JURNAL PENELITIAN KARAKTERISTIK KONDISI (1)

JURNAL PENELITIAN
KARAKTERISTIK KONDISI RUMAH PENDERITA KUSTA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TURIKALE
DAN MANDAI KABUPATEN MAROS

Penulis
Syamsir 1
Makmur Selomo 1
Erniwati Ibrahim 1

1

Bagian Kesehatan Lingkungan FKM Unhas, Makassar

Alamat Koresponden
Syamsir
(Bumi Sudiang Permai Blok L 21 B, Kota Makassar)
Email : syamsir_fkm08@yahoo.com

BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013

JURNAL PENELITIAN
KARAKTERISTIK KONDISI RUMAH PENDERITA KUSTA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TURIKALE
DAN MANDAI KABUPATEN MAROS

Penulis
Syamsir 1
Makmur Selomo 1
Erniwati Ibrahim 1

1

Bagian Kesehatan Lingkungan FKM Unhas, Makassar

Alamat Koresponden
Syamsir
(Bumi Sudiang Permai Blok L 21 B, Kota Makassar)

Email : syamsir_fkm08@yahoo.com

BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013

KARAKTERISTIK KONDISI RUMAH PENDERITA KUSTA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TURIKALE
DAN MANDAI KABUPATEN MAROS
“Characteristic of the house condition of leprosy patients in the work area of Turikale and Mandai Health centers
in the Maros Regency”
ABSTRACT
Background: Subdistrict in which we find the most leprosy patients in Maros Regency are in Turikale, Mandai,
Bantimurung and Barandasi. Numbers of leprosy patients in the year of 2009-2012 in Turikale Subdistrict are 11
MB leprosy patients and 4 PB leprosy patients. In Mandai Subdistrict there are as much as 5 MB leprosy patients.
Objectives: This study aims to identify characteristics of the house condition of leprosy patients in the work area
of Turikale and Mandai Health Centers.
Methods: This research uses an observational descriptive approach. The population in this study is the house of
leprosy patients in the work area of Turikale and Mandai Health Centers. This research uses exhaustive sampling,

which examines all of the house of leprosy patients in the work area of Turikale and Mandai Health Centers.
Result: The results of this study indicate that all vents of the house of leprosy patients studied do not qualify, the
potential moisture for Mycobacterium Leprae proliferation by 10%. Natural lighting of the house of leprosy
patients do not qualify as much as 50 %, the temperature of the house of leprosy patients for Mycobacterium
Leprae proliferation by 30%.
Conclusion: This study concluded that characteristics of the house condition of leprosy patients in the work area
of Turikale and Mandai Health Centers largely do not qualify as to support Mycobacterium Leprae proliferation
Keyword: Leprosy patients, Characteristic of the house condition
ABSTRAK
Latar Belakang: Kecamatan yang memiliki penderita kusta terbanyak di Kabupaten Maros yaitu Turikale,
Mandai, Bantimurung dan Barandasi. Jumlah penderita Kusta pada tahun 2009-2012 di Kecamatan Turikale
sebanyak 11 penderita Kusta MB dan 4 penderita Kusta PB. Kecamatan Mandai sebanyak 5 penderita Kusta MB.
Objektif: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kondisi rumah penderita Kusta di wilayah kerja
Puskesmas Turikale dan Mandai.
Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini
adalah rumah penderita Kusta yang berada di wilayah kerja di Puskesmas Turikale dan Mandai. Penelitian ini
menggunakan exhaustive sampling, yaitu dengan meneliti semua rumah penderita Kusta yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Turikale dan Mandai
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan, semua ventilasi rumah penderita Kusta yang diteliti tidak memenuhi
syarat, kelembaban rumah yang berpotensi baik untuk perkembangbiakan Mycobacterium leprae sebesar 10 %.

Pencahayaan alami rumah penderita Kusta yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 50 %, Suhu rumah
penderita Kusta yang baik untuk perkembanganbiakan Mycobacterium leprae sebesar 30 %.
Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan, karakteristik kondisi rumah penderita Kusta di wilayah kerja
Puskesmas Turikale dan Mandai sebagian besar tidak memenuhi syarat sehingga dapat mendukung
perkembanganbiakan Mycobaterium leprae.
Kata kunci : Penderita Kusta, Karakteristik kondisi rumah

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama

: Syamsir

Alamat

: Bumi Sudiang Permai Blok L 21 B

Tempat,Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 21 Februari 1989
Agama

: Islam


Suku

: Bugis

Bangsa

: Indonesia

Riwayat Pendidikan :

:

1. SD Negeri 1 Takkalasi Tahun 1994
2. SMP Negeri 1 Balusu Tahun 2001
3. SMA Negeri 1 Soppeng Riaja Tahun 2004
4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Tahun 2008
Organisasi :
1. Ketua Umum UKM LDK MPM Unhas (Periode 1433-1434 H/2012-2013 M)
2. Ketua Umum Study Club Al-‘Aafiyah FKM Unhas (Periode 1432-1433 H/2011-2012 M)

3. Koordinator Divisi Litbang Forum Komunikasi Mahasiswa Kesehatan Lingkungan
(Periode 2011-2012)

A. Pendahuluan
Penyakit kusta apabila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan yang
sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan seutuhnya. Masalah yang
dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya masalah
psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini warga masyarakat berupaya
menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai
efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah
tersebut dapat mengakibatkan penderita Kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya
dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan
masyarakat. Bahkan, Penyakit Kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga
termasuk

sebagian

petugas

kesehatan.


