pandangan keristen tentang poligami stud

PANDANGAN ETIKA KERISTEN TENTANG
POLIGAMI
MAKALAH ETIKA KRISTEN

Di susun oleh :
ABRAHAM SEMBIRING
NIM : 213510006

TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah initepat pada
waktunya yang membahas tentang PANDANGAN ETIKA KERISTEN TENTANG
POLIGAMI sebagai tugas mata kuliah Etika.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan dan penyempurnaan makalah tentang PANDANGAN ETIKA KERISTEN

TENTANG POLIGAMI.
Dengan ini penulis mempersmbahkan makalah ini dengan penuh rasa terimakasih,
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sekaligus dapat menjadi inspirasi bagi
pembaca.

Medan , 26 maret 2014

i.

DAFTAR ISI

Halaman
KATA
PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1. Latar belakang masalah........................................................................................1
1.2. Tujuan Penelitian..................................................................................................2
1.3. Manfaat penelitian.................................................................................................3
BAB 2. LANDASAN TEORI........................................................................................3

2.1. Pengertian poligami..............................................................................................3
2.2. Jenis poligami.......................................................................................................4
2.3. Poligami menurut agama......................................................................................5
2.3.1. HINDU.....................................................................................................6
2.3.2. BUDHA...................................................................................................7
2.3.3. KRISTIANI..............................................................................................8
2.3.4. ISLAM.....................................................................................................9
2.4. Poligami menurut Mahkamah Konstitusi Indonesia............................................10
2.5. Pandangan alkitab mengenai poligami.................................................................4
2.6. Efek buruk praktek poligami menurut alkitab........................................................5
2.7. Yesus meluruskan poligami..................................................................................6
BAB 3. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................11
4.1. Kesimpulan.........................................................................................................12
4.2. Saran..................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................14

i
BAB 1
PENDAHULUAN


1.1.

LATAR BELAKANG

Berbicara tentang poligami, ini bukan lagi merupakan pembicaraan yang baru di
kenal dan hal yang baru pada kehidupan manusia , akan tetapi masalah poligami
belakangan ini masih saja menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai di
kalangan masyarakat yang menjadi perhatian publik.
Dikalangan agama Kristen, Poligami dilarang. Alkitab Perjanjian Lama menyebutkan
bahwa Allah menciptakan satu pria (Adam) dan satu wanita (Hawa) untuk
melahirkan keturunan. Adanya poligami dicatat dimulai dari anak Kain bernama
Lamech, Kain adalah anak Adam yang berdosa membunuh Habel saudaranya. Jadi
penyimpangan poligami terjadi sejalan dengan penolakan manusia akan firman
Allah. Sekalipun kemudian poligami dipraktekkan juga di kalangan tertentu di Israel,
umumnya bani Israel terlebih setelah pembuangan di Babil menganut monogami.
Umat kristen berada dalam konteks budaya Yahudi (termasuk budaya Yunani &
Romawi) yang bercorak monogami, dan ajaran Yesus dan para rasul juga mengarah
kepada monogami dengan mengacu pada penciptaan Adam dan Hawa, dan
perjodohan merupakan pembentukan satu kesatuan daging yang melibatkan hanya
dua pihak. Waktu itu kawin lagi berarti menceraikan yang pertama, dan Yesus

menyebut kawin lagi sebagai perzinahan (Matius 19:3-9).
Rasul Paulus juga menyebutkan perkawinan sebagai hubungan monogami yang
mencerminkan kesatuan umat dengan Tuhan yang esa. Poligami dan perceraian
adalah percabulan dan karena umat adalah rumah Roh Kudus, maka kita harus
memuliakan Allah dengan tubuh kita (1 Korintus 6:12 – 7:16). Lebih lanjut, rasul
Paulus menggambakrkan pernikahan suami-isteri sebagai bersifat monogami
mengacu pada hubungan Kristus dengan jemaat, dan kasih dan hormat merupakan
penyatu dan dasar kehidupan suami-isteri (Efesus 5:22-33), dan ditengah budaya
dimana ada orang-orang berpoligami dan ada orang-orang bertobat yang semasa
kafir berpoligami, para pemimpin jemaat diharuskan menjadi teladan dengan
beristeri satu saja (1 Timotius 3:2)

1.2.

Tujuan penulisan


Dengan memahami alkitab dengan benar kita dapat menghargai
makna perkawinan yang sesungguhnya.




Untuk memberikan jawaban yang tepat kepada orang kristen dan non
kristen yang memiliki pemahaman yang kurang tepat tentang poligami.



Mengetahui sifat dari melakukan poligami.

BAB 2

2.1. Pengertian poligami
poligami adalah alternatif atau substitute bagi perzinahan, yaitu daripada
berzinah lebih baik berpoligami. Kelihatannya dibalik poligami demikian ada motivasi
nafsu seksual yang tidak teratasi sehingga poligami menjadi saluran. Studi lain
menyebutkan bahwa mereka yang berpoligami juga banyak yang berzina kalau
alasannya dorongan seksual yang berlebihan dan ini bukan alasan yang tepat bagi
pembenaran poligami. Perzinahan adalah sesuatu yang tercela dimata semua
agama Allah, karena itu menutupi perzinahan dengan poligami bukan cara yang
bijak, sebab menikah siri tanpa memberi tahu isteri pertama sudah berarti berzinah.

