Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Pengguna Instagram tentang Informasi Karakter Wanita Padaimage Captionakun Instagram Infia_Fact dalam Membentuk Citra Diri

HASIL WAWANCARA

  Nama : Christa Brilian Damar Hamukti Tempat Tanggal Lahir : Surakarta, 12 September 1992 Alamat : Krajan RT 02, RW 01 Sumber, Banjarsari, Surakarta Profesi : Mahasiswa Nama Akun Instagram : @komparemgkjsumber Gender : Laki-laki Peneliti

  : “Selamat malam mas Krista, sebelumnya aku mau tanya dulu nih sebenarnya mas Krista ini adalah salah satu pengguna aktif instagram atau nggak?”

  Narasumber : “Enggak banget.”

  Peneliti : “Enggak ya?” Narasumber

  : “Enggak banget.” Peneliti

  : “Tapi pernah kan tau dan mbuka akun instagram?” Narasumber : “Pernahlah.” Peneliti

  : “Nah, kalau dari mas Krista sendiri kira-kira pernah menggunakan akun instagram ini mulai dari tahun berapa?” Narasumber

  : “Mulai dari tahun 2017, baru aja.” Peneliti : “Oh baru tahun 2017, baru aja ya mas ya. Nah, apa aja sih yang mas Krista cari kalau lagi buka akun instagram?” Narasumber

  : “Yang pertama pasti stalking ya, stalking wanita, stalking perempuan,

  stalking mantan. Itu yang pertama ya. Terus yang kedua itu karena dulu sangat

  berat saat berpisah maka dulu saya itu membuka akun instagram yang berbau spiritual one spiritual, ya @1.spiritual itu adalah akun yang terdapat kata-kata semacam kata-kata pemulihan jiwa, itu yang kedua. Yang ketiga ada akun tentang hand lettering istilahnya, satu lagi sama artis.”

  Peneliti : “Tapi mas Krista kalau akun infia fact gitu pernah denger gak sih mas?”

  Narasumber : “Dulu pernah waktu lihat di explore itu kan ada, tak buka tok cuma mau lihat

  opo sih iki ?.”

  Peneliti : “Waktu itu statement apa yang mas Krista lihat di situ? Dan termasuk

  statement

  yang sesuai dengan kamu kah atau tidak?” Narasumber

  : “Sesuai, eh engga ding. Statement yang waktu itu aku lihat di explore itu akun infia fact malah memberi sesuatu dan informasi baru untuk aku. Jadi, oh ternyata ada kaya gini istilahnya kaya gitu. Aku ndak bisa mengatakan ini benar atau salahnya tapi yang pasti statement itu memberi wawasan baru buat aku, yang pertama kali aku buka dari infia fact .”

  Peneliti : “Oke.. tapi udah bisa langsung menilai gak sih bagaiman akun infia fact itu?”

  Narasumber : “Maksudnya gimana? Menilainya dalam...”

  Peneliti : “Maksudnya dalam... menilainya dalam konteks apakah akun infia fact ini positif buat kamu kah atau memang akun yang tidak menarik buat kamu?”

  Narasumber : “Kalau buat saya, akun-akun semacam infia fact ini hanyalah akun sambil lalu saja. Jadi hanya baca scroll baca lagi scroll lagi jadi tidak perlu diingat tidak perlu dipikirkan begitu dalam.”

  Peneliti : “Tapi kalau untuk mas Krista pribadi tetap saja ya akun infia fact juga menambah wawasan mas Krista?”

  Narasumber : “Oh iya bener, itu bener banget.” Peneliti

  : “Oke, kita langsung masuk ke satu-satu image caption nya ya mas Krista.” Narasumber

  : “Oh ya oke, siap.” Peneliti : “Kita mulai dari yang pertama nih, di Korea Selatan wanita dengan kantung mata yang disebut aegyo sal atau eye smile dianggap lucu dan manis. Nah, kalau menurut mas Krista sendiri gimana tuh?”

  Narasumber : “Gak juga sih, gak juga.”

  Peneliti : “Terus pandangan mas Krista sendiri gimana?”

  Narasumber : “Maksudnya gimana? Pandanganku kepada wanitanya atau gimana?”

  Peneliti : “Maksudnya kamu memandang wanita yang berkantung mata itu bagaimana dan disebutkan di sini bahwa di Korea Selatan wanita berkantung mata itu dipandang lucu dan manis, tentunya mas Krista pengen punya pacar atau kekasih itu yang lucu dan manislah istilahnya. Nah setelah membaca image

  caption ini ada gak sih keinginan mas Krista untuk memiliki pacar yang punya

  kantung mata ?”

  Narasumber : “Gak juga, karena bagi saya e.. cantik atau lucu dan manis itu malah yang tidak berkantung mata. Saya tidak menilai yang berkantung mata itu ndak lucu ndak manis, tapi yowes biasa aja, flat datar.”

  Peneliti : “Oh jadi kalau mas Krista melihat image caption itu bakalan biasa aja ya, sambil lalu aja?”

  Narasumber : “Iya, tapi nambah wawasan juga jadi tau kalau di pandangan orang Korea Selatan tentang wanita itu seperti apa. Tapi sambil lalu buatku, karena aku tidak setuju.”

  Peneliti : “Oke kita langsung lanjut ke image caption selanjutnya ya mas.”

  Narasumber : “Nah ini, ini bener banget.” Peneliti

  : “Wah, kenapa tuh?” Narasumber

  : “Karena enak aja gitu, ketika kita bisa berkomunikasi dengan perempuan dan suaranya itu kaya anak kecil yang manja-manja gitu jadi lebih enak aja didengar, jadi kaya lembut gitu lho sisi kewanitaannya timbul. Nah makanya, saya jujur suka banget sama suara lembut itu. Karena hidup saya itu kan sering banget tegang atau high-pressure jadi ketika bisa dengar suara wanita yang lembut gitu hatinya bisa lebih tenang.”

  Peneliti : “Oh iya, jadi kalau misal mas Krista melihat image caption ini pasti bakalan dilike dong ya?”

