BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis - Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Pekerjaan dengan Kejadian Tuberkuloso Paru di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru

  2.1.1 Pengertian Tuberkulosis

  Tuberkulosis yang dulunya disingkat menjadi TBC karena berasal dari kata

  tuberculosis , namun saat ini lazim disingkat dengan TB saja. Tuberkulosis adalah

  penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium

  Tuberculosis . Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga

  mengenai organ tubuh lainnya seperti kulit, ginjal, usus, tulang, selaput otak, dan lain-lain. Semua jenis tuberkulosis ini sama-sama disebabkan oleh

  Mycrobacterium Tuberculosis dan obatnya pada dasarnya sama. Namun

  tuberculosis paling sering ditemui terjadi di paru. Hal ini terjadi karena penularan penyakit ini terutama terjadi melalui udara (Aditama, 1994).

  2.1.2 Penyebab (Agent) Tuberkulosis paru disebabkan oleh basil Mycrobacterium tuberculosis.

  Ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Hasil penemuannya ini dilaporkan pada masyarakat dunia pada tanggal 24 Maret 1882. Penemuan ini merupakan peristiwa besar dalam perkembangan pengobatan Tuberkulosis,dan tanggal 24 Maret setiap tahunnya di peringati sebagai hari Tuberkulosis.

  Karakteristik kuman Mycrobacterium adalah berbentuk batang, tidak bergerak, aerob, gram negatif, dinding sel mengandung: lipid, fosfatida, polisakarida, pertumbuhan kuman lambat, ukuran 1-4 mikron x 0,2

  • – 0,5 mikron,

  ○

  tidak berspora, tumbuh secara optimal pada suhu 37

  C, sifat istimewanya yaitu tahan terhadap penghilangan warna dengan asam (BTA) dan untuk berkembang biak melakukan pembelahan diri, dari satu basil membelah menjadi dua dibutuhkan waktu 14-20 jam lamanya (Tabrani, 1996).

  Gejala klinis penderita TB adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, napsu makan menurun, malaise, keringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2007).

  Gejala-gejala tersebut di atas dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut di atas, harus dianggap sebagai seorang suspek tuberkulosis atau tersangka penderita TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Depkes RI, 2002).

2.1.4 Patogenesis

  Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated immune response. Sel efektornya adalah makrofag, sedang limfosit (biasanya sel T) merupakan immunoresponse cell. Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari tiga basil tuberkulosis tidak akan sampai ke alveoli, partikel akan melekat di dinding bronkus dan akan dikeluarkan oleh sistem mukosiliari, tetapi inhalasi partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke alveoli. Basil tuberkulosis yang menginfeksi paru dalam 6

  • –8 minggu akan menimbulkan gejala karena telah mengaktifasi limfosit T helper CD 4 (cluster diffrentiated) agar memproduksi interferon gamma guna aktifasi makrofag sehingga meningkatkan kemampuan
fagositosisnya. Disamping itu juga diproduksi TNF (tumor necrotizing factor) oleh limfosit T dan makrofag dimana TNF berperan dalam aktifasi makrofag dan Basil tuberkulosis yang masuk ke alveoli akan diikuti oleh vasodilatasi dan masuknya leukosit polimorponuklear dan makrofag yang berfungsi untuk memakan dan membunuh basil tersebut. Setelah beberapa hari maka leukosit berkurang dan makrofag jadi dominan. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut yang disebut dengan focus primer atau Ghon focus yang merupakan infeksi primer. Infeksi primer ini dapat sembuh dengan atau tanpa bekas atau dapat berlanjut terus dan bakteri terus di fagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil dapat menyebar melalui kelenjar getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Gabungan terserangnya kelenjar getah bening dengan fokus primer disebut kompleks ghon. Infeksi primer kadang- kadang berlanjut terus dan perubahan patologisnya bersamaan seperti TB post primer.

