BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Etiologi Trauma Gigi - Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi Trauma Gigi

  Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga dapat diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Trauma gigi yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) merupakan kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal secara mekanis. Trauma gigi juga dapat diartikan sebagai kerusakan pada gigi dan struktur periradikular. Kerusakan ini dapat merusak pulpa, dengan atau tanpa menyebabkan kerusakan pada mahkota dan atau akar, atau pada kasus yang parah dapat menyebabkan perpindahan gigi.Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka trauma gigi anterior terjadi karena benturan dengan benda keras,yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-

  1,13 duanya.

  Penyebab trauma gigi dibagi menjadi dua kategori yaitu trauma yang disengaja (intentional trauma) dan trauma yang tidak disengaja (unintentional

  trauma ). Intentional trauma adalah trauma yang terjadi pada gigi dengan proses yang

  disengaja yaitu pada anak-anak yang mengalami kekerasan. Unintentional trauma adalah trauma yang terjadi pada gigi dengan proses yang tidak disengaja yaitu pada anak-anak yang sedang bermain, terjatuh, kecelakaan, dan pada saat sedang

  14,15

  berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan tidak langsung terjadi ketika benturan mengenai dagu dan menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar

  15 dan tiba-tiba. Usia dan aktivitas anak memiliki kaitan dengan terjadinya trauma gigi. Menurut Batra, Kovasc, dan Kumar menyebutkan bahwa terjatuh merupakan

  5,7,11

  penyebab terbesar terjadinya trauma gigi . Beberapa peneliti lain menyatakan olahraga merupakan kegiatan terbesar penyebab terjadinya TDI.Guedes menyebutkan bahwa TDI karena terjatuh lebih besar dibandingkan olahraga, kecelakaan lalu lintas, dan kekerasan.Keragaman hasil yang diperoleh dapat disebabkan karena perbedaan

  12,16 populasi, usia, jenis kelamin, iklim, status sosial, dan lingkungan. 8,10,14,16

  Tabel 1.Hasil penelitian etiologi TDI

  Etiologi Peneliti Ingle Patel Chopra Cornwell

  Terjatuh

  • 57% 43,86% 51,2% Olahraga 15,2% 8,28% 41,9% 23% Kecelakaan
  • 12,7% 5,83%
  • Berkelahi/ 6,3% 9,2% 3,4% kekerasaan

  5,1%

  • Tabrakan
  • Penyerangan 3,8% 5,21% - Mengg
  • benda keras

  7-9

  Trauma gigi paling sering terjadi di rumah dan di sekolah. Batra menyebutkan terjadinya TDI di rumah 38,72%, di sekolah 19%, di lapangan 19,65%, dan di jalanan 13,29%. Menurut Patel terjadinya TDI di rumah 43,87%, di sekolah 16,26%, di lapangan 16,26%, di jalanan 13,19%.Chopra menyebutkan terjadinya TDI

  7,8,12 di rumah 58,4%, di sekolah 20,8%, di jalanan 18,4%.

  Faktor predisposisi TDIadalah jarak overjet yang besar, penutupan bibir yang tidak adekuat, dan jenis kelamin.Hasil penelitian Batra et al dan Patel menyebutkan

  7,8

  anak yang memiliki overjet >5,5mm lebih banyak mengalami TDI. Hasil penelitian Kumarmenyebutkan dari 139 anak penderita TDI yang berusia 12-15 tahun 43 orang mempunyai overjet lebih dari 3 mm. Anak dengan overjet lebih dari 3,00 mm memiliki risiko 1,32 kali lebih banyak terkena TDI.Hasil penelitian lain menyebutkan trauma pada insisivus rahang atas lebih mudah terkena apabila overjet melebihi 3,50

  5,7,10

  mm. Frekuensi trauma gigi anak dengan overjet 3-6 mm dua kali lebih tinggi dan

  17 overjet >6 mm mempunyai risiko terkena trauma 3 kali lipat.