  Narasumber : “Oke, like banget. Setuju banget ini, rambut, senyum dan juga nada.” Peneliti

  : “Kenapa kamu langsung like, aku bisa bilang karena ini kamu banget gitu gak sih mas?” Narasumber

  : “Iya hoo, bener banget.” Peneliti : “Walaupun ini informasi tentang wanita ya, tapi kamu malah yang ngerti banget.” Narasumber

  : “Karena aku adalah seorang pria yang menyukai hal seperti ini.” Peneliti : “Oke lanjut.” Narasumber : “Nah bagi saya, saya tidak setuju dengan ini. Memang sih kadang wanita itu gampang membocorkan rahasia. Tapi saya kurang setuju dengan statement di bawah ini, pernyataan dalam waktu setengah jam setelah mengetahui suatu rahasia, itu enggak sih bagiku. Karena menurut saya dalam pergaulan saya bersama wanita-wanita, biasanya cewek itu membocorkan rahasia bukan karena sengaja tapi dia itu ingin bercanda terus kebablasan, itu menurut pengalaman dari wanita-wanita yang saya kenal. Sebenarnya mereka itu pintar banget menjaga suatu rahasia, tapi kebanyakan keceplosannya itu adalah ketika dia terbawa saat gojeg/bercanda.

  ” Peneliti

  : “Berarti ketika mas Krista melihat ini pun ada gak sih keinginan untuk ngelike atau merespond image caption ini?” Narasumber

  : “Kalau ngelike enggak, respond pun juga enggak. Karena saya adalah tipe orang yang tertutup jadi kurang tertarik untuk merespond langsung postingan ini, ya paling dikomen dalam hati aja. Kecuali kalau berhubungan dengan kata-kata yang menyangkut dengan pengembangan diri dan yang ngena banget mungkin bakalan aku komen, itu pun juga 1 per seratus. Jadi, memang jarang banget.”

  Peneliti : “Jadi ketika mas Krista melihat image caption ini memang hanya akan scroll aja begitu ya?” Narasumber

  : “Iya seperti image caption yang pertama tadi.” Peneliti : “Oke, selanjutnya.” Narasumber : “Bagi saya ini bener banget.”

  Peneliti : “Oh, ada pengalaman ya?” Narasumber

  : “Ya enggak pengalaman juga sih. Ini eee.. di mana-mana wanita yang saya temui yang punya sifat romantis memang gampang luluh dengan hal yang romantis.”

  Peneliti : “Kok di mana-mana keliatannya buanyak banget gitu ya mas?”

  Narasumber : “Enggak juga, maksudnya.. saya juga banyak bergaul dengan orang-orang di luar sini juga, ya dengan wanita-wanita yang saya temui, saya tu suka belajar dari orang. Lihat orang belajar, tingkah lakune piye kaya gitu makanya saya tu tau bahwa wanita-wanita romantis tu gampang banget luluh dengan bunga, puisi ataupun hal- hal yang romantis lainnya.”

  Peneliti : “Oke, terus kalau misalnya mas Krista jomblo pasti pengen dong untuk meluluhkan hati wanita. Nah, ketika mas Krista melihat image caption ini ada gak sih perasaan yang tergugah untuk melakukannya atau malah sebelumnya udah mendapat informasi ini dulu?”

  Narasumber : “Malah udah dapat informasi ini dulu, dan image caption ini istilahnya memperkuat apa yang telah saya dapatkan. Karena sebelumnya kan udah dapat informasi dari berbagai media bahwa wanita itu memang suka bunga dan hal- hal yang romantis, seperti itu..”

  Peneliti : “Dan juga ada pengalaman-pengalaman dari mas Krista sendiri ya? Image

  caption ini memperkuat dan akhirnya kamu ada keinginan untuk melakukan

  itu?” Narasumber

  : “Ya... Bener banget, postingan ini memperkuat.” Peneliti

  : “Oke, lanjut..” Narasumber : “Ya, bagi saya infia fact itu benar bahwa wanita memang tidak mengenal cinta pada pandangan pertama. Tapi enam tahap ini saya kurang tau, yang saya tau...”

  Peneliti : “Pasti banyak sekali tahap yang dilalui untuk bisa merasakan cinta yang sesungguhnya.”

  Narasumber : “Ya bener banget. Soalnya yang paling menonjol pada cewek itu adalah keinginan cewek untuk melihat usaha dan perjuangan seseorang yang ingin mendapatkannya, memang sih pandangan pertama itu hanya untuk impress untuk terkesan aja, tapi untuk cinta biasanya wanita lihat dari usahanya untuk mendapatkan si wanita itu.”

  Peneliti : “Oke, berarti ini juga menambah wawasan kamu untuk bisa lebih punya tips khusus untuk mendapatkan hati si dia.”

  Narasumber : “Bener, bener banget.”

  Peneliti : “Karena kamu pasti gak mau cuma di-impress sama cewek kan?”

  Narasumber : “Iya dong aku juga pengen memiliki hatinya.”

  Peneliti : “Terus, kalau dari kamu sendiri dari sudut pandang pria. Bagaimana pendapatmu tentang pria yang terlalu mudah untuk cinta pada pandangan pertama. Bener gak sih kalau memang pria seperti itu?”

  Narasumber : “Kalau aku pribadi enggak, cinta pandang pertama itu hanya impress bagiku.

  Laki- laki mana yang ga “wow” ketika lihat cewek cantik. Semua laki-laki itu pasti pertama yang dilihat itu fisik. Lha tapi kalau untuk cinta itu gak cuma itu

  tok. Terutama kalau laki-laki itu, eh coba dari diri pribadi saya aja untuk

  mencintai seorang cewek itu adalah ketika dia enak gak kalau diajak bicara, ngobrol dan tingkah lakunya itu match gak sih sama kenyamanan diri saya. Kalau oke ya bisa lanjut ke tahap selanjutnya.”

  Peneliti : “Dari kamu pribadi, kamu pernah gak sih ketemu sama satu cewek dan di saat itu juga kamu udah membayangkan hidup yang penuh cinta bersama dia?”

  Narasumber : “Enggak i...”

  Peneliti : “Ya yang dimaksud dengan cinta pandangan pertama itu ya itu, kalau kamu enggak ya?” Narasumber

  : “Enggak sih, tergantung dari laki-lakinya masing-masing. Kalau saya ya seperti yang saya jelaskan tadi.” Peneliti : “Oke lanjut.” Narasumber : “Nah kalau ini bener banget, setuju aku. Ee.. cewek mana sih yang tidak mencari cowok yang sama seperti ayahnya? Karena setiap wanita yang saya kenal pasti akan mencari cowok yang sesuai dengan karakter ayahnya atau mungkin caranya cowok nge-threat sama seperti daddy nya itu nge-threat ceweknya. Jadi memang benar banget, ketika cewek yang deket sama orang tuanya pasti tau sifatnya, tau cara berkomunikasi dengan baik dan nyaman.

