Pengaruh Padat Tebar Tinggi Terhadap Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

  Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Claridae Genus : Clarias Spesies : C. gariepinus

  Ikan lele dumbo memiliki morfologi tubuh memanjang, warna tubuh bagian atas gelap, daerah perut dan sisi bawah kepala terang, kadang-kadang terdapat garis bintik-bintik terang pada sisi badan (Najiyati, 1992; Murniarti dkk.,2004), jika terkena sinar matahari, warna tubuh lele berubah menjadi pucat dan jika terkejut atau stres warna tubuhnya menjadi loreng seperti mozaik hitam putih (Djatmika dan Rusdi, 1986; Viveen dkk., 1987; Suyanto, 1995).

  Memiliki kulit licin tidak bersisik dan mengeluarkan mucus, kepala pipih berbentuk segitiga atau setengah lingkaran, dilindungi lempengan tulang kepala yang keras. Bagian badan silindris sedangkan bagian ekor pipih, memiliki mata yang kecil sehingga indra penglihatan kurang baik. Sebagai gantinya, ikan lele mempunyai alat peraba berupa empat pasang sungut, yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar dan dua pasang sungut mandibula (Viveen dkk., 1987; Najiyati, 1992). Menurut Handojo dkk. (1986) dalam Utomo (2006), ikan lele mempunyai dua buah alat olfaktori yang terletak dekat sungut hidung berfungsi untuk mengenali mangsa melalui perabaan dan penciuman.

  Gambar 2. Ikan Lele Dumbo (C. gariepinus) Insang ikan lele berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang

  (Najiyati, 1992) dan terdiri atas dua dinding berkantung tipis yang disatukan oleh tabung melintang (Jayaram, 1981 dalam Utomo, 2006), hal ini menyebabkan ikan lele kadang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan oksigen di perairan sehingga kekurangan ini dilengkapi oleh alat pernapasan tambahan pada lembar insang kedua dan keempat, merupakan modifikasi insang berbentuk seperti bunga karang disebut arborescent organ yang penuh dengan pembuluh darah kapiler.

  Arborescent organ memungkinkan ikan lele dapat mengambil oksigen langsung dari udara sehingga mampu hidup diperairan yang kandungan oksigennya rendah (Susanto, 1989; Angka dkk., 1990; Suyanto, 1992) maupun perairan yang kadar CO2 tinggi (Puspowardoyo dan Djarijah, 2002). Organ pernapasan tambahan ini hanya berfungsi saat insang tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen (Handojo dkk., 1986 dalam Utomo, 2006).

  Pada kondisi lembab, ikan lele dapat tetap hidup di luar perairan (Susanto, 1989; Murhananto, 2002). Alat genital dekat anus tampak sebagai tonjolan. Pada ikan jantan tonjolan berbentuk lancip sedangkan pada ikan betina tonjolan relatif membundar (Angka dkk., 1990).

  Habitat ikan lele adalah semua perairan tawar. Di sungai yang airnya tidak terlalu deras atau di perairan yang tenang seperti danau, waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan kecil seperti kolam. Ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk mendukung pertumbuhannya. Hal ini dimungkinkan oleh adanya kemampuan ikan tersebut untuk mengambil oksigen langsung dari udara melalui organ arborescent yang dimilikinya, sehingga pada perairan yang tidak mengalir, perairan yang kotor dan berlumpur dengan kandungan oksigen rendah, ikan lele masih bisa hidup (Soetomo, 1989; Suyanto, 1992).

  Ikan lele termasuk ikan omnivora, juga cenderung bersifat karnivora. Di alam bebas, makanan alami ikan lele terdiri fitoplankton dari jenis alga dan zooplankton yang berupa jasad-jasad renik seperti kutu air, cacing rambut, rotifera, jentik-jentik nyamuk, ikan kecil serta sisa bahan organik yang masih segar (Simanjuntak, 1989; Najiyati, 1992). Ikan lele juga senang makanan yang membusuk sehingga termasuk golongan pemakan bangkai dan bersifat kanibal saat jumlah makanan kurang tersedia (Simanjuntak, 1989).

