Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis Batak-Minang di Kota Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IDENTITAS ETNIS

1. Definisi Identitas Etnis

  Menurut histori, istilah etnik diperkenalkan dan digunakan secara bergantian dengan konsep lain seperti rasionalisasi, ras, religi, dan kultur (Betancrurt &Lopez 1993, Birman 1994, Phinney 1996).

  Banyak penelitian mengenai identitas etnis mendasarkan pada studi identitas kelompok yang dilakukan oleh psikolog sosial (Tajfel &Turner, 1986). Tajfel (1981) mendefinisikan identitas etnis sebagai bagian dari self-concept individu yang diperoleh dari pengetahuannya sebagai anggota dari kelompok sosial dengan nilai-nilai dan kelekatan emosional signifikan dengan kelompok tersebut.

  Phinney (2003) menjelaskan identitas etnis sebagai suatu identitas seseorang atau sense of self sebagai seorang anggota dari sebuah kelompok etnis dan pemikiran, persepsi dan perasaan yang dirasakan seseorang sebagai bagian dari anggota kelompok tersebut.

  Identitas etnis merupakan sesuatu yang dinamis, yang berarti bahwa identitas etnis berubah sepanjang waktu dan konteks, dan harus disesuaikan dengan variasi dan pembentukannya (phinney, 2003).

  Berdasarkan definisi di atas, definisi identitas etnis dalam penelitian ini adalah identitas seseorang sebagai anggota dari suatu kelompok, memiliki

  

11 pemahaman, nilai-nilai dan ikatan emosional dengan etnis tersebut, etnis yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnis batak dan etnis minang.

2. Dimensi Identitas Etnis

  Phinney (1992) dalam mengukur identitas etnis menggunakan dua dimensi dari identitas etnis yaitu:

  1. Ethnic exploration yaitu meliputi elemen dari eksplorasi yang memiliki tujuan utama pencapaian secara penug mengenai perkembangan sense of self. Ethnic

  

exploration meliputi pencarian secara aktif mengenai apa yang dimaksud

  dengan menjadi anggota dari suatu kelompok etnis, termasuk pengujian terhadap nilai-nilai, tradisi dan sejarah seseorang.

2. Ethnic affirmation atau belongin, commitment merefleksikan sense of connectedness secara afektif dengan suatu kelompok etnis tertentu.

  Berdasarkan lintas disiplin, secara umum setuju bahwa identitas etnis merupakan sesuatu yang kompleks atau fenomena yang multidimensional.

  Menurut Ashmore dan koleganya (dalam Phinney, 2004) identitas etnis merupakan sejumlah elemen yang terdiri dari self-categorization, centrality,

  behavioral involvement, attachment, dan emotional involvement.

  Proses eksplorasi dan komitmen merupakan sesuatu yang dikotomi seperti rendah atau tinggi dan dilalui oleh diagram yang mendefinisikan status identitas.

  komitmen

foreclosure achieved identity

eksplorasi moratorium identity diffusion Tabel 2: status identitas yang dijelaskan dengan eksplorasi dan komitmen.

  Komitmen identitas etnis yang diukur dalam MEIM, seperti saya senang menjadi bagian dari kelompok suku tersebut, saya sangat dekat dengan kelompok suku tersebut (Phinney, 2004). Phinney (2004) menyatakan ada dua tipe komitmen identitas etnis, diantaraya: identitas etnis foreclosure mengarah kepada komitmen tanpa eksplorasi. Individu telah komit dengan suatu etnis, namun tidak mempertanyakan nilai-nilai dan sikap-sikap sosial dari etnis tersebut, contoh pernyataan individu yang foreclosed adalah “saya hanya mengikuti orang tua; karena mengikuti suku ayah”. Identitas etnis achievement mengarah kepada komitmen dengan eksplorasi. Individu telah menguji sikap masyarakat luas dan telah mengembangkan pemahamannya sendiri mengenai etnis tersebut (Phinney, 2004), mi salnya, “ karena suku Minang menganut sistem matrilineal, sehingga saya adalah orang Minang”. Eksplorasi mengarah pada proses pengujian makna dan implikasi dari keanggotaan kelompok etnis seseorang, termasuk pengujian, sejarah, adat- istiadat, dan juga statusnya di masyarakat. Pada MEIM, eksplorasi diukur dengan aitem seperti “Saya meluangkan waktu untuk mengetahui lebih banyak tentang kelompok suku saya, seperti sejarahnya, tradisinya, dan adat- istiadatnya; Dalam mempelajari latar belakang suku, saya sering membicarakan/berdiskusi tentang kelompok suku saya dengan orang lain.

