua jakarta yaitu al-Habib Ahmad al-Idrus di Kramat Kampung Bandan yang bertuliskan
abad ke 18, walau demikian fenomena keagamaan masyarakat Jakarta banyak dilihat sebagai
17

Ismail F. Alatas, Majelis wadah eksistensi warga pinggiran, koranmerdeka.com, diakses pada 5 Desember

2013

sesuatu yang unik, seperti Buya Hamka yang menyebutnya sebagai bentuk keislamaan yang
berbeda dengan masyarakat muslim pada umumnya, bahka sumber Belanda menuliskan
bahwa masyarakat muslim Jakarta terlihat ta’at beribadah ketimbang masyarakat muslim di
daerah lain.
Majlis taklim berkembang luas di kalangan masyarakat muslim, khsususnya di DKI
Jakarta dan sebagian daerah Jawa Barat. Hasil pendataan pada tahun 1980, di daerah Jakarta
terdapat 2.899 buah majlis taklim. Tentu di tahun sekarang jumlahnya lebih besar lagi.
Fenomena keagamaan mereka begitu terasa seperti saat ini bisa dilihat dari keramaian
saat majlis-majlis ta’lim. Majlis ta’lim adalah budaya warisan para ulama dan habaib
terdahulu yang hidup sampai saat ini, perkembangan majlis ta’lim yang kemudian menjadi
penyebab berkembangnya pemahaman agama Islam mereka.
Para Habib-bentuk tunggal Habaib- sangat berperan dalam penyebaran agama Islam di
Jakarta, peran dan jejak mereka yang hingga kini meninggalkan banyak sekali kebiasaan serta
tradisi,

di

antaranya

tradisi

mauled,

yasinan,

tahlilan,

ratiban,dan

manaqiban.

Majlis ta’lim di Jakarta bukan hanya sebagai pusat da’wah, melainkan juga sebagai media
interaksi dan silaturrahmi muslim kota dan muslim desa.18
Kegiatan dakwah umumnya dilakukan hanya dengan seruan yang terdengar dari balik
mimbar-mimbar, sementara kehidupan dan realitas sosial yang ada membutuhkan solusi
nyata bagi problematika kehidupan yang semakin menghimpit karena belum terciptanya
keadilan di seluruh segi kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat baik di kota, tidak
ketinggalan mereka yang di desa kini, cenderung sangat dekat dengan pengaruh modernitas
yang kerap memberi efek negatif ketika terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan jasmani
dan rohani. Jika pola da’wah yang miskin dengan inovasi tersebut masih saja dipertahankan
tanpa pembenahan yang berarti, maka pola dan mekanisme da’wah yang verbalistik seperti
itu hanya akan mengantarkan umat Islam pada kondisi yang semakin terpuruk dan tidak akan
mampu bersaing dengan kemajuan zaman.19
18

Djauharul, Ulama Jakarta dan Fenomena Keagamaan Masyarakat

Betawi,http://djauharul28.wordpress.com/2009/09/30/ulama-jakarta-dan-fenomena-keagamaan-masyarakat-

betawi/, diakses pada 6 Desember 2013
19

Solihah, Majlis Ta’lim: Antara Eksistensi Dan Harapan, sumber

http://solihah1505.wordpress.com/2011/04/06/majlis-ta%E2%80%99lim-antara-eksistensi-dan-harapan/,
diakses pada 5 Desember 2013

Fenomena kebangkitan agama abad modern ini memunculkan pertanyaan-pertanyaan
sosiologis yang menarik dijawab, yaitu mengapa kesadaran beragama muncul dan menguat
dalam masyarakat urban yang sedang mengalami modernisasi?. Dengan asumsi bukankah
modernisasi melahirkan rasionalisasi dan rasionalisasi keyakinan dan kepatuhan pada agama.
Moeflich menawarkan tesis yang menyatakan kegagalan sekularisasi di Indonesia dengan
kebangkitan agama di masyarakat urban yang disebabkan tiga hal yang berkaitan.
Pertama, tuntutan reformasi internal ajaran Islam yang berfungsi sebagai benteng
pertahanan diri (self-defence mechanism).
Islam memiliki ajaran dan mekanisme tuntutan reformasi dalam dirinya pada setiap
periode tertentu. Tuntutan reformasi ini menguat ketika Islam mengalami kemunduran atau
bertemu dengan tantangan luar, seperti perubahan sosial yang cepat dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Bentuk-bentuk reformasi internal ini adalah purifikasi Islam,
perlawanan atas kemapanan agama, dan idealisasi sistem Islam.
Kedua, penolakan (negasi) pengaruh budaya Barat
Fenomena kebangkitan agama dalam masyarakat muslim didukung oleh keingan kuat
untuk mengenyahkan pengaruh budaya Barat dari masyarakat Islam. Ideologi dan budaya
barat seperti kapitalisme, liberalism, sekularisme, dan kebebasan sangat mempengaruhi pola
perilaku dan pola piker kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai ini telah menjauhkan umat islam
dari nilai-nilai kehidupan agama yang mengakibatkan meluasnya krisis social, maraknya
kejahatan, sadism, dekadensi moral, kebebasan, pornografi dan sebagainya.
Pada masa ini timbul kesadaran bahwa Islam lebih unggul dan lebih baik daripada segala
bentuk pemikiran manusia dan system keduniaan. Islam tidak semata system keimanan dan
ritual peribadatan, melaikan sebuah ajaran lengkap tentang hukum, ekonomi, politik, dan
peradaban. Dengan menjadikan semangat dan contoh Revolusi Islam Iran pada tahun 1979.
Penolakan system merupakan kekuatan lain yang menunjukkan gagalnya sekularisasi di
dunia Islam.20
Ketiga, dampak balik modernisasi
Proses modernisasi telah mengakibatkan ledakan urbanisasi yang tidak terkendali. Hal ini
menyebabkan tumpleknya komunalitas-komunalitas di wilayah perkotaan dan memproduksi
dampak social, budaya, dan psikologisnya tersendiri. Turner dan Smith menyebutkan dampak
20

Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, hal.77

modernisasi yang menyebabkan terjadinya diferensiasi dalam berbagai bidang kehidupan
manusia.
Modernisasi telah menyebabkan merosotnya agama dengan sekularisasi dalam ruang
kehidupan manusia. Namun menurut Peter L. Berger modernisasi telah berdampak
sekularisasi yang luas dalam berbagai tempat, tetapi pada saat yang sama, modernisasi telah
membangkitkan powerful movements of counter-secularization.

Menurutnya sekularisasi

pada level masyarakat tidak berimbas pada level kesadaran individu. Kesadaran religious
pada level individu ketika kelompok dan merajut menjadi ekspresi massal berubah menjadi
gerakan perlawanan dan religious encounter terhadap sekularisasi. 21
Pada masyarakat modern, religiusitas tidak terancam oleh proses modernisasi dan
industrialisasi bahkan sebaliknya, religiusitas mendapatkan dasar dan penguatannya. Dalam
konteks Indonesia, masyarakat memilih daripada menyekulerkan masyarakat, modernisasi di
Indonesia justru memperkuat kecenderungan beragama seperti ditunjukkan oleh kemunculan
banyaknya gerakan keagamaan di kota-kota Indonesia. Dengan semaraknya majlis-majlis
taklim dan penggunaan symbol-simbol agama di ruang publik.

21

Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, hal.79-80

Penutup
Majlis Taklim sebagai salah satu lembaga pendidikan non-formal yang bergerak
dalam bidang penyiaran agama Islam, kehadiran Majlis Ta’lim ditengah-tengah masyarakat
dapat diumpamakan ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Di mana kaum muslimin
tinggal, di sana pula kita dapati Majlis Ta’lim berdiri sebagai salah satu pilar penyampai syiar
Islam ke tengah-tengah kehidupan sosial mereka. Semaraknya majlis taklim di perkotaan
yang cenderung matrealis dan indivualis, menegaskan sedang tumbuh dan bergeraknya
kebangkitan umat Islam Indonesia.
Keberadaan Majlis Ta’lim dalam gerak dinamika sosial masyarakat muslim akan tetap
ada sejalan dengan perkembangan da’wah Islam. Untuk itu, guna dapat meningkatkan
perannya dalam memberdayakan para jama’ah yang umumnya merupakan umat Islam dalam
beragam kelas sosial dan tingkat penghidupannya, Majlis Ta’lim dituntut untuk terus dapat
meningkatkan kualitas dirinya agar dapat berperan lebih besar dalam menjembatani
kesenjangan yang terjadi antara kondisi nyata umat Islam dengan perkembangan dunia yang
semakin maju

Daftar Pustaka
Arifin, H. M, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. Ke-3.
Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Grafiti Press,
1990). Ke- 14.
Hasbullah, Moeflich, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia,
2012), cet.1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa ,
(Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet. Ke-4
Huda, Nurul, dkk., Pedoman Majelis Taklim (Jakarta: Proyek Penerangan Bimbingan dan
Dakwah/Khutbah Agama Islam Pusat, 1984).
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia , Bandung, 1996
Rukiati, Enung K dan Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia , (Bandung:
Pustaka Setia, 2006), Cet. 1
Solihah, Majlis Ta’lim: Antara Eksistensi Dan Harapan, sumber
http://solihah1505.wordpress.com/2011/04/06/majlis-ta%E2%80%99lim-antara-eksistensidan-harapan/, diakses pada 5 Desember 2013
Husin, Manajemen Majlis Taklim,
http://uchinfamiliar.blogspot.com/search/label/Manajemen%20Majlis%20Taklim, diakses
pada 5 Desember 2013
Djauharul, Ulama Jakarta dan Fenomena Keagamaan Masyarakat
Betawi,http://djauharul28.wordpress.com/2009/09/30/ulama-jakarta-dan-fenomena-

keagamaan-masyarakat-betawi/, diakses pada 6 Desember 2013
Alatas, Ismail F, Majelis wadah eksistensi warga pinggiran, koran merdeka.com, diakses
pada 5 Desember 2013