Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 20171 SISTEM DENOMINAL BAHASA MENUI FIRMAN JIRAMI ABSTRAK - SISTEM DENOMINAL BAHASA MENUI | JIRAMI | JURNAL BASTRA

SISTEM DENOMINAL BAHASA MENUI FIRMAN JIRAMI ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh afiksasi yang melekat pada kata dasar kata nomina dalam bahasa Menui akan menjadi kelas kata yang lain sehingga akan memiliki bentuk dan makna yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem perubahan denominal dan afiks-afiks denominal dalam bahasa Menui. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah, masyarakat Menui, dan peneliti lain yang ingin mengambil judul yang relevan dengan penelitian ini.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan dan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menggunakan data lisan yang bersumber dari tiga orang informan yang berdomisili di Kelurahan Ulunambo, Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui metode simak dan cakap, dengan teknik observasi, teknik rekam, teknik catat, dan teknik intropeksi kemudian dianalisis melalui metode kajian distribusional dengan teknik top down.

Berdasarkan data yang ditemukan di lapangan yang disertai dengan analisis, diperoleh gambaran bahhwa dalam bahasa Menui terdapat beberapa afiks yaitu; 1) prefiks yaitu me-, mo-, te-, pe ; 2) konfiks yaitu te-o, ala-o; 3) sufiks yaitu –o.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki berbagai suku yang mempunyai keanekaragaman budaya serta latar belakang sosio-kultural yang beragam, salah satu keanekaragaman yang di maksud adalah bahasa daerah yang memiliki konstruksi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

Dalam hubungannya dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai: (1) pendukung bahasa nasional, (2) bahasa pengantar di SekolahDasar pada daerah tertentu untuk memperlancar pelajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya, (3) alat pengembangan dan pendukung kebudayaan. Selain itu, bahasa daerah dipergunakan oleh masyarakat pendukungnya sebagai alat komunikasi untuk berbagai keperluan, baik pribadi maupun sosial yang berlangsung sejak nenek moyang hingga sekarang. Dalam berbagai aktivitas kehidupan peranan bahasa daerah sangat penting pada masyarakat tradisional alat komunikasi antar sesamanya sehingga memungkinkan timbulnya saling pengertian, saling sepakat, dan saling membutuhkan dalam kehidupan. Keberadaan bahasa bukan hanya alat komunikasi semata-mata, tetapi juga merupakan pengungkapan budaya atau pikiran- pikiran leluhur yang amat penting diwarisi generasi sekarang.

Bahasa merupakan suatu lembaga yang memiliki pola-pola atau aturan-aturan yang dipatuhi dan digunakan (kadang-kadang tanpa sadar) oleh pembicara dalam komunitas saling memahami. Kemudian Bloomfield, (dalam Sibarani, 1992: 88) juga mengatakan bahwa bahasa memainkan peran penting di dalam kehidupan kita. Pengaruh bahasa sangat luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dan hewan, namun bahasa itu belum mendapatkan tempat yang layak dalam program pendidikan kita atau dalam pemikiran para ahli pemikiran kita.Sementara menurut Appel, (dalam Pateda 1987: 15-16) faktor situasi turut mempengaruhi pembicara terutama dalam memilih kata-kata dan bagaimana cara menggunakannya. Sedangkan faktor sosial juga turut mempengaruhi pembicara dalam menentukan bahasa yang dipergunakannya, dengan memperhatikan faktor-faktor kemasyarakatan seperti umur, jenis kelamin, status jabatan, dan lain-lain. Bertalian dengan aktivitas berbicara ini, maka lahirlah ungkapan bahasa yang sopan dan bahasa tidak sopan, bahasa halus dan bahasa kasar.

Bahasa Menui merupakan salah satu bahasa daerah yang terdapat di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah, khususnya di daerah Kecamatan Menui Kepulauan yang bertempat di Kabupaten Morowali. Bahasa Menui tetap digunakan oleh masyarakat Menui sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai pengantar dalam pengembangan kebudayaan, selain digunakan sebagai alat komunikasi utama dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Menui juga digunakan dalam berbagai Bahasa Menui merupakan salah satu bahasa daerah yang terdapat di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah, khususnya di daerah Kecamatan Menui Kepulauan yang bertempat di Kabupaten Morowali. Bahasa Menui tetap digunakan oleh masyarakat Menui sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai pengantar dalam pengembangan kebudayaan, selain digunakan sebagai alat komunikasi utama dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Menui juga digunakan dalam berbagai

Dalam kenyataannya, bahasa Menui memiliki berbagai gejala bahasa, yaitu gejala fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Dari keempat gejala tersebut yang menarik perhatian bagi peneliti untuk dikaji adalah gejala morfologi yang berupa Sistem Denominal Bahasa Menui. Hal ini disebabkan karena gejala morfologi membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata.

Berdasarkan uraian-uraian tesebut, penelitian mengenai Sistem Denominal Bahasa Menui perlu dilakukan. Karena sepengetahuan penulis belum ada yang mengkaji Bahasa Menui dari segi sistem denominal. Sistem denominal bahasa Menui menarik untuk diteliti karena proses pembentukan kelas kata melalui afiksasi. Setiap afiksasi yang melekat pada kata dasar nomina akan menjadi kelas kata yang lain sehingga akan memiliki bentuk dan makna yang berbeda, seperti contoh kelas kata Verba Denominal berikut ini: Contoh:

1. Tufaingku motauomo mebatik panta. ’Adikku sudah bisa memakai baju batik sendiri’. [batik] ’batik ’ +/me-/ →

[mebatik] ’memakai baju batik’

2. Pesandali tai teuhu karumu

3. ’ kamu menembaklah bagian ekornya. [sandali] ’sendal ’ +/pe- /→

[pesandali] ’pakailah sendal’

Berdasarkan data (1) diatas,batik (N) ’batik’bisa berderivasi kategori setelah mengelami proses morfologis, yakni afiksasi menjadi mebatik (V) ’memakai batik’ sementara data (2) sendal (N) ’sandali’ menjadi pesandali (V) ’pakailah sendal’ dengan demikian, afiks (me-) pada data (1) menjadi penanda dalam proses formasi verba denominal dalam bahasa Menui. Sementara itu, afiks (pe-) pada data (2) juga menjadi penanda dalam proses verba denominal Bahasa Menui.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah SistemDenominal dalam Bahasa Menui?

2. Afiks-Afiks Apa Sajakah yang Terdapat dalam Bahasa Menui?

Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan sistem perubahan Denominal dalam bahasa Menui.

2. Untuk mendeskripsikan afiks-afiks Denominal dalam bahasa Menui.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai sumber dan bahan informasi bagi pengguna bahasa Menui terutama yang berhubungan tentang Sistem Denominal.

2. Sebagai bahan masukan dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah yang terus- menerus digalakkan hingga sekarang.