Pernah seorang ulama berdakwah di hotel, langsung ia mengajak seorang jamaah
wanita untuk masuk kekamar hotel malamnya dan diperisteri secara siri, setelah
berhubungan badan si ‘siteri’ diceraikan, ini jelas perzinahan sekalipun menikah
secara siri dengan wali yang sah secara agama (padahal cuma beberapa jam demi
tersalurnya gejolak syahwat).
Dibalik semua itu faktor keadilan adalah faktor yang paling tidak dimiliki manusia.
Apakah adil kalau isteri kedua dinikahi secara siri (yang tidak memiliki hak sama
didepan hukum dengan isteri resmi), lebih lagi biasanya pernikahan itu dilakukan
diam-diam dan baru setelah menikah siri maka isteri diberitahu dan dimintai
persetujuannya. Dalam hal ini isteri pertama di ‘fait-accomply’ tanpa daya atau isteri
pertama yang tidak mau dimadu kemudian minta cerai.
Poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau
mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yg bersamaan. [1] Dalam
antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu
suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan). Hal ini
berlawanan dengan praktik monogami yang hanya memiliki satu suami atau istri.
2.2. Jenis poligami
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu:



Poligini merupakan sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria
memiliki beberapa wanita sebagai istrinya dalam waktu yang bersamaan. [2]



Poliandri adalah sistem perkawinan yang membolehkan seorang wanita
mempunyai suami lebih dari satu orang dalam waktu yang bersamaan. [3]



Pernikahan kelompok bahasa Inggris: group marriage) yaitu kombinasi
poligini dan poliandri.

Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, tetapi poligini merupakan
bentuk yang paling umum terjadi. Walaupun diperbolehkan dalam beberapa
kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis
menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk
penindasan kepada kaum wanita.[4]
2.3. Poligami menurut agama


Hindu
Poligini dan poliandri dilakukan oleh sekalangan masyarakat Hindu pada zaman
dulu. Namun, pada praktiknya dalam sejarah, hanya raja dan kasta tertentu yang
melakukan poligami. Poligami mungkin juga terjadi karena terpaksa yang dilakukan
karena berbagai alasan, misalnya karena tidak mempunyai keturunan atau tujuan
politik Raja-Raja Hindu.[5]
Kitab Hindu
Kitab-kitab Hindu secara jelas melarang poligami. Manawa Dharmasastra yang
digunakan sebagai pegangan hukum Hindu, Buku ke-3 (Tritiyo ‘dhayayah) pasal 5
berbunyi:
"Asapinda ca ya matura, sagotra ca ya pituh, sa prasasta dwijatinam, dara
karmani maithune."
"Seorang gadis yang bukan sapinda dari garis-garis ibu, juga tidak dari
keluarga yang sama dari garis bapak dianjurkan untuk dapat dikawini oleh
seorang lelaki dwijati."
Tafsirnya adalah, perkawinan yang dianjurkan adalah antara satu orang gadis dan
satu orang lelaki di mana keduanya tidak mempunyai hubungan darah yang dekat.
Istilah dwijati ditafsirkan sebagai seorang lelaki yang telah menyelesaikan pelajaran
(kuliah) dan mendapat pekerjaan atau mandiri.[5]
Pada Rgveda X.27.12 tertulis:[5]

"Kiyati yosa maryato vadhuyoh, pariprita panyasa varyena, bhadra vadhur
bhavati yat supesah, svayam sa mitram vanute jane cit."
"Gadis-gadis tertarik oleh kebaikan yang unggul dari para lelaki yang hendak
mengawininya, seorang gadis beruntung menjadi pemenang dari pilihan
seorang lelaki dari kumpulannya."
Poliandri Drupadi dengan kelima Pandawa
Poliandri yang dilakukan Drupadi dalam Mahabharata tidak dipandang sebagai
perkawinan yang didasari pada kebutuhan sex, tetapi lebih ditekankan pada ajaran
etika, yaitu mentaati perintah Dewi Kunti agar panca Pandawa selalu bersatu dan
selalu berbagi dengan saudara-saudara yang lain. [5]
Selain itu, Drupadi pada kehidupannya yang lampau adalah seorang gadis tua yang
tidak kawin. Ia memuja Dewa Siwa untuk diberikan suami yang pantas. Permohonan
itu ia ucapkan sebanyak lima kali sehingga pada reinkarnasinya sebagai Drupadi,
Dewa Siwa memenuhi permintaan itu dengan memberikannya lima orang suami dari
kesatria utama.[5]

