HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (3)

HUKUM ACARA
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Dosen :
1. Zainal Muttaqin, S.H., MH.
2. Deden Suryo Raharjo, S.H.

PENDAHULUAN


Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Haptun) membahas dan mengkaji
bagaimana Hukum Administrasi materiil ditegakan oleh hukum acaranya (dalam hal ini



hukum acara peradilan administrasi murni).
Materinya meliputi :
-

Peradilan di Indonesia,

-


Sengketa administrasi,

-

Upaya hukum terhadap putusan hakim admnistrasi.

Istilah




Menurut Prayudi, bahwa Administrasi Negara (AN) dan tata usaha negara (TUN)
berbeda, dalam hal ini maka AN memiliki ruang lingkup yang lebih luas.
Sjachran Basah memberikan nama yang lain terhadap mata kuliah Haptun, yakni
Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi (HAPLA), namun



istilah ini kurang populer.

Adapun alasan pemilihan istilah ini menurutnya, karena dalam Hapla ini
pemahamannya lebih luas karena di dalamnya tercakup mengenai peradilan
administrasi murni dan semu (kuasi). Hal ini didasarkan pada adanya beberapa kasus
yang tidak diselesaikan di Pengadilan Tingkat I namun harus melalui peradilan semu.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

1

Definisi


Haptun adalah adalah hukum yang mengatur tentang cara-cara bersengketa di Peradilan
Tata Usaha Negara, serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam
proses penyelesaian sengketa tersebut.

Pengertian






Haptun; formil, sedangkan Hukum Administrasi Negara (HAN); materiil.
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN),
maka pengertian HAN dan Hukum Tata Usaha Negara (HTUN) sama.
Haptun membahas dan mengkaji bagaimana Hukum Administrasi materiil ditegakan



oleh hukum acaranya.



dan hal inilah yang merupakan persamaan dari setiap hukum acara.

Hukum formal berbicara bagaimana peranannya di dalam menegakan hukum materiil

Hubungan kausalitas antara hukum formil dengan hukum materiil yaitu berkaitan
dengan peradilan, bahwa peradilan tanpa hukum formil akan menjadi liar, tidak






mempunyai arah, dan peradilan tanpa hukum materiil akan menjadi lumpuh.
Menurut Sjachran Basah bahwa hukum acara mengabdi pada hukum materiil.
Untuk timbulnya hukum acara maka dalam pembentukannya ada pilihan, antara lain :
1. Ketentuan prosedur berperkara diatur bersama dengan hukum materiilnya,



2. Ketentuan prosedur berperkara diatur berbeda-beda/terpisah.



untuk diungkap mengenai aspek keadilannya melalui pengadilan administrasi murni.

Yang ingin ditegakan oleh hukum formal adalah hukum materiil yang akan diproses


Pada hakikatnya hukum formil masuk pada rumpun hukum publik, berdasarkan teori
residu dari van Vollenhoven, bahwa hukum acara merupakan bagian dari hukum
publik

dan

merupakan

bagian

dari

hukum

Administrasi

Negara

sehingga


pemahamannya yang muncul adalah bahwa hukum formil sebagai sarana hukum


publik (publik rechtelijk instrumentarium).
Perbedaan Haptun dengan Hukum Acara Perdata (Haper) adalah bahwa Haper Kitab
UU hukum materiil dan formilnya dituangkan dalam kitab yang berbeda, sedangkan

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

2

dalam Haptun tidak ada kitab UU hukumnya, yang ada hanya UU saja yaitu UU


PTUN.
Perbedaan Haptun dengan Haper, diantaranya :
1. Hakim TUN lebih aktif guna memperoleh kebenaran materil mengarah pada
pembuktian bebas.
2. Gugatan TUN tidak menunda pelaksanaan keputusan TUN.

