A. Pengertian-pengertian - PPN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(PPN)
PPN merupakan pajak atas konsumsi yang dikenakan kepada setiap tingkat penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). PPN hanya dikenakan kepada
pertambahan nilainya saja. Nilai tambah adalah suatu nilai yg merupakan hasil
penjumlahan biaya produksi atau distribusi yg meliputi biaya penyusutan, bunga modal,
gaji/upah, sewa telepon, listrik serta pengeluaran lainnya dan laba yg diharapkan
pengusaha. Secara sederhana, nilai tambah di bidang perdagangan dapat juga diartikan
sebagai selisih antara harga jual dengan harga beli barang dagangan.
Contoh:
Pabrik benang  Pabrik tekstil  Pabrik Garmen  Pedagang Besar Garmen 
Pedagang Eceran  Konsumen
Pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi tsb di atas dikenakan PPN. PPN
yang harus dibayar dilakukan dengan mekanisme kredit pajak.
A. Pengertian-pengertian
1. Daerah Pabean adalah wilayah RI yang meliputi wilayah darat, perairan, dan
ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku UU Nomor 10
tahun 1995 tentang Kepabeanan.
2. Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan

barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.
3. Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas
atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang
dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan
bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari
luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
Daerah Pabean.
5. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenakan PPN, tidak
termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan
Menkeu.

halaman 1 dari 11

6. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke

dalam Daerah Pabean.
7. Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah
Pabean ke luar Daerah Pabean.
8. Pajak Masukan (PM) adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP
karena perolehan BKP dan atau penerimaan JKP fan atau pemanfaatan BKP
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar
Daerah Pabean dan atau impor BKP.
9.

Pajak Keluaran (PK) adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP
yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, atau ekspor BKP.

B. Objek PPN
Pada prinsipnya semua barang dan jasa merupakan objek PPN, karena PPN
dikenakan atas konsumsi barang dan atau jasa di dalam Daerah Pabean. Namun
demikian, dengan pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, ada barang dan jasa
tertentu yang tidak dipungut serta dikecualikan dari pengenaan PPN dan dibebaskan
dari pungutan PPN.
Suatu penyerahan barang dapat dikenakan pajak apabila memenuhi unsur-unsur:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP).

b. Daerah Pabean.
c. Dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan.
d. Yg melakukan harus Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Objek PPN:
1. Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
6. Ekspor BKP oleh PKP.
Termasuk dalam pengertian penyerahan BKP :
1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian.
2. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan
perjanjian leasing.
3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang.
4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak.

halaman 2 dari 11


5. Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat
dikreditkan.
6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang.
7. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.
Tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
2. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang.
3. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang, dalam hal Pengusaha Kena
Pajak memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang.
Jenis barang yang tidak dikenakan PPN:
1.

Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung
dari sumbernya, meliputi:

a. minyak mentah (crude oil);
b. gas bumi;
c. panas bumi;
d. pasir dan kerikil;
e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara;
f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih
perak; dan
g. barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil
langsung dari sumbernya.

2.

Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak, meliputi:
a. beras;
b. gabah;
c. jagung;
d. sagu;
e. kedelai; dan
f. garam baik yang berjodium maupun yang tidak berjodium.


3.

Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya meliputi
makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman
yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.

4.

Uang, emas batangan, dan surat berharga.

halaman 3 dari 11

PP Nomor 12 Tahun 2001
Atas penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis berupa barang hasil pertanian oleh
petani atau kelompok petani, dibebaskan dari pengenaan PPN.
Kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN:
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi;

a. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.
b. Jasa dokter hewan.
c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan fisioterapi.
d. Jasa kebidanan dan dukun bayi.
e. Jasa paramedis dan perawat.
f. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium.
2. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
a. Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo.
b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial.
c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan.
d. Jasa Lembaga Rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial.
e. Jasa pemakaman termasuk krematorium.
f. Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.
g. Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi,
meliputi:
a. Jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan beserta

perubahannya, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang
dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.
b. Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi.
c. Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.
5. Jasa di bidang keagamaan, meliputi:
a. Jasa pelayanan rumah ibadah.
b. Jasa pemberian khotbah atau dakwah.
c. Jasa lainnya di bidang keagamaan.
6. Jasa di bidang pendidikan, meliputi:
a. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan
profesional.

halaman 4 dari 11

b. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan

9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air
10.

Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
a. Jasa tenaga kerja.
b. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja
tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
c. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.

11.

Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan,
motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan
perhotelan untuk tamu yang menginap.
b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,
rumah penginapan, motel, losmen, dan hotel.

12.


Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian
Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, pembuatan
Kartu Tanda Penduduk.

C. Subjek PPN
Subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Bukan Pengusaha Kena Pajak (Bukan PKP)
a. Siapapun yang mengimpor BKP.
b. Siapapun yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
c. Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya.
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak (PKP):
1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sbg Pengusaha Kena Pajak.
2. Memungut PPN dan PPn BM yg terutang.
3. Menyetor PPN dan PPn BM yg terutang.
4. Melaporkan PPN dan PPn BM yg terutang.

D. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

halaman 5 dari 11

Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk
menghitung pajak yang terutang.
PPN terutang = Tarif Pajak x DPP
Jenis-jenis DPP PPN
1. Harga jual, untuk penyerahan BKP.
2. Penggantian, untuk penyerahan JKP.
3. Nilai impor, untuk impor BKP.
4. Nilai ekspor, untuk ekspor BKP.
5. Nilai lain yang ditetapkan Menkeu.
 Harga Jual
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak
Contoh:
Harga jual
Rp 100 juta
Biaya pemasangan Rp
5 juta
Diskon 10%
(Rp 10 juta)
DPP
Rp 95 juta
 Penggantian
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk
pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
 Nilai Impor
adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena
Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut
Undang-undang ini.
Nilai Impor = harga impor (CIF) + BM + BM Tambahan
PPN = 10% x Nilai Impor
Contoh:
Harga CIF
USD
Bea Masuk
Kurs sesuai KMK USD 1 Rp
Nilai CIF dalam Rp
Bea Masuk

20,000.00
30%
8.000,00
Rp
Rp

160.000.000,00
48.000.000,00

halaman 6 dari 11

Nilai Impor

Rp

208.800.000,00

PPN

Rp

20.800.000,00

 Nilai Ekspor
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh eksportir.
PPN = 0% x Nilai Ekspor
 Nilai Lain
adalah suatu Nilai yang Ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk
menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.
 Pemakaian Sendiri
DPP = Harga Pokok (Harga jual atau Penggantian – laba bruto)
PPN = 10% x Harga Pokok Penjualan
 Pemberian Cuma-Cuma
DPP = Harga Pokok (Harga jual atau Penggantian – laba bruto)
PPN = 10% x Harga Pokok Penjualan
 Penyerahan Rekaman Suara/Gambar
DPP = Perkiraan harga jual rata-rata
PPN = 10% x Perkiraan harga jual rata-rata
 Penyerahan Film Ceritera
DPP = Perkiraan harga jual rata-rata
PPN = 10% x Perkiraan harga jual rata-rata
 Persediaan BKP yang tersisa saat pembubaran perusahaan (sepanjang
PM atas perolehan aktiva tsb menurut ketentuan dapat dikreditkan)
DPP = Harga Pasar Wajar
PPN = 10% x Harga Pasar Wajar
 Penyerahan Jasa Biro Perjalanan/Wisata
DPP = 10% x Jumlah tagihan atau jumlah yg seharusnya ditagih
PPN = 1% x Jumlah tagihan atau jumlah yg seharusnya ditagih
 Penyerahan Jasa Pengiriman Paket
DPP = 10% x Jumlah tagihan atau jumlah yg seharusnya ditagih
PPN = 1% x Jumlah tagihan atau jumlah yg seharusnya ditagih
 Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas
DPP = 10% x Harga Jual
PPN = 1% x Harga Jual
halaman 7 dari 11

 Penyerahan Jasa Anjak Piutang
DPP = 5% x Jumlah seluruh imbalan berupa service charge, provisi,
dan diskon
PPN = 0,5% x Jumlah seluruh imbalan berupa service charge, provisi,
dan diskon
E. Saat dan tempat terutang pajak
Saat terutangnya PPN adalah pada saat
1. Penyerahan BKP/JKP
2. Impor BKP
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean
4. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
5. Ekspor BKP
6. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP/JKP
atau sebelum pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah
pabean
7. Pada saat lain yang ditetapkan Dirjen Pajak, dalam hal saat terutangnya pajak
sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan
ketidakadilan
F. Faktur pajak dan pengkreditan Pajak Masukan
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak (PPN/PPn BM) yang dibuat oleh PKP yang
melakukan penyerahan BKP/JKP; atau bukti pungutan pajak (PPN/PPn BM) karena
impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
1. Jenis-jenis faktur pajak:
a. Faktur pajak standar
Faktur pajak standar harus memuat:
 Nama, alamat, NPWP yg menyerahkan BKP/JKP.
 Nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.
 Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan
potongan harga.
 PPN yg dipungut
 Pajak Penjualan atas Barang Mewah yg dipungut.
 Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak.
b. Faktur pajak gabungan
Faktur pajak gabungan adalah faktur pajak standar yg meliputi seluruh
penyerahan BKP/JKP yg terjadi selama satu bulan takwim untuk pembeli
BKP/penerima JKP yg sama.
c. Faktur pajak sederhana
halaman 8 dari 11