Hal

ini

disebabkan

masih

kurangnya

pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang
ditimbulkannya.
Kusta pada umumnya terdapat di negara-negara yang sedang berkembang sebagai
akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang
memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial ekonomi pada
masyarakat.8
Pada tahun 1997 jumlah penderita Kusta didunia diperkirakan oleh WHO mencapai
1,15 juta kasus. Angka prevalensi lebih dari 5/1000 biasanya ditemukan di pedesaan
daerah tropis dan sub tropis. Wilayah endemis utama penyakit ini berada di Asia Selatan

dan Asia Tenggara, termasuk Filipina, Indonesia, Papua Nugini, beberapa Kepulauan
Pasifik, Banglades, Myanmar (Birma), Afrika tropis, dan beberapa daerah di Amerika
Latin. Angka yang dilaporkan di Negara-negara Amerika bervariasi antara < 0,1 sampai 14

per 10.000. Kasus yang terbaru yang ditemukan di AS utamanya berasal dari Caifornia,
Florida, Hawaii, Lousiana, Texas, dan New York City, dan di Puerto Rico. Hampir seluruh
kasus ini ditemukan pada para imigran dan pengungsi yang telah tertular di negara asal
mereka. Meskipun demikian penyakit ini menjadi endemis di California, Hawai, Texas dan
Puerto Rico.6
Tercatat 19 provinsi di Indonesia telah mencapai eliminasi Kusta dengan angka
penemuan kasus kurang dari 10 per 100.000 populasi, atau kurang dari 1.000 kasus per
tahun. Sampai akhir 2009 tercatat 17.260 kasus baru kusta di Indonesia dan telah diobati.
Saat ini tinggal 150 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi. Sebanyak 1.500-1.700
(10%) kasus kecacatan tingkat II ditemukan setiap tahunnya. Sekitar 14.000 (80%) adalah
kasus kusta MB, sedangkan sekitar 1500-1800 kasus merupakan kasus pada anak.20
Jumlah penderita kusta yang terdaftar di Sulsel pada tahun 2008 sebanyak 2.770
orang yaitu penderita PB (Pausi Basiler) sebanyak 839, penderita Multi Basiler (MB)
sebanyak 987 orang dan penderita RFT PB sebanyak 486 orang dan RFT MB sebanyak
458 orang. pada tahun 2009 tercatat sebanyak 1.495 penderita yang terdiri dari penderita
PB sebanyak 451 dan MB sebanyak 1.044 orang. Sedangkan pada tahun 2010 bila di

bandingkan pada tahun sebelumnya mengalami penurunan yaitu penderita Kusta PB
sebanyak 143 penderita, penderita MB sebanyak 539 penderita.8
Kuman Kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sifatnya kronis dan dapat menimbulkan
masalah yang komplek. Penyebab penyakit kusta ialah suatu kuman yang disebut
Mycobaterium leprae (M.Leprae). Sumber penularan penyakit ini adalah penderita kusta
multi basilet (MB) atau kusta basah. Penderita Kusta di Indonesia terdapat hampir

diseluruh daerah dengan penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan, di Indonesia
bagian Timur terdapat angka kesakitan kusta yang lebih tinggi. Penderita Kusta 90%
tinggal diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal di rumah
sakit Kusta, koloni penampungan atau perkampungan Kusta. Potensi penularan penyakit
Kusta di rumah tempat tinggal mereka sangat besar. Apalagi kondisi rumah penderita
Kusta yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat memudahkan penularan M.Leprae.
Penularan Kusta dapat disebabkan faktor orang, tempat dan waktu. Pada sebuah
Penelitian tentang gambaran perderita Kusta berdasarkan karakteristik orang, tempat dan
waktu terdiagnosa dari penderita kusta di wilayah Kabupaten Demak, Jawa Tengah
menunjukkan bahwa karakteristik penderita Kusta banyak yang berjenis kelamin laki-laki
(59,1%), berasal dari kelompok umur 35-4 tahun (25,8%), pekerjaan petani (37,9%),
pendidikan tamat SD (56,1%), penghasilan kurang dari Rp.400.000,-(80,3%), ditemukan

