PERBEDAAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN STROKE DAN TANPA KOMPLIKASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

MELITUS TIPE 2 DENGAN STROKE DAN TANPA KOMPLIKASI SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Annisa Hidayati G0008054 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user

Skripsi dengan judul : Perbedaan Kadar Asam Urat Serum pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Stroke dan Tanpa Komplikasi

Annisa Hidayati, NIM : G0008054, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Selasa, Tanggal 11 Oktober 2011

Pembimbing Utama

Nama : Dr. Sugiarto, dr., Sp.PD-FINASIM NIP : 19620522 198901 1 001

(……………………..)

Pembimbing Pendamping

Nama : Dian Ariningrum, dr., M.Kes., Sp.PK NIP : 19710720 200604 2 001

(……………………..)

Penguji Utama

Nama : Tri Yuli Pramana, dr., Sp.PD-KGEH NIP : 19620723 198911 1 001

(……………………..)

Anggota Penguji

Nama : Sri Haryati, Dra., M.Kes NIP : 19610120 198601 2 001

(……………………..)

Surakarta, ..……………

Ketua Tim Skripsi

Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM

commit to user

Skripsi dengan judul : Perbedaan Kadar Asam Urat Serum pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Stroke dan Tanpa Komplikasi

Annisa Hidayati, G0008054, Tahun 2011

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari , Tanggal 2011

Pembimbing Utama Penguji Utama

DR. Sugiarto, dr., Sp.PD, FINASIM Tri Yuli Pramana, dr., Sp.PD-KGEH

NIP:19620522 198901 1 001 NIP:19620723 198911 1 001

Pembimbing Pendamping Anggota Penguji

Dian Ariningrum, dr., M.Kes., Sp.PK Dra. Sri Haryati, M.Kes

NIP:19710720 200604 2 001 NIP:19610120 198601 2 001

Tim Skripsi

Vicky Eko N.H., dr., M.Sc., Sp.THT-KL

NIP:19770914 200501 1 001

commit to user iii

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, September 2011

Annisa Hidayati NIM. G0008054

commit to user

Annisa Hidayati, G0008054, 2011. Perbedaan Kadar Asam Urat Serum pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Stroke dan Tanpa Komplikasi. Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan: Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar asam urat serum pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi.

Metode: Peneliti melakukan penelitian observasional analitik dengan pendekatan potong lintang pada penelitian ini. Subjek penelitian adalah pasien stroke rawat inap yang mempunyai riwayat DM tipe 2 dan pasien DM tipe 2 tanpa komplikasi rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Data penelitian diperoleh dari data rekam medis pasien tahun 2005 hingga 2010. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji t independen.

Hasil: Didapatkan sampel sebanyak 62 orang, terdiri dari 31 orang pada kelompok DM tipe 2 dengan stroke dan 31 orang pada kelompok DM tipe 2 tanpa komplikasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sesuai yang ditetapkan peneliti. Perbedaan rerata usia adalah 55.35+5.24 untuk kelompok DM tipe 2 dengan stroke dan 55+5.07 untuk kelompok tanpa komplikasi. Perbedaan rerata kadar asam urat untuk DM tipe 2 dengan stroke 5.13+1.28 mg/dl dibandingkan tanpa komplikasi 4.45+0.86 mg/dl dengan p = 0.017. Rasio prevalensi stroke pada DM tipe 2 dengan peningkatan asam urat adalah 1.97 dan (95% CI, 1.43-3.89).

Simpulan: Ada perbedaan kadar asam urat serum pasien DM tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi yang bermakna. Peningkatan asam urat serum pada pasien DM tipe 2 meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 1.97 kali lebih tinggi dibanding pasien DM tipe 2 dengan asam urat serum normal.

Kata kunci: asam urat, Diabetes Melitus tipe 2, stroke

commit to user

Annisa Hidayati, G0008054, 2011. The Distinction of Uric Acid Levels Serum on Type 2 Diabetes Mellitus Patient with Stroke and without Complication.

Fakultas Kedokteran Medical Faculty Sebelas Maret University, Surakarta.

Aim: Identify the distinction of uric acid levels serum on type 2 Diabetes Mellitus patient with stroke and without complication.

Method: In this study we conducted observational analytic with cross-sectional approach. The subjects were hospitalization stroke patient who has type 2 DM medical records and non hospitalization patient of type 2 DM without complication in Regional General Hospital Dr. Moewardi Surakarta. The sampling conducted in consecutive sampling. The data collected from patients’ medical records from 2005 to 2010. Statistical analysis conducted with independent T-test.

Results: With 62 samples, consist of 31 persons in type 2 DM with stroke and 31 in type 2 DM without complication who meets the criteria of inclusion and exclusion based on the author’s determination. Mean age differentiation was 55.35+5.24 for type 2 DM group with stroke and 55+5.07 for group without complication. Mean of uric acid levels serum in both group for type 2 DM with stroke 5.13+1.28 mg/dl and without complication 4.45+0.86 mg/dl with p = 0.017 with Prevalence Ratio score = 1.97 and (95% CI, 1.43-3.89).

Conclusion: There is a significant distinction of uric acid serum level on patient with type 2 DM with stroke and without complication. The increasing levels of uric acid serum on type 2 DM patient will increase the risk of stroke 1.97 time higher than type 2 DM patient with normal uric acid serum level.

Key words: uric acid, type 2 Diabetes Mellitus, stroke

commit to user

Annisa Hidayati, G0008054, 2011. The Difference Uric Acid Serum Level in Patient of Type 2 Diabetes Mellitus With Stroke and Without Complication, Faculty of Medicine Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective: This research aims to know the difference between uric acid serum in patient of type 2 Diabetes Mellitus with stroke and without complication.

Methods: This was an analytic observational research with cross sectional approach. The subjects is stroke hospitalization patient which have type 2 DM and Type 2 Dm patient without complication in ambulatory services in RSUD Dr.

Moewardi. The sampling technique that used is consecutive sampling. The

research data obtained medical record patient from 2005 until 2011. Statitical analysis using independent T test.