  ” Untuk melihat hubungan eksplorasi dan komitmen pada status identitas etnis, maka kedua dimensi tersebut di bagi kedalam kategori “tinggi” dan “rendah”.

  Individu yang tinggi pada kedua dimensi termasuk ke dalam achieved identity, dan yang rendah pada kedua dimensi termasuk ke dalam diffusion identity.

  Remaja yang rendah pada komitmen dan tinggi pada eksplorasi termasuk kedalam moratorium, sedangkan yang tinggi pada komitmen dan rendah pada eksplorasi termasuk ke dalam foreclosure (Phinney, 2004).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Identitas Etnis

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi identitas etnis seperti yang dikemukakan oleh Pahl & Way 2006; phinney, 2003; Kiang & Fuligni, 2009, diantaranya: 1.

  Bahasa Bahasa adalah kegiatan etnis yang paling luas diasosiasikan dengan identitas etnis. Etnografi linguistik kontemporer tergerak oleh pertanyaan fungsional mengenai peran interaksi linguistik dalam mengekspresikan identitas sosial dan pembentukan nilai. Penelitian terhadap penggunaan pragmatik bahasa menunjukkan bahwa orang tidak hanya berbicara tentang dunia 'di luar sana', mereka juga membuat banyak realitas sosial mereka dengan berbicara, sehingga akuisisi bahasa bukan hanya internalisasi dari kode bahasa tertentu, tetapi juga memerlukan pembelajaran status dan peran, efek sosial yang tepat, dan (akhirnya) dari pandangan dunia. Bahasa menyediakan dasar yang baik untuk identitas etnis (Debernardi, dalam Chrῐ ost, 2003).

  2. Peer (teman sebaya) Teman sebaya merupakan faktor yang mempengaruhi identitas etnis.

  Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hubungan pertemanan dari etnis yang sama secara aktual menunjukkan ethnic belonging;commitement dan exploration yang signifikan pada remaja dengan latar belakang Latin-Amerika dan Asia. Remaja lebih nyaman dengan diri mereka dan mengeksplor etnisitas mereka jika dengan teman yang memiliki etnis yang sama dengan mereka.

  3. Tempat tinggal Area atau tempat tinggal juga merupakan faktor yang mempengaruhi identitas etnis. Tempat tinggal digunakan untuk melihat jumlah atau proporsi dari anggota kelompok etnis yang sama dalam area tempat tinggal para individu. Huang (1998, dalam Kiang & Fuligni, 2009) menemukan bahwa remaja Asia- Amerika merasa lebih menjadi orang Asia saat mereka berada di rumah, dan merasa menjadi orang Amerika saat di sekolah.

  4. Kelompok sosial

  Partisipasi dalam klub-klub etnis, kemasyarakatan atau organisasi, misalnya, penelitian pada beberapa orang telah menemukan bahwa individu menampilkan diri mereka dan berperilaku berbeda di seluruh konteks sosial yang berbeda (Oyserman & Markus 1993, dalam Kiang & Fuligni, 2009). Demikian pula, konsep relasional self-worth menunjukkan bahwa individu mengevaluasi diri tergantung pada hubungan tertentu di mana mereka berinteraksi.

