BAB 2 TINJAUAN TEORITIS - Pengalaman Pengobatan Pasangan Infertilitas di Klinik Infertilitas RSUD Dr. Pirngadi Medan

  1. Konsep Infertilitas

  1.1 Pengertian Infertilitas Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil sesudah dua belas bulan atau enam bulan pada wanita berusia lebih dari 35 tahun tanpa menggunakan alat kontrasepsi dan melakukan hubungan seksual aktif (Eny, 2011) sedangkan definisi lain menurut Anwar (2011), infertilitas merupakan masalah yang dihadapi oleh pasangan suami istri yang telah menikah selama minimal satu tahun melakukan hubungan senggama teratur tanpa menggunakan kontrasepsi tetapi belum berhasil memperoleh kehamilan. Bobak (2004), mengemukakan infertilitas sebagai ketidakmampuan untuk hamil atau mengandung anak sampai anak tersebut lahir hidup pada saat pasangan memutuskan untuk memperoleh anak. Definisi lain mengatakan bahwa infertilitas merupakan ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Strigh, 2005 : 5).

  Menurut Anwar (2011), infertilitas terdiri dari dua klasifikasi yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas primer jika sebelumnya pasangan suami istri belum pernah mengalami kehamilan walaupun bersenggama tanpa kontrasepsi sedangkan infertilitas sekunder jika pasangan suami istri gagal untuk memperoleh kehamilan setelah satu tahun pasca persalinan atau pasca abortus tanpa menggunakan kontrasepsi apapun.

  8

  1.2 Penyebab Infertilitas Menurut Manuaba (2009), penyebab infertilitas bukan hanya berasal dari pihak perempuan saja, namun dapat berasal dari pihak suami, istri bahkan keduanya. Mengingat pasangan infertilitas merupakan pasangan satu kesatuan biologis maka penyebab infertilitas haruslah merujuk kepada kedua belah pihak.

  Penyebab infertilitas meliputi penyebab yang jelas dapat dicari seperti faktor waktu lamanya perkawinan, faktor istri (usia, gangguan proses ovulasi dan hormonal, faktor uterus dan endometrium, faktor tuba fallopi dan peritoneum serta faktor lendir serviks) dan faktor suami (usia, kelainan anatomi genitalia serta kelainan fungsi hubungan seks) sedangkan faktor yang tidak dapat diterangkan atau penyebabnya tidak jelas meliputi faktor imunitas dan psikologis (Manuaba, 2009).

  Beberapa penyebab infertilitas umum lainnya pada pihak suami menurut Manuaba (2009):

  Pertama yaitu penyebab prestikular atau pregerminal meliputi defisiensi gonadotropin sentral pada hipotalamus seperti defisiensi GnRH kongenital, tumor, infeksi dan trauma kepala, defisiensi pada hipofisis seperti defisiensi FSH, LH kongenital, tumor, infeksi dan trauma, penyebab lain seperti sarkoldosis dan hemakromatosis, sindrom kelebihan endokrin yaitu hormon estrogen seperti tumor adrenal fungsional dan sirosis, kelebihan hormon androgen seperti hiperplasia adrenal kongenital dan tumor penghasil androgen serta gangguan pada glukokortikoid seperti sindrom Cushing, terapi steroid, hipotiroidisme dan diabetes melitus.

  Kedua yaitu penyebab testis meliputi kelainan kromosom seperti sindrom

  klinifelter, kriptokidisme unilateral atau bilateral, radiasi, kemoterapi, gondongan, orkitis virus, trauma, sindrom sel sertoli, henti maturasi idiopatik dan kelainan reseptor androgen.

  Ketiga yaitu penyebab post-testikular meliputi obstruksi duktus kongenital

  vas deferens dan epididimis, sumbatan duktus yang didapat seperti infeksi, gonore, tuberkulosis dan ligasi vas deferens serta motilitas yang terganggu seperti sindrom kartagene dan defisiensi enzim.