  Padat Penebaran

  Padat penebaran ikan adalah jumlah ikan atau biomassa yang ditebar persatuan luas atau volume wadah pemeliharaan (Effendi, 2004).Menurut Bardach dkk. (1972) tingkat padat penebaran akan mempengaruhi keagresifan ikan. Ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang rendah akan lebih agresif, sedang ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang tinggi akan lambat pertumbuhannya karena tingginya tingkat kompetisi dan banyaknya sisa-sisa metabolisme yang terakumulasi dalam media air.

  Menurut Suresh dan Lin (1992) bahwa kualitas air menurun seiring peningkatan padat tebar yang diikuti dengan penurunan tingkat pertumbuhan.

  Namun jika kondisi lingkungan dapat dipertahankan dengan baik dan pemberian pakan yang cukup, kepadatan ikan yang tinggi akan meningkatkan produksi.

  Padat penebaran tinggi sangat mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan. Oksigen yang semakin berkurang dapat ditinggkatkan dengan pergantian air dan pemberian aerasi (Goddard, 1996). Menurut Wedemeyer (1996), padat penebaran yang sangat tinggi bahkan melebihi batas toleransi dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan dan fisiologi ikan. Oleh karena itu, agar hal tersebut tidak terjadi maka peningkatan padat penebaran terutama pada budidaya intensif, harus diimbangi dengan pemberian pakan berkualitas dengan kuantitas yang cukup dan fisika-kimia air yang terkontrol.

  Sistem Padat Tebar Tinggi

  Ikan yang digunakan adalah ikan yang berasal dari pembudidaya ikan lele (C. gariepinus) di kota medan. Sebelum ditebar kedalam akuarium dilakukan beberapa tahapan perlakuan terlebih dahulu. Adapun tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut Ikan sebaiknya diaklimatisasi sebelum dimasukkan kedalam akuarium perlakuan. Kemudian dilakukan pengukuran kualitas air media pemeliharaan di akuarium yang akan digunakan sebagai data awal pada tahapan akhir dilakukan pengukuran panjang dan berat ikan kemudian dimasukkan kedalam 9 akuarium, dengan kepadatan masing-masing 600 ekor/m³ , 700 ekor/m³ , dan 800 ekor/m³ selama penelitian atau 45 hari akan dilakukan meminimalkan penyortiran merupakan hal yang sangat penting dalam budidaya sistem padat tebar tinggi. Penyortiran sebenarnya menyebabkan ikan stres dan membutuhkan waktu untuk pemulihan. Akibatnya, masa budidaya lebih panjang dan terjadi pemborosan pakan.

  Pertumbuhan

  Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi adalah pertambahan jumlah.

  Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang digolongkan menjadi dua bagian yang besar yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah faktor yan sukar di kontrol seperti keturunan sex, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan dan suhu (Effendie, 2002)

  Peningkatan kepadatan akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan dan jika telah sampai pada batas tertentu pertumbuhannya akan terhenti. Hal tersebut dapat dicegah dengan penentuan padat penebaran yang sesuai dengan daya dukung lingkungan (Setiawan, 2009). Sedangkan Wicaksono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan terjadi apabila ikan hidup pada lingkungan yang optimum (suhu, pH dan oksigen) serta kebutuhan makanan yang mencukupi.

  Kelangsungan Hidup

  Menurut Effendie (2002) derajat kelangsungan hidup adalah persentase ikan yang hidup dari seluruh ikan yang dipelihara dalam suatu wadah. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) diacu dalam Setiawan (2009) tingkat kelangsungan hidup ikan adalah nilai persentase jumlah yang hidup selama masa pemeliharaan tertentu. Padat penebaran ikan yang tinggi dapat mempengaruhi lingkungan budidaya dan interaksi ikan. Peningkatan padat penebaran akan menggangu proses fisiologi dan tingkah laku ikan yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan. Akibat lanjut dari proses tersebut adalah penurunan pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Penyakit dan kekurangan oksigen akan mengurangi jumlah ikan secara drastis, terutama ikan yang berukuran kecil.

  Menurut Wicaksono (2005) kebutuhan oksigen ikan bervariasi tergantung jenis, umur dan kondisi alami. Ikan kecil biasanya mengkonsumsi oksigen yang lebih besar dibandingkan ikan dewasa. Penurunan kelarutan oksigen secara kronis dapat menyebabkan stress pada ikan. Sedangkan Wedemeyer (1996) diacu dalam Irliyandi (2008) menyatakan bahwa respon stres terjadi dalam tiga tahap yaitu tanda adanya stres, bertahan, dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stres. Stres meningkat cepat ketika batas daya tahan ikan telah tercapai atau terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan selanjutnya terjadi kematian. Gejala ikan sebelum mati yaitu warna tubuh menghitam, gerakan tidak berorientasi, dan mengeluarkan lendir pada permukaan kulitnya.