  5. Family cohesion Remaja yang memiliki hubungan yang dekat dengan orang tuanya mungkin lebih termotivasi untuk berhubungan dan belajar mengenai latar belakang etnis mereka.

  6. Etnisitas Ketika seorang remaja ingin mengeksplor etnisitas mereka, mereka biasanya harus terlebih dahulu memiliki motivasi untuk melakukan hal tersebut. Etnisitas menjadi lebih sentral untuk kehidupan seseorang, kita mungkinlebih termotivasi untuk mengeksplor dan mempelajari mengenai suau latar belakang etnis.

4. Dampak Identitas Etnis

  Identitas etnis memiliki dampak positif dan negatif bagi seorang remaja, diantaranya:

5. Dampak Positif a.

  Self-esteem Smith (dalam Kiang &Fuligni, 2009) menyatakan bahwa penerimaan suatu kelompok etnis sebagai kelompok referensi mengarahkan kepada self-esteem yang positif, karena hal tersebut menetapkan hubungan seseorang dengan orang lain. Hal tersebut juga sesuai dengan Lee (dalam Fuligni 2005) yang menemukan bahwa identitas etnis berhubungan secara positif dengan self-esteem dan diasosiasikan secara negatif dengan depresi.

  b.

  Penyesuian (Adjustment) Penelitian-penelitan yang telah ada secara konsisten mendokumentasikan hubungan antara identitas etnis dan penyesuaian yang positif termasuk, self-

  esteem , motivasi akademis, well-being dan hubungan yang adaptif (Fuligni, 2005).

6. Dampak Negatif a.

  Krisis Identitas Anak dari hasil pernikahan berbeda etnis akan mengalami krisis identitas, hal tersebut terjadi karena masing-masing etnis kedua orang tua menanggap hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak biasa atau tidak lazim dan bertentangan dengan nilai-nilai yang dimiliki kedua etnis etnis tersebut (Asri, 2011).

B. REMAJA

1. Definisi Remaja

  Istilah adolescene atau remaja berasal dari bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 2009).

  Istilah Adolescence mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik , hal tersebut sejalan dengan yang diungkap oleh Piaget (dalam Hurlock,

  2009), yaitu : masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa , usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

  Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 2009).

2. Ciri-ciri Masa Remaja

  Hurlock (2009; hal:207-209) menyatakan beberapa ciri-ciri pada masa remaja, diantaranya :

  1. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja, semua perkembangan tersebut menyebabkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

  2. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja tidak lagis seorang anak dan juga bukan orang dewasa.

  3. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan

  Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan sangat pesat, maka perubahan sikap juga berlangsung pesat, jika perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap juga menurun.

  Terdapat lima perubahan yang hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis yang terjadi. Kedua, prubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, menimbulkan masalah baru. Untuk remaja awal, masalah baru tampaknya lebih banyak dan lebih sulit untuk diselesaikan dibandigkan masalah yang dihadapi sebelumnya.

  Keempat, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nila juga berubah. Apa yang pada masa kanak-kanak dianggap penting, sekarang setelah ahmpir dewasa tidak penting lagi. Kelima, sebagian besar remaja bersikap ambivalen, terhada suatu perubahan. Remaja menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.

  4. Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun perempuan. Ketidakmampuan remaja untuk menyelesaikan masalahnya sendiri menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.

  5. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh Erikson (dalam Hurlock, 2009) yaitu:

  “identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa? Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya?, secara keseluruhan apakah ia akan sukses atau gagal?”

3. Tugas Perkembangan Remaja

  Beberapa tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (2009; hal : 10), yaitu : 1.

  Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita

  2. Mencapai peran sosial pria maupun wanita 3.

  Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

  4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab 5.

  Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya

  6. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

C. ETNIS CAMPURAN (BATAK DAN MINANG)

  Etnis campuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnis batak dengan etnis minang. Seperti yang telah diketahui, etnis batak menganut sistem patrilineal dan etnis minang menganut sistem matrilineal.