  TB post primer umumnya terlihat pada paru bagian atas terutama pada segmen posterior lobus atas atau pada bagian apeks lobus bawah. Terjadinya TB post primer dapat terjadi melalui salah satu dari 3 mekanisme ini yaitu:

  1. Perkembangan langsung dari TB primer

  2. Reaktivasi dari TB primer (endogenous) 3. Reinfeksi dari luar (exogenous reinfection).

  Proliferasi dari basil tuberkulosis didalam nekrosis sentral diikuti dengan perlunakan dan pencairan zat-zat kaseosa yang dapat pecah ke bronkus dan membentuk kavitas. Perdarahan dapat terjadi jika proses kaseosa berlanjut ke pembuluh darah pada dinding kavitas. Penyebaran kaseosa dan bahan-bahan cair lainnya. Rupturnya fokus kaseosa kedalam pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya TB milier.

2.1.5 Sumber dan Cara Penularan

  Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif, yang dapat menularkan kepada orang yang berada di sekelilingnya, terutama kontak erat. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet) pada saat penderita itu batuk atau bersin. Kuman yang disebarkan lewat droplet bisa bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang lain dapat terinfeksi jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Kuman TB yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, sistem saluran lymfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

  Sekali batuk penderita dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Faktor lainnya yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2007).

  Seorang penderita mempunyai daya penularan yang ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Jika hasil pemeriksaan dahak negatif, maka penderita tersebut tidak menular.

  (Depkes, 2000)

  a. Infeksi Primer Pada saat orang pertama kali terpapar dengan kuman TB maka itu dinamakan infeksi primer. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga alveolus menetap disana.

  Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang menyebabkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.

  Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Jika daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TB. Masa inkubasi untuk penyakit ini sekitar 6 bulan.

  b. Post Primary Tuberculosis

  Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun, tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kapasitas dan efusi pleura.

  Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler, sehingga bila terjad infeksi opurtunistik, seperti tuberculosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

2.1.6 Diagnosis

  Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan klinik, radiologik dan pemeriksaan laboratorium (Aditama, 2002).

2.1.6.1 Gejala klinik

  TB disebut juga the great imitator. Oleh karena gejalanya banyak mirip dengan penyakit lainnya. Gejala klinik TB Paru dapat dibagi menjadi 2 golongan.

  Yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik.

  a. Gejala respiratorik

  a) Batuk : merupakan gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan. Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk- batuk yang berlangsung ≥ 3 minggu harus dipikirkan adanya tuberkulosis paru. b) Batuk darah : darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis, bercak- bercak atau bahkan dalam jumlah banyak. Batuk darah dapat juga c)

  Sesak napas: dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat kerusakan paru yang cukup luas.

  d) Nyeri dada : timbul apabila sistem persarafan yang terdapat di pleura sudah terlibat.

  b. Gejala sistemik

  a) Demam

  b) Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

  2.1.6.2 Pemeriksaan Jasmani

  Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai sangat tergantung luas dan kelainan struktural paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

  2.1.6.3 Pemeriksaan Radiologik

  Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain atau indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

  1. Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

  2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan berawan atau nodular

  3. Bayangan bercak milier

  4. Efusi pleura unilateral Berdasarkan luasnya proses yang tampak pada foto toraks dapat dibagi sebagai berikut: a. Lesi minimal (minimal lesion)

  Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dengan volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.

  b. Lesi sedang (moderately advanced lesion): Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah dari seluruh proses yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses tuberkulosis tadi mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga pada satu paru dan proses ini dapat / tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas maka c. Lesi luas (far advanced): Kelainan lebih luas dari lesi sedang.

2.1.6.4 Pemeriksaan Laboratorium

  1. Pemeriksaan darah rutin: Hasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk tuberkulosis paru. Laju endapan darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endapan darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositosis juga kurang spesifik.

  2. Pemeriksaan bakteriologik: Untuk pemeriksaan bakteriologik ini spesimen dapat diambil dari sputum, bilasan lambung, jaringan baik lymph node atau jaringan reseksi operasi, cairan pleura, cucian lambung, cairan serebrospinalis, pus / aspirasi abses, urine, apusan laring.

  a.