  Trauma gigi juga disebabkan karena faktor predisposisi lain seperti penutupan

  8,9

  bibir yang tidak sempurna. Anak dengan penutupan bibir yang tidak sempurna memiliki resiko TDI 1,59 kali. Hasil penelitian lain menyatakananak dengan penutupan bibir yang tidak sempurna berisiko 5,4 kali lebih banyak terkena

  5,10

  TDI. Hasil penelitian Kumar menyebutkan dari 139 anak penderita TDI yang

  5 memiliki penutupan bibir tidak sempurna 31 orang.

  Distribusi trauma gigi berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa insiden trauma gigi (TDI) pada anak laki-laki lebih besar dibandingkan dengan anak

  10 perempuan, baik pada periode gigi sulung, bercampur, ataupun permanen. 5-8,14,17

  Tabel 2. Hasil penelitian faktor predisposisi TDI

  Kalaskar Usia/JK Patel Batra Kumar Varghese Chopra

  Lk Pr Lk Pr Lk Pr lk pr lk Pr Lk Pr 12 145 53 596 560 - - - - - - - -

  • 183 143
  • 11-
  • 77 -

  12-15 62 -

  67 32 -

  • 1
  • 10-29

  60

  26 Guedes melaporkan pada anak usia 11-15 tahun, anak laki-laki lebih banyak mengalami TDI dibandingkan anak perempuan.Menurut Eva dan dan Hendrarlin insiden trauma gigi yang terjadi pada anak laki-laki dua kali lebih besar dibanding

  9,12

  dengan anak perempuan. Pada umumnya TDI sering terjadi pada gigi insisivus

  5,8,11,14 sentralis rahang atas.

  5,8,11,14 Tabel 3.Hasil penelitian elemen gigi yang terkena TDI

  Elemen gigi Kumar Patel Kovasc Chopra Insisivus 89,1% 83% 55,3% 81,4% sentralis RA

  • Insisivus 9,05% 28,0% 10,5% lateralis RA
  • Kaninus RA 0,2% 5,8% 1,2% Insisivus 10,9% 6,9% 4,3% 5,8% sentralis RB Insisivus - 1,2% 2,4% 1,2% lateralis RB
  • Kaninus RB 0% 1,0% 0% TDI biasanya hanya terjadi pada satu gigi, tetapi pada beberapa kejadian seperti trauma saat berolahraga, berkelahi, dan kecelakaan lalu lintas dapat

  18

  menyebabkan terjadi pada beberapa gigi. Hasil penelitian Patel menyebutkan bahwa elemen yang terkena TDI hanya satu gigi 86,1%, dua gigi 12,7%, dan tiga gigi 1,3%.Menurut Kovacsmenyebutkan bahwa elemen gigi yang terkena TDI hanya satu

  8,11 gigi 69,9%, dua gigi 28,3%, tiga gigi 1,7%, dan lebih dari tiga gigi 0,4%.

  Berdasarkan statistik dari berbagai negara menunjukkan bahwa sepertiga dari anak dibawah usia sekolah, seperempat dari seluruh anak usia sekolah dan sepertiga

  2

  dari orang dewasa pernah mengalami trauma gigi. Hasil penelitian oleh Ingle menyebutkan bahwa prevalensi TDI terjadi pada usia 11-13 tahun adalah

  10

  11,5%. Prevalensi TDI pada anak usia 12-15 tahun menurut penelitian Kumar adalah14,4%.Hasil penelitian oleh Batra menyebutkan bahwa prevalensi TDI pada

  5,7

  anak usia 12 tahun 14,97%. Penelitian oleh Kovacsmenyebutkan bahwasecara keseluruhan prevalensi TDI tertinggi untuk gigi permanen terjadi pada usia 11 -12

  11

  tahun. Menurut Guedes menyebutkan bahwa TDI terbesar pada anak usia 6-10 tahun

  

12

  lalu diikuti dengan anak usia 11-15 tahun. Menurut Kalaskarinsiden terjadinya TDI bertambah seiring bertambahnya usia, prevalensi insiden TDI terbesar adalah pada

  6 usia 12-15 tahun yaitu sebesar 32,8%.