1. Batak

  Batak merupakan salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara. Masyarakat batak menganut sistem kekerabatan patrilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak laki-laki (ayah). Dalam sistem kekerabatan patrilineal, seorang anak akan menemukan saudara atau keluarganya hanya dari pihak laki-laki (ayah), tidak demikian dengan keluarga pihak ibu (Nainggolan, 2005).

  Hukum adat Batak yang menganut sistem kekerabatan yang mengikuti garis keturunan ayah (patrilineal), membedakan posisi antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Anak laki-laki merupakan generasi penerus ayahnya, sedangkan anak perempuan tidak karena anak perempuan dianggap hanya bersifat sementara, dan ketika anak perempuan telah menikah dan mengikuti suaminya, maka ia akan menjadi bagian dari keluarga suaminya, namun selama anak perempuan belum menikah, maka dia masih tetap bagian dari keluarga ayahnya. Dalam masyarakat Batak yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki, anak perempuan hanya memperoleh sesuatu dari orang tuanya sebagai hadiah dan bukan sebagai warisan (Nainggolan, 2005).

  Dalam sebuah keluarga, peran seorang istri wajib menjaga keutuhan rumah tangganya, setia dan berbakti kepada suami, serta merawat dan mendidik anak- anaknya hingga mereka dewasa. Istri merupakan pendamping suami dalam menegakkan rumah tangga, setelah menikah istri telah masuk ke dalam keluarga suaminya dan melepaskan hubungan dengan keluarganya sendiri. Kedudukan suami dan istri di dalam rumah tangga dan masyarakat Batak tidak seimbang, hal ini karena pengaruh sistem patrilineal yang dianut oleh masyarakat Batak, yang mana posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan, sehingga perempuan memiliki peran yang lebih besar dalam menjaga keutuhan rumah tangga (Nainggolan, 2005).

2. Minang

  Minangkabau merupakan salah satu etnis yang ada di wilayah Sumatera Barat. Etnis minang merupakan etnis yang menganut sistem matrilineal dalam kehidupan mereka (Stark, 2013). Sistem matrilineal merupakan sistem kekerabatan, yang mana garis keturuan ditentukan dari pihak ibu. Menurut Radjab (1969, hal : 17) ciri khas sistem matrilineal adalah sebagai berikut :

  1. Keturunan dihitung menurut garis ibu

  2. Etnis terbentuk menurut garis ibu

  3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang diluar etnisnya (eksogami)

  4. Kekuasaan didalam etnis terletak di tangan ibu, tetapi jarang sekali dipergunakannya

  5. Yang berkuasa adalah saudara laki-laki ibu

  6. Perkawinan bersifat matrilokal yag berarti suami mengunjungi rumah isteri.

  Masyarakat adat yang mempertahankan garis keturunan dari pihak perempuan/ibu (matrilineal), yang berhak menjadi ahli waris adalah perempuan bukan laki-laki, dan hal tersebut berbeda dengan masyarakat yang menganut sistem patrilineal, yang mana laki-laki yang dianggap sebagai ahli waris (Thaher, 2006).

  

D. Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua

Beda Etnis (Batak-Minang)

  Masa remaja merupakan masa di mana seorang individu mulai mencari identitas diri mereka. Remaja yang berasal dari orang tua beda etnis (Batak- Minang) akan memiliki lebih dari satu etnis atau bahkan tidak memiliki etnis. Seorang remaja dari keluarga beda etnis (Batak-Minang) dikatakan memiliki lebih dari satu etnis ketika Ibu dari remaja tersebut adalah orang Minang dan Ayah dari remaja tersebut adalah Orang Batak, sedangkan remaja dikatakan tidak memiliki etnis ketika Ibu dari remaja tersebut adalah orang Batak dan Ayah dari remaja tersebut adalah orang Minang. Hal tersebut terjadi, karena adanya perbedaan penentuan garis keturunan dari masing-masing etnis tersebut yaitu etnis Batak dengan etnis Minang, yang mana etnis Minang menganut sistem garis keturunan Matrilineal, yaitu garis keturunan ditentukan dari pihak ibu, sedangkan etnis Batak menganut sistem garis keturunan patrilineal yaitu garis keturunan ditentukan dari pihak ibu, dengan demikian seorang remaja akan menentukan idenitas etnis mereka.