  Jadi pasti sama pasangannya juga bisa komunikasi dengan baik pula, gitu...” Peneliti

  : “Dari kamu pribadi, kamu sudah melihat image caption ini nih.. dan kebetulan cewek yang kamu taksir itu adalah cewek yang deket dengan bapaknya. Ada gak sih antisipasimu atau keinginanmu mencari tahu bapaknya itu seperti apa?”

  Narasumber : “Bener, iya, pasti itu. Dan sedikit banyak juga ingin harus menarget diri harus bisa jadi seperti ayahnya itu sampai ayah cewek itu mengacungi jempol dan mengatakan yo koe wes layak nggo anakku (ya, kamu layak untuk anakku), gitu.”

  Peneliti : “Jadi kamu berpikiran bahwa ayahnya akan jadi jembatan untuk kamu bisa mendapatkan anaknya atau bagaimana?”

  Narasumber : “Bukan jembatan sih, ayahnya itu sebagai penilai. Jadi, ketika aku bisa mendekati sifat si ayah itu tadi si ayah akan menilai oh berarti iki tenanan ki

  karo anakku,

  istilahnya kaya gitu.” Peneliti

  : “Oke lanjut...” Narasumber : “Jujur, saya nggak tau mau jawab apa. Karena saya belum pernah mendalami wanita yang disakiti kemudian apakah dia tidak bisa mencintai seseorang dengan cara yang sama. Karena dari wanita-wanita yang saya kenal pun saya juga tidak berani untuk menanyakan hal ini, mantan saya pun juga saya belum berani untuk menanyakan hal itu jadi sebenarnya hal ini juga masih menjadi pertanyaan di otak saya. Sebenarnya saya juga mencari tau dan menunggu momen yang pas untuk bisa mengetahui jawaban dari hal ini sebenarnya, tapi untuk saat ini momen yang tepat untuk masuk di bidang seperti ini tu ndak bisa dan susah banget. ”

  Peneliti : “Tapi menurut kamu pribadi gimana tu? Orang yang tidak bisa mencintai orang lain dengan cara yang sama. Apakah perbuatan yang wajar? Atau perbuatan yang tidak perlu?”

  Narasumber : “Maksud cara yang sama itu seperti apa dulu ni?”

  Peneliti : “Ini contoh aja ya, seperti misalnya cewek pacaran sama si A dan dia memiliki perhatian yang lebih dalam hubungannya, dia mengucapkan selamat pagi setiap hari. Tapi setelah dia putus dengan si A dia tidak akan pernah melakukan hal yang sama lagi saat berpacaran dengan si B. Dia akan lebih jaim, mungkin lebih belajar dari pengalaman kali ya, padahal tidak semua hal yang sama itu merupakan hal yang negatif.”

  Narasumber : “Ya..ya..ya.. aku ngerti maksudmu. Eee.. saya jujur masih belum ada gambaran, tapi mungkin ada yang seperti itu, ini saya cuma nebak aja. Dari contoh praktis yang kamu buat tadi mungkin wanita takut untuk tidak bisa mencintai orang lain dengan cara yang sama dengan masa yang temporer atau sementara. Jadi si cewek ini mau memulihkan hatinya terlebih dahulu. Karena saat memulai hubungan yang baru, mungkin dia merasa gak enak dengan cara yang lama itu tapi kemungkinan semakin lama dijalani pasti perasaan itu juga akan menghilang.”

  Penelitian : “Aku tanya, kalau misal mas Krista ada di posisi sebagai orang yang ketika si cewek ini disakitin sama si A dan kamu ada di posisi B. Pasti dia gak akan pernah bisa melakukan hal yang sama ke kamu dong, nah di saat kamu dalam situasi itu kamu membaca image caption ini. Nah apa tuh yang ada di dalam pikiranmu? Apa antisipasimu untuk mengatasi hal itu?” Narasumber

  : “Menghindari apa yang membuat dia sakit, itu sudah pasti. Ketika aku membaca ini, kan image caption ini juga menambah wawasan baru bagiku. Tapi aku belum bener-bener tahu kebenarannya, nah jadi saya cukup menjadikan ini wawasan baru. Nah wawasan baru bagi saya berarti saya harus mencobanya, jadi oh berarti saya harus nge-treat cewek yang pernah disakiti ini jangan sampai terusik lagi luka lamanya. Lha kenapa saya lakukan itu? Karena dalam rangka mencoba ini, kalau ternyata oke yowes berarti cewek memang seperti itu. Tapi saya juga bakalan suatu saat mencoba menerjang teori ini dan nggak meng-amini image caption ini. Coba kalau memang itu bisa diterima berarti yang kemarin-kemarin itu dia memang hanya memulihkan luka lamanya, tapi kalau tidak bisa ya berarti image caption ini bener banget.

  Soalnya saya belum pernah mengalami yang seperti ini.” Peneliti : “Oke, lanjut.” Narasumber

  : “Bener banget kalau ini, wanita memang egois.” Narasumber : “Lebih egois itu menurut saya, kenapa saya bisa bilang lebih egois itu karena.. ini saya berbicara dari sudut pandang laki-laki lho ya cewek itu cenderung tidak tau apa yang dipikirkan laki-laki. Jadi dia malah jadi merasa harus menang sendiri gitu lho...Harus jadi spesial dan lain sebagainya. Padahal sebenarnya cowok itu juga ingin dispesialkan dengan cara pemikirannya dia, tapi ya ini laki-laki dan perempuan ini berbeda dan wanitanya juga gak mau tau, jadi ya laki- laki jadi harus cenderung mengalah sama wanita.”

  Peneliti : “Jadi kalau mas Krista melihat postingan ini sudah pasti dilike dong ya?”

  Narasumber : “Emmm, iya sudah pasti saya like.” Peneliti

  : “Kalau misal nih, mas Krista punya pacar ada gak sih keinginan mas Krista untuk mengirim image caption ini ke pacar mas Krista?”

  Narasumber : “Oh, enggak.. enggak banget. Karena akan menjadi perang dunia dan saya juga paling tidak suka dengan hal yang akan menyulut api dan memancing pertengkaran. Cukup aku like dan tidak perlu dikirim yang akan menimbulkan api.”

  Peneliti : “Jadi, yaudah ini merupakan kenyataan, ini pengalamanku dan aku suka maka dari itu aku like . Cukup gitu aja ya?”