  6 Tabel 4. Distribusi TDI berdasarkan usia dan jenis kelamin

  Usia (Tahun) Laki-laki (%) Perempuan (%) Total (%) 1-3 11 (5,7) 13 (6,5) 24 (12,1) 4-7 31 (15,6) 26 (13,1) 57 (28,7)

  8-11 43 (21,7) 9 (4,5) 52 (26,2) 12-15 60 (30,3) 5 (2,5) 65 (32,8)

2.2Klasifikasi Trauma Gigi Klasifikasi trauma gigi anterior perlu diketahui untuk menegakkan diagnosis.

  Dalam penelitian ini, klasifikasi yang dipakai adalah klasifikasi trauma gigi oleh

  

World Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification

of Disease to Dentistry and Stomatology yang meliputi kerusakan pada jaringan keras

  gigi dan pulpa, kerusakan jaringan periodontal, kerusakan pada tulang pendukung, serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut baik pada gigi sulung

  1,15,19 ataupun gigi permanen.

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

  a.Retak mahkota (enamel infraction) yaitu suatu fraktur yang tidak sempurnapada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal. b.Fraktur enamel (enamel fracture) yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel. c.Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel dan dentin tanpa melibatkan pulpa. d.Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) yaitu fraktur mengenai enamel, dentin, dan pulpa. e.Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture) yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan jaringan pulpa. f.Fraktur mahkota akar kompleks (complicated crown-root fracture) yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, sementum, dan melibatkan pulpa g.Fraktur akar (root fracture) yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa melibatkan enamel

  Gambar 1.Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa: A. Retak mahkota B. Fraktur enamelC. Fraktur email-dentin D. Fraktur mahkota kompleks E. Fraktur 15 mahkota akar F. Fraktur akar.

2.2.2 Kerusakan pada Jaringan Periodontal

  a.Konkusi(concussion) yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.

  b. Subluksasi(subluxation) yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

  c. Luksasi ekstrusi (extrusive luxation)yaitu keluarnya sebagian gigi dari soketnya, ekstrusi menyebabkan mahkota gigi elongasi. d. Luksasi lateral (lateral luxation) yaitu perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakkan gigi kearah labial, palatal, maupun lateral yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket gigi. e.Luksasi intrusi (instrusive luxation)yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar sehingga menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar.Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek. f.Avulsi (avulsion) yaitu lepasnya seluruh gigi ke luar dari soket.

  Gambar 2. Kerusakan pada jaringan periodontal: A.Konkusi B. Subluksasi C. Luksasi lateral 15 D.Luksasi ekstrusi E. Luksasi intrusi F. Avulsi

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Tulang Pendukung

  a.Kerusakan soket alveolar maksila dan mandibulamerupakan dampak dan kompresi dari soket alveolar pada rahang atas atau rahang bawah. Hal ini dapat juga dilihat pada intrusif dan luksasi lateral. b.Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibulaadalah fraktur tulang alveolar pada rahang atas atau rahang bawah yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.

  c. Fraktur prosesus alveolar maksila dan mandibulaadalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi pada rahang atas atau rahang bawah. d.Fraktur korpus maksila dan mandibulaadalah fraktur pada korpus maksila atau mandibulayang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

  A B C D E F Gambar 3. Kerusakan pada jaringan pendukung: A. Kerusakan soket alveolar maksila dan mandibula B. Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula C dan D.

  Fraktur prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi E dan F. 19 Fraktur Korpus maksila dan mandibula dengan atau tanpa melibatkan soket gigi

2.2.4 Kerusakan pada Gusi atau Jaringan Lunak Rongga Mulut

  a.Laserasi yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka.Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel. b.Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa. c.Luka abrasi yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.

  Gambar 4. Kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut: 19 A. Laserasi B. Konkusi C. Abrasi

2.3Riwayat dan Diagnosis

  Pemeriksaan pasien yang mengalami fraktur terdiri dari pemeriksaan darurat dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital, riwayat kesehatan pasien, data dan keluhan pasien saat terjadinya trauma.Sedangkan pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral dan pemeriksaan radiografi sebagai

  9 pemeriksaan penunjang.