Buddhisme
Dalam agama Buddha, perihal poligami tidak dijelaskan dalam aturan secara
langsung, karena Sang Buddha tidak menetapkan hukum religius apapun berkaitan
dengan kehidupan rumah tangga, namun yang ada adalah nasehat-nasehat

berharga tentang bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga yang terpuji. [6]
Buddha Sidharta Gautama tidak menetapkan hukum religius yang berkaitan dengan
kehidupan rumah tangga, melainkan memberikan nasihat tentang bagaimana
menjalani kehidupan rumah tangga yang terpuji. Walaupun Buddha tidak
menyebutkan apapun tentang jumlah istri yang dapat dimiliki seorang pria, ia dengan
tegas menyatakan bahwa seorang pria yang telah menikah kemudian pergi ke
wanita lainnya yang tidak dalam ikatan perkawinan, hal tersebut dapat menjadi
sebab keruntuhannya sendiri. Ia akan menghadapi berbagai masalah dan rintangan
lainnya.[6]
Ajaran Buddha hanya menjelaskan suatu kondisi dan akibat-akibatnya. Orang-orang
dapat berpikir sendiri mana yang baik dan mana yang buruk. Bagaimanapun juga,
jika hukum negara menetapkan bahwa pernikahan haruslah monogami, hukum
tersebut harus dipatuhi.[6]
Kristiani
Gereja-gereja Kristiani umum, seperti Kristen Protestan, Katolik, dan Ortodoks,
menentang praktik poligami. Namun, beberapa aliran Kristen memperbolehkan
poligami dengan merujuk pada kitab-kitab kuno Yahudi. Gereja Katolik merevisi
pandangannya sejak masa Paus Leo XIII pada tahun 1866 yakni dengan melarang
poligami yang berlaku hingga sekarang.
Rujukan yang digunakan umat Kristiani mengenai poligami adalah Kitab InjilMarkus

10:1-12 yang berbunyi:
"(10:1) Dari situ Yesus berangkat ke daerah Yudea dan ke daerah seberang
sungai Yordan dan di situpun orang banyak datang mengerumuni Dia; dan
seperti biasa Ia mengajar mereka pula. (10:2) Maka datanglah orang-orang
Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: "Apakah
seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya?" (10:3) Tetapi jawab-Nya
kepada mereka: "Apa perintah Musa kepada kamu?" (10:4) Jawab mereka:
"Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai."
(10:5) Lalu kata Yesus kepada mereka: "Justru karena ketegaran hatimulah
maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. (10:6) Sebab pada awal
dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, (10:7) sebab itu
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya,
(10:8) sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka
bukan lagi dua, melainkan satu. (10:9) Karena itu, apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (10:10) Ketika mereka
sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu.

(10:11) Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan istrinya lalu
kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinaan terhadap istrinya itu.
(10:12) Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain,
ia berbuat zina."
Islam
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Poligami dalam Islam
Islam pada dasarnya berkonsep monogami dalam aturan pernikahan, tetapi
memperbolehkan seorang pria beristri lebih dari satu (poligini). [rujukan?] Islam
memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat sang
suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya [8].
Poligami dalam Islam baik dalam hukum maupun praktiknya, diterapkan secara
bervariasi di tiap-tiap negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Di
Indonesia terdapat hukum yang memperketat aturan poligami untuk pegawai negeri,
dan sedang dalam wacana untuk diberlakukan kepada publik secara umum. Tunisia
dan Turki adalah contoh negaraArab yang tidak memperbolehkan poligami.
2.4. Poligami menurut Mahkamah Konstitusi Indonesia
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang
menyatakan bahwa asas perkawinan adalah monogami, dan poligami diperbolehkan
dengan alasan, syarat, dan prosedur tertentu tidak bertentangan dengan ajaran
Islam dan hak untuk membentuk keluarga, hak untuk bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, dan hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif sebagaimana diatur dalam UUD 1945 sebagaimana diutarakan dalam
sidang pembacaan putusan perkara No. 12/PUU-V/2007 pengujian UU Perkawinan
yang diajukan M. Insa, seorang wiraswasta asal Bintaro Jaya, Jakarta Selatan pada
Rabu (3/10/2007).
Insa dalam permohonannya beranggapan bahwa Pasal 3 ayat (1) dan (2), Pasal 4
ayat (1) dan (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 9, Pasal 15, dan Pasal 24 UU Perkawinan
telah mengurangi hak kebebasan untuk beribadah sesuai agamanya, yaitu
beribadah Poligami. Selain itu, menurut Insa, dengan adanya pasal-pasal tersebut
yang mengharuskan adanya izin istri maupun pengadilan untuk melakukan poligami
telah merugikan kemerdekaan dan kebebasan beragama dan mengurangi hak
prerogatifnya dalam berumah tangga dan merugikan hak asasi manusia serta
bersifat diskriminatif.
Mahkamah Konstitusi dalam sidang terbuka untuk umum tersebut, dan menyatakan
menolak permohonan M. Insa karena dalil-dalil yang dikemukakan tidak beralasan.
Menurut Mahkamah Konstitusidalam pertimbangan hukumnya, pasal-pasal yang
tercantum dalam UU Perkawinan yang memuat alasan, syarat, dan prosedur
poligami, sesungguhnya semata-mata sebagai upaya untuk menjamin dapat
dipenuhinya hak-hak istri dan calon insteri yang menjadi kewajiban suami yang
berpoligami dalam rangka mewujudkan tujuan perkawinan.