  Keempat meliputi faktor koitus pada pria.

  Sedangkan penyebab infertilitas atau gangguan implantasi pada wanita ditinjau dari aspek anatomis genitalia menurut Manuaba (2009), meliputi serviks dan tuba fallopi. Pada serviks terdapat gangguan pada korpus dan endometrium, kerusakan serviks, retroversi, erosi serviks, servisitis, kelainan kongenital, endometriosis interna, endometriosis tuberkulosa, mioma uteri dan perlekatan uterus sedangkan kelainan pada tuba fallopi meliputi hipoplasia kongenital, perlekatan fimbriae, bendungan tuba akibat salpingitis, hidrosalping, bendungan tuba akibat peritonitis pelvis, sterilisasi tuba dan spasme tuba Selain penyebab yang telah disebutkan diatas, terdapat faktor genetik atau bawaan seperti tidak terjadinya menstruasi pada wanita yang menyebabkan infertilitas (Benson & Pernoll’s, 2001). Sebagian besar kasus infertilitas wanita disebabkan oleh ovulasi. Tanpa ovulasi, tidak ada telur yang bisa dibuahi. Beberapa tanda-tanda bahwa wanita tidak berovulasi biasanya tidak teratur atau tidak adanya menstruasi.

  Masalah ovulasi biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti ketidakseimbangan hormon yang dapat mengganggu ovulasi normal yang biasanya disebut dengan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS), ketidakcukupan ovarium primer (POI), adanya hambatan pada saluran tuba karena penyakit radang panggul, endometriosis yang merupakan suatu keadaan patologi pada sistem reproduksi perempuan dimana jaringan selaput lendir rahim (endometrium) yang seharusnya berada dalam rahim malah tumbuh diluar rongga rahim, kemudian adanya operasi pengangkatan kehamilan ektopik, masalah fisik dari rahim serta

  

uterine fibroid yaitu gumpalan jaringan non-kanker dan penebalan otot pada

dinding rahim (Eny, 2011).

  Penelitian yang dilakukan Wang 2013, berdasarkan pengamatan terhadap 518 pasangan suami istri yang berusia antara 20-34 tahun dijumpai 50% kehamilan terjadi di dalam dua siklus haid pertama dan 90% kehamilan terjadi di dalam enam siklus haid pertama.

  Terdapat juga faktor eksternal lain yang dapat mempengaruhi tingkat kesuburan pasangan suami istri, meliputi:

  Pertama , dimana semakin bertambahnya umur dapat mempengaruhi

  tingkat kesuburan. Seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan indung telur untuk menghasilkan sel telur akan mengalami penurunan. Pada pria dengan bertambahnya usia juga menyebabkan penurunan kesuburan. Meskipun pria terus menerus memproduksi sperma sepanjang hidupnya, akan tetapi morfologi sperma mulai menurun. Selain itu usia yang semakin tua juga mempengaruhi kualitas sperma (Kasdu, 2001 : 63).

  Kedua, dimana faktor Infeksi Menular Seksual (IMS) mempengaruhi

  kemampuan pria dalam menghasilkan sperma yang sehat. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual seperti gonorrhea, chlamydia, sypilis,

  trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, Human Immunodeficiency Virus

(HIV) dan hepatitis B yang dapat menurunkan motilitas (kemampuan gerak)

  sperma dan juga mempengaruhi organ-organ reproduksi pria. IMS merupakan infeksi yang penularannya melalui hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala klinis maupun asimptomatis (Daili, 2009).

  Ketiga, dimana faktor zat-zat kimia berbahaya dan racun dapat menyebabkan ketidaksuburan atau infertilitas misalnya timbal dan pestisida, benzene, zat yang terkandung dalam repelan obat anti nyamuk serta zat berbahaya lain yang tidak hanya mengganggu produksi sperma, tetapi juga dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang cukup serius. Riwayat terpapar glycol

  ether pada lingkungan kerja juga dapat menurunkan kualitas semen. Dichloro-

Diptenyl-Trichloro-ethane (DDT) yang merupakan salah satu tipe pestisida juga

  dapat menurunkan fertilitas dan mengubah jumlah sperma (Al-Haija, 2011).

