BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Padi Sawah - Pengaruh Waktu Penyiangan dan Tingkat Populasi Jajagoan (Echinochloa crus-galli) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Kabupaten Aceh Tenggara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Padi Sawah

  Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia dan merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Tanaman padi termasuk ke dalam famili Poaceae (Gramineae). Spesies padi yang banyak dibudidayakan adalah Oryza sativa L. dan O. glaberrima L.

  (Matsuo dan Hoshikawa, 1993).

  O. sativa L. terdiri dari dua sub spesies, yaitu: indica dan japonica.

  sub spesies indica dibudidayakan di daerah selatan Pegunungan

  O. sativa

  Himalaya dan O. sativa sub spesies japonica didomestikasi di bagian selatan China. O. sativa sub spesies japonica memiliki ciri berdaun sempit dan berwarna hijau tua, bentuk biji membulat, lebar dan tebal memiliki bulu yang panjang atau ada juga yang tidak berbulu rambut pada glume tebal dan panjang distribusinya meliputi Jepang, Korea dan Cina bagian utara (Makarim dan Suhartatik, 2009).

  Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik (stigma) bercabang dua berbentuk sikat botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap bereproduksi dalam waktu yang bersamaan. Kepala sari kadang-kadang keluar dari palea dan lemma jika bunga telah masak. Menurut Kemal dan Prihatman (2000) klasifikasi botani tanaman padi sawah adalah :

  Famili : Gramineae (Poaceae) Genus : Oryza Spesies : Oryza spp.

  Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan.

  

Gambar a. Gabah padi varietas Ciherang Gambar b. Malai padi varietas Ciherang

Gambar 1. Padi varietas Ciherang (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,

2008)

2.2 Morfologi Tanaman Padi

  Morfologi suatu tanaman sangat berpengaruh terhadap produktivitas misal, efektivitas menangkap radiasi surya, suhu mikro tajuk tanaman dan ketersediaan air bagi tanaman akibat perakaran yang berbeda dalam penyebarannya. Pemahaman tentang bentuk dan fungsi dari organ-organ tanaman padi diperlukan antara lain untuk merancang tipe tanaman ideal.

2.2.1. Gabah Tanaman Padi

  Gabah terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam, biji yang sehari-hari dikenal dengan nama beras pecah kulit adalah karyopsis yang terdiri atas janin (embrio) dan endosperma yang diselimuti oleh lapisan aleuron, kemudian tegmen dan lapisan terluar disebut perikarp.

  Dalam jenis-jenis japonika, sekam terdiri atas gulma rudimenter dan bagian dari tangkai gabah (pedicel), sedangkan pada jenis-jenis indika, sekam dibentuk oleh palea, lemma mandul dan rakhila (Yoshida, 1981).

  2.2.2. Akar Tanaman Padi

  Akar tanaman padi berfungsi sebagai penguat/penunjang tanaman untuk dapat tumbuh tegak, menyerap hara dan air dari dalam tanah untuk selanjutnya diteruskan ke organ lainnya di atas tanah. Akar tanaman padi termasuk golongan akar serabut, akar primer (radikula) yang tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar-akar lain yang muncul dari janin dekat bagian buku skutellum disebut akar seminal yang jumlahnya antara 1-7 (Makarim dan Suhartatik, 2009).

  2.2.3. Batang Tanaman Padi

  Batang padi berfungsi sebagai penopang tanaman, penyalur senyawa-senya kimia dan air dalam tanah serta sebagai cadangan makanan. Hasil tanaman yang tinggi harus didukung dengan batang padi yang kokoh, bila tidak maka tanaman padi akan rebah terutama didaerah yang sering dilanda angin kencang. Batang terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku, daun dan tunas (anakan) tumbuh pada buku.

  Pada permukaan stadia tumbuh batang yang terdiri atas pelepah-pelepah daun ruas-ruas yang tertumpuk padat, ruas-ruas tersebut kemudian memanjang dan berongga setelah tanaman memasuki stadia reproduktif. Oleh karena itu stadia reproduktif disebut juga sebagai stadia perpanjang ruas (De Datta, 1987; Makarim dan Suhartatik, 2009).