3. Sebagai salah satu rujukan bagi peneliti selanjutnya yang terkait dengan judul penelitian ini.

KAJIAN PUSTAKA Morfologi

Morfologi dapat dipandang sebagai suatu subsistem yang berupa proses yang mengolah leksem menjadi kata. Dengan perkataan lain, yang berperan sebagai input dalam proses itu ialah leksem sebagai satuan leksikal, sedangkan kata sebagai satuan gramatikal berperan sebagai output. Dalam proses ini, kecuali dalam derivasi zero yang akan jelas dibawah ini, leksem bukan hanya berupa bentuknya melainkan juga memperoleh makna baru, yang disini disebut makna gramatikal, sedangkan makna semula, yakni makna leksikal sedikit banyak tidak berubah. Jadi, output proses ini yaitu kata, merupakan suatu kesatuan yang dapat dianalisis atau komponen-komponen yang disebut morfem. Jadi, satuan yang disebut morfem yang dalam hirearki gramatikal merupakan satuan terkecil baru Morfologi dapat dipandang sebagai suatu subsistem yang berupa proses yang mengolah leksem menjadi kata. Dengan perkataan lain, yang berperan sebagai input dalam proses itu ialah leksem sebagai satuan leksikal, sedangkan kata sebagai satuan gramatikal berperan sebagai output. Dalam proses ini, kecuali dalam derivasi zero yang akan jelas dibawah ini, leksem bukan hanya berupa bentuknya melainkan juga memperoleh makna baru, yang disini disebut makna gramatikal, sedangkan makna semula, yakni makna leksikal sedikit banyak tidak berubah. Jadi, output proses ini yaitu kata, merupakan suatu kesatuan yang dapat dianalisis atau komponen-komponen yang disebut morfem. Jadi, satuan yang disebut morfem yang dalam hirearki gramatikal merupakan satuan terkecil baru

Morfologi adalah bagian ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata itu terhadap golongan dan arti kata Ramlan(dalam Darmansyah,dkk., 1994: 8). Nida (dalam Darmansyah,dkk., 1994: 8) berpendapat bahwa morfologi adalah studi tentang morfem-morfem dan penyusunannya dalam rangka pembentukan kata.

Proses Morfologi

Menurut Chaer (2008: 25), proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pengimbuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan ( dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pendekatan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi).

Muslich (2008:33) mengungkapkan bahwa proses morfologis suatu kata dapat digolongkan atas dua macam, yaitu kata yang bermorfem tunggal atau monomorfemis, dan kata yang bermorfem lebih dari satu atau polimorfemis. Suatu kata yang monomorfemis tidak akan mengalami peristiwa pembentukan sebelumnya sebab morfem itu merupakan satu-satunya unsur atau anggota kata. Bentuk pergi pada kalimat dia akan pergi ke sekolah adalah kata. Dan kata itu terdiri atas satu morfem, yaitu morfem (pergi). Dari morfem (pergi) menjadi kata pergi sama sekali tidak mengalami peristiwapembentukan. Akan tetapi, ini berbeda dengan suatu kata yang polimofemis. Morfem- morfem yang menjadi anggota kata ini mengelami peristiwa pembentukan sebelumnya.

Morfologi membicarakan berbagai seluk-beluk perubahan bentuk yang terjadi karena pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan. Dengan pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan bentuk dasar atau kata dasar, maka terjadilah proses morfologi. Berdasarkan kejadiannya, prroses morfologi ini dapat dibedakan atas (1) proses afiksasi (pengimbuhan), (2) proses reduplikasi (pengulangan), dan (3) proses komposisi (pemajemukan). Sebagai akibat ketiga proses morfologi di atas terjadilah perubahan bentuk dari bentuk dasar menjadi bentuk baru yang lain. Perubahan bentuk ini sekaligus mengakibatkan pula perubahan fungsi dan arti. (Adul,dkk., 1990:9).

Afiksasi

Dalam bahasa Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang secara tradisional diklasifikasikan atas: prefiks, infiks, sufiks, simulfiks, konfiks, superfiks atau Suprafiks, kombinasi afiks. Menurut Kridalaksana (2007: 28) mengatakan afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya, (2) menjadi kategori tertentu, sehingga berstatus kata (atau bila telah berstatus kata berganti kategori), (3) sedikit banyak berubah maknanya.

Chaer (2010:8) menjelaskan bahwa proses afiksasi adalahproses pembubuhan afiks pada bentuk dasar, baik dalam membentuk verba turunan, nomina turunan, maupun kategori turunan lainya. Afiks adalah morfem terikat yang harus dilekatkan pada morfem yang lain untuk membentuk kata sehingga dapat difungsikan untuk berkomunikasi (Pateda, 1987: 42). Sedangkan menurut Chaer (2008: 23) afiks adalah morfem yang tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi unsur pembentuk dalam proses afiksasi.

Selanjutnya Badudu (1982: 66) membagi morfem menjadi dua macam yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem yang dapat berdiri sendiri disebut morfem bebas, sedangkan morfem seperti me- dan -kan disebut morfem terikat. Semua imbuhan dalam bahasa Indonesia (awalan, sisipan, akhiran) adalah morfem terikat. Dari definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa afiks merupakan morfem terikat yang tidak dapat berdiri sendiri. Imbuhan atau afiks tidak dapat berdiri sendiri, dan agar afiks tersebut dapat difungsikan maka harus dilekatkan pada kata dasar, karena afiks tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata. Yasin (dalam Sukmawati, dkk., 1988: 52) mengemukakan bahwa afiks adalah bentuk linguistik yang keberadaannya hanya untuk melekatkan diri pada bentuk- bentuk lain sehingga mampu menimbulkan makna (baru) terhadap bentuk-bentuk yang dilekatinya tadi.

Makna Afiks

Chaer (2008:106-143) menjelaskan secara terperinci mengenai pembetukan kata dalam bahasa Indonesia mulai dari afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Dijelaskan makna afiks pembentuk verba sebagai berikut.

a. Prefiks ber-

Makna gramatikan verba berprefiks ber- adalah: mempunyai (dasar) atau ada (dasar)nya, memakai atau menggunakan (dasar), mengendarai atau menumpang/naik (dasar), berisi atau mengandung (dasar), mengeluarkan atau menghasilkan (dasar), mengusahakan atau mengerjakan (dasar), melakukan (dasar), mengalami atau berada dalam keadaan (dasar), menyebut atau menyapa (dasar), kumpul atau kelompok (dasar), dan memberi.

b. Kombinasi afiks ber-an Ber-an sebagai konfiks memiliki satu makna, sedangkan ber-an sebagai konfiks memiliki makna tersendiri. Contohnya ber-an sebagai konfiks pada kata bermunculan memiliki satu makna yakni ‘banyak yang bermunculan dengan tidak teratur’. Sedangkan ber-an sebagai konfiks memiliki makna tersendiri seperti pada prefiks ber- yang telah dijelaskan di atas. Makna gramatikal verba berkonfiks ber-an adalah: banyak serta tidak teratur, saling atau berbalasan, dan saling berada.