3. Adanya berbagai kemudahan seperti dalam hal pihak tidak pandai baca tulis, maka




dibantu panitera dalam merumuskan gugatan, dll.
Teori residu: HAN adalah keseluruhan hukum dikurangi Hukum pidana materiil,
Hukum Perdata materiil, dan Hukum Tata Negara (HTN) materiil.
Public rechtelijk instrumentarium melahirkan 5 fungsi, antara lain :
1. Fungsi direktif,
Hukum berfungsi sebagai pengarah dalam membangun dan membentuk masyarakat
yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan hidup bernegara.
Pengarah; posisi hukum berada di depan dalam rangka proses pembangunan, ini
berkaitan dengan yuridis instrumentarium, yaitu suatu kerangka yang memandang
seluruh kaidah hukum dalam satu (harmonisasi) dan supremasi hukum.
2. Fungsi integratif,
Hukum berfungsi sebagai pembina persatuan bangsa.
Harus adanya kesatuan hukum (unifikasi hukum) yang dijalankan melalui
kodifikasi.
3. Fungsi stabilitas,

Hukum berfungsi sebagai pemelihara (termasuk di dalamnya hasil-hasil
pembangunan), dan menjaga keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
4. Fungsi perfektif,
Hukum berfungsi sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan Administrasi
Negara maupun sikap tindak warga dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

3

5. Fungsi korektif,
Hukum berfungsi sebagai pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi maupun
warga apabila terjadi pertentangan hak dan kewajiban untuk mendapatkan keadilan.

PERADILAN DI INDONESIA


Berbicara tentang peradilan itu sendiri maka berdasarkan pasal 10 ayat (1) UU No. 14

Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, terdapat 4
lingkungan peradilan yaitu :
1. Peradilan Umum,
2. Peradilan Agama,
3. Peradilan Militer,



4. Peradilan Tata Usaha Negara (TUN).
Perbedaan keempat lingkungan peradilan tersebut adalah pada objek dan subjeknya :
Peradilan Umum :
-

Peradilan perdata, objeknya; sengketa yang bersifat privat (terjadi karena adanya
hubungan hukum yakni hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum
lainnya yang akhirnya tertuju pada ganti kerugian).

-

Peradilan pidana, objeknya; kejahatan.


Peradilan Agama : Objeknya; nikah, talak, rujuk, waris (dan wasiat, hibah, wakaf
yang masih dalam proses perkawinan).
Peradilan Militer : Objeknya; tindak pidana terhadap subjek militer.
Peradilan TUN : Objeknya; sengketa yang ditmibulkan oleh suatu keputusan yang
dikeluarkan oleh aparatur negara (beschiking). Pelaksanaan fungsi AN, dalam SK yang


merugikan rakyat dan rakyat dapat menggugat instansi tersebut.
Persamaannya dari keempat bentuk peradilan tersebut adalah bahwa semuanya samasama menegakan hukum materiil dengan menggunakan hukum formil, dan



menyelesaikan sengketa hukum.
Dalam UUD 1945 tidak dikenal bentuk-bentuk peradilan, mengcnai hal ini baru dikenal
setelah lahir UU No 14 tahun 1970.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara


4

PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Definisi dan Pengertian


Rochmat Soemitro membedakan antara peradilan dengan pengadilan, dimana titik
berat dari peradilan adalah kepada prosesnya, sedangkan pengadilan kepada acaranya



(lembaga).



sedangkan UU operasionalnya adalah UU PTUN.

Dasar hukum utama peradilan TUN adalah UU No. 14 Tahun 1970 (pasal 10 ayat (1)),

Untuk menentukan apakah suatu perkara harus diproses di Pengadilan Negeri ataukah
di Pengadilan Tinggi, maka biasanya ditentukan oleh perundang-undangannya sendiri



yang mengatur dimana perkara tersebut harus diadili.
Peradilan TUN merupakan badan peradilan yang bertugas memeriksa, mengadili,
memutus/menyelesaikan sengketa TUN antara orang perorangan atau badan hukum



perdata dengan pejabat TUN.
Bila kita melihat TAP MPR dan UU No.14 Tahun 1970 (direvisi dengan UU No. 35
Tahun 1999) maka peradilan administrasi merupakan suatu hal yang tidak dapat



ditolak.
Bila kita lihat pendapat dari Dicey tentang the rule of law-nya yang terdiri dari :
1 Supremacy of law,
2 Human Right,
3 Equality before the law (bahwa semua warga negara adalah sama di depan hukum).
Maka dengan melihat point ke-3 ini, maka sebenarnya tidak perlu ada Pengadilan Tata



Usaha Negara (PTUN).



bahwa peradilan administrasi merupakan syarat dari suatu negara hukum formal.



sedangkan good governnaar bisa ke eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

Tetapi bila kita berpegang pada prinsip negara hukum, maka F.J. Stahl berpendapat