Tujuan perkawinan sebagaimana dikemukakan ahli Muhammad Quraish Shihab
dalam sidang sebelumnya yang dikutip dalam pertimbangan hukum putusan, adalah
untuk mendapatkan ketenangan hati (sakinah). Sakinah dapat lestari manakala
kedua belah pihak yang berpasangan itu memelihara mawaddah, yaitu kasih sayang
yang terjalin antara kedua belah pihak tanpa mengharapkan imbalan (pamrih)
apapun, melainkan semata-mata karena keinginannya untuk berkorban dengan
memberikan kesenangan kepada pasangannya.
Menurut Shihab, sifat egoistik, yaitu hanya ingin mendapatkan segala hal yang
menyenangkan bagi diri sendiri, sekalipun akan meyakitkan hati pasangannya akan
memutuskan mawaddah. Itulah sebabnya, demi menjaga keluarga sakinah adalah
wajar jika seorang suami yang ingin berpoligami, terlebih dahulu perlu meminta
pendapat dan izin dari istrinya agar tak tersakiti. Di samping itu, izin istri diperlukan
karena sangat terkait dengan kedudukan istri sebagai mitra yang sejajar dan
sebagai subjek hukum dalam perkawinan yang harus dihormati harkat dan
martabatnya.
Muhammad Quraish Shihab menyatakan bahwa asas perkawinan yang dianut oleh
ajaran Islam adalah asas monogami. Poligami merupakan kekecualian yang dapat
ditempuh dalam keadaan tertentu, baik yang secara objektif terkait dengan waktu
dan tempat, maupun secara subjektif terkait dengan pihak-pihak (pelaku) dalam
perkawinan tersebut.
Terkait dengan salah satu syarat poligami yang terpenting, yaitu adil, pendapat Ahli
Huzaemah T. Yanggo yang dikutip dalam pertimbangan hukum putusan,
menyatakan bahwa kaidah fiqh yang berlaku adalah pemerintah (negara) mengurus
rakyatnya sesuai dengan kemaslahatannya. Oleh karena itu, menurut ajaran Islam,
negara (ulil amri) berwenang menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
warga negaranya yang ingin melakukan poligami, demi kemaslahatan umum,
khususnya mencapai tujuan perkawinan.
Mengenai adanya ketentuan yang mengatur tentang poligami untuk WNI yang
hukum agamanya memperkenankan perkawinan poligami, hal ini menurut MK
adalah wajar. Oleh karena sahnya suatu perkawinan menurut Pasal 2 ayat (1) UU
Perkawinan apabila dilakukan sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Sebaliknya, akan menjadi tidak wajar jika UU Perkawinan mengatur poligami untuk
mereka yang hukum agamanya tidak mengenal poligami. Jadi pengaturan yang
berbeda ini bukan suatu bentuk diskriminasi, karena dalam pengaturan ini tidak ada
yang dibedakan, melainkan mengatur sesuai degan apa yang dibutuhkan,
sedangkan diskriminasi adalah memberikan perlakuan yang berbeda terhadap dua
hal yang sama.

2.5. Pandangan alkitab mengenai poligami
Ada yang mengemukakan bahwa poligami membuka peluang pemerataan
ekonomi dimana kekayaan suami bisa lebih merata didistribusikan kepada lebih
banyak isteri dan anak-anak mereka, tetapi banyak juga yang menolak argumentasi
ini karena secara makro ekonomi masyarakat tidak lebih membaik bahkan

menambah jumlah anak yang lahir yang mengakibatkan ekonomi juga makin terbagi
oleh lebih banyak penduduk (biasanya yang menganut faham literal kitab suci juga
menolak keluarga berencana sehingga menghasilkan banyak anak yang dianggap
sebagai rejeki ilahi). Memang sang ulama kondang yang membuat berita itu
mengatakan salah satu alasannya adalah menolong janda yang kesulitan ekonomi.
Alasan ini mengundang kritik pendakwah wanita yang mengatakan mengapa tidak
mencari janda yang tua yang sudah tidak berdaya, mengapa hanya janda yang lebih
muda dan cantik dari isteri pertamanya? Memang benar, menolong orang perlu
dilakukan tanpa pamrih, kita dapat menolong dengan membagikan harta kita kepada
keluarga yang kesulitan tetapi apa perlu harus dibalas dengan menguasai tubuh si
perempuan, apalagi dengan demikian si isteri muda akan melahirkan anak-anak lagi.
Argumentasi lain adalah bahwa poligami adalah alternatif atau substitute bagi
perzinahan, yaitu daripada berzinah lebih baik berpoligami. Kelihatannya dibalik
poligami demikian ada motivasi nafsu seksual yang tidak teratasi sehingga poligami
menjadi saluran. Studi lain menyebutkan bahwa mereka yang berpoligami juga
banyak yang berzina kalau alasannya dorongan seksual yang berlebihan dan ini
bukan alasan yang tepat bagi pembenaran poligami. Perzinahan adalah sesuatu
yang tercela dimata semua agama Allah, karena itu menutupi perzinahan dengan
poligami bukan cara yang bijak, sebab menikah siri tanpa memberi tahu isteri
pertama sudah berarti berzinah. Pernah seorang ulama berdakwah di hotel,
langsung ia mengajak seorang jamaah wanita untuk masuk kekamar hotel
malamnya dan diperisteri secara siri, setelah berhubungan badan si ‘siteri’
diceraikan, ini jelas perzinahan sekalipun menikah secara siri dengan wali yang sah
secara agama (padahal cuma beberapa jam demi tersalurnya gejolak syahwat).
Dibalik semua itu faktor keadilan adalah faktor yang paling tidak dimiliki manusia.
Apakah adil kalau isteri kedua dinikahi secara siri (yang tidak memiliki hak sama
didepan hukum dengan isteri resmi), lebih lagi biasanya pernikahan itu dilakukan
diam-diam dan baru setelah menikah siri maka isteri diberitahu dan dimintai
persetujuannya. Dalam hal ini isteri pertama di ‘fait-accomply’ tanpa daya atau isteri
pertama yang tidak mau dimadu kemudian minta cerai.
Ada yang menyalahkan presiden dan wakilnya yang kok ‘mengurusi urusan keluarga
orang.’ Mungkin sepintas kelihatannya sederhana sebagai campur tangan
pemerintah terhadap kehidupan pribadi warga dalam hal membentuk keluarga,
tetapi kalau kita melihatnya dalam konteks yang lebih luas dalam tatanan sosialkemasyarakatan, kita dapat memaklumi mengapa hal itu merupakan kewajiban
pemerintah untuk mengatur, soalnya kalau poligami diresmikan dan disahkan
pemerintah, apalagi kalau beristeri sampai empat, bisa dibayangkan buntutnya
dimana tunjangan isteri pegawai negeri bakal menjadi bengkak yang tentu akan
membebani anggaran belanja nasional. Apalagi, kalau kebiasaan poligami makin
meluas dan mendorong orang lebih banyak korupsi untuk memenuhi biaya keluarga
yang membengkak.
Dikalangan agama Kristen, Poligami dilarang. Alkitab Perjanjian Lama menyebutkan
bahwa Allah menciptakan satu pria (Adam) dan satu wanita (Hawa) untuk
melahirkan keturunan. Adanya poligami dicatat dimulai dari anak Kain bernama
Lamech, Kain adalah anak Adam yang berdosa membunuh Habel saudaranya. Jadi
penyimpangan poligami terjadi sejalan dengan penolakan manusia akan firman

