BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis - Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Dan Profitabilitas Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efeek Indoonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Return Saham
2.1.1.1 Pengertian Return Saham
Return saham merupakan laba atas suatu investasi yang biasanya
dinyatakan sebagai tarif persentase tahunan (Fakhruddin, 2008:169). Fahmi dan
Yovi (2009:151) mengatakan return saham adalah keuntungan yang diperoleh
oleh perusahaan, individu dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang
dilakukannya. Semakin tinggi return saham maka semakin baik investasi yang
dilakukan karena dapat menghasilkan keuntungan, sebaliknya semakin return
saham atau bahkan negatif maka semakin buruk hasil investasi yang dilakukan.
Return saham adalah pendapatan yang dinyatakan dalam persentase dari
modal awal investasi. Pendapatan investasi dalam saham meliputi keuntungan jual
beli saham, di mana jika untung disebut capital gain dan jika rugi disebut capital
loss (Samsul, 2006:291). Return saham yang diperoleh dari kegiatan investasi
yang berupa deviden bukan lah hal yang mudah untuk diprediksi, karena
kebijakan deviden merupakan kebijakan yang sulit bagi manajemen perusahaan.
Keputusan mengenai deviden terkadang dikaitkan dengan keputusan pendanaan
dan keputusan investasinya, deviden setiap periodenya sesuai dengan fluktuasi

dalam jumlah kesempatan investasi yang dapat diterima yang tersedia bagi
perusahaan tersebut.

Return saham dapat terdiri dari return realisasi yang sudah terjadi atau
return ekspektasi yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa depan.
Menurut Jogiyanto (2009:199) ada 2 (dua) cara untuk memperoleh tingkat
keuntungan, yaitu return realisasi dan return historis.
1. Return Realisasi
Tingkat keuntungan yang diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli.
Return ini merupakan return yang sesungguhnya terjadi (return realisasi).
Return realisasi penting digunakan sebagai salah satu pengukuran kinerja
dari sebuah perusahaan yang dihitung berdasarkan data historisnya.
2. Return Historis
Return historis atau yang sering disebut juga sebagai tingkat keuntungan
saham yang diperoleh dari investasi saham ekspektasi.

2.1.1.2 Jenis-Jenis Return
Menurut Jogiyanto (2009:199-214), jenis return ada dua yaitu return
realisasi dan return ekspektasi.
1. Return Realisasi

Return realisasi merupakan return saham yang telah terjadi. Return
realisasi dihitung berdasarkan data historis. Pentingnya return saham ini
karena digunakan indikator kinerja atau keberhasilan perusahaan. Return
realisasi (realized return) merupakan return saham yang telah terjadi.
Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return historis juga
berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan

risiko di masa mendatang. Ekspektasi biasanya digunakan sebagai dasar
analisa teknikal yaitu menggunakan pola pergerakan harga saham masa
lalu untuk memprediksi harga saham di masa mendatang.
2. Return Ekspektasi
Return ekspektasi adalah return saham yang diharapkan akan diperoleh
oleh investor di masa mendatang dan return ekspektasi siftnya belum
terjadi. Return saham ini dapat dihitung dengan mengalikan masingmasing hasil masa depan (outcome) dengan probabilitas kejadiannya dan
menjumlah semua produk oerkalian tersebut.
Jogiyanto (2009:200) mengemukakan beberapa pengukuran return
realisasi yang banyak digunakan adalah return total, relative return, kumulatif
return, dan return disesuaikan. Rata-rata dari return dapat dihitung berdasarkan
aritmatika (arithmetic mean) atau rata-rata geometric (geometric mean).
Perhitungan ini menggunakan data harga saham historis yaitu pergerakan harga

saham dari awal pengamatan samapai akhir pengamatan.

2.1.1.3.