  2.2.4. Daun Tanaman Padi

  Daun merupakan bagian dari tanaman yang berwarna hijau karena mengandung khlorofil (zat hijau daun) adanya klorofil ini menyebabkan daun tanaman dapat mengolah sinar radiasi surya menjadi karbohidrat/energi untuk tumbuh kembangnya organ-organ tanaman lainnya atau disebut sebagai sources. Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-selang satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas (1) helai daun, (2) pelepah daun yang membungkus ruas, (3) telinga daun (auricle), (4) lidah daun (ligule). Sifat daun yang dikehendaki pada tanaman padi adalah daun yang tumbuh tegak, tebal, kecil dan pendek.

  2.2.5. Bunga dan Malai Tanaman Padi

  Bunga padi secara keseluruhan disebut malai, tiap unit bunga pada malai dinamakan spikelet yang pada hakikatnya adalah bunga yang terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang bersifat inferior. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang terdiri atas cabang primer dan sekunder (Siregar, 1981).

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Padi

2.3.1 Iklim

  Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 derajat LU sampai 45 derajat LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun.

  Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur 22-27 C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperature 19-23

  C, tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan (Herawati, 2012).

2.3.2 Media Tanam Tanaman Padi

  Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah.

  Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral 7,0 (BPP Teknologi, 2000).

2.4 Botani Jajagoan

  Jajagoan (Echinochloa crus-galli) merupakan tumbuhan annual kelas Monocotyledon dan mempunyai nama lain Panicum crus-galli (IRRI, 1983).

  Dengan klasifikasi botani gulma jajagoan adalah sebagai berikut : Famili : Poaceae Genus : Echinochloa Beauv.

  Spesies : Echinochloa crus-galli (L.) Beauv Jajagoan diperkirakan berasal dari Eropa dan India, tersebar pada daerah tropis dan sub tropis di seluruh negara Asia Tenggara dan Asia selatan serta Australia (Waterhouse, 1994). Menurut Moenandir (1993) rumput ini dapat ditemui di Indonesia dan dikenal dengan nama gagajahan (Sunda), jajagoan, padi burung, jawan, jawan pari atau suket ngawan (Jawa). Jajagoan termasuk tumbuhan C4 yang merupakan salah satu anggota yang paling penting dari genus Echinochloa, sedangkan padi merupakan tanaman C3. Tumbuhan berjalur C4 lebih efisien dalam menggunakan cahaya matahari, air dan unsur hara (Setyowati et al., 2007). Sehingga tanaman atau gulma dengan siklus C4 memiliki kapasitas tinggi dalam berproduksi dan berkompetisi.

  E. crus-galli merupakan jenis gulma memililki penyebaran yang paling

  luas di seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara dan berperan sebagai gulma pada 36 jenis tanaman budidaya di 61 negara (Jones, 1985 ; Galinato et al., 1999).

  Gambar 2. Gulma rumput (Grasses) jajagoan

2.5 Morfologi Jajagoan

  Menurut Kasasian (1971) rumput Jajagoan sangat mirip dengan padi bila

masih muda. Jajagoan termasuk tumbuhan tahunan yang memiliki perawakan

tegak, berberías. Jenis rumput ini memiliki tinggi sekitar 20-150 cm (Soerjani,

1987). Galinato et al., (1999) menambahkan bahwa tinggi jajagoan bisa mencapai

200 cm.

  Gambar 3. Morfologi jajagoan

Keterangan : a. zona helaian daun; b. Spikelet dengan rambut pendek; c. Spikelet dengan

rambut panjang dari raceme yang sama; d. Glume yang paling bawah (G1) tampak belakang

(dibuka); e. Glume teratas (G2), tampak depan; f. Lemma terbawah (L1), tampak depan; g.

Palea terbawah P1), tampak depan; h. Lemma teratas (L2), tampak depan; i. Palea teratas

(P2), tampak depan; j. Kariopsis, dua sisi Sumber Beauv (Soerjani et al., 1987).