Allah. Sekalipun kemudian poligami dipraktekkan juga di kalangan tertentu di Israel,
umumnya bani Israel terlebih setelah pembuangan di Babil menganut monogami.
Umat kristen berada dalam konteks budaya Yahudi (termasuk budaya Yunani &
Romawi) yang bercorak monogami, dan ajaran Yesus dan para rasul juga mengarah
kepada monogami dengan mengacu pada penciptaan Adam dan Hawa, dan
perjodohan merupakan pembentukan satu kesatuan daging yang melibatkan hanya
dua pihak. Waktu itu kawin lagi berarti menceraikan yang pertama, dan Yesus
menyebut kawin lagi sebagai perzinahan (Matius 19:3-9).
Rasul Paulus juga menyebutkan perkawinan sebagai hubungan monogami yang
mencerminkan kesatuan umat dengan Tuhan yang esa. Poligami dan perceraian
adalah percabulan dan karena umat adalah rumah Roh Kudus, maka kita harus
memuliakan Allah dengan tubuh kita (1 Korintus 6:12 – 7:16). Lebih lanjut, rasul
Paulus menggambakrkan pernikahan suami-isteri sebagai bersifat monogami
mengacu pada hubungan Kristus dengan jemaat, dan kasih dan hormat merupakan
penyatu dan dasar kehidupan suami-isteri (Efesus 5:22-33), dan ditengah budaya
dimana ada orang-orang berpoligami dan ada orang-orang bertobat yang semasa
kafir berpoligami, para pemimpin jemaat diharuskan menjadi teladan dengan
beristeri satu saja (1 Timotius 3:2).
Sejarah Perjanjian Lama banyak menjelaskan dampak ketidak-adilan dan
permusuhan dalam keluarga-keluarga poligami yang akan dirasakan sampai
keturunan mereka yang jauh. Kita melihat permusuhan keturunan Lut yang
sekalipun bebas dari dosa Sodom & Gomorah, kemudian berpoligami dengan kedua
putrinya karena alasan langkanya pria yang mendiami kota yang sudah dihancurkan
oelh hukuman Tuhan. Kedua keturunan Amon dan Moab terlibat permusuhan yang
berkelanjutan. Kita melihat kasus Yakub yang berpoligami dimana keturunannya
saling bersaing dan berperang sampai pada keturunan jauh mereka.
Contoh khas poligami yang tidak mungkin adil bisa kita lihat dalam diri Abraham
yang beristeri Sarah dan Hagar dan beberapa lainnya. Keturunan Ishak (dari Sarah)
dan Ismael (dari Hagar) menjadi musuh bebuyutan sampai sekarang yang
melibatkan dua bangsa besar Yahudi dan Arab dalam perang yang tidak habishabisnya.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan diatas, umat Kristen harus menyadari bahwa
Allah menghendaki umatnya tidak berpoligami dan perzinahan seharusnya tidak
masuk kosa-kata kehidupan berkeluarga. Kasih, kesetiaan, keadilan, dan
pengorbanan harus menjiwai setiap keluarga Kristiani. Sekalipun dalam skala
terbatas Alkitab memperkenankan umat kawin lagi, syaratnya cukup berat, yaitu bila
pasangan meninggal atau berzinah, namun firman Tuhan juga mengajarkan agar
dalam pernikahan ada pengampunan bila pasangan sekali waktu terjatuh dalam
dosa. Pertobatan dan pengampunan harus menjadi bagian dari perkawinan dan
rasul Paulus memberi petunjuk bahwa sekalipun ada bahaya perzinahan, daripada
berpoligami sebaiknya seseorang membujang bila pasangannya meninggal
(sekalipun kawin lagi karena kematian/perzinahan pasangan dibolehkan).
Memang tidak mustahil bahwa umat kristiani bisa jatuh dalam dosa perzinahan dan
dosa seksual lainnya seperti yang baru-baru ini dialami seorang tokoh kristen di