  Pemeriksaan mikroskopik biasa Pada pemeriksaan ini dapat dilihat adanya basil tahan asam.

  Dibutuhkan paling sedikit 5000 batang kuman per cc sputum untuk mendapatkan kepositifan. Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Ziehl Nielsen dan pewarnaan Kinyoun-Gabbett. Cara pengambilan sputum tiga kali (3 X) dengan cara; 1)

  Spot (sputum saat kunjungan pertama) 2)

  Sputum pagi (keesokan harinya)

  3) Spot (pada saat mengantarkan sputum pagi pada hari kedua) b.

  Pemeriksaan mikroskopik fluorescens: Dengan mikroskop fluorescens ini gambaran basil tahan asam yang terlihat lebih besar dan lebih jelas karena daya pandang diperluas dan adanya fluorescens dari zat warna auramin-rhodamin.

  3. Kultur/biakan kuman Pada pemeriksaan ini paling sedikit 10 kuman tuberkulosis yang hidup.

  Jenis-jenis pemeriksaan kultur sputum ini antara lain:

  a. Metode konvensional seperti Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh, Middlebrook 7H-10 dan 7H11.33

  b. Metode Radiometrik seperti BACTEC. Dengan teknik ini waktu yang dibutuhkan untuk isolasi dan identifikasi mikrobakterium tuberkulosis menjadi tiga minggu saja. Untuk test sensitifitas ditambah 5-7 hari lagi. bagi individu dan keluarganya.

2.2 Upaya Pencegahan TB

  2.2.1 Program Penanggulangan Tuberkulosis

  Dalam menangani masalah tuberkulosis di suatu Negara seperti Indonesia diperlukan program penanggulangan yang terencana baik, dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, dapat dievaluasi dan dapat memberikan hasil yang optimal dalam menurunkan angka kesakitan serta kematian akibat penyakit ini, belum semua negara di dunia memiliki program penanggulangan tuberkulosis yang berskala nasional Tuberkulosis Control Programme (NTP).

  2.2.2 Berskala Nasional dan Terintegrasi

  Badan Kesehatan Nasional dunia (WHO) telah menggariskan beberapa hal yang patut dilakukan oleh suatu program nasional penanggulanggan tuberkulosis. biasanya tersebar secara luas di seluruh daerah di suatu negara, dan untuk mendapatkan dampak yang bermakna, maka program tersebut harus dikerjakan dalam cakupan yang luas. Selain harus berskala nasional, WHO juga menganjurkan agar program penanggulangan tuberkulosis ini bersifat permanen, menetap, terus-menerus dilakukan dan jangan terputus di tengah jalan. Dalam proses pelaksanaan program maka kasus tuberkulosis baru masih akan tetap muncul, dan karena itu perlu tersedianya pelayanan kesehatan. Guna mendapatkan hasil yang optimal, diharapkan agar program penanggulangan tuberkulosis ini berintegrasi dengan program pelayanan kesehatan yang ada di negara itu. Khususnya dalam pelayanan kesehatan primer. Jadi untuk mendapatkan pelayanan bagi penyakit tuberkulosis. Seseorang cukup datang ke Puskesmas setempat.

2.2.3 Program

  1. Imunisasi BCG Penanggulangan tuberkulosis mencakup berbagai kegiatan guna menurunkan jumlah penderita dan kematian akibat penyakit ini. Imunisasi BCG adalah salah satunya mencegah timbulnya tuberkulosis berat yang dapat mematikan. Cakupan imunisasi BCG di berbagai belahan dunia kini telah cukup baik, berkisar antara 80 % sampai 90%. Secara organisatoris, program pemberian imunisasi BCG ini ditangani bersama-sama dengan pemberian immunisasi yang lain, yang tergabung dalam suatu program yang disebut Progran pengembangan Imunisasi/PPI (expanded Programme of immunization/EPI)

  Bagian terpenting lainya adalah penemuan penderita. Dengan berbagai upaya perlu dilakukan agar kita dapat menemukan penderita sedini mungkin.