  Narasumber : “Yes! Bener banget. Ini untuk tambahan, kalau image caption di infia fact seperti ini saya akan sangat jarang mengirim image caption yang isinya seperti ini kepada pacar saya. Kalaupun ada yang saya kirim pasti sesuatu hal yang membuat tertawa yang berbau kekonyolan itu pasti bakal saya kirim.”

  Peneliti : “Oke lanjut.”

  Narasumber : “Jujur saya nggak tahu, karena saya belum pernah mengalami hal ini jadi menurut saya ini adalah wawasan baru dan tapi wawasan baru yang masih diragukan kebenarannya.”

  Peneliti : “Nah jadi gini nih mas, yang dimaksud itu adalah lebih kaya ini contohnya diklaim cantik itu dilihat dari dia yang lebih banyak mengeluarkan modal untuk kecantikannya. Semua cewek tu kan cantik tuh, tapi untuk terlihat lebih bersinar kan pasti ada modalnya. Nah maksudnya di sini kenapa kok level kebahagiaan yang biasa-biasa ini lebih tinggi karena dia tidak perlu pusing untuk memikirkan modal kecantikannya. Jadi kalau cantik itu kan memang harus punya barang-barang branded gitu ya.. Nah menurut mas Krista gimana tuh?”

  Narasumber : “Oh jadi maksudnya seperti itu, kalau maksudnya seperti itu, ee... kalau dari pandangan saya sendiri kalau melulu tentang make up itu juga kurang pas buat saya. Karena wanita dengan wajah yang biasa-biasa saja juga pasti pernah merasa tertekan kok kenapa kok aku tidak bisa seperti ini atau seperti itu, atau mungkin gak bisa caranya seperti itu.. saya yakin dia juga pengen terlihat cantik. Dan kalau disangkutpautkan sama make up dan segala macemnya itu sebenarnya semua wanita juga memiliki kesedihannya. Si wanita yang tidak punya modal ini mungkin dia gak bahagia karena dia perlu modal, ketika gak ada modal dia merasa kurang cantik. Sedangkan wanita yang biasa saja dia sudah cantik tapi dia merasa minder karena tidak bisa seperti wanita berdandan seperti wanita cantik ber-make-up itu.”

  Peneliti : “Kalau dari kamu sendiri memandang wanita cantik untuk bisa kamu jadikan pasangan hidupmu itu adalah wanita yang seperti apa?”

  Narasumber : “Kalau bagiku gak usah muluk-muluk bagiku, make up itu adalah nomor kesekian.. yang paling penting bagi saya kalau fisik itu lebih mata dan senyuman.”

  Peneliti : “Jadi kalau mas Krista sendiri memang lebih suka yang biasa-biasa aja natural aja gitu ya?

  ” Narasumber

  : “Ya natural, kalau misal ada make up ya lebih fokus ke mata aja lebih mempercantik mata.” Peneliti

  : “Oke lanjut.” Narasumber

  : “Ini ngapusi banget, ini kayanya infia fact tidak melakukan riset ini.. kenapa infia fact bisa-bisanya ngomong seperti ini? Ini tu gak mungkin banget, apa yang membuat wanita sakit itu pasti akan selalu terungkit di hatinya itu udah pasti. Sehingga dia akan sulit memaafkan dan melupakan. Menurutku apa infia fact tu gak melakukan studi gitu lho? Padahal ini studi di Ontario, maka dari itu saya meragukan sedikit gitu lho..”

  Peneliti : “Kalau kamu melihat ini, apa tuh yang ada di dalam pikiranmu?”

  Narasumber : “Eee... scroll aja langsung. Karena menurutku ini ga scientific dan meragukan sekali. Serta berdasarkan pengalamanku tu ini gak banget, scroll langsung aja, ini gak banget.”

  Peneliti : “Oke kita lanjut ke yang terakhir ya mas..”

  Narasumber : “Enggak i bagiku, karena bagiku cara berpakaian itu pilihan bukan tolok ukur. Pilihan mana yang menurut mereka pantas dipakai, cocok untuk bodynya cocok untuk jiwanya sehingga gak melulu seperti itu langsung diklaim tidak cocok untuk dijadikan istri.”

  Peneliti : “Tapi kan maksudnya, infia fact punya alasan kan mengapa akun ini bisa menuliskan hal seperti ini karena mungkin juga bisa didasari oleh penelitian.

  Apakah kamu tidak bertanya- tanya atau semacam itu?” Narasumber

  : “Kalau menurut saya, mengapa infia fact bisa ngomong seperti itu karena wanita yang lebih terbuka itu memang terlihat open ke semua lelaki dan interpretasi orang ketika melihat wanita dengan pakaian terbuka itu pasti selalu mengarah sifat negatif atau bahasa jawanya dia dianggap baulan makanya di sana dibilang tidak cocok untuk dijadikan istri karena dianggap wanita player. Tapi kalau untuk saya pribadi tidak mesti, perlu kita ketahui lebih dalam lagi bagaimana wanita itu sebenarnya

  .” Peneliti : “Jadi, kalau mas Krista sendiri ga akan mengukur baik tidaknya wanita hanya melalui ketat atau tidaknya pakaian mereka ya?”

  Narasumber : “Ya betul saya akan lebih memperhatikan dan lebih mengenal hati dan karakternya juga.”

  Peneliti : “Kan ini mas Krista udah melihat sebelas image caption dari infia fact kan, nah dengan itu mas Krista udah bisa menilai belum bagaimana akun infia fact itu di mata mas Krista?”

  Narasumber : “Kalau dari saya pribadi untuk benar-benar mengikuti sebuah akun pasti akan membutuhkan banyak sekali pertimbangan. Seperti misalnya setiap orang memiliki ketertarikan yang berbeda-beda tergantung pada personality nya. Saya mau tanya dulu kalau akun infia fact itu menyajika informasi apa saja?”

  Peneliti : “Informasi viral yang terjadi di dunia, salah satunya juga informasi-informasi tentang wanita seperti yang kita bahas sekarang ini dan juga ada tentang pengetahuan alam...”

  Narasumber : “Nah, seperti yang saya katakan tadi ketertarikan seseorang itu tetap tergantung pada personality masing-masing orang. Saya suka dengan akun yang memberikan informasi yang ingin saya ketahui yaitu pengetahuan alam. Kalau untuk informasi seperti yang kita bahas ini aku pribadi memang kurang tertarik, mungkin saya akan scroll saja begitu.”