Results: Of the totals 62 samples, consist of 31 samples from type 2 DM with stroke and 31 samples from type 2 DM without complication. The difference of the average of age is 55.35+5.24 in patient of type 2 DM with stroke and 55+5.07 in patient of type 2 DM without complication. The difference of the average of uric acid serum is 5.13+1.28 mg/dl in patient of type 2 DM with stroke and 4.45+0.86 mg/dl in patient of type 2 DM without complication with p=0.017. Ratio prevalence of stroke in type 2 DM with increased uric acid serum is 1.97 (95% CI, 1.43-3.89).

Conclusions: There were significant differences in uric acid serum between patient of type 2 DM with stroke and without complication. The increase of uric acid serum in patient of type 2 DM, increase the risk of stroke 1.97 times higher than patient of type 2 DM with normal uric acid serum.

Keywords: uric acid, type 2 Diabetes Mellitus, stroke

commit to user

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi dengan judul “Perbedaan Kadar Asam Urat Serum pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Stroke dan Tanpa Komplikasi” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir penulis di tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas dalam menempuh pendidikan ini dapat terlaksana dengan baik berkat pertolongan Allah SWT beserta bimbingan, dorongan, dan bantuan lain dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tinggi kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Zaenal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Sugiarto, dr., Sp.PD, FINASIM, selaku Pembimbing Utama dalam penelitian ini, yang telah banyak memberikan bantuan serta dorongan.

3. Dian Ariningrum, dr., Sp.PK., M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping dalam penelitian ini yang selalu memberikan petunjuk, arahan, dorongan.

4. Tri Yuli Pramana, dr., Sp.PD-KGEH, selaku Penguji Utama atas segala masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.

5. Sri Haryati, Dra., M.Kes, selaku Anggota Penguji atas segala masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.

6. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Pak Marno, Pak Heru, Bu Dwi, beserta seluruh staf bagian Rekam Medis RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

8. Orang tuaku tercinta, Catur Budi Susilo dan Wahyu Widi Astuti, dan adik- adikku tersayang, Ahmad Sulchan Hidayat, Akmal Sofuan Hidayat, dan Amalia Hidayati, terimakasih atas doa, dorongan, motivasi, yang diberikan agar penulis segera menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.

9. Sahabatku yang telah banyak membantu dan memotivasi (Merida, Tata, Dessy, Dian, Dika, Galih, Damar, dll).

10. Semua pihak tidak dapat di sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna

karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik yang membangun agar skripsi ini dapat berguna untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Surakarta, September 2011

Penulis

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang luas yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah dan menyebabkan turunnya kualitas hidup dan harapan hidup, dengan risiko lebih tinggi terserang penyakit jantung, stroke, neuropati perifer, penyakit ginjal, kebutaan, dan amputasi. Menurut etiologinya, DM dibagi menjadi 2 tipe utama, tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 terjadi pada anak-anak akibat destruksi autoimun sel β Langerhans yang menyebabkan kekurangan insulin secara absolut. Frekuensi dari DM tipe 1 jauh lebih rendah dari DM tipe 2 yang mencapai 90 % dari keseluruhan penderita DM. DM tipe 2 lebih sering terjadi pada dewasa, meski sekarang juga mulai terjadi pada anak dan dewasa muda. DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin dan/atau sekresi insulin yang abnormal (Thévenod, 2008).

Menurut data yang telah dihimpun Depkes, jumlah pasien diabetes rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin (Depkes, 2006). Proporsi kedua tertinggi penyebab kematian pada umur 5 tahun ke atas di Indonesia daerah perkotaan adalah diabetes melitus. Prevalensi penyakit DM di Jawa Tengah berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau dengan gejala adalah 1,3 % (Riskesdas, 2007).

commit to user

hiperglikemia pada diabetes ini dibagi menjadi komplikasi makrovaskular (penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer, dan stroke) dan komplikasi mikrovaskular (nefropati diabetik, neuropati, dan retinopati). Menurut Depkes (2005), komplikasi makrovaskuler lebih sering dialami penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan/atau kegemukan. Bahkan, pasien DM tipe 2 mempunyai risiko tinggi terserang stroke, dengan peningkatan risiko sebesar 150-400 % (Fowler, 2008).

Stroke adalah sindrom yang terdiri manifestasi klinik yang berlangsung cepat akibat gangguan fungsi serebral secara fokal maupun global, terjadi selama 24 jam atau lebih, dan bisa menyebabkan kematian, tanpa ada penyebab lain yang jelas selain vaskular (Fachir dan Setiawan, 2005). Proporsi tertinggi penyebab kematian pada umur 5 tahun ke atas di Indonesia adalah stroke, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk dan yang telah didiagnosis tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk (Riskesdas, 2007).

Stroke adalah penyebab utama kecacatan pada orang dewasa (Hartwig, 2006). Pasien post-stroke yang kembali dari perawatan rumah sakit tidak akan langsung kembali normal seperti sebelum terserang stroke, sehingga menyebabkan ketergantungan pada orang lain untuk pemenuhan kebutuhannya sehari-hari (Bousser, 2008). Faktor risiko demografik untuk stroke mencakup usia lanjut, ras dan etnis, serta riwayat stroke dalam

commit to user

atrium, diabetes melitus, apnea hipertensi, dan apnea tidur (Hartwig, 2006).

Arboix et al. (2005) menyatakan bahwa hiperlipidemia dan penyakit jantung iskemik merupakan prediktor stroke iskemik pada pasien diabetes. Rachmawati (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kadar kolesterol total berpengaruh signifikan terhadap stroke pada penderita DM. Selain itu, hipertensi, hiperglikemia, sindrom metabolik, hiperurisemia, dan proteinuria juga dilaporkan sebagai prediktor stroke pada pasien DM (Sander et al., 2008).