  Kualitas Air

  Kualitas air merupakan faktor penting dalam budidaya ikan karena diperlukan sebagai media hidup ikan. Beberapa perubah fisika dan kimia yang

  2

  dapat mempengaruhi hidup ikan adalah suhu, oksigen terlarut, CO bebas, pH, alkalinitas, amoniak, nitrit , dan nitrat (Weatherley, 1972). Semakin tinggi tingkat padat penebaran dalam suatu wadah budidaya, maka kualitas air pada wadah tersebut cenderung mengalami penurunan seiring waktu pemeliharaan. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan cara intensif, yang dilakukan dengan wadah indoor, kualitas air akan lebih mudah terkontrol, baik parameter fisika, biologi maupun kimia. Kualitas air merupakan faktor utama yang mempengaruhi kelangsungan hidup serta pertumbuhan dari segala jenis ikan. Menurut Effendie (2002) ada banyak parameter fisika dan kimia kualitas air yang mempengaruhi diantaranya:

  Suhu

  Ikan lele mudah beradaptasi dengan lingkungan yang tergenang air, dan bila sudah dewasa dapat diadaptasikan pula dengan lingkungan perairan yang mengalir (Puspowardoyo dan Djarijah, 2002). Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Zonneveld

  dkk.,1991). Suhu yang ideal untuk pemeliharaan ikan lele dumbo adalah 25 C

  • – O

  O

  30 C, di atas suhu tersebut nafsu makan lele dumbo akan berkurang. Selain itu, tingginya temperatur air akan menyebabkan meningkatnya aktivitas metabolisme dari organisme yang ada. Dengan tingginya aktivitas metabolisme ini, kandungan gas terlarut akan berkurang. Rendahnya kandungan gas terlarut dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan ikan lele lemas, bahkan mati. Sehingga perlu adanya pengaturan tingkat kepadatan benih ikan lele dalam wadah pemeliharaan, agar sesuai dengan laju metabolisme komponen perairan yang terjadi.

  Oksigen Terlarut

  Pada umumnya ikan lele hidup normal pada kandungan oksigen terlarut 4 mg per liter, jika persediaan oksigen di bawah 20 % dari kebutuhan normal, lele dumbo akan lemas dan menyebabkan kematian (Murhananto, 2002). Jika dalam suatu perairan budidaya populasi terlalu padat dapat menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut (DO) dan akan mempengaruhi nafsu makan ikan. Menurut Boyd (1990), tingkat DO yang rendah dalam wadah budidaya dibarengi dengan nitrit yang tinggi dapat merangsang pembentukan methemoglobin, sehingga mengakibatkan menurunnya transportasi oksigen dalam darah yang dapat mengakibatkan stres dan kematian pada ikan. Kandungan O2 yang terlalu tinggi akan menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung pada jaringan tubuh ikan lele, dan sebaliknya penurunan kandungan O2 secara tiba-tiba dapat menyebabkan kematian (Najiyati, 2001). Oksigen penting bagi ikan dan organisme lainnya untuk respirasi dan melakukan proses metabolisme. Tersedianya oksigen terlarut menjadi faktor pembatas yang penting dalam budidaya intensif ikan (Goddard, (1996), Lossordo dkk., (1998)), sehingga perlunya diketahui tingkat padat tebar yang sesuai pada benih ikan lele, agar terjadi proses metabolisme yang sempurna, dan tidak mengganggu proses pertumbuhan benih ikan lele.

  pH ( Potensial of hidrogen)