kontak serumah (10,6%), sebagian besar penderita kusta tinggal di desa (98,5%),
mempunyai kesehatan lingkungan kurang (63,6%) dan sebagian besar terdiagnosa pada
bulan Desamber (22,7%).27
Sebuah penelitian tentang kodisi fisik rumah penderita Kusta di wilayah kerja
Puskesmas Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur menunjukkan distribusi
tertinggi untuk luas ventilasi ruang tamu berada pada ruang tamu yang memenuhi syarat
sebanyak 7 (70%) sedangkan ventilasi ruang tamu tidak memenuhi syarat sebanyak 3
(30%). Selain itu, luas ventilasi kamar tidur yang paling banyak di temukan di rumah
penderita yaitu berada pada ventilasi tidak memenuhi syarat sebanyak 6 (60%) Sedangkan
untuk ventilasi rumah memenuhi syarat sebanyak 4 (40%). Dampak dari ventilasi yang
tidak memenuhi syarat yaitu pertukaran oksigen didalam rumah dapat berkurang sehingga

dapat menyebabkan penyakit yang dapat menular lewat udara tertular dengan orang
serumah dengan penderita. Dengan adanya ventilasi serta digunakan sesuai peruntukannya
maka sinar matahari serta udara dapat masuk maka sehingga dapat mencegah pertumbuhan
bakteri. 14
Penelitian lain tentang Kusta di Kabupaten Pemalang yang merupakan daerah
dengan endemik kusta tinggi (PR>1/10.000 penduduk) dengan (CDR=0,5 per 10.000
penduduk). Adapun variabel yang teliti yaitu jenis lantai rumah, luas ventilasi kamar tidur
dan ruang keluarga, pencahayaan alami dalam kamar tidur dan ruang keluarga,

kelembaban kamar tidur dan ruang keluarga, suhu kamar tidur dan ruang keluarga dan
kepadatan hunian kamar tidur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah variabel yang
berpengaruh terhadap kejadian kusta yaitu jenis lantai rumah.22
Berdasarkan data kusta di Kabupaten Maros, kecamatan yang memiliki penderita
kusta terbanyak yaitu Turikale, Mandai, Bantimurung dan Barandasi. Pada penelitian ini,
kami meneliti di Kecamatan Turikale dan Mandai. Jumlah penderita Kusta pada tahun
2009-2012 di Kecamatan Turikale sebanyak 11 penderita Kusta MB dan 4 penderita Kusta
PB. Kecamatan Mandai sebanyak 5 penderita Kusta MB.

.

B. Bahan dan Metode
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah wilayah kerja Puskesmas Turikale dan Mandai
Kabupaten Maros. Kedua kecamatan ini memiliki penderita Kusta yang tertinggi di
Kabupaten Maros.
Puskesmas Turikale terletak di Kecamatan Turikale. Luas Kecamatan Turikale
sebesar 2.993 Ha. Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Turikale, maka dapat

dikatakan cukup memadai. Dari tujuh kelurahan yang ada telah terdapat satu buah
puskesmas/pustu dan satu buah rumah sakit. Keberadaan dokter praktek sebanyak 10
orang, pramedis 7 orang, bidan 13 oang dan dukun bayi yang menangani proses kelahiran
sebanyak 7 orang yang tersebar di seluruh kelurahan (Turikale, 2007). Wilayah kerja
Puskesmas Turikale terdiri dari 7 Kelurahan, yaitu Boribellayya, Raya, Turikale,
Pettuadae, Adatongeng, Taroada, Aliri Tengngae.
Adapun batas wilayahnya yaitu :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecematan Lau dan Kecematan Bantimurung
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bantimurung dan Kecamatan Simbang
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Mandai
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecematan Maros baru dan Kecemtan Lau
Puskesmas Mandai terletak di Kecamatan Mandai. Luas Kecamatan Mandai
sebesar

Wilayah kerja Puskesmas Mandai terdiri

yaitu Kelurahan Hasanuddin, Kelurahan Bontoa, Desa Tenri. Adapun batas wilayahnya
yaitu :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Maros Baru
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecematan Tanralili
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moncongloe dan Kabupaten Gowa
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Marusu dan Kota Makassar
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Oktober 2012 di dua area puskesmas
tersebut secara bersamaan.

Jenis Penelitian, Populasi, dan Sampel Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan tujuan utama
untuk membuat gambaran atau deskrepsi tentang suatu keadaan secara objektif. Selain itu
metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan
yang sedang dihadapi pada situasi sekarang.
Populasi dalam penelitian ini adalah rumah penderita Kusta yang berada di wilayah
kerja di Puskesmas