  Keempat, dimana penggunaan obat-obatan atau penggunaan alkohol

  memberikan pengaruh negatif terkait kesuburan khususnya pada pria. Penggunaan alkohol dapat mempengaruhi fungsi liver, yang pada akhirnya dapat menyebabkan peningkatan estrogen sehingga jumlah estrogen yang tinggi dalam tubuh akan mempengaruhi produksi sperma. Penggunaan alkohol juga dapat merusak aksi

  HPG dan berpengaruh pada spermatogenesis sehingga menurunkan kualitas sperma (Carrell ed., 2013).

  Kelima, dimana kebiasaan merokok tidak hanya mengganggu kesehatan

  namun juga dapat menghambat dan menimbulkan masalah pada kesuburan. Pada pria, penggunaan ganja, tembakau dan heroin menyebabkan jumlah sperma berkurang, meningkatkan risiko memiliki sperma yang abnormal dan perburukan kualitas sperma. Pada wanita, merokok dapat menyebabkan penurunan produksi sel telur sehingga dapat mengganggu kesuburan, perkembangan janin terhambat bagi wanita hamil, resiko keguguran kehamilan, kelahiran bayi prematur dan bayi berat lahir rendah. Merokok bagi manusia sungguh mengancam kesuburan dan pengaruhnya tergantung pada jumlah rokok yang dihisap setiap harinya (Vedder, 2008).

  Keenam , dimana gangguan kesuburan biasanya disebabkan karena masalah berat badan yang tidak seimbang, terlalu gemuk atau terlalu kurus.

  Status gizi selama masa pra-konsepsi yaitu sekitar 3-6 bulan sebelum berencana konsepsi dan berdampak terhadap bayi yang akan dilahirkan nantinya. Diketahui bahwa tubuh membutuhkan 17% lemak tubuh pada awal siklus haid dan 22% sepanjang siklus haid tersebut. Lemak tubuh mengandung enzim aromatase, yaitu sejenis enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi hormon estrogen (Eny, 2011).

  Ketujuh, dimana faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi tingkat

  kesuburan. Produksi sperma yang optimal membutuhkan suhu dibawah temperatur tubuh. Spermagenesis diperkirakan kurang efisien pada pria dengan jenis pekerjaan tertentu yaitu pada petugas pemadam kebakaran dan pengemudi truk jarak jauh (Henderson C & Jones K, 2006 : 89).

  Kedelapan , dimana terpaparnya pada telepon seluler dan laptop

  dapat mengakibatkan peningkatan suhu skrotum dan berdampak negatif pada parameter sperma dan penurunan jumlah sperma yang hidup. Spermatozoa laki- laki bila terpapar oleh radiasi gelombang elektromagnetik dari telepon seluler selain dapat menurunkan jumlah sperma juga dapat menurunkan motilitas sperma dan meningkatkan stres oksidatif sperma (Vignera et al., 2012).

  1.3 Dampak Infertilitas Masalah ketidaksuburan menimbulkan berbagai efek emosional pada keharmonisan pasangan suami istri. Dampak psikologis dari masalah infertilitas salah satunya adalah depresi. Depresi merupakan penyakit suasana hati yang lebih dari sekedar kesedihan atau duka cita yang lebih hebat dan bertahan terlalu lama (Harun, 2010).

  Depresi ditandai dengan adanya perasaan sedih, murung dan iritabilitas. Terdapat rasa malas, tidak bertenaga, retardasi psikomotor dan menarik diri dari hubungan sosial. Klien akan mengalami gangguan tidur seperti sulit masuk tidur atau terbangun dini hari, nafsu makan berkurang, begitu pula dengan gairah seksual (Nurmiati, 2005).