Berbicara tentang good government, maka orientasi kita lebih kepada eksekutif

Adapun ciri good govenment diantaranya :
1. Adanya peradilan admmistrasi bebas dan tidak memihak,
2. Terjaminnya HAM,
3. Adanya transparansi.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

5



Sebelumnya bahwa peradilan administrasi merupakan tugas badan itu sendiri, namun
setelah lahir UU PTUN maka peradilan Administrasi menjadi peradilan yang mandiri



dan berdiri sendiri.
Fokus pembahasan dalam peradilan TUN adalah pada sengketa administrasi itu sendiri
dari mulai pengajuan gugatan s/d putusan yang disertai dengan pelaksanaannya



(eksekusi), juga berbagai upaya hukum yang dapat ditempuh.
Suatu sengketa administrasi diajukan ke PTUN karena tidak semua upaya-upaya
administrasi yang diselesaikan oleh instansi dapat memuaskan para pihak, dan dalam
hal ini maka gugatan tidak dimulai dari tingkat I, tetapi langsung ke tingkat banding.

Unsur-unsur


Unsur-unsur dari peradilan TUN :
1. Ada ketentuan hukum vang dituju,
2. Ada sengketa hukum yang konkrit,
3. Minimal 2 pihak,



4. Ada lembaga/ badan yang dituju.
Unsur-unsur khusus dari peradilanTUN :
1. Berdasarkan HAN,
2. Pihaknya:
a. Antara administrasi negara dan administrasi negara,
b. Antara masyarakat dan administrasi negara.
(Peradilan murni; apabila memenuhi semua unsur tersebut di atas, peradilan tidak
murni; apabila tidak memenuhi salah satu unsur ).

Jenis-jenis



Ada 2 macam peradilan administrasi, yaitu :
1. Peradilan administrasi murni, Termasuk kewenangan yudikatif.



2. Peradilan administrasi semu, Di luar kewenangan yudikatif.
Sengketa administrasi dapat dilakukan oleh :
1. Pengadilan umum,

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

6

2. Pengadilan administrasi yang dibentuk sendiri,
3. Badan-badan khusus yang dibentuk,


4. Badan-badan administrasi eksekutif.
Peradilan sebelum dan sesudah UU PTUN :
Sebelum UU PTUN :
1. Peradilan Umum,
2. Banding Administrasi,
3. Badan-badan khusus.
Setelah UU PTUN :
1. PTUN;
2. Peradilan Umum,
3. Upaya Administrasi,
4. Peradilan Militer.

Asas-asas Peradilan TUN



Diantaranya meliputi :
1. Asas praeasumptio iustae causa,
Pasal 67 (l) UU PTUN. Asas yang mengandung makna bahwa setiap tindakan
administrasi negara selalu harus dianggap mempunyai kekuatan hukum sampai ada
pembatalan berupa vonis dari pengadilan. Gugatan/proses pengadilan tidak
menunda pelaksanaan keputusan TUN.
2. Asas pembuktian bebas,
Bahwa pembuktian tidak tergantung argumen/keterangan para pihak, dimana
Hakim mempunyai kebebasan untuk menentukan argumen mana yang paling tepat
(pasal 107 UU PTUN). Dari pasal 107 tersebut terlihat bahwa peranan Hakim
sangat besar dan kebenaran yang diutamakan adalah kebenaran materiil.
Yang perlu diperhatikan dalam pembuktian :
a. Apa yang harus dibuktikan (objeknya);
b. Siapa yang harus dibebani pembuktian (subjeknya),
c. Hal apa saja yang harus dibuktikan oleh pihak yang berperkara,

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

7

d. Hal apa saja yang harus dibuktikan oleh Hakim itu sendiri.
3. Asas domimis litis (Hakim aktif),
Hakim aktif sangat penting untuk memperoleh kebenaran materiil. Realisasinya
yaitu dalam kewenangan Hakim untuk menentukan para pihak dimana Hakim dapat
menarik pihak ke-3 dalam perkara yang masih berjalan. Peran aktif Hakim juga
dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak seimbang
dimana di satu pihak yakni pemerintah/negara yang berhadapan dengan warga
negara (peran aktif dari segi subjek) sedangkan peran aktif Hakim dari segi objek
terlihat dari tindakan Hakim yang dapat manambah atau memperluas substansi
gugatan (ultra petita), yang dalam acara perdata hal ini tidak diperbolehkan.
4. Asas erga omnes (putusan TUN mempunyai kekuatan yang mengikat),
Mengikat maksudnya mengikat bagi para pihak, namun menurut pasal 83 UU
PTUN; pihak yang intervensi mempunyai hak untuk membela haknya sehingga ia
dapat dikecualikan dalam keputusan tersebut yang berarti bahwa hal tersebut dapat
mengikat pihak ke-3.