  Untuk dilakukan diagnosis secara benar, dan dilakukan penyuluhan kesehatan yang luas dan melibatkan berbagai lapisan masyarakat, agar semua perlu tahu perannya dalam membantu upaya penemuan penderita. Setelah ditemukan penderita kemudian dilanjutkan dengan pengobatan (Aditama, 2000).

2.3 Rumah Sehat

  Dalam undang-undang No 1 tahun 2011 tentang perumahan dan permukiman disebutkan rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana membina keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya serta merupakan aset bagi pemiliknya.

  Rumah berfungsi untuk melepaskan rasa lelah, tempat bergaul dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung, dan menyimpan barang berharga, dan rumah merupakan status lambang sosial. Rumah yang layak huni harus memenuhi standar kesehatan agar penghuni rumah tersebut dapat terjamin kesehatannya (Azwar, 2007).

1. Kriteria Rumah Sehat

  Menurut Depkes RI 2002 rumah harus memenuhi empat kriteria agar bisa dikatakan sehat yaitu :

  1. Harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis

  2. Harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis

  3. Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public Health

  Asociation (APHA), yaitu:

  1. Memenuhi kebutuhan dasar fisik Sebuah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan dasar fisik, seperti: a.

  Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara atau dipertahankan temperatur lingkungan yang penting untuk mencegah bertambahnya panas atau kehilangan panas secara berlebihan. Sebaiknya temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4°C dari temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22°C - 30°C sudah cukup segar.

  b.

  Rumah tersebut harus terjamin pencahayaannya yang dibedakan atas cahaya matahari (penerangan alamiah) serta penerangan dari nyala api lainnya (penerangan buatan). Semua penerangan ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu gelap atau tidak menimbulkan rasa silau.

  b.

  Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara segar dapat terpelihara. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% luas lantai sehingga jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu sedikit.

  Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan bising yang berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik langsung maupun dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan yang dapat muncul antara lain gangguan fisik seperti kerusakan alat pendengaran dan gangguan mental seperti mudah marah dan apatis.

  d.

  Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas dan untuk anak anak dapat bermain. Hal ini penting agar anak mempunyai kesempatan bergerak, bermain dengan leluasa di rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih baik, juga agar anak tidak bermain di rumah tetangganya, di jalan atau tempat lain yang membahayakan.

  2. Memenuhi kebutuhan dasar psikologis Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dasar psikologis penghuninya, seperti: a.

  Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni Adanya ruangan khusus untuk istirahat bagi masing-masing penghuni, seperti kamar tidur untuk ayah dan ibu. Anak-anak berumur di bawah 2 tahun masih diperbolehkan satu kamar tidur dengan ayah dan ibu. Anak-anak di atas 10 tahun laki-laki dan perempuan tidak boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak di atas 17 tahun mempunyai kamar tidur sendiri. b.

  Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga, dimana anak-anak sambil makan dapat berdialog langsung dengan b.

  Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga yang memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama, sebab bila bertetangga dengan orang yang lebih kaya atau lebih miskin akan menimbulkan tekanan batin.

  c.

  Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai menghalangi lalu lintas dalam ruangan d.

  W.C. (Water Closet) dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan terpelihara kebersihannya. Biasanya orang tidak senang atau gelisah bila terasa ingin buang air besar tapi tidak mempunyai W.C. sendiri karena harus antri di W.C. orang lain atau harus buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.

  e.

  Untuk memperindah pemandangan, perlu ditanami tanaman hias, tanaman bunga yang kesemuanya diatur, ditata, dan dipelihara secara rapi dan bersih, sehingga menyenangkan bila dipandang.