Sebuah penelitian mendukung adanya hubungan antara asam urat serum dan resistensi insulin (Wisesa dan Ketut, 2009), dimana resistensi insulin merupakan komponen penting pada DM tipe 2 (Jolanda, 2005). Peningkatan asam urat serum (hiperurisemia) merupakan hal yang biasa ditemukan pada pasien DM tipe 2 (Lehto et al., 1998), dimana hiperurisemia dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas DM (Akram et al. , 2011). Hiperurisemia sendiri berhubungan dengan risiko stroke (Bos et al ., 2006). Menurut Čaušević et al. (2010), hiperurisemia digambarkan sebagai prediktor kuat terjadinya komplikasi serebrovaskuler (stroke) pada pasien DM tipe 2. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai apakah penurunan asam urat dapat mengurangi risiko stroke (Bos et al., 2006).

Cukup banyak penelitian tentang stroke dihubungkan dengan diabetes, namun masih sedikit penelitian di Indonesia mengenai hubungan

commit to user

atas, penulis tertarik mengadakan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kadar asam urat serum pada pasien DM tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi.

B. Rumusan Masalah

Adakah perbedaan kadar asam urat serum pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar asam urat serum pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan kadar asam urat serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi.

2. Manfaat Aplikatif Melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan perhatian dokter terhadap kadar asam urat pada pasien diabetes.

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Diabetes Melitus Tipe 2

a. Definisi dan Klasifikasi

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Gustaviani, 2007). Menurut Guyton dan Hall (2008), terdapat dua tipe utama DM:

1) Diabetes tipe 1, yang juga disebut diabetes melitus tergantung insulin (IDDM), disebabkan kurangnya sekresi insulin.

2) Diabetes tipe 2, yang juga disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin (NIDDM), disebabkan oleh penurunan sensitivitas jaringan target terhadap efek metabolik insulin. Penurunan sensitivitas terhadap insulin ini seringkali disebut sebagai resistensi insulin. Penderita DM tipe 2 mencapai 90-95 % dari keseluruhan

populasi diabetes, umumnya di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini

commit to user

meningkat (Depkes, 2005).

b. Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko untuk DM, terutama tipe 2, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Faktor Risiko DM Tipe 2 Riwayat

Diabetes dalam keluarga Diabetes gestasional Melahirkan bayi dengan berat badan > 4 kg Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome) IFG (Impaired Fasting Glucose) atau IGT (Impaired Glucose Tollerance )

Obesitas

> 120 % berat badan ideal

Umur

20-59 tahun : 8,7 % > 65 tahun : 18 %

> 140/90 mmHg

Hiperlipidemia Kadar HDL rendah < 35 mg/dl

Kadar lipid darah tinggi > 250 mg/dl

Faktor-faktor lain

Kurang olah raga Pola makan rendah serat

(D epkes, 2005)

c. Gejala Klinik

Penderita DM tipe 2 mungkin tidak merasakan gejala selama beberapa tahun bahkan beberapa dekade sebelum penderita didiagnosis. Gejalanya hampir tidak kentara (Kishore, 2008). Menurut Depkes (2005) gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain, poliuria (sering buang air kecil),

commit to user

lapar).

Selain itu, sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. Penderita DM tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan saraf (Depkes, 2005). Akhirnya, penderita merasa sangat kelelahan, pandangan menjadi kabur, dan bisa terjadi dehidrasi (Kishore, 2008).

d. Patogenesis

DM tipe 2 dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi insulin plasma (hiperinsulinemia). Hal ini terjadi sebagai upaya kompensasi oleh sel beta pankreas terhadap penurunan sensitivitas jaringan terhadap efek metabolisme insulin, yaitu suatu kondisi yang dikenal sebagai resistensi insulin. Penurunan sensitivitas insulin mengganggu penggunaan dan penyimpanan karbohidrat, yang akan meningkatkan kadar gula darah dan merangsang peningkatan sekresi insulin sebagai upaya kompensasi (Guyton dan Hall, 2008).

commit to user

kecuali bila hebat sekali sehingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang berbahaya ialah glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai elektrolit. Hal inilah yang menyebabkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada pasien DM yang tidak diobati. Karena ada dehidrasi, maka badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa kelenjar itu (Suherman, 2008).

e. Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena (Gustaviani, 2007).

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM,

commit to user

cukup kuat untuk mendiagnosis DM. Diperlukan konfirmasi dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal tinggi (> 200 mg/dl) pada hari lain, kadar glukosa darah puasa yang abnormal tinggi (> 126 mg/dl), atau hasil uji toleransi glukosa oral didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan > 200 mg/dl (Gustaviani, 2007).

Tabel 2. Kriteria Penegakan Diagnosis DM

Glukosa Plasma Puasa

Glukosa Plasma 2 jam setelah makan

Normal

< 100 mg/dl

< 140 mg/dl Pra-diabetes IFG atau IGT

100-125 mg/dl

--

-- 140-199 mg/dl Diabetes

> 126 mg/dl

> 200 mg/dl ( Depkes, 2005 )

f. Penatalaksanaan

Menurut Depkes (2005), penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai dua target utama, yaitu:

1) Menjaga kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal

2) Mencegah atau meminimalkan terjadinya komplikasi diabetes Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu

dimulai dengan pendekatan nonfarmakologis, yaitu berupa

commit to user

penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obes. Bila dengan langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis (Soegondo, 2007). Langkah farmakologis ini dapat berupa terapi insulin, terapi hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (Depkes, 2005).

g. Komplikasi

Menurut Schteingart (2006), komplikasi-komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori mayor, yaitu:

1) Komplikasi metabolik akut, meliputi ketoasidosis diabetik (DKA), hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik, dan hipoglikemia.

2) Komplikasi vaskular jangka panjang, meliputi mikroangiopati dan makroangiopati. Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada DM tipe 1.

Komplikasi mikrovaskular ini antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Sedangkan, tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer. Walaupun komplikasi makrovaskular dapat terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang

commit to user

(Depkes, 2005).