c. Konfiks ber-kan Verba berkonfiks ber-kan dibentuk dengan proses diimbuhkan prefiks ber- terlebih dahulu, lalu diimbu hkan pula sufiks -kan. Prefiks ber- dan sufiks -kan pada verba ber-kan memiliki maknanya masing -masing, dimana prefiks ber- memiliki maknanya masing- masing seperti yang sudah peneliti jelaskan di awal tadi. Sedangkan sufiks –kan memiliki maknagramatikal ‘akan’.

d. Sufiks –kan Verba bersufiks –kan digunakan dalam kalimat imperative, pasif, dan keterangan tambahan pada subjek. Cotohnya dalam bahasa Indonesia dalam kata tenangkan, putuskan, hutankan , dll.

e. Sufiks –i Makna gramatikal verba bersufiks –i diantaranya: pukuli, duduki, takuti, hormati, lengkapi, tanggapi, dan lainnya.

f. Prefiks per- Verba berprefiks per- memiliki makna gramatikal: jadikan lebih; anggap sebagai; bagi. Contohnya pada kata pertinggi, perbudak, perdelapan , dan lain -lain.

g. Konfiks per-kan Verba berkonfiks per-kan adalah verba yang bisa menjadi pangkal dalam pemebentukan verba inflektif (berprefiks me -, berprefiks di - atau berprefik ter- ). Verba berkonfiks per-kan memiliki makna gramatikal: jadikan bahan (per -an); lakukan supaya; jadikan me-; jadikan ber-. Contoh dalam Bahasa Indonesia dalam kata perdebatan, perbedaan, pergunakan, dan lain-lain.

h. Konfiks per-i Verba berkonfiks per-i adalah verba yang dapat menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif (berprefiks me- inflektif, di- inflektif atau ter- inflektif). Makna gramatikal verba berkonfiks per -i adalah lakukan supaya jadi dan lakukan (dasar) pada objeknya.

i. Prefiks me- Prefiks me- dapat berbentuk me-, mem-, meng-, dan menge-. Bentuk -bentuk alomorf ini melekat pada bentuk dasar tertentu. Verba berprefiks me- inflektif memiliki makna gramatikal sebagai berikut: kalau bentuk dasar atau pangkalnya berupa morfem dasar: melakukan; melakukan kerja dengan alat; melakukan kerja dengan bahan; membuat (dasar). Verba berprefiks me- derivatid memiliki makna gramatikal: makan, minum, menghisap; mengeluarkan; menjadi; menjadi seperti; menuju; memperingati. j. Prefiks di-

Verba berprefiks di- terdiri dari verba berfrefiks di- inflektif dan verba berprefiks di- derivatif. Makna prefiks di- inflektif adalah kebalikan dari bentuk aktif verba berprefiks me- inflektif. Sedangkan bentuk verba berprefiks di- derivative tidak banyak ditemukan data, hanya pada kata dimaksud. k. Prefiks ter-

Verba berprefiks ter- ada dua jenis, yaitu verba berprefiks ter- inflektif dan derivatif. Makna gramtikal prefiks ter- inflektif adalah ‘tidak sengaja’ dan ‘sudah terjadi’. Contohnya terangkat , artinya ‘tidak sengaja diangkat,terbakar, artinya ‘sudah terjadi (bakar)’. P refiks ter- derivatif memiliki makna gramatikal: paling; dalam keadaan; terjadi dengan tiba-tiba. Contohnya pada kata terbaik ‘paling baik’, tergeletak ‘dalam keadaan geletak’, teringat ‘tiba -tiba ingat’. l. Prefiks ke-

Verba berprefiks ke- digunakan dalam bahasa ragam tidak baku. Fungsi dan makna gramatikalnya sepadan dengan verba berprefiks ter-, bentuknya dapat berupa kebaca sepadan dengan terbaca. Makna gramatikal yang dimiliki prefiks ke- adalah tidak sengaja; dapat di; kena (dasar). m. Konfiks ke-an

Verba berkonfiks ke-an termasuk verba pasif, yang tidak dapat dikembalikan ke dalam verba aktif, seperti verba pasif do - dan verba pasif ter-. Makna gramatikal yang dimilikinya adalah: terkena; menderita atau mengalami; dan agak bersifat. Contohnya kata kebanjiran ‘terkena banjir’, kedinginan ‘menderita dingin’, kecopetan ‘terkena copet’, kehijauan ‘agak hijau’, dan lainnya.

Morfofonemik

Morfofonemik adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, reduplikasi, maupun proses komposisi (Chaer, 2008: 43).

Chaer (2008: 43) menambahkan, perubahan fonem pada proses morfofonemik dapat berwujud: pemunculan fonem, pelepasan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem, pergeseran fonem. Morfofonemik atau morfofonologi adalah perubahan-perubahan yang terjadi sebaigai akibat pelekatan imbuhan tertentu terhadap bentuk dasar. Peleketan imbuhan tertentu terhadap bentuk dasar yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan bentuk dasar menjadi bentuk baru disebut proses morfofonemik. Perubahan bentuk ini mengakibatkan pula perubahan fungsi dan arti. (Adul,dkk., 1990:9).

Derivasi

Derivasi merupakan proses morfemik yang mengubah kata dasar dari unsur leksikal tertentu ke unsur leksikal yang lain. Derivasional merupakan konstruksi yang berbeda distribusinya dari dasarnya Samsuri (dalam Putrayasa, 2010: 42) . Pakar lain mengatakan bahwa derivasional adalah proses morfologis karena afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai macam bentukan dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut berubah kelas katanya dari kata dasarnya Suparman, Clark, (dalam Putrayasa, 2010: 42) mengatakan derivasi mendaftarkan berbagai proses pembentukan kata- kata baru dari kata-kata yang sudah ada (akaratau asal), adjektiva dari nomina, nomina dari verba, ajektiva dari verba, dan sebagainya. Afiks-afiks yang dapat membentuk derivasional antara lain: ke-an dalam kebaikan, per-an dalam pertunjukan, pe-an dalam penurunan. Kemudian Parera (2002: 15) mengatakan bahwa derivasi adalah konstruksi paradigmatis yang berbeda distribusinya dengan dasarnya atau adanya morfem terikat terhadap bentuk dasarnya yang menyebabkan perubahan kelas kata.

Verhar (1986: 100) menjelaskan bahwa tidak ada kata (sebagai unsur leksikal) yang termasuk lebih daripada satu kategori, jadi jika dalam proses derivasi kita pindah kategori, pasti pindah identitas pula. Sebaliknya, tidak semua perpindahan identitas kata mengakibatkan perpindahan kategori.

Pikiran Verhar mengenai derivasi di atas mempunyai orientasi yang sama dengan pikiran (Ba’dulu, dkk. 1985: 52) bahwa derivasi adalah proses morfemis yang merubah identitas leksikal sebuah kata yang mengalami proses tersebut. Proses morfemis yang mengubah identitas leksikal sebuah kata ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) derivasi berupa proses morfemis yang mengubah identitas di sertai perubahan status kategorial, (2) derivasi berupa proses morfemis yang merubah identitas leksikal tanpa di sertai perubahan status kategorial.