  Perempuan cenderung disalahkan dalam hampir semua kasus infertilitas sehingga menderita tekanan mental dan sosial atas fungsi keperempuanannya.

  Perempuan yang menjalani perawatan kesuburan cenderung memiliki resiko yang tinggi untuk depresi. Laki-laki juga dapat mengalami ketidaksuburan yang berhubungan dengan depresi (Harun, 2010). Infertilitas membawa implikasi psikologis terutama pada perempuan. Sumber tekanan sosio-psikologis pada perempuan berkaitan erat dengan kodrat deterministiknya untuk mengandung dan melahirkan anak. Sementara pada laki-laki terdapat perasaan sedih, kecewa, kecemasan dan kekhawatiran menghadapi masa tua serta membuat laki-laki merasa rendah ketika tidak mempunyai anak.

  Dalam kehidupan budaya di Indonesia nilai anak memiliki arti yang begitu penting. Ketiadaan anak dalam perkawinan pada waktu lama akan menjadi masalah, karena ada keyakinan keadaan ini akan mengancam keutuhan rumah tangga. Keberadaan anak dianggap mampu menyatukan dan menjaga agar suatu keluarga atau pernikahan tetap utuh (Wirawan, 2004). Lebih lanjut dampak infertilitas merupakan pemicu terjadinya ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian atau pengucilan dalam masyarakat (WHO, 1994 dalam Suharni, 1997).

  Ditemukan bahwa perempuan yang infertil lebih berkemungkinan untuk dicerai atau dimadu (polyginy), distigmatisasi, kesulitan menemukan fulfill role di dalam komunitasnya sehingga menghalangi meningkatkan mobilitas sosialnya, menghabiskan banyak waktu dan biaya dalam upaya menemukan perawatan bagi kondisi mereka serta menjadi sumber rasa malu pada perempuan yang telah kawin.

  1.4 Pemeriksaan Dasar Infertilitas Pemeriksaan dasar merupakan hal yang sangat penting dalam tata laksana infertilitas. Dengan melakukan pemeriksaan dasar yang baik dan lengkap, maka terapi dapat diberikan dengan cepat dan tepat sehingga penderita infertilitas dapat terhindar dari keterlambatan tata laksana yang dapat memperburuk prognosis dari pasangan suami istri tersebut. Menurut Anwar (2011), beberapa pemeriksaan dasar yang dilakukan yaitu:

  a. Anamnesis Anamnesis dilakukan untuk memperoleh data terhadap gaya hidup yang dilakukan pasutri seperti memiliki kebiasaan merokok atau mengkonsumsi minuman beralkohol. Perlu juga diketahui apakah pasutri atau salah satunya menjalani terapi khusus seperti antihipertensi, kartikosteroid dan sitostatika.

  Selain itu perlu juga dilakukan anamnesis terhadap siklus haid pada istri. Siklus haid merupakan variabel yang sangat penting. Dapat dikatakan siklus haid normal jika berada dalam kisaran antara 21 - 35 hari. Sebagian besar perempuan dengan siklus haid yang normal akan menunjukkan siklus haid yang berovulasi. Untuk mendapatkan rata-rata siklus haid perlu diperoleh informasi haid dalam kurun 3 – 4 bulan terakhir. Perlu juga diperoleh informasi apakah terdapat keluhan nyeri haid setiap bulannya dan perlu dikaitkan dengan adanya penurunan aktivitas fisik saat haid akibat nyeri, ada atau tidaknya penggunaan obat penghilang nyeri saat haid terjadi, penggunaan KB, riwayat keguguran serta infeksi genitalia interna.