Asas-asas lainnya:
5. Kesatuan beracara (tidak tepat),
6. Musyawarah untuk mufakat,
7. Kekuasaan kehakiman yang merdeka;
8. Sederhana, cepat, dan biaya ringan,
9. Keterbukaan,
10. Putusan yang adil.

Ciri-ciri



Ciri-ciri umum dalam peradilan TUN antara lain :
1. Tidak adanya rekonvensi/gugat balik, Dikarenakan objeknya adalah keputusan TUN
(SK), yang mana SK/beschiking tersebut merupakan tindakan sepihak dari pejabat
administrasi negara, jadi tidak mungkin ada gugatan balik dari pemerintah kepada
warga negaranya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

8

2. Tidak adanya jurusita, Dikarenakan objeknya adalah surat keputusan TUN, namun
untuk mengurus hal-hal yang bersifat berkaitan dengan administrasi atau prosedural
dilakukan oleh paniteranya.
3. Dikenal adanya sidang tertutup,
4. Dikenal adanya pemeriksaan perkara acara cepat (pasal 98 UU PTUN),
5. Dikenal adanya pemeriksaan perkara acara biasa (pasal 70, 74, 75, 100 UU PTUN),


6. Dikenal adanya pemeriksaan perkara acara singkat (pasal 6 UU PTUN),
Adapun yang menjadi ciri-ciri khusus peradilan TUN diantaranya adalah :
Pihak penggugat, Adalah orang perorangan atau badan hukum perdata ; pasal 53 UU
PTUN. Pasal 53 ini merupakan penghubung antara hukum materiil dengan hukum
formal.
Pihak tergugat, Adalah pejabat atau badan TUN; pasal 1 butir (6) UU PTUN (karena
pejabat/badan TUN tersebut yang berwenang mengeluarkan keputusan).
Objek gugatan, Adalah surat keputusan TUN yang dapat berbentuk keputusan atau
penetapan. Dasar hukumnya pasal 1 Butir (3) UU PTUN.
Keputusan TUN adalah surat penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan/pejabat
TUN berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit,
individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang/badan hukum
perdata.
Tenggang waktu menggugat, Adalah 90 hari. Pasal 35 UU PTUN: Gugatan dapat
diajukan dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak diterimanya atau
diumumkannya keputusan pejabat TUN.
Dalam hal ini terdapat beberapa kemungkinan pemahaman yaitu :
1. 90 hari sejak dikeluarkan oleh pejabat yang bersangkutan,
2. 90 hari sejak diterima,
3. 90 hari sejak diketahui,
4. 90 hari sejak akibat hukum dirasa kerugiannya.
Dismissal process, Berdasarkan pasal 62 UU PTUN : yaitu pemeriksaan administratif
terhadap suatu gugatan. Hal ini merupakan ciri dari peradilan TUN yang merupakan
cerminan dari asas peradilan TUN bahwa Hakim bersifat aktif, dimana Hakim dapat

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

9

mengarahkan terhadap pengujian gugatan seyogyanya gugatan tersebut layak diproses
(sebagai forum konsultasi).
Forum konsultasi, yang mana proses ini dibahas dalam rapat permusyawaratan, dimana
Ketua Pengadilan mempunyai wewenang untuk memutuskan melalui suatu penetapan,
dengan pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan tidak diterima atau tidak mendasar
yaitu apabila memenuhi hal-hal sebagai berikut :
a. Pokok gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan.
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud pasal 56 UU PTUN tidak dipenuhi
oleh penggugat tersebut harus diberitahukan/diperingatkan oleh pengadilan.
c. Gugatan tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan TUN
yang digugat.
e. Gugatan tidak diajukan berdasakan tenggang waktu yang berlaku.
Forum konsultasi menyangkut hal-hal yang bersifat formal, misalnya : bentuk gugatan,
cara menuangkan gugatan, dsb.

