BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Determinan Pembayaran Nontunai (Non Cash Payment) Di Bank Aceh Syariah (Studi Kasus: Kota Bireuen)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Sejalan dengan perkembangan teknologi yang pesat, pola dan sistem pembayaran dalam transaksi ekonomi terus mengalami perubahan. Kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran menggeser peranan uang tunai (currency) sebagai alat pembayaran ke dalam bentuk pembayaran non tunai yang lebih efisien dan ekonomis. Pembayaran nontunai umumnya dilakukan tidak dengan menggunakan uang sebagai alat pembayaran melainkan dengan cara transfer antar bank ataupun transfer intra bank melalui jaringan internal bank sendiri. Selain itu pembayaran nontunai juga dapat dilakukan dengan menggunakan kartu sebagai alat pembayaran, misalnya dengan menggunakan kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit (Pramono, et al, 2006). Bank Indonesia menyadari keuntungan yang diperoleh negara ketika sistem pembayaran diarahkan ke pembayaran nontunai. Penggunaan transaksi nontunai dapat mengurangi biaya moneter pencetakan dan peredaran uang kertas. Perkembangan transaksi pembayaran menuju cash-less society merupakan arah perubahan yang tidak bisa dihindari. Perkembangan teknologi informasi dan inovasi sistem pembayaran mengarah pada penggunaan alat pembayaran yang makin efisien, aman, nyaman dan cepat. Inovasi itu tidak saja pada berkembangnya penggunaan instrumen pembayaran berbasis kertas (paper based), penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (card

  based ), dan pembayaran secara elektronik (electronic based) tetapi juga sudah disertai dengan makin cepatnya proses penyelesaian setelmennya (Sitorus, 2006: 19).

  Sistem pembayaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan dan perbankan suatu negara. Keberhasilan sistem pembayaran akan menunjang perkembangan sistem keuangan dan perbankan, sebaliknya resiko ketidak lancaran atau kegagalan sistem pembayaran akan berdampak negatif pada kestabilan ekonomi secara keseluruhan. Berkenaan dengan permasalahan tersebut, maka sistem pembayaran perlu diatur dan dijaga keamanan serta kelancaran oleh suatu lembaga, dan umumnya dilakukan oleh bank sentral (Subari, 2003).

  Pada awal mula, PBI dan SE BI menggolongkan kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, dan kartu prabayar (uang elektronik) dalam satu kategori yaitu alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK). Namun, sejak pemberlakuan PBI Nomor 11/11/PBI/2009 dan PBI Nomor 11/12/PBI/2009, terjadi perubahan dimana produk kartu ATM, kartu debit dan kartu kredit digolongkan sebagai APMK, sedangkan kartu prabayar digolongkan sebagai uang elektronik (Serfianto, et al, 2012). Dari sisi pengaturan, BI juga telah menerbitkan peraturan mengenai Uang Elektronik melalui Layanan Keuangan Digital, yang memberikan kepastian hukum dan aspek perlindungan konsumen. Bank Indonesia sendiri terus mendorong perluasan penggunaan transaksi non tunai melalui sosialisasi dan edukasi untuk mendorong masyarakat melakukan transaksi keuangan sehari- hari secara non tunai. Uang elektronik ini menjadi entry point pengenalan produk formal keuangan, baik sebagai sarana penyimpanan, transfer, pembayaran tagihan dan sebagainya. Hal ini akan dapat menjadi budaya menabung dikemudian hari meskipun dengan jumlah kecil Dalam kajian BI mengenai e-money, Siti Hadayati, et al (2006) menilai bahwa penerbitan e-money dinilai sebagai salah satu faktor yang dapat merubah fungsi permintaan uang dan selanjutnya dapat menurunkan rata-rata jumlah uang tunai (average money holdings) yang dipegang oleh masyarakat.

  Penurunan average money holdings ini mengakibatkan meningkatnya velocity of money atau semakin tingginya sirkulasi uang dalam perekonomian.

  Menurut Robert Reich (2014) bahwa akan tiba masanya era transaksi tunai atau cash akan berakhir, meski ia tidak tahu secara pasti kapan masa itu akan tiba. Keyakinan itu didasarkan pada gaya hidup masyarakat Amerika yang kini lebih banyak melakukan transaksi nontunai (bisniskeuangan.kompas.com).