2. Stroke

a. Definisi dan Klasifikasi

Stroke adalah suatu defisit neurologik yang terjadi secara tiba- tiba, dapat setempat atau global, akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah yang mensuplai otak dalam waktu lebih dari 24 jam (Teramihardja, 2007). Pembagian klinisnya adalah:

1) Stroke non-hemoragik yang mencakup:

a) TIA

b) Stroke in evolution

c) Thrombotic stroke disebabkan oleh thrombosis otak, paling sering diperberat oleh plak aterosklerosis. Onset gejala bervariasi, mulai dari beberapa menit sampai beberapa hari

d) Embolic stroke disebabkan oleh embolisme otak. Onset gejala biasanya mendadak, mencerminkan hilangnya aliran darah secara mendadak pada daerah arteri yang tersumbat.

e) Stroke akibat kompresi terhadap arteri oleh proses di luar arteri, seperti tumor, abses, dan granuloma

2) Stroke hemoragik (Mardjono dan Priguna, 2003)

commit to user

Menurut Syamsuddin (2009) dan Japardi (2002), terdapat beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami stroke, antara lain riwayat keluarga, bertambahnya usia, jenis kelamin pria, ras berkulit hitam lebih rentan stroke, hipertensi, peningkatan kadar kolesterol LDL dan fibrinogen plasma, merokok, diabetes, obesitas, penyakit jantung, riwayat stroke atau TIA, kadar homosistein meningkat, dan faktor risiko lain, seperti peminum alkohol, penggunaan obat terlarang seperti kokain, serta stres yang tidak terkontrol.

Pasien diabetes mempunyai risiko 1,5-4 kali lebih besar terserang stroke dibandingkan dengan populasi umum. Hiperglikemia kronik yang dipantau melalui peningkatan HbA 1c

berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Selain itu, hipertensi, hiperglikemia, sindrom metabolik, hiperurisemia, dan proteinuria juga dilaporkan sebagai prediktor stroke pada pasien DM (Sander et al., 2008).

c. Gejala Klinik

1) Kelemahan/kelumpuhan sebelah anggota badan

2) Gangguan sensorik

3) Gangguan bicara (afasia/disartria)

4) Gangguan penglihatan

5) Vertigo/gangguan keseimbangan (Teramihardja, 2007)

commit to user

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri yang membentuk sirkulus Willisi: arteria karotis interna dan system vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya sendiri dapat berupa:

1) Keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan.

2) Berkurangnya perfusi sebagai akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah.

3) Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.

4) Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid. (Hartwig, 2006)

commit to user

yang terjadi pada satu atau lebih arteri yang memberi makanan ke otak. Plak dapat mengaktifkan mekanisme pembekuan darah yang menghasilkan bekuan darah dan menghambat aliran darah di arteri, sehingga akan menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut pada area yang terlokalisasi. Efek neurologis stroke ditentukan oleh area otak yang terpengaruh (Guyton dan Hall, 2007).

Penyakit serebrovaskuler menyebabkan 20 % dari seluruh kematian pada diabetes. Terdapat perbedaan stroke yang dialami pasien dengan diabetes dan tanpa diabetes. Pasien diabetes lebih sering mengalami stroke iskemik dan adanya peningkatan proporsi stroke lacunar yang tidak tampak secara klinis. Selain itu, infark intratentorial lebih sering pada diabetes (Sander et al., 2008).

e. Diagnosis

Menurut Rubenstein et al. (2007), berikut ini langkah diagnosis untuk stroke:

1) Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pasti Perbedaan antara perdarahan dan infark serebral memerlukan CT Scan atau MRI. Pada CT adanya daerah hipodens tampak beberapa jam setelah infark serebri, sedangkan setelah perdarahan langsung timbul daerah hiperdens. MRI lebih sensitif mendeteksi stroke iskemik, namun lebih mahal, lama, dan memerlukan kerjasama pasien.

commit to user

a) Pemeriksaan darah lengkap, LED, pembekuan, dan skrining trombofilia, ureum, dan elektrolit, glukosa, dan lipid

b) EKG dan enzim jantung

c) Rontgen toraks

d) CT/MRI kepala

e) Ekokardiografi mendeteksi sumber emboli dari jantung

f) Pencitraan duplex arteri karotis ekstrakranial dan arteri vertebra

f. Penatalaksanaan

Menurut Teramihardja (2007), stroke pada fase akut ditangani oleh bagian neurologi, sedangkan untuk fase subakut dan kronik diperlukan usaha-usaha rehabilitasi medik.

Manajemen glukosa sangat diperlukan dan harus segera diturunkan hingga level aman dalam penanganan stroke fase akut pada pasien diabetes. Ini berarti kadar glukosa darah sekitar 120- 140 mg/dl. Penggunaan insulin taraf awal sangat disetujui. Mengandalkan turunnya glukosa lewat pengendalian makanan padahal kadarnya melebihi 200 mg/dl akan mengundang perluasan infark dengan cepat (Budiarto, 2011).

Menurut Budiarto (2011), sebagai pedoman sasaran terapi pasien pasca stroke dengan diabetes dapat diusahakan supaya:

1) Glycosylated hemoglobin < 6,5 %

commit to user

3) Hipertensi diobati dengan ACE-inhibitor atau angiotensin II reseptor antagonis

4) Dislipidemia diobati dengan statin

5) Semua pasien diberikan aspirin dosis rendah

6) Metformin diberikan untuk pasien yang gemuk, kecuali terdapat kontraindikasi

7) Perubahan dosis dan macam insulin disesuaikan secara individual oleh dokter

3. Asam Urat

a. Definisi

Asam urat adalah produk akhir katabolisme purin pada primata (Dorland, 2002). Asam urat merupakan asam lemah yang terdapat di dalam cairan tubuh. Asam urat ini diekskresikan tubuh dalam bentuk urin. Urin pada pH 5 hanya dapat melarutkan sekitar sepersepuluh total urat (15 mg/dl) yang dapat dilarutkan oleh urin pada pH 7 (150-200 mg/dl) dan pada pH urin yang normal secara khas berada di bawah 5,8. Dengan demikian, kristal saluran kemih berupa natrium urat ditemukan di sebelah proksimal lokasi asidifikasi urin (tubulus distal dan duktus koligentes), dan kristal asam urat ditemukan di sebelah distal (Rodwell et al., 2003).

commit to user

Asam urat pada manusia dibentuk sebagai hasil katabolisme purin (salah satu unsur protein) yang menyusun material genetik. Pada mamalia yang bukan primata, enzim urikase akan memecah asam urat dengan membentuk produk akhir alantoin yang bersifat sangat larut dalam air. Namun demikian, karena manusia tidak memiliki enzim urikase, maka produk akhir katabolisme purin pada manusia adalah asam urat (Rodwell et al., 2003).