  Penting juga untuk melakukan anamnesis terkait dengan frekuensi senggama yang dilakukan kedua pasangan. Dianjurkan bagi pasutri untuk melakukan senggama secara teratur dengan frekuensi 2 – 3 kali per minggu. Anamnesis yang lain dapat meliputi kemampuan ereksi pada suami, lamanya perkawinan, umur kedua pasangan, tingkat kepuasaan hubungan seksual serta teknik bersenggama. b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaaan fisik yang perlu dilakukan pada pasutri dengan masalah infertilitas adalah pengukuran tinggi badan, penilaian berat badan dan pengukuran lingkar pinggang. Penentuan indeks masa tubuh perlu dilakukan dengan

  2 menggunakan formula berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m ).

  2 Perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25kg/m termasuk ke

  dalam kelompok kriteria berat badan lebih. Hal ini memiliki kaitan erat dengan

  2

  sindrom metabolik. IMT yang kurang dari 19kg/m seringkali dikaitkan dengan penampilan pasien yang terlalu kurus dan perlu dipikirkan adanya penyakit kronis seperti infeksi tuberkulosis (TBC), kanker atau masalah kesehatan jiwa seperti anoreksia nervosa atau bulimia nervosa. Adanya pertumbuhan rambut abnormal seperti kumis, jenggot, jambang, bulu dada yang lebat, bulu kaki yang lebat dan sebagainya (hirsutisme) atau pertumbuhan jerawat yang banyak dan tidak normal pada perempuan, seringkali terkait dengan kondisi hiperandrogenisme baik klinis maupun biokimiawi.

  c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan dasar yang dianjurkan untuk mendeteksi atau menginformasi adanya ovulasi dalam sebuah siklus haid adalah penilaian kadar progesteron pada fase luteal madia, yaitu kurang lebih 7 hari sebelum perkiraan datangnya haid. Adanya ovulasi dapat ditentukan jika kadar progesteron fase luteal madia dijumpai lebih besar dari 9,4 mg/ml (30 nmol/l). Penilaian kadar progesteron pada fase luteal madia menjadi tidak memiliki nilai diagnostik yang baik jika terdapat siklus haid yang tidak normal seperti siklus haid yang jarang (lebih dari 35 hari) atau siklus haid yang terlalu sering (kurang dari 21 hari).

  Pemeriksaan kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan prolaktin hanya dilakukan jika terdapat indikasi berupa siklus yang tidak berovulasi, terdapat keluhan galaktore atau terdapat kelainan fisik atau gejala klinik yang sesuai dengan kelainan pada kelenjar tiroid.

  Pemeriksaan kadar Luteinizing Hormone (LH) dan Follicles Stimulating

  

Hormone (FSH) dilakukan pada fase proliferasi awal (hari 3 – 5) terutama jika

  dipertimbangkan terdapat peningkatan nisbah LH/FSH pada kasus sindrom ovarium polikistik (SOPK). Jika dijumpai adanya tanda klinis hiperandrogenisme seperti hirsutisme atau acne yang banyak maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar testosteron atau pemeriksaan Free Androgen Index (FAI), yaitu dengan melakukan kajian terhadap kadar testosteron yang terikat dengan Sex Hormone

  

Binding (SHBG) . Pada perempuan kadar FAI normal jika dijumpai lebih rendah

dari 7.

  Pemeriksaan uji pascasanggama atau Postcoital Test (PCT) merupakan metode pemeriksaan yang bertujuan untuk menilai interaksi antara sperma dan lendir serviks. Metode ini sudah tidak dianjurkan untuk digunakan karena memberikan hasil yang sulit dipercaya.