  3. Melindungi dari penyakit Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuninya dari kemungkinan penularan penyakit atau zat-zat yang membahayakan kesehatan. Dari segi ini, maka rumah yang sehat adalah rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup dengan sistem perpipaan seperti sambungan atau pipa dijaga jangan sampai sampai bocor sehingga tidak tercemar oleh air dari tempat lain. Rumah juga harus terbebas dari kehidupan serangga dan tikus, memiliki tempat pembuangan sampah, pembuangan air limbah serta

  4. Melindungi dari kemungkinan kecelakaan Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan. Termasuk dalam persyaratan ini antara lain bangunan yang kokoh, tangga yang tidak terlalu curam dan licin, terhindar dari bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan keracunan gas bagi penghuni, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya (Azwar, 1990).

2. Komponen Rumah

  1. Bahan bangunan a.

  Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain : debu total kurang dari 150 μg/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m 3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan b.

  Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.

  2. Komponen dan penataan ruangan a.

  Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.

  b.

  Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah dibersihkan.

  b.

  Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan. c.

  Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir.

  d.

  Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.

  3. Pencahayaan Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.

  4. Kualitas udara a.

  Suhu udara nyaman antara 18–30 0C b.

  Kelembaban udara 40–70 % b. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam c. Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni d.

  Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam e. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.

  5. Ventilasi Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.

  6. Vektor penyakit Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.

  7. Penyediaan air a.

  Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/ orang/hari b.

  Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907

  8. Sarana penyimpanan makanan Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.

  9. Pembuangan Limbah a.

  Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.

  b.

  Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.

  10. Kepadatan hunian

  2 Luas kamar tidur minimal 8 m dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2

  orang tidur. Penyelenggara pembangunan perumahan (pengembang) yang tidak memenuhi ketentuan tentang persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman dapat dikenai sanksi pidana dan/atau sanksi administrasi sesuai dengan UU No. 4 /1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, dan UU No. 23 /1992 tentang Kesehatan, serta peraturan pelaksanaannya.

3. Indikator Penilaian Rumah Sehat

  Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002), lingkup penilaian rumah sehat dilakukan terhadap kelompok komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni.

  1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, sarana

  2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, saluran pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.

  3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela kamar tidur, membuka jendela ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja bayi dan balita ke jamban, membuang sampah pada tempat sampah.

  Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah sebagaimana yang tercantum dalam Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

  Berikut ini adalah komponen-komponen rumah yang ikut berpengaruh dalam penyebaran penyakit TB :

a. Pencahayaan

  Minimal cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan ±60 lux dan tidak menyilaukan. Cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan mampu membunuh kuman-kuman patogen. Rumah yang sehat memiliki pencahayaan yang cukup, tidak kurang dan tidak pula lebih, khususnya cahaya alam berupa cahaya matahari yang berisi antara lain ultraviolet. Cahaya yang banyak akan menyilaukan mata sedangkan jumlah cahaya yang sedikit akan mengakibatkan mudahnya kuman untuk hidup dan berkembang biak. Penularan TB terjadi karena exsposure penderita TB terhadap anggota keluarga ataupun masyarakat melalui udara dalam bentuk droplet penderita, selain itu kuman tersebut dapat bertahan hidup beberapa langsung. Kebutuhan cahaya alami yaitu sinar matahari sangat ditentukan oleh letak dan lebar jendela. Pencahayaan alami selain berfungsi sebagai penerangan juga dapat mengurangi kelembaban, dan dapat membunuh kuman penyakit akibat pengaruh sianr ultraviolet. Semua cahaya pada dasarnya memetikan, tergantung jenis dan lama cahaya tersebut. Sinar matahari langsung dapat membunuh bakteri TB Paru dalam 5 menit (Crofton, 2002).

b. Ventilasi

  Ventilasi memungkinkan udara dapat berganti secara lancar. Luas lubang ventilasi tetap yang diperlukan minimal 10% luas lantai. Udara yang masuk sebaiknya udara yang bersih dan bukan udara yang mengandung debu/berbau. Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi antara lain (Notoadmojo, 2007):

  1. Menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar, sehingga keseimbangan oksigen bagi penghuni tetap terjaga.