  Pada tanggal 14 Agustus 2014 BI, Agus D.W. Martowardojo mencanangkan GNNT di Jakarta.Gerakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis dan juga lembaga pemerintah untuk menggunakan sarana pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi keuangan secara . mudah, aman dan efisien

  Dalam perkembangannya, beberapa negara telah menemukan dan menggunakan produk pembayaran elektronik yang dikenal sebagai Electronic

  

Money (e-money), pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan e-money

  tidak selalu memerlukan proses otorisasi dan keterkaitan secara langsung dengan rekening nasabah di bank, hal ini dapat terjadi karena e-money merupakan produk stored value dimana sejumlah nilai dana tertentu (monetary

  

value ) telah terekam (tersimpan) dalam alat pembayaran yang digunakan

tersebut (Ibid).

  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung menyebutkan, salah satu indikator sebuah negara disebut maju adalah jika masyarakatnya lebih banyak melakukaKarena transaksi elektronik mengurangi beban bank sentral dalam mencetak uang dan mengendalikan peredaran uang tunai di masyarakat Berdasarkan catatan MasterCard Advisors yang mengeluarkan laporan global terbaru tahun ini berjudul The Cashless Journey, pembayaran nontunai di Indonesia terhitung sebesar 31 persen dari total pembayaran yang dilakukan konsumen. Ini menempatkan Indonesia dalam kategori negara-negara yang berada dalam tahap awal (inception) bersama negara lain, seperti Nigeria, Rusia, dan Kolombia. Negara-negara tersebut mulai untuk beralih dari pembayaran tunai.Di negara-negara maju, mayoritas masyarakatnya melakukan transaksi non-tunai. Di Belgia transaksi konsumen dilakukan nontunai tercatat 93 persen, Perancis 92 persen, Kanada 90 persen, Inggris 89 persen, Swedia 89 persen, Australia 86 persen, dan Belanda 85 persen. Sementara, Indonesia berada dalam tahap transisi adalah Brasil 57 persen, Polandia 41 persen, dan Afrika Selatan 43 persen.Pergeseran tercepat dari pembayaran tunai ke nontunai terjadi di Tiongkok. Pembayaran konsumen secara tunai menurun 20 persen antara tahun 2006 dan 2011. Di negeri itu, sekitar 55 persen transaksi telah berlangsung secara nontunai (Ibid).

  Negara-negara, seperti Amerika Serikat bertransaksi nontunai tercatat sekitar 80 persen total pengeluaran konsumen dilakukan secara nontunai dan Singapura 69 persen, sedang mendekati untuk menjadi masyarakat menggunakan transaksi nontunai seutuhnya, sementara penggunaan pembayaran tunai yang ada sebagian besar merupakan hasil dari kebiasaan konsume

  Dibandingkan negara-negara ASEAN, penggunaan transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia relatif masih rendah, sementara dengan kondisi geografi dan jumlah populasi yang cukup besar, masih terdapat potensi yang cukup besar untuk perluasan akses layanan sistem pembayaran di Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia bersama perbankan sebagai pemain utama dalam penyediaan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat, perlu memiliki visi yang sama dan komitmen yang kuat untuk mendorong penggunaan transaksi non tunai oleh masyarakat dalam mewujudkan LCS/Less Cash Society

  Tabel 1.1 Jumlah M1 dan M2 (dalam triliun)

  Tahun M1 M2 2009 5,711.20 23,659.00 2010 6,412.20 26,587.30 2011 7,616.60 30,854.60 2012 9,098.90 33,413.89 2013 10,114.70 34,668.78 2014 10,871.40 46,384.00

  Sumber:data diolah) Posisi M1 pada tahun 2011 sebesar 7.616,6 T, atau tumbuh 18,8% (yoy) meningkat dibandingkan tahun 2010 yaitu 12,2% (yoy), sedangkan M2 pada tahun 2011 sebesar 16,1% (yoy) meningkat dibandingkan tahun 2010 yaitu 12,4%. Pada tahun 2012 posisi M1 sebesar 9.098,9 T, atau tumbuh sebesar 19,5% (yoy) meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dan posisi M2 pada tahun 2012 sebesar 33.413,89 T, atau tumbuh 8,3% (yoy), melambat dibanding pertumbuhan tahun 2011 (16,1%; yoy). M1 pada tahun 2013 sebesar 10.114,70 T, atau tumbuh 11,2% (yoy) melambat dibandingkan pertumbuhan 2012 (19,5;yoy) dan posisi M2 pada tahun 2013 sebesar 34.668,78 T, atau tumbuh 3,8% (yoy), melambat dibanding pertumbuhan 2012 (8,3%; yoy). Posisi M1 pada tahun 2014 sebesar 10.871,40 T, atau tumbuh 7,5% (yoy), melambat dibandingkan tahun lalu yg tumbuh 11,2% (yoy).