Susunan Peradilan TUN



Susunan peradilan TUN terdiri dari 2 tingkat, yaitu :
1. Pengadilan TUN, yang merupakan Peradilan Tingkat Pertama,



2. Pengadilan Tinggi TUN, yang merupakan Peradilan Tingkat Banding,
Susunan Pengadilan TUN terdiri atas :
1. Pimpinan,
2. Hakim Anggota,
3. Panitera,
4. Sekretaris.

UPAYA HUKUM



Upaya hukum dalam sengketa administrasi (pasal 48 UU PTUN) :
1. Keberatan,
Penyelesaian sengketa dilakukan oleh badan yang mengeluarkan keputusan TUN.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

10

2. Banding administrasi,
Dilakukan oleh pejabat atasan badan yang mengeluarkan keputusan TUN atau




badan lain.
Pada zaman kolonial keberatan diajukan ke badan yang memberikan keputusan.
SEMA No. 2 Tahun 1991; bila peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
hanya mengenal keberatan saja, dan tidak mengenal banding, maka sengketa tersebut





tidak perlu melalui usaha administrasi tetapi langsung ke PTUN.
Pasal 51 ayat (3) jo. pasal 48 ayat (2) UU PTUN; bahwa PTUN baru berwenang
menyelesaikan sengketa bila usaha keberatan dan banding administrasi telah ditempuh.
Dengan demikian telah terjadi kontradiksi, padahal apabila dilihat dari segi hierarki
perundang-undangan maka tentunya SEMA ini tidak boleh merubah UU.
Keburukan dari pasal 48 ayat (2) UU PTUN ini adalah bahwa pasal ini akan
menyulitkan gugatan, sedangkan kebaikannya adalah bahwa dengan pasal ini maka
sebelum masuk pengadilan, maka dirasakan perlu untuk mengawasinya (pengawasan
intern).

GUGATAN
Objek Gugatan


Objek gugatan diatur dalam pasal 1 butir (3) UU PTUN, syarat-syaratnya antara lain :
1. Harus bersifat tertulis,
Untuk mempermudah proses pembuktian
2. Konkrit,
Nyata, tidak bersifat abstrak, artinya harus berwujud (objeknya harus tertentu/
ditentukan).
3. Individual,
Keputusan TUN tersebut tidak ditujukan kepada umum, tetapi tertentu kepada
orang/badan hukum tertentu, maksudnya bahwa identitasnya dapat ditentukan (baik
alamat, maupun hal-hal yang menjadi substansi dari keputusan).
Mencantumkan nama dari setiap subjek hukum yang terlibat dalam kepentingan
tersebut untuk menentukan status hukum dari objek yang dikenai keputusan.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

11

4. Final,
Tidak memerlukan proses selanjutnya, artinya keputusan TUN tersebut dapat
dilaksanakan tanpa izin persetujuan dari instansi/pihak lain.
Keputusan TUN yang bersifat negatif; tidak ada kejelasannya mengenai dikabulkan
atau tidaknya suatu permohonan atas keputusan TUN.
Pasal 3 UU PTUN :
a. Bila pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan, padahal merupakan
wewenangnya, maka hal tersebut dapat disamakan dengan keputusan TUN.
b. Keputusan yang dimohonkan padahal jangka waktunya sudah lewat, maka
pejabat TUN dianggap menolak mengeluarkan keputusan. Dalam hal peraturan
perundang-undangan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) UU PTUN, maka setelah lewat waktu 4 bulan
setelah permohonan, pejabat TUN dianggap mengeluarkan keputusan
penolakan.
5. Dibuat oleh pejabat/badan TUN.
Biasanya dibuat secara sepihak.