Turikale dan Mandai. Jumlah penderita Kusta di wilayah kerja

Puskesmas Turikale sebanyak 15 pasien. Sedangkan jumlah penderita di wilayah kerja
Puskesmas Mandai sebanyak 5 pasien.
Penelitian ini menggunakan exhaustive sampling, yaitu dengan meneliti semua
rumah penderita Kusta yang berada di wilayah kerja Puskesmas Turikale dan Manda
Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
data primer dan data sekunder
1. Data Primer
Data Primer diperoleh dengan melakukan pemeriksaan kondisi rumah penderita Kusta
berdasarkan variabel yang diteliti.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data primer dengan melakukan
pemeriksaan kondisi rumah penderita kusta dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Untuk memudahkan pengumpulan data maka digunakan lembar observasi yang
berisi variable yang diteliti yaitu luas ventilasi dan lantai, kelembaban,
pencahayaan, dan suhu

b. Data tentang luas ventilasi rumah dibandingkan dengan luas lantainya
c. Data tentang kelembaban diperoleh dengan melakukan pengukuran menggunakan
alat Hygrometer HT-3009.
d. Data tentang intensitas pencahayaan diperoleh dengan melakukan pengukuran
dengan menggunakan alat Lux meter.
e. Data tentang suhu diperoleh dengan menggunakan termometer
2. Data Sekunder
Data sekunder dari Puskesmas Turikale dan Mandai Kabupaten Maros berupa
alamat penderita Kusta.

C. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Turikale dan Mandai. Pengumpulan data
dilakukan dari tanggal 1 April sampai dengan 26 Oktober 2012. Pengambian data dimulai
dari jam 09:00-12:00. Cuaca saat pengambilan data cukup cerah.
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kondisi rumah penderita
Kusta

dengan

mengukur

suhu

dan

kelembaban

dengan

menggunakan

alat

hygrothermometer, luas ventilasi dan lantai dengan meteran, dan pencahayaan dengan
menggunakan lux meter. Bagian rumah yang diukur yaitu ruangan yang paling sering
ditempati penderita Kusta saat berada dalam rumah.
Data variabel yang diukur dituliskan di lembar observasi. Sampel dalam penelitian
ini diambil dengan teknik exchaustive sampling, maka jumlah sampel pada penelitian ini
adalah seluruh jumlah populasi yaitu sebanyak 20 rumah penderita kusta yang terdaftar
Puskesmas Turikale dan Puskesmas Mandai. Namun dalam pelaksanaan penelitian ini
hanya 10 rumah penderita Kusta yang dapat didata oleh peneliti. Sebanyak 8 rumah di

wilayah kerja Puskesmas Turikale dan 2 rumah di wilayah kerja Puskesmas Mandai.
Penyebab tidak semua sampel dapat didata karena alamat penderita Kusta dari puskesmas
yang tidak lengkap dan beberapa penderita Kusta yang sudah pindah rumah serta ada
penderita Kusta yang tidak mau didata.
Dalam penelitian ini distribusi variabel responden yang diambil adalah karakteristik
dari sampel yang antara lain umur, ventilasi, suhu, kelembaban, dan pencahayaan yang
distribusikan sebagai berikut :
1. Distribusi penderita Kusta berdasarkan umur
Berdasarkan data dari Puskesmas Turikale dan Mandai diperoleh distribusi
penderita Kusta menurut umur menunjukkan bahwa kelompok umur yang terbanyak
pada penelitian ini yaitu kelompok dewasa sebanyak 64,3 % penderita Kusta di wilayah
Puskesmas Turikale dan 60 % penderita Kusta di wilayah Puskesmas Mandai.
2. Distribusi penderita Kusta berdasarkan ventilasi
Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh gambaran ventilasi udara rumah
penderita Kusta di wilayah Puskesmas Turikale dan Mandai bahwa semua ventilasi
rumah penderita Kusta di wilayah Puskesmas Turikale dan Mandai tidak memenuhi
syarat. Peneliti mengambil data luas ventilasi dan luas lantai rumah sebanyak 10 rumah
penderita Kusta. Hasil luas ventilasi rumah penderita Kusta yang didapat berkisar 0,3
m2-0,8 m2 sedangkan luas lantai rumah penderita Kusta yang didapat berkisar 15 m2 –
85,2 m2. Dapat disimpulkan bahwa semua luas ventilasi rumah penderita Kusta yang
diteliti kurang dari 15% dari luas lantai sehingga karakteristik ventilasi rumah tersebut
tidak memenuhi syarat rumah sehat.

3. Distribusi penderita Kusta berdasarkan suhu
Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh suhu udara rumah penderita Kusta
di wilayah Puskesmas Turikale yang baik untuk perkembanganbiakan Mycobacterium
leprae bahwa terdapat 30% sedangkan suhu yang tidak baik untuk perkembangbiakan
Mycobacterium leprae sebesar 70%. Adapun Suhu udara rumah penderita Kusta di
wilayah Puskesmas Mandai, semua tidak baik untuk perkembangbiakan Mycobacterium
leprae.
4. Distribusi penderita Kusta berdasarkan kelembaban
Berdasarkan data dari Puskesmas Turikale dan Mandai diperoleh distribusi
rumah berdasarkan kelembaban menunjukkan bahwa distribusi tertinggi untuk rumah
penderita Kusta berdasarkan kelembaban yaitu kelembaban rumah yang tidak
berpotensi untuk perkembangbiakan Mycobacterium leprae yaitu sebanyak 87,5%
rumah penderita Kusta di wilayah kerja Puskesmas Turikale dan semua rumah penderita
Kusta di wilayah kerja Puskesmas Mandai
5. Distribusi penderita Kusta berdasarkan pencahayaan
Berdasarkan data dari Puskesmas Turikale dan Mandai diperoleh distribusi
rumah berdasarkan pencahayaan menunjukkan bahwa distribusi rumah penderita Kusta
berdasarkan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 37,5 % rumah
penderita Kusta di wilayah kerja Puskesmas Turikale dan semua rumah penderita Kusta
di wilayah kerja Puskesmas Mandai. Sedangkan rumah penderita Kusta berdasarkan
pencahayaan yang memenuhi syarat sebanyak 50 % rumah di wilayah kerja Puskesmas
Turikale.