Nomina

Kridalaksana (2005:68) mengemukakan bahwa nomina adalah kategori yang secara sintaksis (1) tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, (2) mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari. Berdasarkan bentuknya, nomina dibedakan atas: (a) nomina dasar, (b) nomina turunan [berafiks, bereduplikasi, gabungan proses, dari kelas lain], (c) nomina paduan leksem, (d) nomina paduan leksem gabungan. Lalu, nomina dibedakan lagi berdasarkan subkategorinya dan pemakaiannya.

Bentuk-Bentuk Nomina

Dalam morfologi dan pembentukan kata Kridalaksana (2005:68) menyatakan dilihat dari pembentukan morfologis, nomina dibedakan menjadi:

1. Nomina dasar. misalnya batu, kertas, radio, udara, ketela, sirop, barat, dan kemarin.

2. Nomina turunan, yaitu bentuk yang mengandung morfem: (1) nomina berafiks, seperti keuangan, gerigi, perpaduan. (2) nomina reduplikasi, seperti tetamu, rumah-rumah, pepatah. (3) nomina hasil 2. Nomina turunan, yaitu bentuk yang mengandung morfem: (1) nomina berafiks, seperti keuangan, gerigi, perpaduan. (2) nomina reduplikasi, seperti tetamu, rumah-rumah, pepatah. (3) nomina hasil

3. Nomina paduan leksem, seperti daya juang, loncat indah, cetak lepas, tertib acara, jejak langkah.

4. Nomina paduan leksem gabungan, seperti pengambilalihan, pendayagunaan, kejaksaan tinggi, ketatabahasaan.

Subkategorisasi Nomina

Dilihat dari subkateorisasinya nomina terdiri dari beberapa bagian. Kridalaksana (2008:69) membagi subkategorisasi nomina sebagai berikut:

1. Nomina bernyawa dan tak bernyawa Nomina bernyawa dapat disubtitusikan dengan ia atau mereka, sedangkan yang tak bernyawa tidak dapat.

Nomina bernyawa dapat dibagi atas nomina pesona (insan) dan flora dan fauna. Ciri sintaksis nomina pesona (1) dapat disubtitusikan dengan ia, dia, atau mereka. (2) dapat didahului partikel si. Sedangkan nomina tak bernyawa dibagi atas (1) nama lembaga, seperti DPR, MPR, UUD. (2) konsep geografis, seperti Bali, Jawa, utara, selatan, hilir, mudik, hulu. (3) waktu, seperti Senin, Selasa, Januari, Oktober, 1983, pukul 8, sekarang, dlu, besok. (4) nama bahasa, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa. (5) ukuran dan takaran, seperti karung, guni, pikul, kilometer, gram, kali. (6) tiruan bunyi, seperti aum, sengung, kokok.

2. Nomina terbilang dan nomina tak terbilang Yang dimaksud dengan nomina terbilang ialah nomina yang dapat dihitung (dan dapat didampingi oleh numeralia) seperti kantor, kampung, kandang, buku, wakil, sepeda, meja, kursi, pensil, orang. Nomina tak terbilang adalah nomina yang tidak dapat didampingi oleh numeralia seperti udara, kebersihan, kesucian, kemanusiaan; termasuk pula nama diri dan nama geografis.

3. Nomina kolektif dan bukan kolektif Nomina kolektif mempunyai ciri dapat disubtitusikan dengam mereka atau dapat diperinci atas anggota atau atas bagin-bagian. Nomina kolektif terdiri atas nomina dasar seperti:tentara, puak, keluarga, dan nomina turunan seperti: wangi-wangian, tepung-tepungan, minuman. Nomina yang tidak dapat diperinci atas bagian-bagiannya termasuk nomina yang bukan kolektif.

Derivasi Denominal

Derivasi denominal merupakan perubahan identitas leksikal disertai perubahan kategori kata dari kata kelas nomina menjadi kelas kata lain yang menjadi dasar perubahan itu. Dalam bahasa Menui derivasi denominal dapat berubah menjadi kata kelas verba. Kata kelas verba tersebut adalah hasil proses derivasi yang berdasarkan pengujian kategori dan identitas kategori dan identitas leksikal berbeda dari kata kelas nomina yang menjadi dasar perubahan itu.

Proses yang disebut derivasi denominal adalah suatu proses mengubah sebuah kata benda ke kelas kata yang lain, baik ke kata kerja (verba denominal) maupun ke kata sifat (adjektiva denominal), atau ke kata bilangan (numeralia denominal).

Verba Denominal

Menurut Kridalaksana (2005: 57) bahwa verba denominal adalah verba yang berasal dari nomina. Contohnya berbudaya, berduri, berguna, berkata, bertelur, memahat, membatu, mencambuk, mengail, menggambar, menyemir, dan merotan.

Chaer (2007: 82) dalam kepustakaan linguistik ada digunakan nama atau istilah untuk bentuk- bentuk derivasi yang diturunkan dari kelas berbeda. Misalnya, nomina gergaji diturunkan verba menggergaji. Asal nomina disebut denominal, lalu karena hasil proses afiksasi itu adalah sebuah verba, maka verba menggergaji disebut verba denominal.

Sebagaimana telah dijelaskan pengertian verba di atas bahwa verba berarti kata yg menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan; kata kerja.(KBBI). Sedangkan denominal berarti kata yang berasal atau dibentuk dari nomina, misalnya kata menggembala adalah bentuk denominal dari gembala. Jadi, yang dimaksud dengan bentuk verba denomina tersebut adalah bentuk verba yang berasal dari bentuk nomina.

Untuk menentukan apakah sebuah kata bahasa Indonesia termasuk kata kerja atau tidak, dapat ditinjau dari sudut:

1. Morfologis (Bentuk Kata) kata-kata bahasa Indonesia yang mengandung afiks atau imbuhan me-, ber-, di-, ter-, -kan, -

i, termasuk kelas kata kerja. Contoh: menyanyi, menyapu, bermain, berdendeng, ditulis, diambil, terinjak, tersenggol, naikkan, doakan, tulisi, lempari, dll.

2. Fraseologis (Kelompok Kata)

a. kata-kata bahasa Indonesia yang dapat berfrase dengan kata dengan + kata sifat, termasuk kelas kata kerja. Contoh: berjalan dengan cepat, baca dengan cemat, pukul dengan keras,dll.