Alasan Mengajukan Gugatan



Alasan mengajukan gugatan diatur dalam pada 53 UU PTUN (terutama ayat (2)),
alasan-alasan tersebut diantaranya :
1. Keputusan TUN bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
contoh ; dalam pemberhentian pegawai negeri maka prosedurnya adalah bahwa
pegawai negeri tersebut harus diberi kesempatan untuk membela diri. Bila prosedur
ini tidak dilaksanakan maka keputusan TUN tersebut telah bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
2. Penyalahgunaan wewenang,
Keputusan TUN dikeluarkan berdasarkan praktek penyalahgunaan wewenang.
Maksudnya pejabat memang berwenang mengeluarkan SK, tapi kewenangan
tersebut tidak pada tempatnya, misalnya; dalam mengeluarkan IMB dimana dalam
hal ini pejabat tersebut memang berwenang mengeluarkan SK tentang IMB tapi

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

12

ternyata di lapangan, IMB tersebut untuk mendirikan bangunan di jalur hijau,
sehingga dalam hal ini terjadi penyalahgunaan wewenang.
3. Perbuatan sewenang-wenang, Misalnya; pejabat/badan TUN yang seharusnya tidak
mengeluarkan SK, tetapi ternyata ia mengeluarkan SK, maka perbuatannya tersebut
dianggap sebagai perbuatan sewenang-wenang; tidak memproses sebagaimana


mestinya.
Perbedaan dan persamaan ketiga alasan tersebut berdasarkan kerangka yuridis :
Perbedaan :
No. 1 dan no. 2 mengacu pada hukum positif, sedangkan no. 3 tidak terjangkau oleh
peraturan perundang-undangan dan hanya dapat dijangkau oleh asas-asas umum
pemerintahan yang layak.
Persamaan :
Semuanya masuk ke dalam kategori penyalahgunaan wewenang.
Sama-sama mengacu pada peraturan perundang-undangan (no. 1 dan no. 2), hanya no.1
menyangkut peraturan perundang-undangan, sedangkan no.2 menyangkut kewenangan.

KEPUTUSAN
(Lihat: Catatan Kuliah Hukum Administrasi Negara - Keputusan)




Definisi Keputusan TUN; pada pasal 1 ayat (3) UU PTUN.
Hal-hal yang tidak termasuk keputusan TUN (pasal 2 UU PTUN), yaitu :
1. Hal-hal yang merupakan perbuatan perdata, bila pejabat/badan TUN melakukan
perbuatan hukum perdata dan ternyata menimbulkan kerugian bagi seseorang/badan
hukum, maka tidak bisa diajukan ke peradilan TUN akan tetapi ke Peradilan
Umum.
2. Hal-hal yang merupakan pengaturan yang bersifat umum, artinya pengaturan
tersebut memuat norma hukum yang kekuatan berlakunya mengikat semua orang.
3. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan/belum final, yaitu keputusan
pejabat/ badan hukum TUN yang untuk dapat berlaku masih membutuhkan
persetujuan dari atasan.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

13

4. Keputusan yang dikeluarkan berdasarkan KUHP/KUHAP/peraturan pidana lainnya.
5. Keputusan yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan, misal;
izin penyitaan, dsb.
6. Hal-hal yang berkaitan dengan TUN di bidang militer (masih perlu dikaji), misal;
pemecatan KASAD.

KOMPETENSI MENGADILI



Kompetensi mengadili diatur dalam UU No. 14 Tahun 1970, terdiri dari :
1. Kompetensi relatif,
Adalah kewenangan yang didasarkan pada lingkup sama mana yang berhak
mengadili (pengadilan yang masih dalam satu lingkup peradilan yang sama);
lingkup peradilan yang sama, misal; Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi pada
lingkup Peradilan Umum.
2. Kompetensi absolut,
Adalah kewenangan yang didasarkan pada lingkup peradilan yang berbeda mana
berhak mengadili, lingkup peradilan berbeda, antara lain; Peradilan Umum,




Peradilan Agama, Peradilan Militer, atau peradilan TUN.
Berdasarkan pasal 47 UU PTUN, Pengadilan TUN bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN.
Dalam hal berkaitan dengan perburuhan, maka sengketa dalam perburuhan
diselesaikan melalui :
-

P4P (dipusat),

-

P4D (didaerah).

-

Kalau tidak bisa → Depnaker dengan mengeluarkan SK → Pengadilan TUN
(tingkat banding) dengan menggugat SK-nya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

14

REFERENSl








Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi Negara
(HAPLA), oleh Dr. Sjachran Basah, S.H.,CN.,
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, oleh R. Soegijatno
Tjakranegara, S.H.,
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, oleh Zainal Harahap, S.H.,
Mengenal Peradilan Tata Usaha Negara, oleh Prof. B. Lopa, S.H., dan Dr. A. Hamzah,
S.H.
Dll.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005
Campus in Compact – Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

15