  Sangat penting untuk memperoleh seluruh riwayat kesehatan dan melakukan pemeriksaan pasien secara lengkap.Pemeriksaan darurat yang dilakukan meliputi riwayat kesehatan umum dan riwayat dental, pemeriksaan klinis dan radiografidan ditambah dengan berbagai tes vitalitas gigi dengan, palpasi, perkusi, sensitivitas dan

  17

  evaluasi mobiliti gigi. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan rencana

  20

  perawatan dan menentukan prognosis jangka panjang. Data vital terdiri dari usia pasien, identitas, dan tempat tinggal, lalu melalui anamnesa menanyakan perihal riwayat trauma gigi yang pernah dialami pasien dengan menanyakan beberapa pertanyaan yaitu, bagaimana, dimana, dan kapan terjadinya trauma gigi

  9

  tersebut. Untuk mengetahui riwayat medis pasien dokter gigi perlu menanyakan penyakit yang diderita dan apakah ada cidera lain yang diderita pasien dibagian tubuh

  9,17,21

  lain saat mengalami trauma gigi. Riwayat kesehatan umum pasien juga perlu ditanyakan pada pasien perihal penyakit kongenital atau yang sedang diderita pasien saat ini misalnya gangguan perdarahan, gangguan jantung kongenital, alergi obat-

  17,22 obatan dan obat anti tetanus (ATS).

  Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral. Pemeriksaan ekstra oral bertujuan untuk melihat luka di luar rongga mulut misalnya laserasi yang ditimbulkan akibat trauma dan apakah ada pembengkakkan di sekitar atau di luar ronggamulut(bibir, wajah, dan keadaan tulang tengkorak pada pasien). Pemeriksaan intra oral meliputi pemeriksaan laserasi pada jaringan lunak di dalam rongga mulut yang bertujuan melihat keadaan sekitar rongga mulut pasca trauma. Terdapat fraktur gigi atau fraktur tulang, perubahan oklusi, mobiliti gigi, fraktur akar dan sensitivitas gigi. Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiografi yang bertujuan untuk melihat garis fraktur pada gigi atau tulang alveolar, ruang pulpa yang terpapar akibat trauma, kelainan jaringan

  1,9,17 pendukung dan pergeseran gigi.

  Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan

  21

  penunjang berupa pemeriksaan radiografi, test elektrik, dan uji termal. Rangkaian perawatan yang dilakukan berdasarkan diagnosis yang telah ditegakkan. Dokter gigi harus mencatat seluruh informasi yang didapat dari berbagai macam pemeriksaan untuk menentukan rencana perawatan yang hendak dilakukan.

2.4Penanganan Darurat dan Pencegahan Trauma Gigi

  Trauma gigi yang menimbulkan komplikasi terhadap jaringan pendukung gigi dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan, perkembangan, dan estetika sehingga dibutuhkan tindakan perawatan yang tepat dan cepat. Trauma gigi juga bukan hanya mengganggu fungsi pengunyahan, berbicara, fonetik, dan masalah psikologis pada anak dan orang tua, tetapi juga mengganggu personaliti dan kualitas hidup anak tersebut. Bagi anak, trauma gigi anterior dapat mengganggu rasa percaya diri anak untuk berinteraksi sosial dengan teman sekolahnya sehingga mengganggu semangat anak untuk pergi kesekolah karena mendapat ejekan dan ini menyebabkan menurunnya progress anak di sekolah sehingga dapat mengganggu kekehidupan

  10,11,20 sehari-hari anak tersebut. Penanganan darurat yang dilakukan bertujuan untuk meminimalisasi akibat trauma gigi yang ditimbulkan sehingga perawatan darurat menjadi awal rencana perawatan untuk trauma gigi. Riwayat dan jenis trauma gigi yang terjadi harus

  17

  menjadi dasar untuk menentukan perawatan yang tepat. Tujuan perawatan trauma gigi tersebut untuk menstabilkan posisi gigi beserta fungsinya kembali dan jika trauma gigi ini terjadi pada gigi desidui, perawatan darurat dapat mempengaruhui

  11,21,22 membaiknya erupsi gigi permanen yang akan tumbuh.