b. kata-kata bahasa Indonesia yang dapat berfrase dengan kata akan, hendak, ingin, tidak, boleh, telah, sedang, sambil, termasuk kelas kata kerja. Contoh: akan makan, akan pergi, hendak bermain, hendak menari, ingin bertemu, ingin menengok, tidak masuk, tidak minum, boleh pergi, boleh berbicara, sedang belajar, sedang menulis, telah mandi, sambil minum, dll. Dapat dikenali melalui (1) bentuk morfologis, (2) perilaku sintaksis, dan (3) perilaku

semantis dari keseluruhan kalimat. Selain itu, verba dapat didampingi dengan kata tidak. Ia tidak belajar di kampus. Ia tidak makan di rumah. Mereka tidak menulis makalah. Berdasarkan bentuk kata (morfologis), verba dapat dibedakan menjadi: (1) verba dasar (tanpa afiks), misalnya: makan, pergi, minum, duduk, dan tidur, (2) verba turunan a) verba dasar + afiks (wajib) menduduki, mempelajari, menyanyi, me-manggil-manggil, menanyakan; b) verba dasar + afiks (tidak wajib) (mem)baca, (men)dengar, (men)cuci; c) verba dasar (terikat afiks) + afiks (wajib) bertemu, bersua, mengungsi; d) reduplikasi atau bentuk ulang berjalan-jalan, minum-minum, mengais- ngais; e) majemuk cuci mata, naik haji, belai kasih. Berdasarkan banyaknya pembuktian (argumentasi), verba dapat dibedakan menjadi (1) verba transitif disertai objek (a) monotransitif, misalnya: menyanyikan lagu, membacakan buku, melukiskan pemandangan, dan memperhatikan temannya; (b) verba bitransitif, misalnya: menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Maju Tak Gentar, membaca majalah, dan surat kabar, (c) verba ditransitif, misalnya: mengembangkan agrobisnis, lembaga pendididkan internasional, dan pendidikan berteknologi tinggi. (2) verba intransitif tidak menghendaki adanya objek. Ia berdagang.

Adjektiva Denominal

Derivasi adjektiva denominal merupakan perubahan identitas leksikal di sertai perubahan kategori kata dari kata kelas nomina menjadi kelas kata adjektiva yang merupakan perubahan kata itu. Dalam bahasa Menui derivasi adjektiva denominal dapat berubah menjadi kelas kata adjektiva dan kelas kata nomina. Kata kelas verba dan kata kelas kata adjektiva tersebut adalah hasil proses derivasi yang berdasarkan pengujian kategori dan identitas leksikal berbeda dari kelas kata nomina yang menjadi dasar perubahan itu.

Beberapa derivasi denominal dapat menghasilkan adjektiva, walaupun dalam jumlah terbatas.

Numeralia Denominal

Numeralia yang dihasilkan oleh bentukan derivatif yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina sehingga membentuk numeralia denominal.

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan ( field research) dalam hal ini peneliti langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data secara objektif sesuai dengan masalah yang diteliti.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini merupakan penggambaran atau menyajian data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara objektif, sistematis, dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungannya dengan masalah penelitian.

Metode ini bertujuan membuat deskriptif sesuai dengan kenyataan atau keadaan data secara alamiah, sehingga data yang ada berdasarkan fenomena dan fakta yang memang sesuai dengan kenyataan pada penuturnya

Data dan Sumber Data

Data

Dalam penelitian ini adalah data lisan yang berupa tuturan-tuturan yang bersumberdari penutur asli bahasa Menui di Kelurahan Ulunambo KecamatanMenui Kepulauan Kabupaten Morowali. Data yang digunakan adalah data yang sesuai dengan objek penelitian. Upaya penyediaan data ini dilakukan semata-mata untuk kepentingan analisis.

Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang merupakan penutur asli bahasa Menui yang mendiami Kelurahan Ulunambo Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali. Adapun informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: (1) penutur asli yang berdomisili di lokasi penelitian, (2) jarang meninggalkan daerah/lokasi penelitian dalam waktu yang terlalu lama, (3) sadar dan memahami apa yang diajukan peneliti, (4) memiliki alat-alat artikulasi yang baik.

Metode Pengumpulan Data

penelitian ini tergolong metode penelitian lapangan, sehingga dalam pengumpulan data peneliti langsung ke lokasi penelitian. Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini, peneliti menggunakan metode cakap dan simak yaitu metode yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dengan cara menyimak setiap penutur sumber informasi dalam hal ini masyarakat asli Kelurahan Ulunambo Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teknik observasi partisipan, yaitu peneliti memungkinkan dapat berkomunikasi secara akrab dan leluasa dengan informan, sehingga memungkinkan untuk bertanya secara lebih rinci terhadap hal-hal yang akan diteliti.

2. Teknik rekam yaitu teknik yang digunakan dengan jalan merekam kegiatan berbicara masyarakat. Oleh karena itu, dilakukan secara spontanitas, maka peneliti perlu menyediakan alat rekam.

3. Catat dan pengarsipan data, yaitu data yang terkumpul diseleksi dan data yang ada hubungannya dengan analisis dicatat dan ditata secara teratur dan sistematis.

4. Intropeksi, yaitu teknik yang digunakan oleh peneliti. Apabila ditemukan data yang meragukan, data itu dapat diperiksa dengan pengetahuan bahasa Menui yang telah dimiiki oleh peneliti. Dengan perkataan lain peneliti dapat melakukan intropeksi terhadap data yang meragukan, baik untuk menguji, mempertimbangkan, maupun menginterpretasikannya.

Teknik Analisis Data

Untuk memperoleh kaidah-kaidah kebahasaan, maka data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik top down sebagai teknik analisis data dari metode kajian distribusional, yaitu teknik analisis menurun, dari operand (kata jadian) turun pada stem (kata dasar) (Djajasudarma, 1993: 61). Dengan penerapan teknik ini dapat ditemukan pembentukan denominal melalui afiks dalam bahasa Menui. Berikut adalah contoh penerapan teknik top down dalam penelitian ini.

Mekurusi

Me-

kurusi “kursi” (N)

Berdasarkan analisis data tersebut, sehingga dapat dinyatakan bahwa terlihat adanya pembentukan dari kata nomina (N) kurusi menjadi mekurusi (V ). Terjadinya derivasi dalam pembentukan verba mekurusi (V) yaitu berasalal dari bentuk dasar nomina kurusi (N), mengandung makna sesuatu yang dilakukan.

Pemeriksaan Keabsahan Data

keabsahan data sangat mendukung dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian olehh karena itu diperlukan suatu teknik pemeriksaan data. Untuk memperoleh validasi tetap, peneliti menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan semua sesuatu di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Pengecekan keabsahan data dimaksudkan untuk mencari pertemuan pada satu titik tengah informasi dari data yang terkumpul guna pengecekan dan pembanding terhadap data yang telah ada. Sehingga langkah yang dilakukan adalah dengan triangulasi yaitu:

1. Triangulasi sumber, menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh kemudian dideskripsikan dan dikategorisasikan sesuai dengan apa yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut. Peneliti akan melakukan pemilihan data yang sama dan data yang berbeda untuk dianalisis lebih lanjut.

2. Triangulasi teknik, pengujian ini dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, misalnya dengan melakukan observasi, wawancara, atau dokumentasi. Apabila terdapat hasil yang berbeda maka peneliti melakukan konfirmasi kepada sumbe data guna memperoleh data yang dianggap benar.

3. Triangulasi waktu, narasumber yang ditemui pada pertemuan awal dapat memberikan informasi yang berbeda pada pertemuan selanjutnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengecekan berulang-ulang agar ditemukan kepastian data yang lebih kredibel. (Sugiono. 2014)

HASIL DAN PEMBAHASAN Derivasi Bahasa Menui

Derivasi Bahasa Menui adalah sebuah proses perpaduan morfem yang satu dan yang lainnyayang dapat menyebabkan perubahan kelas kata atau kategori kata.