  d. Pemeriksaan Analisis Sperma Pemeriksaan analisis sperma sangat penting dilakukan pada awal kunjungan pasutri dengan masalah infertilitas, karena dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa faktor lelaki turut memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap kejadian infertilitas. Beberapa syarat yang harus diperhatikan agar menjamin hasil analisis sperma yang baik adalah melakukan abstinensia (pantang sanggama) selama 2 – 3 hari, mengeluarkan sperma dengan cara masturbasi dan hindari cara sanggama terputus, menghindari penggunaan pelumas pada saat masturbasi, menghindari penggunaan kondom untuk menampung sperma, menggunakan tabung dengan mulut yang lebar sebagai tempat penampungan sperma, penggunaan tabung sperma harus dilengkapi dengan nama jelas, tanggal dan waktu pengumpulan sperma, metode pengeluaran sperma yang dilakukan (masturbasi atau sanggama terputus), kemudian mengirimkan sampel secepat mungkin ke laboratorium sperma serta menghindari paparan temperatur yang terlampau tinggi (> 38

  C) atau terlalu rendah (<15 C). Selain itu untuk mengetahui status fertilitas, pemeriksaan lain yang dilakukan kepada kedua pasangan meliputi pemeriksaan pada pria dan wanita.

  Pemeriksaan pada pria difokuskan pada pemeriksaan air mani untuk menguji jumlah, bentuk, pergerakan sperma serta tes kadar hormon. Pemeriksaan pada wanita meliputi pengukuran suhu tubuh pagi hari dan pemeriksaan lendir rahim dalam beberapa bulan. Selain itu, pemeriksaan hysterosalpingography yaitu foto sinar X pada uterus dan saluran tuba fallopi dan laparaskopi (Eny, 2011).

  Rekomendasi pemeriksaan infertilitas dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan, lama waktu pasangan mencoba untuk hamil, usia pasangan serta status kesehatan (Eny, 2011).

  1.5 Penanganan dan Pengobatan Infertilitas Pengobatan pasangan infertilitas memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya dan sering menimbulkan stres keluarga yang berkepanjangan

  (Manuaba, 2009). Beberapa obat-obat terapi yang diberikan kepada wanita seperti

  

Clomiphene Citrate (Clomid) , Human Menopausal Gonadotropin or hMG

  (Repronex, Pergonal), Follicle Stimulating Hormone atau FSH (Gonal-F, Follistim), Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH), Metformin (Glucophage) dan Bromocriptine atau Parlodel (Eny, 2011).

  Selain pengobatan, penanganan medis yang dapat dilakukan pada pasangan infertilitas meliputi: Teknik In Vitro Fertilization (IVF) -

  Teknik In Vitro Fertilization atau yang lebih dikenal dengan istilah “bayi tabung”, merupakan teknik reproduksi dibantu atau teknik rekayasa reproduksi dengan mempertemukan sel telur (oosit) matang dengan spermatozoa diluar tubuh manusia agar terjadi pembuahan atau fertilisasi. Fertilisasi in vitro diterapkan pada pasangan infertil (tidak subur) yang mengalami enam masalah yaitu pada tuba atau saluran telur, pada sperma, kegagalan inseminasi berulang, infertilitas imunologik, endometriosis yang sudah diterapi secara lengkap tetapi belum berhasil hamil dan penyebab yang belum diketahui (unexplained

  

infertility) . Pada kondisi yang belum diketahui (unexplained infertility) ini

  disebabkan oleh permasalahan imunologis atau kekebalan tubuh. Akibatnya, sperma suami ditolak oleh sel telur istri sehingga tidak pernah terjadi kehamilan.

  Sebaliknya, ada juga antibodi anti sperma yang dihasilkan oleh tubuh suami sendiri sehingga sperma dihancurkan atau dilemahkan kemampuannya karena dianggap benda asing.

  Teknik Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI) - Teknik ini merupakan teknik dalam program IVF dengan cara menyuntikkan satu spermatozoa langsung kedalam sitoplasma oosit agar terjadi fertilisasi

  Teknik operasi TESE dan MESA - Pada kasus cairan air mani tanpa sperma (azoospermia), mungkin akibat penyumbatan atau gangguan saluran sperma dilakukan pengambilan sperma dengan teknik operasi langsung pada saluran air mani atau testis. Teknik ini ada dua, yaitu MESA (Microsurgical Sperm Aspiration) dan TESE (Testicular Sperm

  

Extraction) . Pada MESA, sperma diambil langsung dari tempat sperma

  dimatangkan disimpan (epididimis). Sedangkan pada TESE, sperma langsung diambil dari testis yang merupakan pabrik sperma. Selanjutnya, dilakukan langkah-langkah menurut prosedur ICSI.