  Trauma gigi anak sering disertai dengan luka terbuka dari jaringan mulut, abrasi jaringan wajah atau bahkan luka tusukan. Pada pasien yang menderita penyakit gangguan perdarahan akan menjadi prioritas jika terjadi laserasi pada jaringan lunak dan avulsi. Tindakan darurat yang harus dilakukan seperti debridement luka, penjahitan, kontrol perdarahan dari luka jaringan lunak, dan pemberian anti tetanus

  20,21

  serum bila kemungkinan luka yang terjadi sepsis. Pembersihan luka dengan baik merupakan tolok ukur pertolongan pertama. Antiseptik permukaan dapat digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri, khususnya stafilokokus dan strepkokus pathogen pada kulit atau mukosa daerah luka.Pemberian antibiotik juga dapat diberikan sebagai profilaksis bila terdapat luka pada jaringan lunak sekitar, tetapi apabila luka telah dibersihkan dengan benar maka pemberian antibiotik harus dipertimbangkan

  1 kembali.

  Trauma gigi sampai saat ini masih menjadi masalah yang sulit diatasi karena kebanyakan orangtua dan guru tidak begitu peduli dengan masalah yang akan ditimbulkan dari trauma gigi ini. Orangtua dan guru sebaiknya sejak dini mendidik anak tentang bahaya terjatuh, membentur benda keras, dan bahayanya kecelakaan lalu lintas. Orangtua seharusnya mengawasi kegiatan anaknya.Menggunakan alat pelindung saat bermain, berolahraga, menggunakan helm dan sabuk pengaman saat berkendaraan dapat mencegah terjadinya trauma.Menggunakan helm dapat mengurangi risiko terjadinya trauma sebesar 65% dibanding dengan tidak

  6,10,14 menggunakan helm.

  (AAPD) menyarankan untuk

  American Academy of Pediatric Dentistry

  menggunakan alat pelindung saat berolahraga seperti mouthguard, alat ini dapat membantu mendistribusikan kekuatan dari benturan sehingga dampak trauma dapat diminimalkan.Edukasi mengenai trauma gigi baik cara pencegahan, perawatan trauma serta dampaknya perlu diberikan kepada anak, orang tua dan guru sekolah, serta tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai trauma gigi juga menjadi hal penting

  10,17 untuk mengurangi risiko terjadinya trauma gigi.

2.5 Kerangka Teori

  Etiologi Predisposisi

  Klasifikasi Trauma Gigi menurut WHO : Klasifikasi

   Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa  Kerusakan pada jaringan periodontal

  Trauma Gigi anterior  Kerusakan pada jaringan pendukung  Kerusakan pada gingiva dan jaringan lunak

  Pemeriksaan Darurat Pemeriksaan Trauma

  Gigi

  Pemeriksaan Lengkap Pencegahan

2.6 Kerangka Konsep

  Anak SMP Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan :  Klasifikasi trauma gigi permanen anterior menurut WHO  Elemen gigi permanent anterior  Usia  Jenis kelamin  Lokasi terjadinya  Etiologi

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hutang, Operating Ratio, Earning Power of Total Invesment, Rate of Return for Owners , Working Capital, Quick Ratio terhadap Dividen Tunai pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2013

0 0 11

Efektivitas Pemakaian Obat Kumur Non-Alkohol Setelah Menyikat Gigi Terhadap Akumulasi Plak pada Siswa SMA Negeri 11 Medan

0 0 15

Efektivitas Pemakaian Obat Kumur Non-Alkohol Setelah Menyikat Gigi Terhadap Akumulasi Plak pada Siswa SMA Negeri 11 Medan

0 0 14

Prediksi Panjang Mandibula Dewasa Dengan Menggunakan Usia Skeletal Vertebra Servikalis pada Anak Perempuan Usia 9-14 Tahun di Medan

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Kraniofasial - Prediksi Panjang Mandibula Dewasa Dengan Menggunakan Usia Skeletal Vertebra Servikalis pada Anak Perempuan Usia 9-14 Tahun di Medan

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sefalometri - Analisa Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Menurut Subtelny Pada Mahasiswa India Tamil Malaysia FKG USU

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik - Perubahan Warna pada Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas setelah Perendaman dalam Ekstrak Daun Jambu Biji 30%

0 0 18

Perubahan Warna pada Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas setelah Perendaman dalam Ekstrak Daun Jambu Biji 30%

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan - Kondisi Periodontal pada Pasien Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL) Akrilik yang Dibuat di Klinik Prostodonti FKG USU

0 2 13

Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

0 0 18