Manusia mengubah nukleosida purin yang utama, yaitu adenosin dan guanin menjadi produk akhir asam urat yang diekskresikan keluar. Adenosin pertama mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosin deaminase. Fosforolisis ikatan N-glikosidat inosin dan guanosin, yang dikatalisasi oleh enzim nukleosida purin fosforilase, akan melepas senyawa ribose 1-fosfat dan basa purin. Hipoxantin dan guanin selanjutnya membentuk xantin dalam reaksi yang dikatalisasi oleh enzim xantin oksidase dan guanase. Kemudian xantin teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi kedua yang dikatalisasi oleh enzim xantin oksidase (Rodwell et al., 2003).

Enzim xantin oksidase tersebar luas dan terdapat di dalam susu, usus halus, ginjal, serta hati (Mayes, 2003a). Salah satu sumber spesies reaktif adalah xantin oksidase, yang menghasilkan superoksida (misal selama cedera reperfusi pada organ iskemik)

commit to user

radikal hidroksil serta peroksil (Mayes, 2003b). Secara ringkas, pembentukan asam urat digambarkan pada gambar berikut:

Gambar 1. Pembentukan Asam Urat (Widodo, 2008)

Asam urat (dimakan dalam bentuk nukleoprotein)

Enzim proteolitik di usus

Nuklease (DNase & RNase) di getah pankreas

Asam nukleat

Polinukleotidase = fosfoesterase di usus

Nukleotida

Mononukleotida

Nukleotidase & fosfatase

Nukleosida

Fosforilase di usus

Basa purin Basa pirimidin

Guanin Adenosin

Adenosin deaminase

Inosin

Deaminase Guanin

Nukleosidase

Hipoxantin

Oksidase Xantin

Xantin

Xantin Oksidase

Asam Urat (Absorbsi di usus)

Ekskresi sebagai asam urat di urin

commit to user

Nilai rujukan kadar asam urat nomal dalam darah adalah 3-7 mg/dl, tetapi kadar normal setiap laboratorium dapat bervariasi (Dugdale, 2009). Sedangkan nilai rujukan kadar asam urat normal pada urin adalah 250-750 mg/24 jam (Lelyana, 2008).

d. Ekskresi

Ekskresi netto asam urat total pada manusia normal adalah 400-600 mg/24 jam. Banyak senyawa yang secara alami terdapat di alam dan senyawa farmakologik mempengaruhi absorbsi serta sekresi natrium urat pada ginjal (Rodwell et al., 2003).

Pada suhu dan pH normal, asam urat berada dalam bentuk ion urat di dalam darah dan plasma, serta mengalami eliminasi di ginjal. Kurang dari sepertiganya mengalami degradasi enzimatik oleh bakteri colon. Glomerulus ginjal menyaring asam urat sebelum melalui tubulus proximal, kemudian dilanjutkan dengan reabsorpsi dan sekresi. Kebanyakan urat direabsorpsi sehingga hanya 10 % yang diekskresikan ke dalam urin (Pearson, 2006).

Alkohol mempengaruhi baik produksi maupun eliminasi asam urat. Alkohol mengandung kalori yang besar yang dapat menyebabkan obesitas, guanosin pada beberapa bir dikonversikan menjadi asam urat oleh bakteri usus dan konsumsi dalam jumlah yang besar akan meningkatkan produksi urat melalui penambahan kecepatan pemecahan ATP di liver. Alkohol juga menyebabkan

commit to user

2006).

e. Gangguan Metabolisme Asam Urat

Nilai kadar asam urat serum pada manusia ditentukan oleh keseimbangan antara intake purin, produksi urat, serta eliminasinya oleh ginjal maupun ekstrarenal (Heinig dan Richard, 2006).

Gangguan metabolisme asam urat dapat berupa:

1) Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan metabolisme asam urat, penurunan pengeluarannya di urin, atau gabungan keduanya (Putra, 2007).

Hiperurisemia sebagai prediktor kuat dari berkembangnya komplikasi serebrovaskuler pada pasien DM tipe 2 (Mahmood, 2007). Kegagalan pengaturan asam urat dapat menyebabkan arthritis, batu ginjal, blok tubulus ginjal oleh kristal urat, serta gagal ginjal (Akram et al., 2011). Hiperurisemia juga diduga menjadi faktor risiko hipertensi, aterosklerosis, dan penyakit jantung koroner (Hidayat, 2009).

2) Hipourisemia

Hipourisemia merupakan defisiensi asam urat dalam darah, bersama dengan xanthinuria, disebabkan oleh defisiensi xanthin oksidase (Dorland, 2002).

commit to user

Hiperglikemia mempunyai peran penting dalam pathogenesis komplikasi vaskuler pada pasien diabetes (Agosti et al., 2008). Hiperglikemia kronis pada penderita DM tipe 2 mengakibatkan peningkatan stres oksidatif melalui empat mekanisme, yaitu meningkatnya polyol pathway flux, bentukan Advanced Glycation End- Products (AGE), aktivasi PKC, hexosamine pathway flux, dan Aldose reductase (Brownlee, 2005; Newsholme et al., 2007; Tjokoprawiro, 2007). Keempat jalur di atas merupakan suatu hipotesis yang menerangkan bagaimana hiperglikemia menyebabkan disfungsi endotel dan komplikasi DM (Maiti dan Neeraj, 2007). Kelainan utama pada disfungsi endotel adalah berkurangnya produksi NO dan atau meningkatnya ROS yang menyebabkan stres oksidatif (Lele, 2008).