  Pada umumnya pH yang baik untuk pertumbuhan ikan lele yaitu antara 6,5 sampai 9,0. pH kurang dari 5 sangat buruk bagi kehidupan ikan lele, karena dapat menyebabkan penggumpalan lendir pada insang dan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan pH di atas 9 dapat menghambat pertumbuhan, karena menimbulkan nafsu makan yang kurang bagi ikan lele (Murhananto, 2002). Ishio dalam Wardoyo (1975), mengatakan bahwa pH 4 dan 11 merupakan titik lethal (death point) bagi ikan. Tinggi rendahnya pH dalam suatu perairan salah satunya dipengaruhi oleh jumlah kotoran dalam lingkungan perairan, khususnya sisa pakan dan hasil metabolisme. Semakin tinggi padat penebaran dalam wadah budidaya akan semakin tinggi pula bahan organik dan sisa metabolisme yang dihasilkan, namun dengan pengaturan pemberian pakan, alkalinitas merupakan perubah yang berhubungan dengan pH. Air yang memiliki alkalinitas tinggi akan menerima asam dalam jumlah yang lebih besar tanpa menyebabkan penurunan pH secara nyata (Vesilind dkk., 1993). Dengan demikian semakin tinggi padat penebaran yang menimbulkan limbah semakin tinggi akan mempengaruhi dan berbanding lurus terhadap nilai pH dan alkalinitas. Menurut Boyd (1990), menyatakan bahwa di perairan alami, alkalinitas total berkisar antara 5-500 mg CaCO3 /l. Alkalinitas minimum yang mampu ditolelir benih ikan lele adalah 0.1 mg CaCO3/l (Khairuman dan Amri, 2002).

  Amoniak

  Amoniak merupakan hasil akhir metabolisme protein dan dalam bentuknya yang tidak terionisasi dan merupakan racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang sangat rendah. Konsentrasi amoniak terlarut itu sendiri di dalam air bergantung pada pH dan suhu (Masser dkk., 1999). Semakin tinggi pH dan suhu dalam perairan, maka kandungan amoniak akan semakin tinggi pula. Amoniak adalah zat utama dari senyawa nitrogen yang diekskresikan oleh kebanyakan hewan akuatik (Spotte, 1979). Selain penguraian bahan organik sisa metabolisme yang kurang sempurna. Amoniak juga berpengaruh terhadap pertumbuhan yaitu menurunkan konsumsi oksigen akibat kerusakan pada insang, penggunaan energi yang lebih akibat stres yang ditimbulkan, dan menggangu proses osmoregulasi (Boyd, 1990). Kandungan maksimum amoniak dalam suatu wadah pemeliharaan untuk benih ikan lele yang masih dapat ditolelir adalah 1 mg/ liter (Khairuman dan Amri, 2002).

Dokumen yang terkait

1. Peneliti Utama Nama : dr. Julia Maria Sari NIP :- GolPangkat :- Jabatan : PPDS THT-KL FK-USU (Asisten Ahli) Fakultas : Kedokteran Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala dan Leher Waktu Disediaka

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Relasional 2.1.1 Pengertian Pemasaran Relasional - Pengaruh Pemasaran Relasional terhadap Kepuasan dan Komitmen pada Nasabah PT. Bank X

1 2 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pemasaran Relasional terhadap Kepuasan dan Komitmen pada Nasabah PT. Bank X

1 1 7

Pengaruh Pemasaran Relasional terhadap Kepuasan dan Komitmen pada Nasabah PT. Bank X

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku - Hubungan Pengetahuan Dan Motivasi Mahasiswa Indekost Terhadap Tindakan Seksual Pranikah di Jalan Sei Padang Kelurahan Padang Bulan Selayang I Medan Tahun 2013

0 1 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan Dan Motivasi Mahasiswa Indekost Terhadap Tindakan Seksual Pranikah di Jalan Sei Padang Kelurahan Padang Bulan Selayang I Medan Tahun 2013

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Rasio Keuangan Menggunakan Metode CAMEL Untuk Menilai Efektivitas dan Pertumbuhan Kinerja Keuangan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011

0 0 16

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi dan Digitalisasi Dokumen 2.1.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi - Evaluasi Situs Web Perpustakaan UGM, UI, dan ITB Menggunakan WebQual dan Peranan Perpustakaan dalam Meningkatkan Peringkat Perguruan Ti

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Evaluasi Situs Web Perpustakaan UGM, UI, dan ITB Menggunakan WebQual dan Peranan Perpustakaan dalam Meningkatkan Peringkat Perguruan Tinggi dalam Webometrics

0 0 6

Pengaruh Padat Tebar Tinggi Terhadap Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

0 0 13