Jenis-Jenis Derivasi Denominal

Uraian mengenai jenis-jenis derivasi denominal yang dibahas dalam bab ini meliputi: (1) derivasi dari sebuah nomina menjadi verba (verba denominal), (2) derivasi dari sebuah nomina menjadi adjektiva (adjektiva denominal), dan (3) derivasi dari sebuah nomina menjadi numeralia (numeralia denominal). Untuk hal tersebut, prosedur yang digunakan pertama-tama pengujian kategori dan identitas leksikal. Selanjutnya, jika diperlukan digunakan pula pengujian berurutan atau pengujian struktur sintaksis.

Derivasi denominal dalam Bahasa Menui dapat terjadi melalui proses morfemis sebagai berikut: (1) derivasi dengan afiks/me-/, /mo-/,/te-/, /pe-/,/te-o/, /ala-o/, /-o/, /ko-/, /asa-/dari proses ini akan terbentuk kelas kata lain dari nominal yang merupakan dasar perubahan morfemis tersebut.

Dalam pembahasan ini derivasi denominal dibatasi dalam tiga kategori kelas kata, yaitu (1) verba denominal, (2) deadjektiva denominal, dan (3) numeralia denominal.

Verba Denominal

Verba denominal dalam BM adalah verba hasil proses derivasi yang berdasarkan pengujian kategori dan identitas leksikal berbeda dengan nomina yang merupakan perubahan itu, proses ini dibentuk melalui beberapa cara, yaitu dengan menggunakan (1) prefix /me-/, /mo-/,/te-/, /pe-/, dan (2) konfiks/te-o/, /ala-o/, serta (3) sufiks/-o/.

Verba Denominal dengan prefiks /me-/

Pembentukan verba dalam bahasa menui dapat terjadi melalui prefiks me-. Verba prefiks me- tersebut diturunkan melalui kata dasar nomina. Pembentukan verba prefiks me- dapat bermakna ‘sesutau yang dilakukan’. Dapat dilihat pada kalimat sebagai berikut:

(1) Maama mebose lako mekokabi. (KD 1) bapak pref-dayung pergi memancing. bapak mendayung pergi memancing.

(2) Koea ana mesupeda lako mesikola. (KD 2) Anak itu pref-sepeda pergi ke sekolah Anak itu memakai sepeda pergi ke sekolah

(3) Masrin metabako sambil mecarita.(KD 3) Masrin pref.rokok sambil cerita Masrin merokok sambil bercerita.

(4) Koea ana meoniu bali irapo.(KD 4) Anak itu pref.ludah di sembarang tempat. Anak itu meludah di sembarang tempat.

(5) Maama mebangka lako moingkele ika.(KD 5)

Bapak pref.kapal pergi mencari ikan. Bapak naik kapal pergi mencari ikan.

(6) Niina memotoro lako i pasar.(KD 6) Ibu pref.motor pergi ke pasar. Ibu memakai motor pergi ke pasar.

Verba Denominal dengan prefiks /mo-/

Salah satu cara yang dilakukan untuk mengubah identitas leksikal yang disertai dengan perubahan kategorial dalam bahasa muna adalah prefiks mo-. Prefiks mo- dalam bahasa Menui dapat mengubah status kategorial dari kata kelas nomina menjadi kata kelas verba. Perubahan kelas kata dengan prefiks mo- tersebut dalam bahasa Menui sangat produktif. Perhatikan data berikut ini.

1. Hajirin mokati ika ginara’i. (KD 7) Hajirin pref.timbangan ikan asin. Hajirin menimbang ikan asin.

2. Inade mokambu fuuno tufaino. (KD 8) Dia pref. Sisir rambut adiknya. Dia menyisir rambut adiknya.

3. Niina mosiru kinaa anu motaha.(KD 9) Ibu pref.sendok nasi yang sudah masak. Ibu menyendok sayur yang sudah masak.

4. Niina mosafu pano anano.(KD 10) Ibu pref.sarung kepada anaknya. Ibu memakaikan sarung kepada anaknya.

5. Tufaingku mota’uo mogambara kapala dumapa. (KD 11) adikku pintar pref. gambar pesawat. adikku pintarmenggambarpesawat.

Pembentukan verba melalui prefiks mo- dalam BM pada data tersebut yang tercetak miring dapat dianalisis sebagai berikut.

1. /mo/ + kati ‘timbangan (N)

mokati ‘menimbang’ (V)

2. /mo/ +kambu ‘sisir (N)

mokambu ‘menyisir’ (V)

3. /mo/ + siru ‘sendok (N)

mosiru ‘menyendok’ (V)

4. /mo/ +safu ‘sarung (N) mosafu ‘memakaikan sarung (V)

5. /mo/ +gambara ‘gambar (N) mogambara‘menggambar (V) Data di atas menunjukan bahwa prefiks mo- dalam BM merupakan morfem pembentuk kata kelas verba dari dasar nomina. Atau dengan perkataan lain, prefiks mo- dalam BM berfungsi membentuk kata kelas verba secara derivatif.

Verba Denominal dengan Prefiks /te’-/

Penggunaan verba denominal dengan prefiks /te’-/ dapat ditemukan dalam kontruksi kalimat- kalimat berikut.

1. Umarihomo Tebose koea bangka. (KD 12) Sudah pref.dayung itu sampan. Sudah terdayung itu sampan.

2. Umarihomo tesitriks lambuno maama bintai indifa. (KD 13) Sudah pref.setrika bajunya bapak dari kemarin. Sudah tersetrika bajunya bapak dari kemarin.

3. Umarihomo tepaku koea dopi.(KD 14) Sudah pref.paku itu papan. Sudah terpaku itru papan.

4. Umarihomo tecok koea TV.(KD 15) Sudah pref.cuk itu TV. Sudah tercuk itu TV.

Verba denominal dengan prefiks /te’-/ pada kontruksi kalimat 1-4 akan tampak jelas derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.

1. /te/ + bose‘dayung’ (N)

tebose ‘terdayung’ (V)

2. /te/ +sitrika ‘setrika’ (N) tesitrika’ ‘tersetrika’ (V)

3. /te/ + paku ‘paku’ (N) tepaku ‘terpaku’ (V)

4. /te/ +cok ‘cuk’ (N)

tecok ‘ tercuk’ (V)

Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian bahwaprefiks /te-/merubah kelas kata dari kelas kata nomina (N) ke kelas kata verba (V).

Verba Denominal dengan Prefiks /pe-/

Prefiks lain dalam BM yang dapat mengubah identitas leksikal disertai perubahan kategori kata adalah prefiks pe-. Perhatikan data berikut ini.

1. Perante ki lakoi pesta.(KD 16) Pref.kalung prgi di pesta. Pakailah kalung pergi di pesta.

2. Pekameja kai moikosi inonto. (KD 17)

Pref.kemeja supaya terlihat gagah. Pakailah kemeja supaya terlihat gagah.

3. Pesau ki ko usa. (KD 18)

Pref.payung kalau hujan. Pakailah payung kalau hujan.

