BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Senam Osteoporosis terhadap Peningkatan Aktivitas Fisik Usia Lanjut di Puskesmas Glugur Kota Medan Tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Masyarakat dianjurkan untuk melakukan upaya promotif dan preventif, dengan mengadopsi gaya hidup sehat dengan cerdik, yaitu cek kesehatan secara berkala, enyahkan asap rokok, rajin senam osteoporosis, diet sehat dan seimbang, istirahat cukup, dan mengelola stres .

  Senam osteoporosis adalah kombinasi dari beberapa jenis latihan yaitu latihan yang berbentuk gerakan aerobik, latihan kekuatan otot yang menggunakan beban di kedua tangan, latihan keseimbangan dan latihan kelenturan. Aktivitas fisik merupakan gerakan yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan atau membutuhkan pengeluaran energi di atas kebutuhan energi saat istirahat (Public

  

Health , 1985). World Health Organitation (WHO, 2005) menjelaskan lebih lanjut

  bahwa aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat bugar sepanjang hari (Depkes RI, 2006). Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa aktivitas fisik bukan merupakan rutinitas sehari-hari, tetapi kegiatan yang mengeluarkan energi diatas rata-rata saat istirahat sehingga dapat meningkatkan kemampuan fisik.

  Usia bertambah dan tingkat kesegaran jasmani akan menurun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, dan kemampuan tersebut akan turun antara 30-50% (Kusmana, 1992). Oleh karena itu, bila para lanjut usia ingin berolahraga atau meningkatkan kebugaran fisiknya harus memilih jenis kegiatan olahraga yang sesuai dengan umurnya yang kemungkinan sudah mengidap suatu penyakit seperti aterosklerosis, arthritis dan osteoporosis atau penyakit degeneratif lainya. Pemberian senam osteoporosis pada lanjut usia dimulai dengan intensitas dan waktu yang ringan kemudian meningkat secara perlahan-lahan serta tidak bersifat kompetitif/bertanding. Senam osteoporosis bagi lanjut usia mempunyai manfaat besar karena dapat meningkatkan kemampuan aerobik yaitu akan meningkatkan aliran darah dan volume pasokan darah yang membawa oksigen ke organ-organ tubuh terutama ke organ otak. Hal ini didukung oleh penelitian selama 10 tahun pada pria lanjut usia berdasarkan data dari Finlandia, Italia dan Belanda oleh tentang hubungan aktifitas fisik dengan penurunan kognitif ( B.M.Van Gelder, 2004).

  Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penurunan frekuensi, intensitas dan durasi aktifitas akan mempercepat proses penurunan fungsi kognitif.

  Penelitian lain yang dilakukan di Amerika Serikat tentang kaitan latihan fisik terhadap fungsi kognitif pada kelompok usia beresiko (70-89 tahun) yang dilakukan selama 1 tahun menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai kognitif yang berasosiasi dengan peningkatan fungsi fisik (Williamson, et, al, 2008). Oleh karenanya menyiapkan petugas kesehatan dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kelompok lansia seperti: pelatihan perawatan lansia; mencegah dan mengelola penyakit kronis dan penyakit tidak menular, merancang kebijakan pengaturan-perawatan jangka panjang dan paliatif yang berkelanjutan bagi lansia dan mengembangkan pelayanan ramah -lansia menjadi sangat penting.

  Salah satu upaya menghambat kemunduran kemampuan lanjut usia akibat penuaan dengan melakukan latihan fisik. Seseorang bukannya tidak dapat bergerak karena tua, tetapi karena tua tidak mau bergerak. Latihan yang dapat meningkatkan kebugaran fisik yang juga berdampak pada peningkatan potensi kerja otak dapat dilakukan dalam bentuk senam osteoporosis yaitu kegiatan yang merangsang kekuatan otot, tulang dan yang biasanya ditambah beberapa bentuk permainan- permainan untuk meningkatkan koordinasi, keseimbangan dan kelenturan (Tilarso, 1988).

  Aktifitas fungsional atau kemampuan fungsional diidentifikasi merupakan salah satu faktor yang diduga ada hubungan dengan fungsi kognitif. Beberapa studi melaporkan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan melakukan pergerakan fisik atau tidak aktif akan terjadi perbedaan dalam jumlah skor fungsi kognitifnya (Yaffe et al., 2001). Penurunan kemampuan yang dialami lanjut usia pada akhirnya membuat lanjut usia menjadi berketergantungan. Ketergantungan pada lanjut usia dikelompokkan dalam 3 tingkatan yaitu, ketergantungan diri sendiri, ketergantungan domestik, ketergantungan sosial dan financial (Scheuder, 2004). Ketergantungan ini didapatkan dari kemunduran kemampuan fungsional baik mobiltas dan perawatan diri. Gangguan fungsi kognitif dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Namun, kebanyakan proses lanjut usia ini masih dalam batas-batas normal berkat proses plastisitas. Proses ini adalah kemampuan sebuah struktur dan fungsi otak yang terkait untuk tetap berkembang karena stimulasi. Sebab itu, agar tidak cepat mundur proses plastisitas ini harus terus di pertahankan. Stimulasi untuk meningkatkan kemampuan perlu diberikan dengan porsi yang memadai, berupa latihan atau permainan yang prosedurnya membutuhkan konsentrasi atau atensi, orientasi (tempat, waktu dan situasi) dan memori (Kusumoputro, 2003).

  Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan majunya pengetahuan serta teknologi terutama ilmu kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan kesehatan mengakibatkan meningkatnya umur harapan hidup (life

  

expectancy). Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak

  secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mencapai usia tahap perkembangan kronoligis tertentu (Azizah, 2011). Proses menua biologis adalah terkait waktu yang berkesinambungan dan pada umumnya mencerminkan umur kronologis namun sangat bervariasi dan bersifat individual, dengan perubahan yang dapat berlangsung mulus sehingga tidak menimbulkan ketidakmampuan atau dapat terjadi sangat nyata dan berakibat ketidakmampuan total (Aswin, 2003). Akibatnya jumlah penduduk lanjut usia akan bertambah dan kecenderungan akan meningkat dengan cepat. Peningkatan jumlah penduduk pada lanjut usia akan membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, baik individu lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Apa artinya umur yang panjang apabila penuh dengan penderitaan, masalahnya tidak hanya ‘how to add more years to life’ tetapi juga menjadi ‘how to add live’s to years’. Implikasi ekonomis yang terpenting dari peningkatan jumlah penduduk lanjut usia adalah peningkatan rasio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency (Notosoedirdjo, 2005). Ketergantungan lanjut usia disebabkan karena kemundurun fisik, psikis dan sosial yang digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional

  

limitation) , ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan

  dialami bersamaan dengan proses kemunduran akibat proses menua (aging process) (Azizah, 2011).

  Pada tahun 1995 usia harapan hidup bangsa Indonesia 64 tahun, tahun 2000 meningkat menjadi 68 tahun dan diperkirakan akan meningkat lagi di tahun-tahun mendatang sehingga menyebabkan proporsi penduduk lanjut usia bertambah. Penduduk lanjut usia menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 1998 pasal I tentang kesejahteraan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai 60 (usia enam puluh) tahun ke atas (Menkokesra 2010).

  Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. Saat ini di seluruh dunia jumlah lanjut usia di perkirakan mencapai 500 juta dan di perkirakanpada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia pada tahun 1990 : 11,3 juta jiwa (6,4%) meningkat menjadi 15,3 juta (7,4%) pada tahun 2000, pada tahun 2010 diperkirakan akan sama dengan jumlah anak balita yaitu sekitar 24 juta jiwa atau 9,77% dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia akan meningkat menjadi 28,8 juta atau 11,34% dari total jumlah penduduk. Dunia mengalami penuaan dengan cepat. Diperkirakan proporsi penduduk lanjut usia (lansia) yang berusia 60 tahun ke atas menjadi dua kali lipat dari 11% di tahun 2006 menjadi 22% pada tahun 2050.

  Populasi lansia di dunia yang pada tahun 2006 sekitar 650 juta, akan mencapai 2 miliar pada tahun 2050. Untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, pada saat itu akan ada lebih banyak orang tua dari pada anak-anak usia 0-14 tahun di populasi (Kemenkes 2012 ).

  Peringatan Hari Kesehatan Sedunia, 7 April 2012 difokuskan pada bagaimana kesehatan lansia yang baik dapat menambah usia dan memperpanjang kehidupan, sehingga memungkinkan mereka tidak hanya hidup lebih lama, tetapi juga dapat memperluas keterlibatannya secara aktif dalam semua kegiatan di masyarakat.

  Kesepakatan memilih tema nasional pada hari kesehatan se dunia ke 64 adalah menuju tua sehat, mandiri dan produktif berdasarkan adanya keinginan bersama bahwa lansia harus tetap menjalankan gaya hidup sehat serta terlibat dan berkontribusi dalam kehidupan sosial masyarakat. Kebutuhan pelayanan kesehatan, lingkungan, dan fasilitas umum yang ramah lanjut usia harus menjadi agenda prioritas pembangunan.