D. Pembahasan
1. Ventilasi
Hasil penelitian yang dilakukan peneliti diperoleh hasil bahwa semua ventilasi
rumah penderita Kusta di wilayah Puskesmas Turikale dan Mandai tidak memenuhi
syarat karena semua luas ventilasi rumah penderita Kusta yang diteliti kurang dari 15%
dari luas lantai. Selain itu, berdasarkan observasi peneliti sebagian besar rumah
penderita Kusta memiliki jumlah jendela yang kecil dan sedikit, bahkan ada satu rumah
penderita Kusta yang tidak memiliki jendela.
Pada sebuah penelitian tentang Kusta di Pulau Barrang Lompo dan Pulau
Lumu-lumu Kota Makassar menunjukkan bahwa ventilasi rumah yg tidak memenuhi
syarat disebabkan karena ukuran ventilasi rumah responden yang kecil dan jumlahnya
sedikit sehingga udara tidak dapat bertukar dan masuk kedalam ruangan. Selain itu,
diketahui bahwa responden juga jarang membuka seluruh ventilasinya pada saat pagi
hari dan membukanya pada saat udara mulai terasa panas. Hal inilah yang
menyebabkan kuman yang dikeluarkan oleh penderita dapat tinggal lebih lama dalam
ruangan atau kamar sehingga orang yang sehat sangat memungkinkan terjangkit
penyakit kusta.23
Selain itu, penelitian lain tentang gambaran kondisi lingkungan rumah tangga
penderita Kusta di Kabupaten Bulukumba juga menunjukkan bahwa luas ventilasi yang
tidak memenuhi syarat disebabkan karena ada beberapa ventilasi dirumah responden
yang ukurannya kecil dan jumlahya sedikit, sehingga udara tidak dapat bertukar dan
masuk kedalam ruangan untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar
dan baik bagi responden.24

Rumah yang sehat harus memungkinkan pertukaran udara dengan luar rumah.
Karena itu, rumah harus dilengkapi dengan ventilasi yang cukup. Ventilasi menjadi
persyaratan mutlak suatu rumah sehat karena fungsinya yang sangat penting. Pertama,
untuk menjaga agar udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Dampak ventilasi rumah
yang tidak memenuhi syarat maka ruangan mengalami kekurangan O2 dan bersamaan
dengan itu kadar CO2 yang bersifat racun meningkat. Kedua, aliran udara yang terus
menerus dapat membebaskan udara dalam ruangan dari bakteri-bakteri pathogen.
Dampak ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat maka mengakibatkan berkembang
biaknya bakteri-bakteri termasuk M.Leprae yang dapat tertular melalui udara
M.Leprae dikeluarkan oleh penderita Kusta pada saat berbicara, batuk dan
bersin sebesar 110.000 basil sehingga apabila sirkulasi udara tidak baik maka dapat
memudahkan penularan M.Leprae melalui udara masuk ke hidung orang serumah
dengan penderita. Apalagi terpapar dalam jangka waktu yang lama.
Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan
kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk
tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis.
17

Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan
terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam
rumah, akibatnya bakteri-bakteri patogen yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar
dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.

2. Suhu
Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh suhu udara rumah penderita Kusta
di wilayah Puskesmas Turikale yang baik untuk perkembanganbiakan Mycobacterium
leprae bahwa terdapat 30% rumah.
Penelitian tentang Mycobacterium leprae menunjukkan bahwa adanya korelasi
antara suhu dengan penularan kuman penyakit seperti Mycobacterium leprae yaitu dua
kali lebih berisiko dibandingkan dengan suhu rumah yang memenuhi tidak syarat
kesehatan.10
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan optimum basil
M.Leprae pada temperatur 27-30 oC (Amiruddin, 2003). Selain itu dalam Permenkes
(2011), faktor iklim sangat penting bagi Mycobacterium leprae dalam bertahan hidup di
luar tubuh manusia. Suhu yang optimal Mycobacterium leprae dapat tumbuh dengan
baik yaitu suhu 27 ºC – 30 ºC.
Seseorang serumah dengan penderita Kusta yang kondisi suhu rumahnya baik
untuk perkembangkan basil M.Leprae maka peluang untuk tertular sangat besar.
Apalagi frekuensi paparan yang lama dan terus menerus akan mempercepat penularan
basil M.Leprae.
Penelitian yang menguatkan bahwa penularan Mycobacterium leprae dapat
terjadi pada orang serumah dengan penderita Kusta dan sering bersama-sama dalam
jangka waktu yang lama yaitu penelitian yang diadakan di Kecamatan Tamalate
Makassar pada tahun 2012. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel kontak
fisik menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 43 responden atau sebesar
84,3% yang beresiko tinggi tertular Kusta melalui kontak fisik. Sedangkan sisanya yaitu