4. Pesandali tai teuhu karumu (KD 19)

Pref.sendal jagnan tertusuk kakimu. Pakailah sendal jangan tertusuk kakimu.

Verba denominal dengan prefiks /pe-/ pada kontruksi kalimat 1-4 akan tampak jelas derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.

1. /pe/ + rante ‘kalung (N)

perante ‘pakailah kalung’ (V)

2. /pe/ +kameja ‘kemeja (N) petandu ‘saling menanduk (V)

3. /pe/ + sau ‘payung (N) pesau ‘pakailah payung’ (V)

4. /pe/ +sandali ‘sendal (N) pesandali ‘pakailah sendal’ (V) Berdasarkanilustrasi diatas maka prefiks pe- dalam BM berfungsi membentuk kata kelas verba secara derivatif karena kata dasarnya berasal dari kata kelas nomina. Selain itu, prefiks pe- dapat mengubah identitas leksikal disertai dengan perubahan kategorial.

Verba Denominal dengan Konfiks /te-o/

Penggunaan verba denominal dengan konfiks/te-o/ dapat ditemukan dalam konstruksi kalimat- kalimat berikut.

1. Pasaja iko tekai’o fafono keu.(KD 20) Layang-layang itu pref.pengait di atas pohon. Layang-layang itu terkait di atas pohon.

2. Tesau’o koea meo okidi. (KD 21)

Sudah pref.payung kucinhg kecil itu Sudah terpayungi kucing kecil itu

3. Tekambu’o maka fuuno tufaimu? (KD 22)

sudah pref.sisir rambutnya adikmu? Apakah sudahtersisir rambutnyaadikmu?

4. Tekunsi’o maka bonso tae’?(KD 23)

konf. kunci kah pintu nak? Nak, apakah pintu sudah terkunci?

Verba denominal dengan konfiks/te-o/ pada konstruksi kalimat 1-5 akan tampak jelas derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.

1. /te/ + kai ‘pengait’ (N) /-o/

tekai’o ‘terkait’ (V)

2. /te/ + sau ‘payung’ (N) /-o/

tesau’o ‘terpayungi’ (V)

3. /te/ + kambu ‘sisir’ (N) /-o/

tekambu’o ’tersisir’ (V)

4. /te/ + kunsi: ‘kunci’ (N) /-o/

tekunsi’o : ‘terkunci’ (V)

Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata dari kelas kata nomina (N) ke kelas kata verba (V).

Verba Denominal dengan Konfiks /ala -o/

Konfika/ala-o/ dapat membentuk verba denominal bila dilekatkan dengan pada bentuk dasar nomina, data:

1. Alajiket’o koea ana tai mokoseo(KD 24)

Konf.jaket anak itu supaya tidak kedinginan Pakaikanlah jaket anak itu supaya tidak kedinginan

2. Alaamplop’o doino niina!(KD 25)

konf.amplop uangnya mama! Masukkan di amplop uangnya mama!

3. Alatemba’o koea manu-manu! (KD 26)

konf.burung itu! Tembaklah burung itu!

4. Alakuas’o kiuda moncet koe bonso! (KD 27)

konf.kuas untuk mencat pintu itu! Pakailah kuas untuk mencat pintu itu!

Untuk lebih jelasnya pembentuk derivasi verba denominal dengan konfiks /ala-o/ pada konstruksi kalimat 1-6, dapat dilihat dari analisis distribusi afiks berikut ini.

1. /ala-/ jiket ‘jaket’ (N) + /-o/

alajiket’o ‘pakaikan jaket’ (V)

2. /ala-/ amplop ‘amplop’ (N) + /-o/ alaamplop’o ‘masukan di amplop’ (V)

3. /ala-/ temba ‘senjata’ (N) + /-o/ alatemba’o ‘tembaklah’ (V)

4. /ala-/ kuas ‘kuas’ (N) + /-o/

alakuas’o ‘kuaslah’ (V)

Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata dari kelas kata nomina (N) ke kelas kata verba (V)

Verba Denomina dengan Sufiks / -o/

Konfiks / -o/ dalam BM dapat membentuk denominal apabila diletakan pada bentuk dasar nomina, data:

1. Dasi’o tufaimu da lako upacara! (KD28)

Suf.dasi adikmu mau pergi upacara! Pakaikanlah dasi adikmu mau pergi upacara!

2. Pekaresi’o sari mia ifoi raha!KD 29)

Suf.sapu yang ada di depan rumah! Sapulah kotoran yang ada di depan rumah!

3. Lambu’o tufaimu da lako mesikola!(KD 30)

Suf.baju adikmu mau pergi sekolah!. Pakaikanlah baju adikmu mau pergi sekolah!

4. Koea ana kabia’o nika ano sahinano (KD 31) Suf.lagu di pestanya sepupunya. Anak itu menyanyikan lagu di pesta sepupunya.

5. Songko’o tufaimu da lakoi masigi! (KD 32)

Suf.topi adikmu mau pergi ke masjid! Pakaikanlah topi adikmu mau pergi ke masjid!

Verba denomina dengan konfiks /-o/ pada konstruksi kalimat 1-5, akan tampak jelas derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.

1. /-o/ + dasi ‘dasi’ (N)

dasi’o ‘pakaikan dasi’ (V)

2. /-o/ + pekaresi ‘sapu’ (N)

pekaresi’o ‘sapulah’ (V)

3. /-o/ + lambu ‘baju, (N)

lambu’o ‘pakaikan baju’(V)

4. /-o/ + kabia ‘lagu’ (N)

kabia’o ‘menyanyilah’ (V)

5. /-o/ + songko ‘topi’ (N)

songko’o ‘pakaikan topi’

Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata dari kelas kata nomina (N) ke kelas kata verba (V).

Adjektiva Denominal

Adjektiva denominal adalah adjektiva yang dihasilkan oleh pembentukan derivatif yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina sehingga membentuk adjektiva denominal. Sehubungan dengan itu, adjektiva denominal dalam BM hanya dapat dibentuk dengan menggabungkan afiks /-ko/ pada bentuk dasar nomina, data:

1. Lalonsarao kogara koea ika.(KD 33) Pref.garam sekali itu ikan. Bergaram sekali itu ikan.

2. Koea ana inonto kocahaya foino(KD 34) Anak itu kelihatan pref.cahaya mukanya. Anak itu kelihatan bercaya mukanya.

3. Koea dai dahopo kopulu.(KD 35) Nangka itu masih pref.getah. Nangka itu masih bergetah.

4. Koea bunga koriu laano (KD 36) Tumbuhan bunga itu pref.duri batangnya. Tumbuhan bunga itu berduri batangnya.

Adjektiva denominal dengan prefiks /-ko/ pada konstruksi kalimat 1-4, akan tampak jelas derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.