  Remaja yang memiliki lebih dari satu etnis dengan remaja yang tidak memiliki etnis akan mengalami krisis dalam identitas etnis mereka, hal ini dikarenakan remaja yang memiliki lebih dari satu etnis, yaitu ayah berasal dari etnis Batak dan ibu dari etnis Minang, masing-masing etnis orang tua dari remaja tersebut menganggap bahwa remaja tersebut adalah pewaris garis keturunan untuk masing-masing etnis yaitu etnis Batak dan etnis Minang. Remaja yang tidak memiliki etnis, yaitu ayah berasal dari etnis Minang dan ibu dari etnis Batak, mengalami krisis dalam identitas etnis mereka disebabkan karena etnis dari masing-masing orang tua remaja tersebut tidak menganggap bahwa remaja tersebut merupakan pewaris garis keturunan mereka, dalam artian, saat remaja tersebut berinteraksi dengan keluarga sang ayah yang berasal dari etnis Minang, etnis tersebut menganggap bahwa remaja tersebut berasal dari etnis batak, begitu pula sebaliknya saat remaja tersebut berinteraksi dengan keluarga dari pihak ibunya. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari perbedaan penentuan garis keturunan yang dianut oleh masing-masing etnis yaitu Batak dan Minang.

  Menurut Kroger & Marcia (2011) ada dua status yang memiliki komitmen yang tinggi, yaitu identitas achievement yaitu individu mengalami periode eksplorasi dan komitmen, dan yang kedua identitas foreclosure yaitu individu tidak mengalami periode eksplorasi namun sudah memiliki komitmen. Dua status yang memiliki komitmen yang rendah yaitu, identitas moratorium yang mana individu sedang berusaha untuk mencapai komitmen, dan sedang melakukan eksplorasi, sedangkan identitas diffusion yaitu individu tidak memiliki komitmen dan hanya melakukan sedikit eksplorasi (Kroger & Marcia, 2011)

  Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melihat bagaimana gambaran identitas etnis pada remaja yang memiliki orang tua beda etnis (Batak-Minang) di kota Medan.

E. KERANGKA BERPIKIR

  Dampak identitas etnis

Self-esteem

Adjustment & well- being

Krisis identitas

Pernikahan beda etnis

  (Batak-Minang) Tidak memiliki etnis Memiliki 2 etnis Mengidentifikasi etnis

1. Bahasa 2.

  (identitas etnis) Status identitas 1.

   Identity diffuse (1, 2 rendah) 2. Identity foreclosure (1rendah, 2 tinggi) 3. Identity moratorium (1 tinggi, 2 sedang berproses) 4. Identity achievement ( 1 tinggi, 2 tinggi)

  Faktor yang mempengaruhi identitas etnis:

   Peer 3.

  Tempat tinggal 4. Kelompok sosial 5.

   Familiy cohesion 6. etnisitas

  Dimensi identitas etnis 1.

   Ethnic exploration 2. Ethnic belonging, affirmatio, commitment

Dokumen yang terkait

Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

0 0 7

Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

0 0 17

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

0 0 10

Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

0 0 12

Sistem Pembayaran Dana Pensiun Asuransi Kematian Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada PT. TASPEN (PERSERO) KCU Medan

0 6 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gangguan Jiwa - Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 0 26

BAB 1 PENDAHULUAN - Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 0 8

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Pekerjaan Dengan Kejadian TB Paru di Kelurahan Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis - Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Pekerjaan dengan Kejadian Tuberkuloso Paru di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

0 0 22

Case Processing Summary - Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis Batak-Minang di Kota Medan

0 1 84