  Selain itu, beberapa penanganan yang dilakukan berdasarkan faktor-faktor penyebab pasangan infertilitas itu sendiri menurut Benson & Pernoll’s (2001) meliputi:

  Pertama yaitu faktor koitus pria. Merokok, penggunaan alkohol dan

  narkoba seharusnya diberhentikan karena akan terjadi peningkatan suhu pada skrotum yang akan menimbulkan efek yang merugikan pada proses spermatogenesis seperti retensi semen. Hubungan seksual yang jarang dilakukan dapat menyebabkan infertilitas. Oleh karena itu, dianjurkan untuk berhubungan seksual setiap dua hari sekali selama masa periovulasi (hari ke 12 - 16 pada siklus menstruasi)

  Kedua yaitu faktor azoospermia karena kromosom yang abnormal,

  kelainan kongenital serta kadar FSH yang tinggi. Oleh karena itu, inseminasi buatan dengan donor sperma atau adopsi adalah satu-satunya alternatif.

  Ketiga yaitu faktor varikokel yang menyumbangkan kira-kira sepertiga

  persen pada pria infetilititas. Penanganan medis yang dilakukan adalah

  

varicocelectomy untuk memperbaiki parameter sperma, kualitas sperma serta

motilitas sperma.

  Keempat yaitu volume semen yang sedikit merupakan masalah yang serius

  dan cukup sulit untuk dilakukan pengobatan. Ini biasanya dilakukan pengobatan dengan inseminasi buatan dengan semen pria (AIH). Ketika volume semen yang tinggi disertai dengan jumlah sperma yang sedikit, teknik ejakulasi yang baik harus diperhatikan.

  Kelima yaitu faktor oligosperma (jumlah sperma yang sedikit) atau

asthenospermia (motilitas sperma yang lemah). Pengobatan yang dilakukan pada

  kedua kasus ini adalah dengan terapi hormon yang spesifik seperti Human Menopausal Gonadotropin (hMG).

  Keenam yaitu faktor serviks, tuba fallopi serta faktor ovulasi dapat di

  stimulasi dengan Human Menopausal Gonadotropin (hMG) yang mungkin diperlukan untuk memperbaiki mukus serviks ketika dosis estrogen tidak efektif.

  Inseminasi intrauterin dengan semen yang rusak (proses pengeluaran prostaglandin) telah dibuktikan sangat efektif pada setiap kasus sedangkan In

  

Vitro Fertilization (IVF) dan Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) serta saran

  terapi lain kemungkinan besar berhasil pada penanganan untuk faktor infertilitas pria dengan faktor sperma yang abnormal.

  2. Studi Fenomenologi Fenomenologi adalah suatu ilmu yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena atau kejadian khusus, misalnya pengalaman hidup. Fokus utama dalam fenomenologi ini yang terjadi adalah pengalaman nyata yang terjadi dalam masyarakat. Di dalam pandangan fenomenologis, peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya dengan orang-orang dalam situasi tertentu. Bentuk pengalaman yang dikaji adalah bagaimana pengalaman orang lain dan apa maknanya bagi mereka (Saryono & Anggreini, 2010).

  Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi dengan beberapa kriteria, yaitu credibility, transferability,

  

dependability , dan confirmability (Lincoln & Guba, 1985, dalam Polit & Beck,

2012).

  Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data

  dan informasi yang dikumpulkan. Transferability digunakan untuk memenuhi kriteria bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki tipologi yang sama. Dengan kata lain, apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang berbeda.

  

Dependability digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang ditempuh

  selama penelitian. Confirmability merupakan kriteria untuk menilai hasil kualitas penelitian yang dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil lebih obyektif.