2.5.1 Daun Jajagoan Daun jajagoan pada saat masih muda sangat mirip dengan daun padi.

  Daerah pangkal daun dapat digunakan untuk membedakan daun jajagoan dan daun padi. Pangkal daun jajagoan tidak memiliki ligula dan aurikel, sedangkan pangkal daun padi memiliki ligula yang bermembran dan aurikel yang berbulu (Itoh, 1991). Jajagoan memiliki daun yang tegak atau rebah pada dasarnya. Daunnya memiliki ukuran panjang sampai 35 cm dan lebar 0.5-1.5 cm. Warna daun rumput ini hijau sampai hijau keabuan. Setiap daun memiliki pelepah yang tidak berambut dan memiliki panjang 9-13 cm (Waterhouse, 1994).

  Pelepah daun umumnya berwarna kemerahan di bagian bawahnya. Helaian daun berukuran 5- 65 cm x 6-22 mm, bersatu dengan pelepah, berbentuk linear dengan bagian dasar yang lebar dan melingkar dan bagian ujung yang meruncing. Permukaan daun rata, agak kasar dan menebal di bagian tepi (Duke, 1996).

  2.5.2 Batang Jajagoan

  Batang jajagoan kuat, tidak berambut dan berbentuk silindris dengan intisari yang menyerupai spons putih di bagian dalamnya (Sastroutomo, 1990). Batang jajagoan umumnya bercabang di dekat pangkal batang (Waterhouse, 1994).

  2.5.3 Akar Jajagoan

  Jajagoan memiliki jenis akar yang berserat dan tebal. Akar jajagoan dihasilkan pada setiap ruasnya (Soerjani et al., 1987). Sedangkan akar tanaman padi termasuk golongan akar serabut, akar primer yang tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar akar lain yang muncul dari janin dekat bagian buku skutellum (Makarim dan Suhartatik, 2009).

  2.5.4 Bunga Jajagoan

  Pembungaan berupa panikel apikal atau malai yang berada di ujung dengan 5-40 bunga majemuk bulir yang mempunyai tipe raceme, dengan cabang-cabang pendek yang menaik. Bunga majemuknya terdiri dari banyak spikelet yang berbelok pada satu sisi, berbentuk tegak pada awalnya tetapi selanjutnya sering membengkok ke bawah (Soerjani, 1987).

  2.5.5 Biji Jajagoan

  Lemma dari floret yang pertama memiliki permukaan yang datar atau sedikit cembung atau tumpul. Glume bagian bawah memiliki panjang sekitar 1.5- 2.5 mm, berbentuk ovate, memendek dan memiliki ujung yang memendek secara bertahap. Glume bagian atas memiliki panjang yang sama dengan spikelet, berbentuk ovate-oblong, runcing, memiliki rambut yang tebal dan kaku sepanjang 0.5-3 mm serta berambut pendek. Produksi benih bervariasi dari 2 000 – 40 000 benih per tanaman pada daerah bergulma. Hal tersebut menunjukkan bahwa jajagoan mampu menghasilkan lebih dari 1 000 kg benih/ha. (Galinato et al., 1999).

  Sumber : Mochamad, 2008 Gambar 4. Bentuk biji jajagoan

2.6 Perbanyakan dan Ekologi Jajagoan

  Jajagoan memperbanyak diri secara generatif melalui biji. Jenis gulma ini bereproduksi dengan cara penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang. Jajagoan melakukan penyerbukan silang dengan menggunakan bantuan angin (Itoh, 1991). Jajagoan tumbuh pada daerah dengan ketinggian yang rendah sampai sedang. Gulma ini tumbuh baik pada tempat dengan penyinaran penuh sepanjang tepi perairan (Soerjani et al., 1987).

  Tanah pertumbuhan jajagoan sangat baik pada jenis tanah berpasir dan berlempung terutama apabila kandungan nitrogennya tinggi (Kropff dan Van Laar, 1993). Pertumbuhan Jajagoan tidak dibatasi oleh pH tanah, tetapi Jajagoan akan tumbuh lebih baik pada tanah dengan pH netral. Suhu lingkungan optimum untuk perkecambahan benih adalah 32-37°C. Tingkat perkecambahan akan menurun drastis pada suhu lingkungan di bawah 10°C atau di atas 40°C (Galinato et al., 1999). Benih jajagoan tidak dapat berkecambah pada kedalaman air lebih dari 12 cm (Soerjani, 1987).