  Peneliti : “Tapi kalau dari mas Krista sendiri, menilai dari sudut pandang di luar mas Krista kira-kira infia fact ini adalah akun yang seperti apa? Apakah akun yang memberi wawasankah? Atau bahan untuk introspeksi diri? Atau yang lain?”

  Narasumber : “Kalau saya, saya anggap akun ini netral.. yaitu akun yang hanya memberi wawasan saja, begitu.”

  Peneliti : “Oke kalau begitu mas Krista, terimakasih banyak untuk waktunya ya..” Narasumber

  : “Oh iya, sama-sama.” Nama : Feri Dwi Hastuti Tempat Tanggal Lahir : Surakarta, 18 Februari 1996 Alamat : Gayamsari RT 01 RW 11, Sumber, Surakarta Profesi : Karyawan Swasta dan Mahasiswi Nama Akun Instagram : @feridwi18 Gender : Perempuan Peneliti : “Selamat siang saudari Feri, mau tanya nih mbak Feri punya instagram kan ya?” Narasumber

  : “Iya, punya.” Peneliti : “Intensitas mbak Feri dalam menggunakan instagram itu kira-kira sehari buka berapa kali? Atau berapa jam, bisa dirata- rata.”

  Narasumber : “Kalau ditanya berapa kali kemungkinan bisa dibilang 10 ke bawah.”

  Peneliti : “Oh, sepuluh ke bawah ya. Waktu yang kamu mbak Feri habiskan untuk membuka instagram di tiap kalinya itu berapa menit?” Narasumber

  : “5 sampai 10 menit.” Peneliti

  : “Biasanya dalam waktu segitu mbak Feri habiskan untuk melihat apa saja?” Narasumber : “Biasanya saya membuka akun yang berbau psikologis di situ, terus biasa

  IGnya pacar, kepo-kepoin

  temen.” Peneliti

  : “Lalu untuk akun infia fact kira-kira pernah denger gak akun tersebut?” Narasumber : “Pernah denger tapi saya belum pernah benar-benar masuk dan mengikuti akun tersebut. Tapi dengan 12 image caption yang kamu berikan ini saya jadi punya gambaran sedikit tentang infia fact.”

  Peneliti : “Nah, gambaran yang seperti apa tuh?”

  Narasumber : “70% benar.”

  Peneliti : “Oke kita langsung masuk bahas satu-satu image captionnya aja kali yaa mbak. Di sini saya mau meminta pendapatmu tentang image caption yang ada di sini.”

  Narasumber : “Oh iya mbak.”

  Peneliti : “Monggo dibaca dulu.”

  Peneliti : “Kalau saya lihat kamu ini kan adalah salah satu wanita yang tidak berkantung mata, kalau dari mbak Feri pribadi gimana sih pendapatmu tentang

  image caption ini?”

  Narasumber : “Agak lucu sih mbak, kaya lebam gitu kaya orang nangis. Malah saya kurang suka sama kantung mata, lucu dari mananya.”

  Peneliti : “Jadi ketika kamu melihat image caption ini gak ada ketertarikan ya?” Narasumber

  : “Untuk memiliki mata kaya gitu? Enggak.” Peneliti

  : “Jadi menurut kamu wanita yang memiliki kantung mata itu tetap tidak menarik ya?” Narasumber

  : “Itu mungkin karena matanya sipit mbak, jadi kalau ditambah dengan kantung mata malah jadi menonjol.” Peneliti

  : “Tapi kalau di Korea itu jadi trend loh mba.” Narasumber : “Tapi saya nggak suka Korea.”

  Peneliti : “Berarti fix ya kamu gak akan pernah nyoba-nyoba untuk memiliki kantung mata, sekalipun kamu melihat image caption ini?”

  Narasumber : “Enggak mbak.. Saya malah lebih tertarik untuk filler hidung mbak karena hidu ng saya yang kurang mancung”

  Peneliti : “Bisa dibilang kamu gak suka kantung mata karena mata kamu belo gak sih mba?”

  Narasumber : “Ya bisa dikatakan seperti itu mbak, saya tidak tertarik karena itu sepertinya juga tidak pas untuk saya. Tapi dengan adanya informasi itu wawasan saya semakin bertambah. Saya jadi tau bagaimana cara pandang Korea dalam konteks wanita lucu dan manis.

  ” Peneliti : “Okedeh, lanjut..” Narasumber : “Emm bener sih, kalau aku rasain ya bagian muka kita kan memang jarang sekali itu keriput-keriput, tapi kalau bagian dada kalau tidak benar-benar kita jaga pasti akan sangat mudah mengalami penuaan dini.”

  Peneliti : “Oh mbak Feri udah ngerti ya sebelumnya ya?”

  Peneliti : “Kalau misal dari mbak Feri sendiri setelah melihat image caption ini jadi ada keinginan untuk lebih intens merawat area dada gitu ndak mbak Feri?”

  Narasumber : “Ya kan sebelumnya saya melihat dari ibukku ya, terus saya berfikir apa karena untuk anak jadi dadanya molor. Itu yang membuat saya lebih hati-hati juga dalam menjaga area dada saya. Ditambah lagi saat saya melihat image

  

caption ini, saya jadi tambah tak ut dan akan lebih menjaga lagi.”

  Peneliti : “Oke mbak Feri, lanjut.”

  Narasumber : “Kalau ini saya tertarik ini, setauku dalam teknik merias wajah itu awalnya kan ada kaya foundation, puffnya itu kan dikasih air. Tapi kesalahan orang Indonesia itu puffnya hanya dikasih air biasa saja, padahal lebih bagusnya puff sebelum make up itu harus menggunakan air es. Ini aku malah tertarik ketika ada inovasi nyelupin hasil riasan ke dalam air es”

  Peneliti : “Berarti mbak Feri sendiri jadi pengen ya?”

  Narasumber : “Iya, malah tertarik karena kan pikir ku kan kalau sudah dirias itu kan kalau bisa jangan sampai kena air. Tapi di infia fact ini malah mengatakan bahwa sesudah dirias malah justru dimasukin mukanya. Mungkin make up nya biar kaku kali ya.”

  Peneliti : “Oh iya bisa jadi seperti itu ya mbak. Oke lanjut..”

  Narasumber : “Sedikit setuju tapi... banyak pertimbangan.”

  Peneliti : “Apa tuh pertimbangannya mbak? Mungkin ada pengalaman tersendiri?”