Amerika Serikat, tetapi itu tidak menutup anugerah Allah baginya, asalkan ia
bertobat dan tidak mengulang kembali perbuatan dosanya.
Ada penelitian di Amerika dimana dijumpai kenyataan bahwa satu dari tiga
pernikahan di Amerika berakhir dengan perceraian dan satu dari tiga pernikahan
diwarnai dengan perzinahan. Yang menarik adalah yang sepertiga sisanya yang
tetap menjalankan pernikahan monogami dengan kesetiaan tercatat banyak berasal
dari kalangan umat yang beriman konservatif yang masih mempercayai Alkitab
sebagai firman Allah yang perlu diyakini dan dipatuhi.
Alkitab memaparkan banyak masalah terjadi seputar kehidupan berpoligami, justru
masalah-masalah itu dihadapi oleh beberapa nabi itu sendiri, apalagi hanya manusia
biasa saja. Mulai dari kisah Lamekh yang identik dengan kekerasan, Abraham-Hagar
yang menimbulkan perselisihan, Yakub-Rahel/Lea adanya iri hati, Musa yang
menimbulkan masalah dengan Harun/Maryam, Salomo terpengaruh isteri-isterinya &
Daud yang menjadi kalap. Memang benar tidak secara tegas dinyatakan mereka
salah berpoligami, tetapi dampak dari poligami itu menimbulkan banyak masalah.
Sehingga potret ini memberi makna mendalam bahwa poligami bukanlah standar
moral ideal, karena para nabipun mengalami banyak masalah dengan hal ini.

2.6. Efek buruk praktek poligami menurut alkitab
Juga janganlah ia mempunyai banyak isteri, supaya hatinya jangan
menyimpang; (Ulangan 17:17a)
Praktek poligami dikenal di kehidupan bangsa Israel kuno, hal ini bica dibaca di
Hukum Poligami dan Praktek Poligami di dalam Alkitab , namun tidaklah disetujui
oleh Firman Elohim, amanat YAHWEH pada kitab Taurat Musa yang kelima di atas
jelas berkata banyak isteri dapat menyimpangkan hati suami.
Alkitab mencatat efek-efek buruk atas kehidupan berpoligami, efek buruk ini
menimpa baik pada pria pelaku poligami dan juga keluarga besarnya bahkan
melanda masyarakat yang berhubungan dengannya.
Pria pertama yang melakukan praktek poligami adalah Lamekh, generasi kelima dari
Kain, dan Kain ialah anak pertama Adam dan Hawa. Alkitab mencatat bahwa Kain
adalah pria yang tidak bertanggung jawab, sombong dan pembunuh adik
kandungnya sendiri. Kain tidak memiliki hati pertobatan di dalam hidupnya sekalipun
telah dikutuki oleh YAHWEH.
Ketika korbanya tidak diterima oleh YAHWEH, langkah yang ia ambil adalah
membunuh adiknya, bukannya intropeksi/ memeriksa diri sendiri tapi meluaskan roh
iri hati dan kesombongan di dalam hidupnya. (Kejadian 4:3-8)
Ketika YAHWEH bertanya kepada Kain tentang adiknya Habel, Kain bukannya
menyesali tindakan yang penuh dosa ini (iri hati dan membunuh adalah 2 dari 10
Perintah YAHWEH), ia malah menyawab dengan kasar kepada Pencipta-Nya: “Aku

tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” (4:9). Ia dikutuk menjadi petani
pengembara yang tidak beruntung (4:14).
Lamekh mengambil isteri dua orang; yang satu namanya Ada, yang lain Zila.
(Kejadian 4:19)
Kejahatan dan sikap buruk Kain terbawa kepada Lamekh. Pada suatu hari Lamekh
pulang kerumahnya dan menyatakan kesombongannya hatinya didepan kedua
istrinya: Berkatalah Lamekh kepada kedua isterinya itu: “Ada dan Zila, dengarkanlah
suaraku: hai isteri-isteri Lamekh, pasanglah telingamu kepada perkataanku ini: Aku
telah membunuh seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda
karena ia memukul aku sampai bengkak; sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali
lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat.” (Kej 4:23-24)
Pada Kejadian pasal enam, firman YAHWEH tertulis, “Ketika dilihat YAHWEH,
bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya
selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah YAHWEH, bahwa
Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. (6:5-6). Pasal
ketujuh tertulis, semua mahluk yang hidup terpaksa dimusnahkan oleh air bah,
hanya keluarga Nuh yang tersisah, delapan orang.
Abraham, Sarah dan Hagar
Singkat cerita, manusia kembali bertambah banyak melalui ketiga anak-anak Nuh.
Dan kejahatan kembali menguasai hati manusia. Elohim menyisihkan Abram – yang
di kemudian hari Ia rubah namanya menjadi Abraham (Bapa Orang Percaya), sama
sebagaimana Ia telah menyisihkan Nuh untuk maksud-Nya yang kudus dan mulia
(Kejadian pasal 12).
Kitab Yesaya 5:12, berkata bahwa Abraham sendirian ketika ia dipanggil Elohim
untuk rencana-Nya yang besar, dan kemudian Elohim memberikan kepadanya
seorang istri, Sarah. Namun Sarah yang tidak mengerti rencana Elohim dan arti
kata“satu tubuh” (Kejadian 2:24-25 dan Matius 19:4-5), ia dengan hikmat duniawinya
sendiri mencoba menolong Elohim Yang Mahakuasa memberikan budak Mesirnya,
Hagar, menjadi “satu tubuh” dengan suaminya Abram. Apa yang terjadi dari hasil
pekerjaan penyetekan Sarah ini? Tentu Anda telah tahu. Kekacauan! Sebab ”satu
tubuh” dengan ”benda asing di dalam sebuah tubuh” adalah dua hal yang berbeda!
”Satu tubuh” yang benar ialah seperti tangan atau kaki Anda sendiri yang melekat
pada badan Anda, itu menyenangkan dan bermanfaat, itulah pekerjaan YAHWEH.
Sedangkan ”benda asing di dalam sebuah tubuh” adalah seperti tangan atau kaki
seekor binatang yang dicangkokkan pada tubuh Anda, ini tidak menyenangkan dan
membawa masalah pada tubuh Anda, inilah pekerjaan manusia.
Ingat bahwa YAHWEH tidak memberikan kepada Adam seekor binatangpun ketika
Ia melihat Adam tidak memiliki teman yang sepadan, Ia menciptakan Hawa.
Baru saja Hagar mengetahui bahwa ia hamil (mengandung benih Abraham) ia telah
memberontak kepada Sarah. Pemberontakan ”benda asing” ini bukan saja membuat

Sarah susah dan cemburu, tapi juga menghasilkan kekacauan pernikahan Abraham
dan Sarah.
Lebih parah dari kedua masalah intern diantara ketiga orang ini ialah – apa yang
Dunia alami sekarang:


Pertikaian yang berkepanjangan antara keturunan Sarah (bangsa Israel
melalui Ishak, Yakub) dengan keturunan Hagar (bangsa Arab melalui Ismail),
dan ribut masalah Tanah Perjanjian.



Aniaya yang berkepanjangan dari orang Muslim (pengikut ajaran Muhammad)
terhadap orang Kristen (pengikut ajaran Yahshua Ha Mashiah)



Kekacauan di segala pelosok dunia oleh karena Muhammad mengajari
pengikutnya untuk menundukan semua bangsa di bawah kekuasaan Allah.

Daud dan Batsyeba (istri dari Uria, tentara Daud) dan putranya Absalom
Alkitab mencatat bahwa dosa Daud yang paling besar adalah ia menginginkan istri
orang lain. Ia tidak puas dengan dua istri yang ia telah miliki (1Sam 30:5), akibatnya
ia terjerumus di dalam rencana pembunuhan atas tentaranya sendiri yang sangat
setia kepadanya (2 Samuel 11).
Menginginkan dan memiliki istri orang lain, seperti yang Daud lakukan ini, adalah
perkara besar di mata YAHWEH:Beginilah firman YAHWEH, Elohim Israel ,Mengapa
engkau menghina YAHWEH dengan melakukan apa yang jahat di matanya .
Oleh sebab itu, pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya,
karena engkau telah menghina Aku dan mengambil isteri Uria, orang Het itu, untuk
menjadi isterimu. (2Sam 12:9-10)
Parahnya praktek poligami Anda bisa gambarkan sebagai berikut: Daud adalah ahli
strategi perang dan raja terbesar di Israel, daerah kekuasaannya sampai Syria dan
sebagian Yordan (2 Samuel 5 dan 8).
Efek buruk praktek poligami Daud membuat rumah tangga sendiri porak poranda,
Alkitab mencatat bahwa anak-anak Daud dari istri-istrinya ribut yang mengakibatkan
banyak putra Daud mati ditangan orang-orangnya Absalom, putranya Daud dari
anak perempuan raja Gesur (Syria) yang ditaklukannya (2Samuel 13). Raja Daud
tidak menyangka bahwa anaknya sendiri, Absalom, adalah musuh dalam selimut,
berencana membunuhnya dan merencanakan dirinya sendiri raja atas Israel. (pasal
15 dan 17).
Salomo dan para istrinya.
Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteriisterinya itu menarik hatinya dari pada YAHWEH. Sebab pada waktu Salomo sudah
tua, isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada elohim (gods/ ilah-ilah) lain,
sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada YAHWEH, Elohimnya,
seperti Daud, ayahnya. Demikianlah Salomo mengikuti Asytoret, dewi orang Sidon,