2.7 Pengaruh Populasi Jajagoan Terhadap Tanaman Padi

  Jajagoan merupakan gulma yang paling dominan pada tanaman padi yang tersebar di banyak negara di Asia dan merupakan gulma utama dalam berbagai tanaman di seluruh daerah tropis dan subtropis (Holm et al., 1991). Jajagoan bersaing dengan tanaman untuk mendapatkan nutrisi, air dan cahaya. Sebagian besar bukti bahwa pengaruh dari jajagoan pada tanaman padi dan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan, kerugian yang disebabkan jajagoan pada tanaman padi di Sri Langka, jumlah jajagoan batas ambang

  2

  jajagoan untuk kompetisi sepanjang musim yaitu 5 tanaman/m , di mana kerugian hasil gabah mencapai 8-17% (Senanayake et al., 1986).

  Sedangkan di Brazil, keberadaan jajagoan sepanjang musim dapat menurunkan hasil panen sebesar 45%. Berdasarkan hasil penelitian Azmi et . (1994) di Malaysia kehilangan hasil 7% untuk setiap penambahan jumlah

  al

  populasi populasi jajagoan dengan jarak tanam jajagoan yang berbeda dibandingkan dengan tidak adanya jajagoan. Menurut Chisaka (1977)

  2

  menunjukkan bahwa adanya kerapatan jajagoan 20 m mengakibatkan kerugian sebesar 16%.

  Di India, pertumbuhan gulma Jajagoan pada padi sawah dengan menanam benih jajagoan langsung dapat menyebabkan penurunan 53% pada hasil gabah (Ali dan Sankaran, 1984). Menurut Paradkar et al. (1998)

  2

  mencatat bahwa kehilangan hasil 30% akibat jumlah populasi jajagoan 15 m ,

  2

  sedangkan pada populasi jajagoan 30-120 m dapat mengakibatkan kehilangan hasil 40 - 61% pada per tanaman padi.

  Sedangkan di Brazil, melaporkan bahwa penurunan hasil padi sebesar 16, 25, 70, dan 80% dari jumlah populasi jajagoan dari 5, 10-20, 40-60 dan

  2

  80-100 m . Di Amerika Serikat, Stauber et al. (1991) mencatat bahwa penurunan hasil tanaman padi mencapai 50% yang disebabkan jumlah

  • 2

  populasi jajagoan dengan jarak tanam jajagoan yang berbeda 20 m . Hasil penelitian Chisaka (1977) dan Murakami et al. (1978) di Jepang menunjukkan bahwa kerugian terbesar pada varietas padi genjah dan pada waktu jajagoan tumbuh di lahan tanaman padi sawah.

2.8 Persaingan Tanaman Padi dengan Gulma

  Kompetisi berasal dari kata competere yang berarti mencari atau mengejar sesuatu yang secara bersamaan dibutuhkan oleh lebih dari satu pencari. Persaingan (kompetisi) timbul dari tiga reaksi tanaman pada faktor fisik dan pengaruh faktor yang dimodifikasikan pada pesaing-pesaingnya. Dua tanaman meskipun tumbuh berdekatan, tidak akan saling bersaing bila bahan yang diperebutkan jumlahnya berlebihan. Bila salah satu bahan tersebut berkurang maka persaingan akan timbul, sehingga istilah persaingan menerangkan kejadian yang menjurus pada hambatan pertumbuhan tanaman yang timbul dari asosiasi lebih dari satu tanaman dan tumbuhan lain (Moenandir, 1993).

  Semua tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya dan menimbulkan kerugian disebut gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang berasal dari spesies liar yang telah lama menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan, atau spesies baru yang telah berkembang sejak timbulnya pertanian (Monaco, 2002).