  Narasumber : “Sebenernya saya itu paling tidak suka ya sama cewek yang suaranya dibuat- buat seperti anak kecil seperti itu. Memang aku gak suka, tapi kadang-kadang itu bertolak belakang dengan sifatku sebagai wanita yang pengen dimanja. Terkadang bukan hanya perilaku saja, tapi secara tidak sengaja suara pun jadi ikut-ikutan seperti anak kecil begitu. Padahal kalau aku denger orang lain, aku gak suka rasanya pengen tak jitak.”

  Peneliti : “Berarti kalau untuk penanaman dirimu ke orang-orang awam kamu akan lebih terlihat dewasa? Tapi kalau ke orang yang kamu sayang kamu akan lebih manja?”

  Narasumber : “Iya, baru aku praktekin kalau sama orang yang aku sayang. Tapi gak lebay kaya orang- orang itu.”

  Peneliti : “Berarti harus bisa lebih menempatkan diri aja ya lebih tepatnya?”

  Narasumber : “Yap, benar sekali.”

  Narasumber : “Ya betul sekali, karena wanita sangat suka sekali meng-gossip.”

  Peneliti : “Tapi apakah mbak Feri terima-terima saja ketika dicap sebagai wanita yang tidak bisa menjaga rahasia?” Narasumber

  : “Tentu enggak dong, memang kodratnya wanita itu mulutnya ember. Tapi ada beberapa wanita yang bisa benar-benar menjaga salah satu rahasia yang ada. Contohnya saya, saya itu seneng sekali cerita sama orang lain karena kalau saya pendem sendiri saya malah jadi tertekan, kesannya malah seperti orang gila.”

  Peneliti : “Ini kan udah merupakan sebuah penelitian nih, dan followers dari akun ini tu udah hampir mencapai 3 juta followers, pasti banyak dong yang melihat post ini. Antisipasimu sebagai wanita tu gimana sih? Supaya kamu gak dipandang sebelah mata seperti ini?”

  Narasumber : “Ya itu tergantung ke pribadinya ya, kalau aku pribadi sih menanamkan pada diriku sendiri kalau memang ngobrol bisa meringankan beban ya aku bakalan ngobrol, tapi ngobrolnya juga harus dibatasi. Kadang wanita itu memang kalau sudah sangat asyik ngobrol bisa aja keluar batas, bibir kalau udah olahraga ngobrol terkadang rahasia itu keluar tanpa sadar.”

  Peneliti : “Berarti mbak Feri jadi lebih nge-keep dirinya sendiri ya? Untuk lebih membatasi diri sendiri?”

  Narasumber : “Jadi kalau lagi ngobrol itu, mikir yang mau dibahas apa jadi rahasia ini jangan sampai keluar di saat keasyikan ngobrol.”

  Peneliti : “Oke lanjut mbak..”

  Narasumber : “Itu wanita tertentu.”

  Peneliti : “Kalau Anda adalah termasuk wanita yang seperti apa?”

  Narasumber : “Wanita pada umumnya memang senang ya diperlakukan spesial dengan orang yang kita sayang, tapi sekarang itu bukan jamannya lagi yang kaya gitu.

  Mungkin kalau dulu dikasih bunga gitu yang cewek senengnya minta ampun. Lah kalau wanita sekarang itu hal-hal yang seperti itu bagi dia udah mental, karena cowok-cowok jaman sekarang itu suka gombal. Jadi lebih ke action nya cowok itu sendiri.”

  Peneliti : “Oh kalau dari mbak Feri sendiri, mbak Feri akan lebih suka action dari si cowok ya?”

  Narasumber : “Iya dong, sebenarnya tanpa action pun kalau kita bisa lihat dari mimik dan body language seseorang itu bisa kok kita melihat bahwa orang itu benar- benar cinta sama kita.”

  Peneliti : “Jadi kalau untuk mbak Feri, lebih intens ke perbuatan aja ya? Dan mengangga p bahwa bunga dan puisi itu cuma gombal?”

  Narasumber : “Iya, karena ada juga kok yang kelihatannya dingin, jaim dan tidak peduli tapi ternyata dia memiliki rasa cinta yang besar.”

  Peneliti : “Tapi kalau untuk kamu sendiri dicap bahwa wanita itu mudah luluh dengan bunga atau puisi menurut kamu gimana?”

  Narasumber : “Saya sebenarnya kurang srek mbak, karena kelihatannya wanita itu seperti gampang dibodohi gitu. Cuma cewek bodoh yang gampang dirayu hanya dengan bunga dan puisi.”

  Peneliti : “Jadi mbak Feri beranggapan bahwa aku harus jadi wanita yang pintar-pintar aja gitu ya?”

  Narasumber : “Untuk bunga dan puisi itu mungkin step pertama dalam berpacaran ya, tapi kalau untuk step selanjutnya pasti ada berbagai penilaian lainnya. Jangan terus dengan bunga kita ja di luluh dan ga memikirkan pertimbangan yang lainnya.”

  Peneliti : “Okedeh mba, kita lanjut ke image caption selanjutnya.”

  Narasumber : “Lha ini mbak, yang ini pinter ini. Itu tadi berhubungan lho mbak sama juga karena sebenarnya wanita itu juga mengenal cinta pada pandangan pertama bahkan cinta pandangan pertama ini bisa sampai berlarut-larut ke pemikiran bahwa laki-laki ini akan menjadi pasangan hidupnya

  .” Peneliti

  : “Ada pengalaman tersendiri ya mbak?” Narasumber

  : “Iya, dulu saya seperti itu mbak, tapi sekarang semakin saya dewasa saya juga jadi punya banyak pertimbangan akan hal itu.” Peneliti

  : “Jadi bisa dibilang semakin dewasa seorang perempuan akan semakin banyak pertimbangan dalam berhubungan gitu ya mbak?” Narasumber : “Tapi ada juga tipe wanita yang mengarah ke materialistis mbak, jadi dia lebih kepada keegoisannya untuk masa depannya tanpa mempedulikan bidang lain yang ada pada sosok pasangannya tersebut

  .” Peneliti : “Jadi kalau mbak Feri sendiri adalah tipe wanita yang akan menggunakan beberapa tahap untuk berhubungan dengan orang lain ya?” Narasumber

  : “Iya dong mbak, kalau bisa jangan cuman 6 tahap tapi bertahap-tahap yang lebih dari 6 tah ap itu.”