sebanyak 8 responden atau sebesar 15.7% adalah beresiko rendah tertular kusta melalui
kontak fisik. Kontak fisik yang sering dilakukan responden adalah kontak kulit dan
berbicara dengan penderita.26
3. Kelembaban
Kelembaban udara didalam ruangan dipengaruhi oleh luas ventilasi dan
banyaknya cahaya matahari yang masuk kedalam ruangan. Kurangnnya ventilasi udara
akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena rendahnya cahaya
matahari yang masuk dan terjadinya proses penguapan cairan dari kulit penyerapan.
Sehingga dapat mempengaruhi kelembaban dalam ruangan.24
Berdasarkan observasi peneliti, sebagian besar rumah penderita Kusta di
wilayah kerja Puskesmas Turikale dan Mandai memiliki jumlah ventilasi lebih dari 5
ventilasi dengan luas yang cukup besar sehingga intensitas cahaya matahari yang masuk
dalam ruangan cukup baik. Sehingga kondisi kelembaban rumah penderita Kusta yang
diteliti sebagian besar memenuhi syarat.
Sebuah penelitian lain tentang gambaran lingkungan rumah tangga penderita
Kusta di Kabupaten Bulukumba menunjukkan bahwa tingkat kelembaban rumah yang
tidak berpotensi untuk perkembangan Mycobacterium leprae lebih besar dibandingkan
yang berpotensi untuk perkembangan Mycobacterium leprae. Rumah yang tidak
berpotensi untuk perkembangan Mycobacterium leprae sebesar 60,9%

sedangkan

rumah yang berpotensi untuk perkembangan Mycobacterium leprae sebesar 39%.24
Namun rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat
kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket,

ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui
udara. Selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung
menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme.17
Hal didukung sebuah penelitian tentang penderita Kusta di Kecamatan
Tamalate Kota Makassar menunjukkan bahwa dari 51 orang responden terdapat 50
responden atau sebesar 98% yang kelembaban rumahnya berpotensi untuk
perkembangbiakan kuman kusta.26
4. Pencahayaan
Hasil penelitian yang dilakukan peneliti diperoleh hasil bahwa distribusi rumah
penderita Kusta berdasarkan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak
37,5 % rumah penderita Kusta di wilayah kerja Puskesmas Turikale dan semua rumah
penderita Kusta di wilayah kerja Puskesmas Mandai. Selain itu, pengamatan peneliti
pada pencahayaan rumah penderita Kusta yang diteliti, beberapa terlihat gelap. Padahal
rumah yang ditempati harus cahaya yang masuk ke dalam rumah dalam jumlah yang
cukup. Jika ruangan dalam rumah kurang cahaya, maka udara dalam ruangan akan
menjadi media bibit-bibit penyakit. Cahaya matahari harus masuk dalam rumah karena
dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang
cukup sehat seyogyanya harus mempunyai jalan masuk yang cukup (jendela).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cahaya matahari mempunyai sifat
membunuh bakteri, terutama kuman mycobacterium tuberculosa (Lubis dan
Notoatmodjo, 2003). Selain itu, menurut Depkes RI (2002), kuman tuberkulosa hanya
dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar
pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadp kejadian tuberkulosis. kuman

mycobacterium tuberculosa akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari; oleh
tinctura iodii selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80% dalam waktu 2-10 menit serta
mati oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Menurut Atmosukarto & Soeswati (2000),
rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7
kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari
Rumah

yang

memiliki

perkembangbiakan basil M.Leprae

pencahyaan

yang

kurang

dapat

menunjang

keluar dari penderita Kusta melalui kulit dan

mukosa hidung. Mukosa hidung melepaskan paling banyak M.Leprae dimana mampu
melepaskan 10 miliar organisme hidup perhari dan mampu hidup lama diluar tubuh
manusia sekitar 7-9 hari di daerah tropis.
.
E. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Kondisi ventilasi udara rumah penderita Kusta di wilayah kerja Puskesmas Turikale dan
Mandai Kabupaten Maros menunjukkan bahwa semua ventilasi rumah penderita Kusta
yang diteliti tidak memenuhi syarat.
2. Kelembaban rumah penderita Kusta menunjukkan bahwa kelembaban rumah yang tidak
berpotensi untuk perkembangbiakan Mycobacterium leprae yaitu 87,5% rumah
penderita Kusta di wilayah kerja Puskesmas Turikale dan semua rumah penderita Kusta
di wilayah kerja Puskesmas Mandai
3. Pencahayaan alami rumah penderita Kusta menunjukkan bahwa distribusi rumah
penderita Kusta berdasarkan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak

37,5 % rumah penderita Kusta di wilayah kerja Puskesmas Turikale dan semua rumah
penderita Kusta di wilayah kerja Puskesmas Mandai. Sedangkan rumah penderita Kusta
berdasarkan pencahayaan yang memenuhi syarat sebanyak 50 % rumah di wilayah kerja
Puskesmas Turikale.
4. Suhu rumah penderita penyakit Kusta wilayah kerja Puskesmas Turikale dan Mandai
Kabupaten Maros menunjukkan bahwa suhu udara rumah penderita Kusta di wilayah
Puskesmas Turikale yang baik untuk perkembanganbiakan Mycobacterium leprae
bahwa terdapat 30% sedangkan suhu yang tidak baik untuk perkembangbiakan
Mycobacterium leprae sebesar 70%. Adapun Suhu udara rumah penderita Kusta di
wilayah Puskesmas Mandai, semua tidak baik untuk perkembangbiakan Mycobacterium
leprae
Saran
Adapun saran pada penelitian tentang karakteristik kondisi rumah penderita Kusta di
wilayah kerja Puskesmas Turikale dan Mandai Kabupaten Maros sebagai berikut
1. Data Kusta di puskesmas harus lengkap sehingga apabila ada penelitian tentang Kusta
dapat memudahkan peneliti
2. Dinas kesehatan harus memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait penularan
Kusta di rumah sehingga mencegah penularan basil M.Leprae di rumah
3. Semoga penelitian dapat dilanjutkan untuk mengetahui faktor – faktor lain yag dapat
menularkan penyakit Kusta
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kondisi rumah penderita Kusta yang
berhubungan dengan kejadian Kusta dengan variabel lain

F. Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam pelaksanaan penelitian ini, yakni pembimbing yang telah meluangkan waktu serta
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi peneliti, petugas Puskesmas Turikale dan
Mandai yang telah membantu dalam pengumpulan data penderita Kusta.

DAFTAR PUSTAKA
1. Amiruddin, D. 2003. Ilmu Penyakit Kusta. Hasanuddin University Press. Makassar
2. Anonim. 2011. Peta Kecamatan di Kabupaten Maros. (Online), http://desnantaratamasya.blogspot.com/2011/10/peta-kecamatan-kecamatan-di-kabupaten_03.html
[diakses 26 November 2012]
3. Awaluddin. 2 0 0 4 . Beberapa Faktor Risiko Kontak dengan Penderita Kusta
dan Lingkungan yang Berpengaruh terhadap Kejadian Kusta pada Anak (Studi Kasus
terhadap Penderita Kusta pada Anak di Puskesmas wilayah Kabupaten Brebes).
Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro
4. BSN, 2004. Pengukuran intensitas penerangan di tempat kerja. Badan Standarisasi
Nasional
5. Cahyanti, T. 2010. Kenali Penyakit Kusta Lebih Dekat. (Online)
http://puskesmaskutasatu.com/artikel/kenali%20penyakit%20kusta%20lebih%20dekat.h
tm [ diakses 12 Mei 2013]
6. Chin, J., Kandun, N.I (penterjamah). 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Kusta
Edisi 17. Ditjen PPM-PL
7. Departemen Kesehatan RI. 1989. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.
Jakarta: Depkes RI
8. Dinkes Sul-sel. 2011. Pelatihan Program P2 Kusta bagi Dokter UPK Provinsi Sulawesi
Selatan.
(Online),
http://dinkessulsel.go.id/new/index.php?option=com_content&task=view&id=621&Itemid=1
[diakses 19 September 2011]
9. Ditjen
PP&PL
Depkes
RI.
2010.
Kusta,
(Online),
(http://www.penyakitmenular.info/def_menu.asp?menuID=16&menuType=1&SubID=
2&DetId=452 [diakses 19 September 2011]
10. Fatimah, S. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan dengan
Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja,
Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari). (Online) Semarang: Program Pascasarjana
Universitas Dipenogoro
11. Hiswani. 2001. Kusta Salah Satu Penyakit Menular Yang Masih di Jumpai di
Indonesia. (Online) Medan: Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara [15
September 2011]
12. Kecamatan Turikale. 2007. Profil Kecamatan Turikale Kabupaten Maros. (Online),
http://bontoa.maroskab.go.id/kondisi-geografis-kecamatan-bontoa
[diakseskan
26
November 2012 ]
13. Keman. S. 2005. Kesehatan Perumahan Dan Lingkungan Pemukiman. Bagian
Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Airlangga
14. Makinan, A. 2012. Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah Penderita Kusta Di Wilayah
Puskesmas Nuangan Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.
(Online), http://ejurnal.fikk.ung.ac.id/index.php/PHJ/article/view/183
[diakses 10 desember 2012]
15. News Medical. 2012. Apa Kusta ?. (Online) http://www.news-medical.net/health/Whatis-Leprosy-%28Indonesian%29.aspx [diakses 12 Mei 2013]
16. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan seni. Rineka Cipta:
Jakarta