  2. Membebaskan udara dari bakteri terutama bakteri patogen.

  3. Menjaga rumah dalam kelembaban yang optimal.

  Luas ventilasi alamiah permanen minimal 10% dari luas lantai, apabila ditambah dengan lubang ventilasi insidentil seperti jendela dan pintu sebesar 10% maka luas ventilasi minimal 20% dari luas lantai. (Depkes, 1999). Kualitas udara didalam rumah berkaitan dengan masalah ventilasi dan kegiatan penghuni didalamnya. Bertambahnya jumlah penduduk dalam pemukiman diperkotaan, menyebabkan kepadatan bangunan dan sulit membuat ventilasi dan bahkan ada rumah yang tidak mempunyai jendela, tidak ada lubang angin dan tidak pernah Perjalanan kuman TB Paru setelah dibatukkan akan terhirup oleh orang disekitarnya sampai ke paru-paru, sehingga dengan adanya ventilasi yang baik akan menjamin pertukaran udara, sehingga konsentrasi droplet dapat dikurangi. Konsentrasi droplet pervolume udara dan lamanya waktu menghirup udara tersebut memungkinkan seseorang akan terinfeksi kuman TB Paru (Depkes, 2002).

  c. Kepadatan hunian dalam rumah

  Cepat lambatnya penyakit menular salah satunya ditentukan oleh faktor kepadatan yang ditentukan oleh jumlah dan distribusi penduduk. Dalam hal ini kepadatan hunian yang apabila tidak dapat suplai rumah sehat yang memadai dan terjangkau, dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit daerah kumuh di perkotaan, yang berarti pula daerah reservoir penyakit, seperti penyakit tuberkulosis (Soemirat, 2000).

  d. Kelembaban Kelembaban udara berpengaruh terhadap konsentrasi pencemar di udara.

  Kelembaban berhubungan negatif (terbalik) dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu udara, maka kelembaban udaranya akan semakin rendah. Kelembaban yang standar apabila kelembaban udaranya akan semakin rendah. Kelembaban yang standar apabila kelembaban mencapai 40-70%. Dikatakan kelembaban tidak memenuhi standar bila lebih dari 70% atau kurang dari 40%. Kelembaban merupakan media yang baik untuk bakteri patogen, termasuk kuman TB Paru (Depkes, 1999).

  Salah satu faktor yang menentukan kualitas udara dalam rumah adalah suhu. Dikatakan nyaman apabila udara berkisar antara 18-20°C, dan suhu tersebut dipengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara dan kelembaban udara.

  Kuman Mycobacterium tuberculosis hidup dan tumbuh baik pada kisaran suhu 35-37°C. Ukuran dikatakan suhu standar dan tidak standar adalah (Depkes, 1999):

  a. Suhu standar bila suhu berkisar antara 18-20°C

  b. Suhu tidak standar, bila suhu lebih dari 30°C

2.4 Kerangka Konsep

  Adapun yang menjadi kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut: Kondisi Fisik Rumah:

  • Kelembaban - Ventilasi - Lantai - Pencahayaan Kejadian TB Paru - Kepadatan Hunian -Pekerjaan

Dokumen yang terkait

Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

0 0 7

Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

0 0 17

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

0 0 10

Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Evaluasi kualitas fungsi auditor internal dalam meningkatkan efektivitas pengendalian internal bank (Studi kasus Bank Permata Cabang Medan)

0 0 27

Fungsi Anggaran Sebagai Alat Perencanaan dan Pengawasan Biaya Operasional Pada Yayasan Kesehatan Telkom Area I Sumatera

0 0 12

BAB II SMP NEGERI 1 SEI RAMPAH A. Sejarah Ringkas SMP Negeri 1 Sei Rampah - Sistem Pengendalian Internal Kas Pada Smp Negeri 1 Sei Rampah

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gangguan Jiwa - Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 0 26

BAB 1 PENDAHULUAN - Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 0 8

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Pekerjaan Dengan Kejadian TB Paru di Kelurahan Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

0 0 21