dan mengikuti Milkom, dewa kejijikan sembahan orang Amon, dan Salomo
melakukan apa yang jahat di mata YAHWEH, dan ia tidak dengan sepenuh hati
mengikuti YAHWEH, seperti Daud, ayahnya. (1Ki 11:3-6)
Betapa buruknya praktek poligami bisa dilihat disini, Alkitab berkata tentang
kebijaksanaan Salomo sebagai berikut: Dan Elohim memberikan kepada Salomo
hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di
tepi laut, sehingga hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi
segala hikmat orang Mesir. (1Raja 4:29-30). Efek buruk praktek poligami dapat
membuat pria yang sangat bijaksana bisa menjadi orang bodoh: menyembah benda
mati alias berhala!
Buah dari Poligami adalah hilangnya keharmonisan pada pasangan suami-istri
pertama. Kecembuan dan persaingan yang tidak sehat akan terjadi di antara istriistri yang dipoligami, dan menjalar kepada anak-anak mereka. Alkitab di Perjanjian
Lama membuktikan itu.
Oleh sebab itu dari sejak semula, dan sampai sekarang, YAHWEH tetap melarang
umat-Nya berpoligami.

2.7. Yesus meluruskan poligami
Yesus meluruskan pandangan tentang poligami dan tidak membiarkan orangper-orang mengikuti nafsu-diri dan tegar-tengkuknya untuk mencari-cari celah
berpoligami.
Sampai sekarangpun, manusia tidak berhenti berdalih bahwa poligami itu adalah
bagian dari perbuatan mulia, sejajar dengan menolong, "mensedekah-kan" dirinya
kepada perempuan yang belum mandiri atau para janda, atau menyeimbangkan
statistik porsi wanita yang jumlahnya lebih banya ketimbang jumlah pria, dst…
Pendalihan bahkan belanjut dengan membawa keabsahan sejumlah nama-nama
nabi-nabi dan raja yang berpoligami yang dicatat dalam Alkitab. Padahal poligami
nabi-nabi dan praktek menceraikan istri dimasa lalu tidaklah berarti bahwa Allah
pernah melegalkan hal tersebut. Tak ada sepotongpun Firman dan izin Allah untuk
itu. Yesus meluruskannya dan menuding asal-usul kesalahan ini sebagai akibat dari
ketegaran hati manusia yang cenderung memaksakan perceraian dan poligami :
*Matius19:4-8
19:4 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan
manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?
19:5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.

19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa
yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
19:7 Kata mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa
memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan
isterinya?"
19:8 Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa
mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah
demikian.
Ayat 5 adalah pengulangan dari Firman di:
*Kejadian2:24
LAI TB, Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Terbukti sampai kinipun orang-orang tetap sama memaksakannya dengan pelbagai
dalil.

BAB 3
3.1. Kesimpulan
Poligami Adalah sebuah sistem sosial yang berbeda-beda interpretasi dan
implementasinya antara beberapa masyarakat, disesuaikan dengan Budaya dan
Agama dari masing Masyarakat, dan berkembang sejarahnya dari masa ke masa,
seperti halnya di Agama Kristen yang awalnya Boleh menjadi tidak diperbolehkan.
Dalam islam dibolehkan, tetapi setelah melihat realitas Poligami ada juga sebagian
ulama mengharamkannya. Dalam agama hindu, tidak melarang juga tidak
menyarankan poligami. Kalau dalam agama budha poligami dianggap sebagai
keserakahan (tidak dianjurkan). Sedangkan agama yahudi hampir sama sejarahnya
dengan kristen, awalnya diperbolehkan namun kini dilarang.
Dinamika Pro – kontra Poligami ini akan selalu berjalan seiring dengan
perkembangan sistem sosial masyarakat.. Karena bila dikaji lebih teliti lagi, dampak
dan realitas sejarah Poligami dari dulu hingga sekarang tidak selamanya menuai
kontroversi.

3.2. Saran
Sebaiknya masyarakat tidak selalu beranggapan negatif terhadap seseorang
yang melakukan poligami karena ia pasti memiliki alasan-alasan serta faktor-faktor
yang jelas untuk melakukan poligami. Selain itu, sebaiknya para suami jangan

melakukan poligami apabila tidak dapat berlaku adil bagi istri-istrinya karena
hukuman bagi suami yang tidak bisa berlaku adil sangatlah pedih.

DAFTAR PUSTAKA

(1) http://gumilar69.blogspot.com/2013/12/makalah-poligami-bab-ii.html
(2) http://id.wikipedia.org/wiki/Poligami
(3) http://id.wikipedia.org/wiki/Poligami#Poligami_dalam_agama
(4) http://www.google.com/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0CDEQFjAB

&url=http%3A

%2F%2Fwww.lontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F125391306.842%25203%2520TRI%2520p%2520%2520Pendahuluan.pdf&ei=B8xYU6PYKMTIrQeJ-YDgBw&usg=AFQjCNFpr_AnPqmR6phufja7J7q3WAPQ&sig2=kIRHqt3YRsih63ZdD1losA&bvm=bv.65397613,d.bmk
(5) http://www.sarapanpagi.org/yesus-meluruskan-poligami-dan-kawin-cerai-vt713.html
(6) http://artinafsucinta.wordpress.com/2013/02/26/tugas-materi-poligami/