AGE adalah mediator utama dalam pathogenesis dari semua komplikasi DM, melalui memodifikasi LDL-C sehingga mudah teroksidasi dan tersimpan pada dinding pembuluh darah memudahkan terbentuknya streak. Penelitian memperlihatkan AGE berperan dalam pembentukan dan progresivitas aterosklerosis (Peppa et al., 2003).

Kondisi lain yang terlibat dalam patofisiologi stroke pada diabetes adalah kondisi resistensi insulin yang terjadi pada sel yang terlibat dalam penyakit vaskuler (Agosti et al., 2008).

Resistensi terhadap antilipolitik dari insulin pada jaringan adiposa mengakibatkan lepasnya Free Fatty Acid (FFA) dan gliserol

commit to user

(Matthael et al., 2000). FFA yang beredar dalam sirkulasi meningkat pada diabetes. FFA dapat merusak fungsi endotel dengan meningkatkan produksi oxygen-derived free radical, aktivasi protein kinase C (PKC), dan eksaserbasi dislipidemia (Agosti et al., 2008).

Hiperinsulinemia sebagai konsekuensi dari resistensi insulin meningkatkan konsentrasi asam urat serum baik melalui penurunan sekresi asam urat dari ginjal maupun akumulasi substrat untuk produksi asam urat (Kodama et al., 2009). Kadar insulin yang meningkat dapat mengurangi ekskresi asam urat dari ginjal dan meningkatkan reabsorpsi urat di ginjal (Bhole et al., 2010).

Menurut Wisesa dan Ketut (2009), hubungan positif antara asam urat dengan resistensi insulin sebagian disebabkan karena hiperinsulinemia meningkatkan reabsorpsi sodium di tubulus ginjal, akibatnya kemampuan ginjal mengekskresikan sodium dan asam urat menurun dan hasil akhirnya konsentrasi asam urat serum meningkat.

Hiperglikemia merupakan salah satu faktor risiko hiperurisemia (Yoo et al., 2006; Becker et al., 2006). Asam urat merupakan salah satu antioksidan endogen dalam tubuh yang bersifat larut air. Peningkatan asam urat dalam sirkulasi merupakan indikator bahwa tubuh berusaha melindungi diri dari dampak buruk radikal bebas dengan meningkatkan produksi antioksidan endogen, seperti asam urat (Lehto et al., 1998). Padahal, kenaikan stres oksidatif terjadi pada

commit to user

bersifat sebagai prooksidan dengan berikatan dengan sistem intraseluler dari generasi superoksida melalui oksidasi NADPH (Sautin dan Johnson, 2010). Konsentrasi asam urat sebagai antioksidan alami adalah 2,6-7,5 mg/dl pada pria dan 2-5,7 mg/dl pada wanita premenopause (Ames et al., 1981).

Observasi menunjukkan bahwa hiperurisemia dapat menginduksi disfungsi endotel pada tikus (Feig, 2008). Hiperurisemi berhubungan dengan obesitas dan resistensi insulin, sehingga berhubungan dengan DM tipe 2 (Koenig dan Christa, 2008).

Satu kelainan yang dapat diperiksa secara dini di pembuluh darah yang menjadi cikal bakal aterosklerosis adalah kerusakan endotel vaskular, sehingga monosit dan lipid (kebanyakan berupa lipoprotein berdensitas rendah) yang beredar mulai menumpuk di tempat yang mengalami kerusakan. Penimbunan lipid dan proliferasi sel dapat menjadi sangat besar sehingga plak menonjol ke dalam lumen arteri dan sangat mengurangi aliran darah, yang kadang-kadang menyumbat seluruh pembuluh darah. Arteri yang mengalami aterosklerosis kehilangan distentisibilitasnya dan karena daerah di dinding pembuluhnya berdegenerasi, pembuluh menjadi mudah robek. Pada tempat penonjolan plak ke dalam aliran darah, permukaan plak yang kasar dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah dengan akibat pembentukan trombus atau embolus sehingga dapat menyumbat

commit to user

2008). Gejala trombosis tergantung dari lokasi dan besarnya trombus. Trombosis pada arteri cerebral mengakibatkan TIA atau stroke iskemik. Trombosis pada arteri koroner mengakibatkan angina pektoris atau infark miokard. Trombosis pada arteri perifer akan menyebabkan klaudikasio intermiten atau nekrosis/gangren (Tambunan, 2007).

commit to user

↑ Kerusakan endotel vaskular ↑ Plak atherosklerosis Belum ada manifestasi tromboemboli

Tanpa komplikasi

Oksidatif

stres

↑ Asam urat

Oksidatif stres

↑ Hexosamine

Pathway ,

AGE, Polyol,

PKC

↑ Absorpsi

urat ginjal

↑ FFA

DM tipe 2 tanpa komplikasi

HGK

RI

↑↑↑ Plak atherosklerosis Thromboemboli pembuluh darah otak

Stroke

a. Usia

d. Obesitas

b. Jenis kelamin e. LDL ↑ c. Merokok

f. Penyakit

↑↑↑ Kerusakan endotel vaskular

1. Usia

4. Penyakit

2. Jenis kelamin 5. Asupan 3. Obat

6. Genetik

Oksidatif stres

↑↑↑ Asam urat

urat ginjal

↑↑↑ FFA

DM tipe 2 dengan stroke

HGK

RI

↑↑↑ Hexosamine Pathway , AGE, Polyol, PKC

commit to user

---------: faktor yang mempengaruhi

: tidak diteliti : diteliti

DM : Diabetes Melitus HGK : Hiperglikemi kronis RI

: Resistensi Insulin AGEs : Advance Glycation End-Products PKC : Protein kinase C FFA : Free Fatty Acids LDL : Low Density Lipoprotein

C. Hipotesis

Ada perbedaan kadar asam urat serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi.

commit to user

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik observasi dengan menggunakan pendekatan potong lintang/cross sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Bagian Rekam Medis RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi Sumber

Populasi yang akan diteliti adalah pasien RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang mengalami DM tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi dari tahun 2005-2011.