17. Nurhidayah, I. Lukman, M dan Rakhmawati, W. 2007. Hubungan Antara Karakteristik
Lingkungan Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis (TB) pada Anak di Kecematan
Paseh Kabupaten Sumedang. Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Padjajaran: Bandung
18. Pudjiastuti, L, Rendra, S, Santosa, H. 1998, Kualitas Udara Dalam Ruang. Direktoral
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
19. Puskesmas Tanjungreja Kudus. 2013. (Online)
http://www.puskesmastanjungrejo.web.id/index.php?option=com_content&view=articl
e&id=81:apa-penyakit-kusta-itu-&catid=79:penyakit-diare [diakses 12 Mei 2013]
20. Puskom Publik Sekjen Kementerian Kesehatan RI, 2011. Menkes Canangkan Tahun
Pencegahan Cacat Akibat Kusta (Online),
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1391-menkes-canangkan-tahunpencegahan-cacat-akibat-kusta.html [diakses 15 maret 2012]
21. Peraturan Menteri Kesehatan., 2011. Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang
Rumah. (Online).
h p://www.hukor.depkes.go.id/?dokumen=global&search=1&field=produk_hukum.tentang&t
arget1=pedoman%20penyehatan%20udara%20dalam%20ruang%20rumah&exact=[diakses

10 desember 2012]
22. Raharjati, E. G. 2009. Hubungan Karakteristik Rumah dengan Kejadian Kusta
(Morbus Hansen) pada Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Taman Kabupaten
Pemalang. (online). http://eprints.undip.ac.id/30630/1/3716.pdf [diakses 10 desember
2012]
23. Samad, A.S., 2012. Gambaran Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Kusta di
Pulau Barrang Lompo dan Pulau Lumu-Lumu Kota Makassar. FKM Unhas: Makassar
24. Suryanto, M. 2012. Gambaran Kondisi Lingkungan Rumah Tangga dan Pengetahuan
Penderita Kusta di Kabupaten Bulukumba. FKM Unhas: Makassar
25. Susanto, N. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecacatan
Penderita Kusta (Kajian di Kabupaten Sukoharjo). Yogyakatra : Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada
26. Utama, D. A,. 2012. Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Penderita Kusta di
Kecamatan Tamalate Kota Makassar. FKM Unhas: Makassar
27. Watjito. 2003. Studi Epidemiologi Deskriptif Penderita Kusta di Wilayah Kabupaten
Demak Tahun 2003. Skripsi tidak diterbitkan.
28. Zulkifli. 2003. Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya. Skripsi tidak
diterbitkan. Medan: Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara

Lampiran
Tabel 1
Distribusi Penderita Kusta Berdasarkan Umur di Wiayah Puskesmas
Turikale dan Mandai Kabupaten Maros Tahun 2012

Kelompok Umur (Tahun)
Remaja (12-25)
Dewasa (26-45)
Lanjut Usia (46-65)
Manula ( > 65)

Jumlah
Puskesmas
Turikale
n
%
3
21,5
9
64,3
1
7,1
1
7,1
14
100

Puskesmas
Mandai
N
%
3
60
2
40
5
100

Sumber: data sekunder

Tabel 2
Distribusi Rumah Berdasarkan Kategori Suhu
di Wilayah Kerja Puskesmas Turikale
dan Mandai Kabupaten Maros
Tahun 2012

Suhu Ruangan

Jumlah
Puskesmas Puskesmas
Turikale
Mandai
n
%
N
%

Baik untuk perkembangan Mycobacterium
leprae ( 27 oC – 30 oC )

3

38,5

0

0

5

62,5

2

100

8

100

2

100

Tidak baik untuk perkembangan
Mycobacterium leprae (< 27 oC atau > 30 oC)
Jumlah
Sumber: data primer

Tabel 3
Distribusi Rumah Berdasarkan Kategori Kelembaban
di Wilayah Kerja Puskesmas Turikale
dan Mandai Kabupaten Maros
Tahun 2012

Kelembaban Rumah

Jumlah
Puskesmas Puskesmas
Turikale
Mandai
n
%
n
%

Baik untuk perkembangan Mycobacterium
leprae ( 70 % RH – 90 % RH )

1

12,5

0

0

7

87,5

2

100

8

100

2

100

Tidak baik untuk perkembangan
Mycobacterium leprae ( < 70 % RH atau > 90
% RH )
Jumlah
Sumber: data primer

Tabel 4
Distribusi Rumah Berdasarkan Kategori Pencahayaan
di Wilayah Kerja Puskesmas Turikale
dan Mandai Kabupaten Maros
Tahun 2012

Pencahayaan Rumah
Tidak memenuhi syarat (< 60 Lux)
Memenuhi syarat ( ≥ 60 Lux )
Jumlah
Sumber: data primer

Jumlah
Puskesmas Puskesmas
Turikale
Mandai
n
%
n
%
3
37,5
2
100
5

62,5

0

0

8

100

2

100