  Sedangkan posisi M2 pada tahun 2014 sebesar 46.384,00 T, atau tumbuh 33,8% (yoy) meningkat dibandingkan tahun 2013.

  Di Indonesia terjadi peningkatan kebutuhan akan suatu alat pembayaran yang lebih efisien dan cepat. Alat pembayaran elektronik adalah solusinya. Di Indonesia volume transaksi kartu ATM/debit yang tercatat sebanyak 1,86 miliar transaksi atau naik sebesar 24,02% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 1,49 miliar transaksi. Sementara volume transaksi pada kartu kredit tercatat sebanyak 122,87 juta transaksi atau naik sebesar 8,96% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 112,77 juta transaksi. Aktivitas transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/debit dan kartu kredit selama tahun2013 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilaitransaksi dengan menggunakan kartu ATM/debit mencapai Rp. 1,99 ribu triliun atau naik sebesar 22,96% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp.1,62 ributriliun. Sedangkan nilai transaksi dengan menggunakan kartu kredit mencapai Rp. 116,70 triliun atau naik sebesar 12,01% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapaiRp. 104,19 triliun. Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah kartu kredit yang beredar saat ini mencapai 15.590.119 kartu. Sementara total pemegang kartu transaksi elektronik, baik automatic

  

teller machine (ATM) maupun kartu kredit, mencapai 74 juta nasabah

(Yudhistira,2014).

  Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 menyatakan bahwa, jumlah penduduk Provinsi Aceh sebesar 4.791.924 jiwa, sedangkan jumlah penduduk di Kabupaten Bireuen sebesar 413.817 jiwa. Bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk di Provinsi Aceh dari tahun sebelumnya yaitu 4.693.934 jiwa, dan juga terjadi peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Bireuen dari tahun sebelumnya sebesar 406.083 jiwa, dan mayoritas penduduk Aceh dihuni oleh masyarakat Muslim. Sangat disayangkan bila masyarakat Muslim masih menggunakan jasa bank konvensional dibandingakan dengan bank syariah untuk melakukan transaksi non tunai.

  Menurut laporan tahunan Bank Aceh tahun 2012 menyatakan bahwa jumlah nasabah di Bank Aceh sebesar 1.747.467 nasabah dan jumlah nasabah pada tahun 2013 sebesar 2.535.929 nasabah, dengan jumlah nasabah yang terus meningkat dapat membantu peningkatan transaksi nontunai untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah Ace

  Menurut kajian Tim Peneliti BI mengenai Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Dunia Usaha terhadap Sistem Pembayaran Non Tunai (2006) keberhasilan pengembangan sistem pembayaran nontunai tidak bisa dilepaskandari kesiapan masyarakat baik masyarakat umum (sebagai pengguna), dunia usaha (sebagai penerima sistem pembayaran) maupun perbankan untuk menerima sistem pembayaran yang relatif masih baru tersebut. Oleh karenanya, diperlukan suatu penelitian untuk menggali informasi tentang kesiapan masyarakat serta potensi pengembangan instrumen pembayaran nontunai sesuai dengan karakteristik masyarakat dan karakteristik wilayah di seluruh Indonesia. Dari uraian latar belakang diatas penulisbermaksud melakukan penelitian dengan judul ‘’Analisis Determinan Pembayaran Non Tunai (Non Cash

  Payment) Di Bank Aceh Syariah (Studi Kasus: Kota Bireuen)’’.

1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah determinan/faktor-faktor apa yang mempengaruhi nasabah/masyarakat terhadap penggunaan pembayaran nontunai atau pembayaran dengan menggunakan kartu?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bukti empiris dari determinan/faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah/masyarakat terhadap penggunaan produk instrumen nontunai atau pembayaran dengan menggunakan kartu di Kota Bireuen.

  Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi penggunaan produk instumen nontunai.

  2. Sebagai informasi dan tambahan referensi untuk penulis lainnya yang ingin memfokuskan penelitian ini dimasa yang akan datang.

  3. Bagi dunia perbankan sebagai pihak yang mengeluarkan inovasi dalam transaksi pembayaran nontunai untuk peningkatan pengguanaan sistem pembayaran nontunai, disamping itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi-potensi karakteristik wilayah Bireuen sehingga bermanfaat bagi pelaku industri atau penyedia jasa sistem pembayaran non tunai dalam melakukan perluasan kegiatan.