  3. Keabsahan Data Menurut Lincoln & Guba (1985 dalam Polit & Beck, 2012) terdapat empat kriteria untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya

  (trustworthiness), yaitu:

  1. Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.

  

Credibility termasuk validitas internal. Cara memperoleh tingkat kepercayaan

  yaitu:

  a) Prolonged engagement, yaitu adanya hubungan relatif lama atau

  Membina hubungan dalam waktu tertentu yang memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan dan dapat menguji informasi dari responden serta membangun kepercayaan para responden terhadap peneliti.

  b) Persistent observation atau pengamatan yang berkesinambungan,

  untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang sedang diteliti. Selain itu, peneliti dapat memperhatikan sesuatu secara lebih cermat, terinci dan mendalam

  c) Triangulation (triangulasi), memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

  d) Peer debriefing yaitu membicarakan dengan orang lain dengan mengekspos hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Orang tersebut hendaknya tidak terlibat dalam penelitian, agar pandangannya lebih netral atau objektif, akan tetapi harus mempunyai pengetahuan tentang pokok penelitian atau metode penelitian.

  e) Mengadakan pengecekan anggota (member checking) yaitu pengujian

  untuk mengecek analisis yang dibuat peneliti kepada partisipan dengan kata lain informasi yang kita peroleh dan gunakan kita sesuaikan dengan apa yang dimaksud oleh partisipan. Ini merupakan cara yang paling penting dengan tujuan agar partisipan bisa memperbaiki bila ada kekeliruan yang dibuat oleh peneliti selama wawancara atau menambahkan hal yang masih kurang.

  f) Analisis kasus negatif (negative case analysis) yaitu berusaha menghindari kasus yang tidak sesuai dengan hasil penelitian hingga saat tertentu.

  g) Pengecekan atau kecukupan refrensial (refrencial adequacy checks)

  sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kepercayaan atas kebenaran data, dapat digunakan hasil rekaman tape atau video-tape atau bahan dokumentasi.

  

2. Transferability adalah digunakan untuk memenuhi kriteria bahwa hasil

  penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki tipologi yang sama. Transferability termasuk dalam validitas eksternal. Maksudnya adalah dimana hasil suatu penelitian dapat diaplikasikan dalam situasi lain.

  

3. Dependability mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan

  data, membentuk dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik terbaik adalah

  

dependability audit yaitu meminta dependen atau independen auditor untuk

  memeriksa aktifitas peneliti. Dependability menurut istilah konvensional disebut reliabilitas atau syarat bagi validitas.

  4. Confirmability memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Confirmability juga merupakan kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Arsip Dinamis - Evaluasi Hasil Pelatihan Arsip Dinamis di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 30

Evaluasi Hasil Pelatihan Arsip Dinamis di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 13

I. Identitas Responden - Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kepuasan Mahasiswa (Studi Pada Sub Bagian Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)

0 0 20

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Jenis Penelitian - Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kepuasan Mahasiswa (Studi Pada Sub Bagian Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kepuasan Mahasiswa (Studi Pada Sub Bagian Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Mengenai Tanaman Aren - Pengaruh Penambahan Berbagai Bahan Pengawet Alami dan Konsentrasinya Terhadap Mutu Nira Aren

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kajian Metode Hidrograf Satuan Sintetik Pada Sungai Deli

0 2 21

1. Identitas Responden a. Nama responden (inisial) : b. Umur : c. Jenis kelamin : 2. Lembar Kuesioner - Gambaran Konsep Diri pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan USU

0 0 30

Pengalaman Perawat dalam Memberikan Perawatan Paliatif pada Pasien Kanker di Rumah Sakit Murni Teguh Medan

1 1 26

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengalaman Perawat dalam Memberikan Perawatan Paliatif pada Pasien Kanker di Rumah Sakit Murni Teguh Medan

0 1 7