 Faktur pajak sederhana dibuat dalam hal terjadi penyerahan BKP/JKP
secara langsung kepada konsumen akhir atau kepada pembeli
BKP/penerima JKP yg tidak diketahui identitasnya secara lengkap.
 Bisa berupa bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis,
kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lainnya yg
sejenis.
 Faktur pajak sederhana minimal harus memuat:
- Nama, alamat dan NPWP yg menyerahkan BKP/JKP.
- Jenis dan kuantum BKP/JKP yg diserahkan.
- Jumlah harga jual atau penggantian yg sudah termasuk PPN atau
besarnya PPN dicantumkan tersendiri.
- Tanggal pembuatan faktur pajak sederhana.
 PPN yg tercantum dalam faktur pajak sederhana tidak dapat
dikreditkan oleh pembeli BKP/penerima JKP.
d. Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai faktur pajak standar
oleh Dirjen Pajak, terdiri dari:
 PIB (Pemberitahuan Impor Barang) yg dilengkapi dengan SSP (Surat
Setoran Pajak) atau bukti pungutan pajak oleh Ditjen BC atas impor
BKP.
 PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) yg telah difiat muat oleh Ditjen
BC dengan dilampiri invoice yg merupakan kesatuan yg tak
terpisahkan dengan PEB tsb.
 SPPB (Surat Perintah Penyerahan Barang) yg dibuat/dikeluarkan oleh
Bulog/Dolog untuk penyaluran tepung terigu.
 PNBP (Paktur Nota Bon Penyerahan) yg dibuat/dikeluarkan oleh
Pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM.
 Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa
telekomunikasi.
 Ticket atau tagihan surat muatan udara (Airway bill) atau delivery bill
atas penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri.
 SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud
atau JKP dari luar Daerah Pabean.
 Nota penjualan jasa yg dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa
kepelabuhan.
 Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.
2. Saat pembuatan faktur pajak
Saat pembuatan atau penerbitan faktur pajak selambat-lambatnya:
a. Pada saat diterima pembayaran, dalam hal pembayaran mendahului
penyerahan.
b. Akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan, kecuali sebelum akhir
bulan tsb diterima pembayaran, maka faktur pajak harus dibuat selambatlambatnya pada saat pembayaran.

halaman 9 dari 11

c. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan.
d. Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan (invoice) kepada pemungut
PPN.
e. Faktur pajak gabungan yang merupakan faktur pajak standar harus dibuat
selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan
BKP/JKP.
3. Pengkreditan pajak masukan
Prinsip dasar pengkreditan pajak masukan:
a. Pajak masukan (PM) dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak
keluaran (PK) yang dipungut dalam masa pajak yang sama.
b. Apabila tidak dapat dikreditkan pada masa pajak yang sama (misal: faktur
pajak diterima terlambat), PM tersebut masih bisa dikreditkan pada masa
pajak berikutnya, selambat-lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya masa
pajak yang bersangkutan, sepanjang:
 Belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan
(dikapitalisasi) kepada harga perolehan BKP/JKP.
 Belum dilakukan pemeriksaan.
c. Dalam hal pada suatu masa pajak belum terdapat pajak keluaran (misal:
belum ada produksi), pajak masukan tetap dapat dikreditkan.
d. Jika PK lebih besar dari pada PM, maka selisihnya harus disetor ke kas
negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.
e. Jika PM lebih besar dari pada PK, maka kelebihan tsb dapat
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau diminta kembali
(direstitusi).
f. PM yg dapat dikreditkan, adalah PM atas perolehan BKP/JKP yg
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha (produksi, manajemen,
distribusi, dan pemasaran) dari BKP/JKP yg diserahkan/dijual.
Pajak Masukan yg tidak dapat dikreditkan:
1.
PM yg dibayar sebelum Pengusaha dikukuhkan sbg PKP.
2.
PM atas perolehan BKP/JKP yg tidak berhubungan langsung dengan
kegiatan usaha.
3.
PM atas perolehan dan pemeliharaan mobil jenis sedan, jeep, station
wagon, van dan combi kecuali merupakan barang dagangan atau
disewakan.
4.
PM yg tercantum dalam faktur pajak sederhana.
5.
PM yg tercantum dalam faktur pajak standar yg tidak memenuhi
ketentuan perundang-undangan PPN.
6.
PM yg dibayar setelah ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.
7.
PM yg belum dikreditkan dalam SPT yg diketemukan dalam
pemeriksaan.

halaman 10 dari 11

8.

PM atas perolehan BKP/JKP untuk menghasilkan penyerahan
BKP/JKP yg mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atau
ditanggung pemerintah.

G. Pemungut PPN
Pemungut PPN (pembeli khusus) terdiri dari:
 Bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, yang dananya dari
APBN/APBD
 Badan-badan tertentu (Pertamina, BUMN/BUMD, perusahaan kontrak karya
atau kontrak bagi hasil di bidang pertambangan, bank pemerintah dan Bank
Pembangunan Daerah)
 Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
Dalam hal pembeli BKP/JKP adalah pemungut PPN tsb di atas, PPN yang terutang
tidak dipungut oleh PKP penjualnya, melainkan harus dipungut dan disetor langsung
ke kas negara oleh pemungut PPN.

halaman 11 dari 11