1. /ko/ + gara‘garam’ (N)

kogara ‘bergaram’(adj)

2. /ko/ + cahaya ‘cahaya’ (N)

kocahaya ‘bercahaya’ (adj)

3. /ko/ +pulu ‘getah’ (N)

kopulu ‘bergetah’ (adj)

4. /ko/ + riu ‘duri’ (N)

koriu ’ ‘berduri’ (adj)

Numeralia Denominal

Numeralia denominal adalah kata bilangan yang dihasilkan oleh bentukan derivatif yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina sehingga membetuk numeralia denominal. Numeralia denominal dalam BM hanya dapat dibentuk dengan menggabungkan prefiks /asa-/ pada bentuk dasar nomina. Data:

1. Niina mo’oli lambu asatasi.(KD 37) Ibu membeli baju num.tas. Ibu membeli baju satu tas.

2. Kude ronga tufaingku mongka sup asamangko.(KD 38) Saya dan adik makan sup num.mangkuk. Saya dan adik makan sup satu mangkuk.

3. Koe ana pokompuraho kinaa asapingka. KD 39) Anak itu menghabiskan nasi num.piring Anak itu menghabiskan nasi satu piring.

4. Petutufaino koe mia motua mekompulu ira asaraha.(KD 40) Keluarganya bapak itu berkumpul dalam num.rumah. Keluarganya bapak itu berkumpul dalam satu rumah.

Numeralia denominal dengan prefiks /asa-/ pada kontruksi kalimat 1-5, akan tampak jelas derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.

1. /asa/ + tasi ‘tas’ (N)

asatasi ‘satu tas’ (Num)

2. /asa/ + mangko ‘mangkuk’ (N) asamangko’ ‘satu mangkuk’ (Num)

3. /asa/ + pingka ‘piring’ (N)

asapingka’ ‘satu piring’ (Num)

4. /asa/ +raha ‘rumah’ (N)

asaraha ‘satu rumah’ (Num)

Pola Kontruksi Nomina Derivatif

Nomina derivatif pada hakikatnya merupakan sebuah nomina yang dianalisis dari bentuk dasar kelas kata lain dengan prefiks pembentuk nomina. Dalam penelitian ini, nomina derivatif dalam BM dapat diturunkan dari kelas kata verba, adjektiva, dan numeralia dengan menggunakan afiks sebagai berikut.

1. Prefiks /me-/

2. Prefiks /mo-/

3. Prefiks /te-/

4. prefiks /pe-/

5. konfiks /te-o/

6. konfiks /ala-o/

7. sufiiks /-o/

Jika diformulasikan pola kontruksi nomina derivatif BM ini adalah sebagai berikut.

/me-/ /mo-/

/te-/ /pe-/

Nomina Derivatif /te-o/ + Verba /ala-o/

/-o/

/-i/ /ko-/ + Adjektiva /asa-/ + Numeralia

Dari pola kontruksi tersebut, dapat dilihat bahwa afiks /me-/, /mo-/. /te-/, /pe-/, /te-o/, /ala-o/, /- o/ hanya dapat bergabung dengan bentuk dasar verba dan khusus afiks /ko-/ dapat pula bergabung dengan bentuk dasar adjektiva. Sedangkan afiks /asa-/ hanya dapat bergabung atau melekat pada bentuk dasar numeralia. Realisasi penggunaan keseluruhan afiks pembentuk nomina derivatif di atas, dapat dilihat pada table berikut ini: Table 1. Kontruksi Nomina Derivatif dengan Afiks /me-/ Jenis Derivasi

Bentuk Dasar

Afiks

Bentuk Komplek

Denominal /supeda/

/mesupeda/

‘sepeda’ ‘memakai sepeda’ /tabako/

/kapala/ ‘kapal’

/mekapala/ ‘naik kapal’

/motoro/

/memotoro/

‘motor’ ‘memakai motor /lefengkeu/

/melefengkeu/ ‘layar’

‘memakai layar’ /hoi/

Pembentukan verba melalui prefiks me- dalam BM pada data tersebut yang tercetak miring dapat dianalisis menggunakan teknik top down sebagai berikut:

(1) Mebose ‘mendayung’ (V)

Me-

bose ‘dayung’ (N)

Pref.

KD

Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba (V) mebose ‘mendayung’ melalui prefiks me- dan kata dasar bose ‘dayung’ sehingga menjadi mebose. (2)

Mesupeda ‘bersepeda’ (V)

Me-

supeda ‘sepeda’ (N)

pref.

KD

Analisis data di astas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba mesupeda ‘bersepeda’ melalui prefiks me- dan kata dasar supeda ‘sepeda’ sehingga menjadi mesupeda.

(3) Metabako ’merokok’ (V)

Me-

tabako ‘rokok’ (N)

Pref.

KD

Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba metabako ‘merokok’ melalui prefiks me- dan kata dasar tabako ‘rokok’ sehingga menjadi mesupeda ‘bersepeda’.

(4) Meoniu ‘meludah’ (V)

Me-

oniu ‘ludah’ (N)

Pref.

KD

Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba meoniu ‘meludah’ melalui prefiks me- dan kata dasar oniu ‘ludah’ (N) sehingga menjadi meoniu ‘meludah’.

(5) Mebangka ‘naik kapal’ (V)

Me-

bangka ‘kapal’ (N)

Pref.

KD

Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba mebangka ‘naik kapal’ melalui prefiks me- dan kata dasar bangka ‘kapal’ sehingga menjadi mebangka ‘naik kapal’.

(6) Memotoro ‘memakai motor’ (V)

Me-

motoro ’motor’ (N)

Pref.

KD

Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba memotoro‘memakai motor melalui prefiks me- dan kata dasar motoro ‘motor’ sehingga menjadi memotoro ‘memakai motor’.

(7) Melefengkeu ‘memakai layar’ (V)

Me-

lefengkeu ‘layar’ (N)

Pref.

KD

Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba melefengkeu‘memakai layar’ melalui prefiks me- dan kata dasar lefengkeu ‘layar’ sehingga menjadi melefengkeu ‘memakai layar’.

(8) mehoi ‘bersiul (V)

Me-

hoi ‘siulan’ (N)

Pref.

KD

Analisis data di atas, menunjukan bahwa pembentukan verba mehoi ‘bersiul’ melalui prefiks me- dari kata dasar hoi ‘siulan’ sehingga menjadi mehoi ‘bersiul’. Berdasarkan analisis dengan teknik top down tersebut, maka pola kontruksinya adalah sebagai berikut. kalimat tersebut dapat dilihat dalam data sebagai sebagai berikut: Me-+ bose ‘dayung’

mebose ‘mendayung’

Me-+ supeda ‘sepeda’

mesupeda ‘memakai sepeda’

Me-+ tabako ‘rokok’

metabako ‘merokok’

Me-+ oniu ‘ludah’

meoniu ‘meludah’

Me-+ bangka ‘perahu’

mebangka ‘naik kapal’

me-+ motoro ‘motor’

memotoro ‘memakai motor’

Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata nomina (N) ke kelas kata verba (V), Table 2. Kontruksi Nomina Derivatif dengan Afiks /mo-/ Jenis Derivasi

Bentuk Dasar

Afiks

Bentuk Komplek

‘timbangan’ ‘menimbang’

Verba Denominal

/kambu/

/mo-/

/mokambu/

‘sisir’ ‘menyisir’ /siru/