  Menurut Navas (1991) mendefinisikan gulma sebagai tanaman yang membentuk populasi yang mampu memasuki habitat tanaman yang dibudidayakan, secara nyata mengganggu manusia, dan berpotensi menekan atau menggantikan tanaman penduduk yang sengaja dibudidayakan. Gulma dapat berkembang dibawah kondisi yang dihasilkan oleh praktik-praktik pertanian bidang pengolahan tanah, irigasi, pemupukan, dan dapat meminimalkan pertumbuhan normal, kesuburan rendah, dan meningkatkan populasi hama.

  Gulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman padi, gulma menyerap hara dan air lebih cepat dibanding tanaman pokok (Gupta, 1984). Pada tanaman padi, biaya pengendalian gulma mencapai 50% dari biaya total produksi (IRRI, 1992). Komunitas gulma dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan kultur teknis. Spesies gulma yang tumbuh bergantung pada pengairan, pemupukan, pengolahan tanah dan cara pengendalian gulma (Noor dan Pane, 2002).

  Gulma berinteraksi dengan tanaman melalui persaingan untuk mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas, seperti cahaya, hara, dan air. Tingkat persaingan bergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, kerapatan gulma, lamanya tanaman, pertumbuhan gulma, serta umur tanaman saat gulma mulai bersaing (Jatmiko et al., 2002).

  Pengaruh tidak langsung gulma terhadap tanaman dapat menyebabkan terhambatnya aksesibilitas sehingga berakibat buruk terhadap efisiensi dan efektivitas pemupukan, sulitnya pengendalian hama dan penyakit serta pekerjaan-pekerjaan lain (Purba, 2008).

  Dampak adanya gulma juga mengakibatkan persaingan tanaman dalam mengambil unsur hara, air, ruang dan cahaya. Dilahan irigasi, persaingan gulma dengan padi dapat menurunkan hasil padi 10-40 %, tergantung pada spesies dan kerapatan gulma, jenis tanah, pasokan air dan keadaan iklim (Nantasomsaran dan Moody, 1993 ; Pane dan Jatmiko, 2009).

  Pada tingkat pengelolaan petani, kehilangan hasil padi akibat persaingan dengan gulma berkisar antara 10-15% Nyarko dan De Datta (1991), sementara di Karawang tingkat kehilangan hasil tersebut sebesar 8-12% (Pane et al., 2002). Ini menandakan bahwa penyiangan yang dilakukan petani belum tuntas, karena suaktu penyiangan, petani sukar membedakan antara bibit padi dengan gulma yang sangat mirip padi, seperti gulma jajagoan.

  Menurut World Bank (1996), gulma menyebabkan kehilangan hasil panen padi di Asia 50 juta ton dengan nilai lebih dari US$10 milliar.

  Sedangkan menurut Labrada (2003), kompetisi gulma di Cina menyebabkan kehilangan produksi padi sebesar 10 juta ton setiap tahun.

  Penyiangan yang dilakukan dalam pengelolaan gulma termasuk dalam pengelolaan gulma secara mekanis, yang merupakan usaha menekan pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian-bagian sehingga gulma tersebut mati atau pertumbuhannya terhambat. Teknik pengelolaan ini hanya mengandalkan kekuatan fisik atau mekanik (cara manual) maksudnya adalah pencabutan dengan tangan atau disebut penyiangan dengan tangan merupakan cara yang praktis, efesien dan ramah lingkungan, cara ini umumnya cukup baik dilakukan pada berbagai jenis gulma, salah satunya yaitu gulma jajagoan yang sering tumbuh di sekitar lahan padi sawah (Sukman dan Yakup, 2002).

  Besarnya persaingan antara gulma dan tanaman juga ditentukan oleh kerapatan gulma dan lamanya gulma tumbuh bersamaan dengan tanaman budidaya serta jenis gulma. Semakin tinggi kerapatan gulma, maka semakin besar pula penekananya terhadap produksi tanaman dan semakin lama gulma tumbuh bersama dengan tanaman pokok maka semakin banyak persaingan yang akan terjadi, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil produksi yang didapatkan akan menurun (Mangoesoekardjo, 1978 dan Syam et al. , 2013).