  Peneliti : “Okedeh mbak, lanjut...” Narasumber

  : “Ya ini betul karena pernah jatuh ke lubang, jadi dia gak mau jatuh lubang ya ketika kamu berada di jalanan, kamu terkena jalan yang berlubang dan akhirnya motor kamu itu rusak, motor kamu itu ibarat hati kamu gitu kan jadi rusak, nah setelah kamu lewat jalan itu lagi tentu kamu jadi ngerti mana yang berlubang dan kamu pasti akan menghindari itu, jadi lebih berhati-hati jangan sampai jatuh ke lubang yang sama. Itu pesenku buat cewek-cewek. Kalau mau balikan lagi sama mantannya karena masih saya sih gak papa menurutku, tapi jangan sampai memberikan kepercayaan seutuhnya.”

  Narasumber : “Nah laki-laki itu kan rata-rata lebih banyak melihat ke fisik, body yang putih mulus seperti itu ya. Itu tu dia melihatnya bukan dengan cinta tapi dengan nafsu, maka dari itu ketika mereka sudah menikah, untuk wanita yang cantik itu tidak terlalu bahagia karena si cowok hanya menilai dari fisik. Tapi memang itu enggak selalu seperti itu ya penilainnya. Seperti misalnya Ardi Bakrie kan fisiknya tidak terlalu tampan ya, tapi dia bisa menikahi Nia Ramadhani kan beruntung banget, walaupun hubungan mereka tampak seperti fisik tapi pernikahan mereka baik-baik saja dan bahagia-bahagia aja. Karena mereka juga benar-benar cinta antar satu sama lain bukan hanya memenuhi kepuasan mata saja, kalau yang ingin memenuhi kepuasan mata saja ya contohnya seperti Jessica Iskandar itu habis dicicipin langsung ditinggalin gitu aja, kan ending nya jadi kurang bagus ya mbak.”

  Peneliti : “Tapi kalau untuk mbak Feri pribadi untuk membangun diri sendiri itu gimana? Pengen menjadi wanita yang bahagia atau gimana?”

  Narasumber : “Yang jelas, itu pilihan ya mbak ya. Kita mau jadi wanita cantik atau wanita yang biasa-biasa saja. Yang pasti kita harus tau porsi diri kita masing-masing, jangan kita jelek tapi milihnya Sharukhkhan, gilaa bisa sakit hati tiap hari.

  Tapi kita juga harus bisa introspeksi diri, oh aku kurang menarik berarti aku harus cari cowok yang standar saja tapi kalau misal kamu dijodohkan sama Sharukhkhan ya Puji Tuhan, ya seperti itulah.”

  Peneliti : “Okedeh mbak, lanjut...” Narasumber

  : “Ini bener banget mbak, karena dari kecil kan kita berkomunikasi dengan laki-laki ya, jadi kita lebih tau ya seluk beluk sifat seorang laki-laki itu seperti apa. Tapi saya di sini sebenarnya kurang merasakan ya, karena memang ayahku meninggal ketika aku kelas 3 SD. Tapi aku sempat merasakan waktu aku masih kecil dulu dan puji Tuhan aku menjalin hubungan dengan sangat langgeng.”

  Peneliti : “Ya karena kamu mempunya komunikasi yang sangat baik dengan pasanganmu ya?”

  Narasumber : “Iyaaa, sudah 6 tahun lho..”

  Narasumber : “Wah ini bener banget juga nih mbak, bener kan saya menilai bahwa infia fact ini 70% benar.” Peneliti

  : “Jadi mbak Feri terima nih dibilang egois?” Narasumber : “Terima dong, memang cewek itu rata-rata egois.” Peneliti

  : “Kenapa tu? Ada pengalaman di sana kah?” Narasumber

  : “Enggak, itu kodratnya wanita. Wanita selalu ingin dinomor satukan, itu yang membuat wanita lebih egois itu dalam konteks percintaan loh yaa. Tapi kalau konteks lainnya menurutku itu tergantung orangnya, tapi tetep aja dalam percintaan wanita itu memang lebih egois dibanding laki- laki.”

  Peneliti : “Terus kalau untuk membangun citra dirimu sendiri kira-kira kamu akan menjadi seperti apa mbak? Apakah kamu akan lebih memperbaiki atau gimana?”

  Narasumber : “Yang jelas aku menyadari, tadi aku bilang aku jujur bahwa aku egois tapi aku sadar bahwa itu bukanlah hal yang baik, makanya dengan pemikiran tidak baik itu aku akan berangsur-angsur berubah dan pasangan kita itu yang secara tidak langsung akan mer ubah kita.”

  Peneliti : “Oke, lanjut..”

  Narasumber : “Iya benar, aku share ya aku memiliki adek cowok dan saya pribadi di sini adalah perempuan. Kami berada di lingkungan dengan latar belakang ayah yang kasar. Adek saya itu adalah adek tiri saya sih, nah hubungan saya sebagai anak tiri dengan ayah tiri saya itu sebenarnya baik walaupun beliau sering melakukan kesalahan dan mungkin ada beberapa kali yang menyakiti hati saya atau bahkan pernah sesekali main tangan dengan saya tapi saya tetap bisa memaafkan. Tapi beda halnya dengan seorang laki-laki, ketika dia sudah dikasar pasti itu akan membenak di dalam pikirannya, dalam situasi yang panas saya bisa melihat bahwa laki-laki yang di sini konteksnya adalah adek saya bisa bilang oo titenono aku sok gedhe bakal mateni koe (oo lihat saja nanti kalau aku sudah besar aku akan membunuhmu). Nah dari situ saya tau kalau dia sudah memendam rasa benci di hatinya, maka dari dini saya selalu menanamkan iman di hatinya bukan dengan sakit hati.”

  Peneliti : “Ooh ya berarti kamu mengamini statement ini dan kamu juga tidak keberatan untuk memiliki sifat seperti ini ya?”

  Narasumber : “Ya memang kebanyakan wanita seperti ini mbak. Contohnya dalam percintaan ya mbak, walaupun wanita disakiti berapa kali pun kalau yang namanya udah saya itu pasti bakalan tetap dipertahankan kok mbak. Aku juga punya pengalaman mbak, teman SMAku cewek punya pacar seorang psikopat yang ngajak dia sex tapi temen saya gak mau dan akhirnya dia dislomot pakai setrika sama rokok dan dia juga terima aja paling hanya teriak-teriak gitu aja, tapi kan lambat laun keluarganya tau ya dan itu sebenarnya masih saudara saya sendiri, ternyata ceweknya ini sudah hamil tapi sayangnya cowok ini malah melarikan diri dan sampai saat ini tidak bisa ditemukan walaupun sudah lapor polisi.”