  Hari Kesehatan Sedunia tahun 2012 dimaksudkan untuk menarik perhatian dunia pada topik Penuaan dan Kesehatan, dampak dan tantangan kesehatan akibat penambahan jumlah populasi lansia di masyarakat, dengan menjalin kerjasama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan, swasta dan organisasi internasional, untuk mendapatkan komitmen dalam upaya penanganan masalah penuaan dan kesehatan.

  Kebanyakan penduduk lansia mengalami kesulitan ekonomi dan pada umumnya mereka masih bekerja sebagai buruh tani, pekerja sektor informal, pengusaha kecil atau pekerja swasta mandiri. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sebagian besar penduduk lansia terpaksa harus terus bekerja walau dengan upah yang rendah dan harus bersaing dengan mereka yang muda-muda yang baru masuk ke pasar kerja. Karena program jaminan sosial masih terbatas, maka bantuan dari anggota keluarga lain yang masih produktif akan terus diperlukan. Dari populasi lansia yang tercatat sebanyak 16.522.311 jiwa, sekitar 3.092.910 (20 persen) diantaranya adalah lansia terlantar (Depsos, 2006). Jumlah lansia terlantar yang mendapat pelayanan kesejahteraan sosial pada tahun 2005 adalah sebanyak 15.920 orang, sedangkan pada tahun 2006 bantuan kesejahteraan sosial kepada lansia meningkat menjadi 15.930 orang. Walaupun terjadi penurunan fungsi pada lanjut usia secara fisiologis, hal yang perlu diperhatikan kepada para lanjut usia adalah Quality

  

of Life (kualitas hidup). Quality of Life adalah kemampuan seseorang dalam

  menjalankan kehidupannya baik tingkat social, mental dan mencapai kesejahteraan bukan hanya terhindar dari penyakit. Bagian yang tidak terlepas dari status kesehatan yaitu status fungsional, dengan pengertian adalah kemampuan seseorang dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari secara sehat. Konsep ini terintegrasi dalam tiga domain utama, yaitu fungsi biologis, psikologis (kognitif dan afektif) serta sosial (Saladin, 2007). Salah satu komponen psikologis dalam diri individu yaitu kognitif yang meliputi perhatian, persepsi, berpikir, pengetahun dan daya ingat (Saladin,2007).

  Sudah banyak penelitian yang membahas tentang olahraga (senam ) maupun aktifitas fisik, sehingga peneliti akan fokus menganalisa perbedaan pengaruh senam osteoporosis sekali seminggu dan dua kali seminggu terhadap peningkatan aktifitas fisik lanjut usia.

  1.2 Permasalahan

  Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh senam osteoporosis sekali seminggu dan senam osteoporosis dua kali terhadap peningkatan aktivitas fisik pada lanjut usia di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh senam osteoporosis satu kali seminggu dan senam osteoporosis dua kali seminggu terhadap peningkatan aktivitas fisik pada lanjut usia di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013.

  1.4 Hipotesis

  Ada pengaruh senam osteoporosis satu kali seminggu dan dua kali seminggu terhadap peningkatan aktivitas fisik pada lanjut usia.

  1.5 Manfaat Penelitian

  Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak yaitu :

  1.5.1 Bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan, perlunya program senam osteoporosis disetiap Puskesmas diperhatikan di lingkungan Kota Medan.

  1.5.2 Bagi professional Ilmu Kesehatan Masyarakat : sebagai pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya bidang Promosi Kesehatan yang mendukung peningkatan aktivitas fisik lanjut usia.

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengalaman Perawat dalam Memberikan Perawatan Paliatif pada Pasien Kanker di Rumah Sakit Murni Teguh Medan

0 1 7

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS - Pengalaman Pengobatan Pasangan Infertilitas di Klinik Infertilitas RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 19

1. Nama Ibu (inisial) : 2. Umur : 3. Pendidikan : a. Tidak sekolahtidak tamat SD b. SD c. SMP d. SMA e. Perguruan Tinggi 4. Pekerjaan : a. PNS b. Berdagangwiraswasta c. Petani d. Buruh tani - Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pem

0 0 43

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perilaku - Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

0 0 9

PENGARUH PERILAKU IBU BALITA DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PEMANFAATAN PELAYANAN IMUNISASI DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013 TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.

0 0 17

Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan

0 0 41

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri - Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan

0 0 14

BAB 2 PENGELOLAAN KASUS 2.1 Konsep Teori Rasa Nyaman (Nyeri) 2.1.1 Defenisi Nyeri - Asuhan Keperawatan pada An. A dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman : Nyeri di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 1 33

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Senam Osteoporosis 2.1.1 Defenisi Senam Osteoporosis - Pengaruh Senam Osteoporosis terhadap Peningkatan Aktivitas Fisik Usia Lanjut di Puskesmas Glugur Kota Medan Tahun 2013

0 0 37