2. Besar Sampel Berdasarkan rumus (Sastroasmoro dan Sofyan, 2008):

n= �

(Z ∝ +Z ß ) ×S d

(1,96 + 1,645) × 0,155 0,1

= (5,58775) 2 = 31,22295 ≈ 31

commit to user

n : Jumlah sampel Z α : Kesalahan tipe I (ditetapkan) Z ß : Kesalahan tipe II (ditetapkan)

S d : Simpang baku dari rerata selisih (dari pustaka)

d : Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical

judgment ) Jadi, dibutuhkan sampel sebanyak 62 orang, yaitu 31 sampel untuk setiap kelompok.

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi Kelompok DM dengan Stroke

1) Pasien DM tipe 2

2) Usia 46-65 tahun

3) Stroke Iskemik

b. Kriteria Inklusi Kelompok DM Tanpa Komplikasi

1) Pasien DM tipe 2

2) Usia 46-65 tahun

3) Tanpa komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular

c. Kriteria Eksklusi

1) Gangguan fungsi ginjal, seperti batu ginjal, infeksi, tumor, gagal ginjal

2) Gangguan metabolisme asam urat, seperti arthritis gout

3) Obat penurun asam urat (alopurinol, probenisid)

commit to user

5) Kemoterapi

D. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan consecutive sampling, yaitu semua subjek yang ada dan memenuhi kriteria pemilihan yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro dan Sofyan, 2008).

E. Rancangan Penelitian

F. Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas : Kadar asam urat serum

2. Variabel Terikat : DM tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi

3. Variabel Luar

a. Terkendali

: Ras, obat, penyakit

Uji Statistik

Data Rekam Medis

Dengan Stroke Tanpa komplikasi

Kadar asam urat serum

Populasi

Sampel: Pasien DM tipe 2 di RSUD Dr.Moewardi

Consecutive sampling

commit to user

sehari-hari, kondisi psikologis

G. Definisi Operasional Variabel

1. Kadar asam urat serum Kadar asam urat serum adalah data kadar asam urat serum pasien. Skala yang digunakan untuk variabel bebas ini adalah skala rasio dengan satuan mg/dl. Data diperoleh dari analisis rekam medis pasien masing-masing kelompok. Untuk menghitung rasio prevalensi sebagai analisis tambahan, data dikelompokkan menjadi hiperurisemia dan normourisemia, dengan kadar normal asam urat serum adalah 2.4 - 6.1 mg/dl sesuai dengan nilai rujukan normal di Laboratorium Patologi Klinik RS Dr. Moewardi.

2. Dengan stroke dan tanpa komplikasi Variabel pasien DM tipe 2 dengan stroke adalah pasien DM tipe 2 yang mendapat serangan stroke jenis iskemik dan bukan merupakan TIA.

Tanpa komplikasi adalah pasien DM tipe 2 yang belum pernah mengalami stroke jenis apapun dan tidak mengalami komplikasi aterogenik lain yang telah didiagnosis, termasuk penyakit jantung koroner, penyakit arteri perifer, retinopati, neuropati, dan nefropati.

Pasien disimpulkan menderita penyakit jantung koroner jika memenuhi satu atau lebih di antara hal berikut: 1) terdapat diagnosis penyakit jantung koroner dalam data rekam medis, 2) adanya nyeri

commit to user

terapi obat jantung. Pasien disimpulkan menderita penyakit arteri perifer jika memenuhi satu atau lebih di antara hal berikut: 1) terdapat diagnosis penyakit arteri perifer, 2) adanya ulkus atau luka, 3) adanya keluhan nyeri, tegang, dan kelemahan tungkai saat mulai berjalan, semakin berat dengan berjalan, hilang bila istirahat.

Pasien disimpulkan mengalami retinopati jika memenuhi satu atau lebih di antara hal berikut: 1) terdapat diagnosis retinopati dalam data rekam medis, 2) dari hasil funduskopi ditemukan mikroaneurisma, perdarahan, dilatasi pembuluh darah, soft/hard exudate, neurovaskularisasi, maupun edema retina, 3) adanya keluhan skotoma sentralis yang didahului rabun senja, 4) adanya penurunan tajam penglihatan pada pasien yang sudah mengalami DM selama 20 tahun.

Pasien disimpulkan mengalami neuropati jika memenuhi salah satu di antara hal berikut: 1) terdapat diagnosis neuropati dalam data rekam medis, 2) adanya keluhan rasa kebas, tebal, mati rasa, terasa terbakar dan bergetar sendiri, serta terasa lebih sakit pada malam hari,

3) terdapat disfungsi ereksi.

Pasien disimpulkan mengalami nefropati diabetik jika memenuhi salah satu di antara hal berikut: 1) terdapat keterangan dalam data rekam medis, 2) kreatinin serum >1,3 mg/dl, 3) proteinuria (+) atau mikroalbuminuria.

commit to user

nominal dan membaginya menjadi dua, yaitu pasien DM tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi. Data diperoleh melalui analisis rekam medis.

3. Ras, obat, dan penyakit Ras dapat dikendalikan, karena pasien yang datang ke RSDM berasal dari ras bangsa Indonesia. Usia dikendalikan dari usia 46-65 tahun berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Lehto (1998).

Obat yang dapat dikendalikan karena mempengaruhi asam urat, antara lain diuretik, obat penurun asam urat, dan kemoterapi. Penyakit yang dikendalikan adalah gangguan fungsi ginjal, seperti batu ginjal, infeksi, tumor, maupun gagal ginjal, serta gangguan metabolisme asam urat, seperti arthritis gout.

4. Genetik, asupan nutrisi, olahraga, aktivitas sehari-hari, kondisi psikologis

Genetik, asupan nutrisi, olahraga, aktivitas sehari-hari, dan kondisi psikologis tidak dapat dikendalikan dalam penelitian ini.

H. Instrumen Penelitian

Data rekam medis pasien.

I. Protokol Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :

1. Peneliti meminta surat izin penelitian ke bagian skripsi yang ditujukan ke Bagian Diklit dan Direktur Rumah Sakit Dr. Moewardi.

commit to user

Bagian Diklit ke Bagian Rekam Medis.

3. Kemudian peneliti memeriksa rekam medis pasien di Bagian Rekam Medis untuk mengambil data dan memastikan pasien dapat dimasukkan ke dalam sampel.

4. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan teknik analisis data yang telah dipilih.

J. Teknik Analisis Data Statistik

Analisis data statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Uji normalitas sebaran sampel dengan menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov karena jumlah sampel >50 orang.

2. Jika hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data terdistribusi normal, dilakukan uji t independen untuk mengetahui perbedaan kadar asam urat pada pasien DM tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi.

3. Jika hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal, dilakukan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan kadar asam urat pada pasien DM tipe 2 dengan stroke dan tanpa komplikasi.

4. Perhitungan nilai rata-rata kadar asam urat serum dilakukan pada masing-masing kelompok dilakukan dengan uji beda. Selanjutnya, perhitungan rasio prevalensi dilakukan sebagai analisis tambahan untuk memberikan gambaran peran faktor risiko terhadap terjadinya efek atau penyakit.

commit to user

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Moewardi Surakarta pada tanggal

19 Mei-12 Juli 2011. Data merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medis pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling , artinya semua sampel yang memenuhi kriteria akan diambil. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 62 orang, yang terdiri dari 31 pasien DM tipe 2 dengan stroke dan 31 pasien DM tipe 2 tanpa komplikasi. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tekanan darah disajikan dalam tabel 3.

Jumlah sampel masing-masing kelompok menurut jenis kelamin dilihat dalam tabel 3 adalah sama, yaitu 31 orang (50 %) dengan jumlah sampel laki- laki dan perempuan untuk setiap kelompok juga sama, yaitu laki-laki 13 orang (20.97 %) dan perempuan 18 orang (29.03 %). Jumlah sampel terbanyak secara keseluruhan adalah perempuan, yaitu 36 orang (58 %).

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa jumlah sampel kelompok DM tipe 2 tanpa komplikasi terbanyak didapatkan pada usia 56-60 tahun dengan jumlah sampel 13 orang (20.97 %), sedangkan sampel terbanyak pada kelompok DM tipe 2 dengan stroke didapatkan pada usia 51-55 tahun dengan jumlah 10 orang (16.13 %). Jumlah sampel terbanyak secara keseluruhan berasal dari usia 56-60 tahun sebanyak 22 orang (35.48 %).

commit to user

Jenis Kelamin, Umur, dan Tekanan Darah

Karakteristik

Kelompok DM 2 tanpa Total

Komplikasi

DM 2 dengan

Stroke

Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan

62 (100%) Umur (tahun) - 46-50 - 51-55 - 56-60 - 61-65

62 (100%) Tekanan Darah Sistol (mmHg)

- <120 - 120-139 - 140-159 - >160

62 (100%) Tekanan Darah Diastol (mmHg)

- <80 - 80-89 - 90-99 - >100

Tekanan darah sistol kelompok DM tipe 2 tanpa komplikasi terbanyak ditemukan pada rentang 120-139 mmHg dengan jumlah sebanyak 17 orang (27.42%), sedangkan untuk kelompok DM tipe 2 dengan stroke jumlah sampel terbanyak ditemukan pada rentang >160 mmHg dengan jumlah 12 orang (19.35%).

Tekanan darah diastol pada kelompok DM tipe 2 tanpa komplikasi terbanyak ditemukan pada rentang 80-89 mmHg sebanyak 19 orang (30.65%).

commit to user

juga ditemukan pada rentang tekanan darah sistol 80-89 mmHg dengan jumlah

10 orang (16.13%).

B. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan uji beda,

untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Uji Kolmogorov-Smirnov dipilih karena jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah lebih dari 50 subjek. Hasil uji normalitas data pada umur dan parameter laboratorium ditampilkan dalam tabel 4 berikut:

Tabel 4. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Variabel

Kolmogorov-Smirnov Z Umur

0.655

Glukosa Darah Puasa

1.076

Glukosa Darah 2 Jam PP

Asam Urat

1.488

Kolesterol Total

Tekanan Darah Sistol

1.694

Tekanan Darah Diastol

2.115

Sebaran data dikatakan normal jika nilai Z di bawah 1.97. Pada tabel di atas terlihat bahwa nilai Z semua variabel kecuali tekanan darah diastol, berada di bawah 1.97. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data masing-

commit to user

dilanjutkan dengan uji beda parametrik yaitu uji t independen. Variabel tekanan darah diastole memiliki nilai Z di atas 1.97, berarti data tidak terdistribusi normal, sehingga dilakukan uji beda nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney.

C. Uji Beda t Independen dan Uji Beda Mann Whitney Uji beda dilakukan sesuai dengan hasil uji normalitas, yaitu uji t independen untuk semua variabel selain tekanan darah diastol. Variabel tekanan darah diastol diuji dengan uji Mann Whitney. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur, hasil pemeriksaan laboratorium, dan tekanan darah disajikan dalam tabel 5 berikut:

Tabel 5. Uji Beda Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan

Umur, Hasil Pemeriksaan Laboratorium, dan Tekanan Darah

Karakteristik

DM 2 tanpa Komplikasi

DM 2 dengan

Stroke

(Rerata + SD)

(Rerata + SD) Umur (tahun)

55 + 5.07

55.35 + 5.24 0.787 Glukosa darah puasa (mg/dl)

191.9 + 97.14

200.61 + 83.1 0.706 Glukosa darah 2

jam PP (mg/dl)

241.06 + 107.06

254.84 + 100.07 0.603 Kreatinin (mg/dl)

0.835 + 0.17

0.87 + 0.18 0.473 Kolesterol total (mg/dl)

217.74 + 50.66

217.87 + 47.14 0.992 LDL (mg/dl)

132.23 + 27.99

143.45 + 37.78 0.189 HDL (mg/dl)

47.29 + 9.56

41.39 + 9.58 0.018 Trigliserid (mg/dl)

177.81 + 128.83

169.03 + 82.31 0.751 Tekanan Darah

Sistol (mmHg)

117.1 + 9.02

152.26 + 26.67 0.000 Tekanan Darah

Diastol (mmHg)

76.45 + 5.51

88.06 + 13.77 0.000

commit to user