  Peneliti : “Tapi kalau dari ceweknya sendiri itu bagaimana mbak?”

  Narasumber : “Ya masih nyari, tapi bukan untuk dihukum tapi punya keinginan untuk kembali memiliki hubungan yang lebih baik dengan cowok itu. Sebenarnya kalau dipikir-pikir bodoh juga ya, ya tapi namanya juga hatinya cewek mungkin jadinya ya seperti itu.”

  Peneliti : “Oke, ini mbak Feri sudah menanggapi beberapa post ya dengan melihat

  post-post ini citra diri yang seperti apa yang ingin kamu bangun untuk dirimu

  s endiri?” Narasumber : “Di sini kan kebanyakan post mengarahkan kita untuk lebih introspeksi diri bukan manut apa artikel ini, tapi lebih menanamkan kepada diri kita untuk lebih berpikir bukan men-judge.

  ” Peneliti : “Membuat kita lebih berpikir mana hal yang baik dan mana hal yang tidak baik begitu ya mbak?” Narasumber

  : “Ya betul sekali mbak.” Peneliti

  : “Jadi mbak Feri lebih ambil sisi positif dari infia fact ini untuk mbak Feri terapkan ke kehidupan sehari- hari mbak Feri ya?” Narasumber

  : “Iya mbak, betul sekali.” Peneliti

  : “Baiklah kalau begitu mbak Feri, terimakasih banyak untuk waktunya.” Narasumber

  : “Iya sama-sama mbak.” Nama : Yohana Febriasna Kusumaningtyas Tempat Tanggal Lahir : Wonogiri, 17 Februari 1996 Alamat : Jl. Kartini no. 14 RT 11 RW 01, Bauresan, Giritirto Profesi : Mahasiswi Nama Akun Instagram : @joansiahaya_ Gender : Perempuan Peneliti

  : “Selamat siang mbak Joana, sebelumnya saya mau tanya dulu nih mbak Joana punya akun instagram atau tidak?”

  Narasumber : “Punyalah.”

  Peneliti : “Mulai aktif menggunakan instagram itu kira-kira dari tahun berapa mbak?”

  Narasumber : “2014.” Peneliti

  : “Dari tahun 2014 sampai sekarang ini pernah denger nama akun infia fact atau enggak nih?” Narasumber : “Pernah.” Peneliti

  : “Pernah follow juga?” Narasumber

  : “Gak tau ya aku lupa juga pernah follow dia atau enggak tapi pernah tau kok.” Peneliti : “Dengan pengetahuanmu terhadap akun infia fact, apa sih penilaianmu untuk akun tersebut?” Narasumber

  : “Eee.. sebenarnya dengan adanya akun ini tu sedikit lebih membantu juga ya kaya yang barusan aku baca ini ya yang dulunya aku gak ngerti sekarang aku jadi ngerti, memang dia juga sebagai sumber informasi, tapi ada kalanya juga apa yang ditulis di sana tidak sama seperti yang aku lihat, aku rasakan dan gak tentu seperti itu gitu lho...”

  Peneliti : “Berarti kalau mbak Joana mendengar kata infia fact masih mengarah ke ranah yang positif ya?”

  Narasumber : “Ya betul.”

  Peneliti : “Kita bisa langsung masuk ke satu per satu image caption ya mbak ya...”

  Narasumber : “Oke deh..” Peneliti : “Kan di Korea kantung mata adalah trend kecantikan bagi para wanita, sebagai wanita yang tidak berkantung mata apakah kamu ada keinginan tersendiri untuk memiliki kantung mata agar dipandang lucu dan manis?”

  Narasumber : “Enggak sih, buat apa kantung mata? Gak usah pakai operasi-operasi kita nggak tidur aja sebenarnya kita udah punya kantung mata. Karena kan di sini dan di sana trend nya juga udah beda kan, mungkin di sana trend ya tapi kalau di sini kita punya kantung mata malah diketawain sama orang- orang.”

  Peneliti : “Tapi kalau kamu sendiri memandang orang yang berkantung mata itu gimana? Lucu gak? Lucu untuk diketawain ya?” Narasumber

  : “Iyalah, lucu buat diketawain karena orang-orang pasti berpikir ih ga pernah tidur ya ih sering nangis ya, kaya gitu... bukan lucu yang menggemaskan tapi lucu buat diketawain.”

  Peneliti : “Jadi kamu benar-benar gak ada keinginan untuk memiliki kantung mata ya? Kan di Korea lagi trend nih, mana tau ada oppa-oppa lewat gitu terus lihat kamu?”

  Narasumber : “Kebetulan aku juga gak suka sama korea-korea an.”

  Peneliti : “Oh jadi kamu memang tidak ada ketertarikan sama orang Korea?” Narasumber

  : “Tidak. Sama sekali.” Peneliti

  : “Berarti, kita lanjut ke image caption selanjutnya.” Narasumber

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Daya Tarik Program Acara Indonesia Lawyer Club (ILC) terhadap Minat Ulang Mahasiswa UKSW Salatiga untuk Menonton Siaran TVOne

0 0 10

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Daya Tarik Program Acara Indonesia Lawyer Club (ILC) terhadap Minat Ulang Mahasiswa UKSW Salatiga untuk Menonton Siaran TVOne

0 0 10

1.1. Gambaran Umum Indonesia Lawyers Club - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Daya Tarik Program Acara Indonesia Lawyer Club (ILC) terhadap Minat Ulang Mahasiswa UKSW Salatiga untuk Menonton Siaran TVOne

0 0 31

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Instagram Live sebagai Media Eksistensi Diri

0 1 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Instagram Live sebagai Media Eksistensi Diri

0 2 8

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Hasil Observasi 4.1.1. Instagram live - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Instagram Live sebagai Media Eksistensi Diri

0 0 9

BAB V PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Instagram Live sebagai Media Eksistensi Diri

0 3 19

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Pengguna Instagram tentang Informasi Karakter Wanita Padaimage Captionakun Instagram Infia_Fact dalam Membentuk Citra Diri

0 1 7

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Pengguna Instagram tentang Informasi Karakter Wanita Padaimage Captionakun Instagram Infia_Fact dalam Membentuk Citra Diri

0 0 19

2. Faktor Eksternal - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Pengguna Instagram tentang Informasi Karakter Wanita Padaimage Captionakun Instagram Infia_Fact dalam Membentuk Citra Diri

0 0 43