Pengukuran Return Saham

Berdasarkan pengertian return saham, bahwa return suatu saham adalah
hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham
periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan deviden, maka
dapat ditulis rumus: (Samsul, 2006:291)

Dimana:

Ri = Return saham
Pt = Harga saham pada periode t
P t-1 = Harga saham pada periode t-1

2.1.1.4.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return Saham
Kinerja keuangan merupakan faktor penentu naik turunnya return saham.
Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan

return saham, begitu pula sebaliknya. Kinerja keuangan dpat diukur dari nilai
tambahan ekonomis (EVA) dan likuiditas perusahaan (CR). Untuk itu perusahaan
harus dapat meningkatkan kinerja keuangan agar dapat meningkatkan return
saham.
Menurut Asnawi dan Wijaya, (2005:95) kinerja keuangan yang secara
langsung mempengaruhi return saham dikelompokkan yaitu rasio likuiditas, rasio
solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, rasio pasar, dan economic value
added (EVA).

1. Rasio likuiditas, yang menyatakan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pendek. Rasio ini
terbagi menjadi current ratio, quick ratio, dan net wirking capital.
Semakin tinggi rasio ini semakin baik return saham yang akan
diterima investor.
2. Rasio solvabilitas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka panjang, dimana rsio ini terbagi menjadi

debt ratio, debt to equity ratio, long term debt to equty ratio, long term
debt to capitalization ratio, times interst earned, cash flow interst
coverage, cash flow to net income, dan cash return sales. Semakin

tinggi rasio ini semakin rendah return saham yang akan diterima
investor.
3. Rasio

aktivitas,

menunjukkan

kemampuan

perusahaan

dalam

memanfaatkan harta yang dimilikinya, terbagi menjadi total asset
turnover, fixed assets turnover, account receivable turnover, inventory
turnover, average collection period, dan day’s sales in inventory.
Semakin tinggi rasio ini semakin baik return saham akan diterima
investor.
4. Rasio profitabilitas, menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan, terbagi menjadi gross profit margin, net
profit margin, operating return on assets, return on equity, dan
operating ratio. Semakin tinggi rasio ini semakin baik return saham
yang akan diterimam investor.
5. Rasio pasar, menunjukkan informasi yang penting perusahaan dan
diungkapkan dalam basis per saham, terbagi menjadi dividend yield,
dividend per share, earning per share, dividend payout ratio, price
earning ratio, book value per share, dan price to book value. Semakin
tinggi rasio ini semakin baik return saham yang akan diterima
investor.

6. EVA merupakan suatu cara untuk mengukur profitabilitas operasi yang
sesungguhnya, apakah sudah mampu memberikan nilai tambah atau
belum terhadap perusahaan. Jika kinerja manajemen baik atau efektif
dilihat dari nilai tambah, maka akan tercermin dalam peningkatan
harga saham perusahaan. EVA yang positif akan dapat meningkatkan
harga saham, begitu juga profitabilitas meningkat akan dapat
meningkatkan harga saham.

2.1.2 Likuiditas

2.1.2.1 Pengertian Likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Likuiditas juga dapat
dikatakan sebagai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibankewajibannya yang segera harus dipenuhi kurang dari satu tahun. Rasio likuiditas
yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan
kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dihitung dari sumber informasi
tentang modal kerja yaitu pada pos aktiva lancar dan hutang lancar (munawir,
2004:27).
Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban finansial jangka pendek yang akan jatuh tempo dengan tepat waktu.
Perusahaan dalam keadaan likuid berarti mampu memenuhi kewajiban keuangan
tepat waktu apabila perusahaan memiliki alat pembayara ataupun aktiva lancar

yang lebih besar dari hutang lancar (jangka pendek). Sedangkan perusahaan dalam
keadaan illikuid berarti perusahaan tersebut tidak dapat segera memenuhi
kewajiban keuangan pada saat ditagih (Husnan, 2005:41).
Rasio lancar digunakan untuk menilaii likuiditas suatu perusahaan.
Semakin tinggi rasio ini, semakin baik kemampuan likuiditas perusahaan yang
bersangkutan sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi baik akan

semakin besar. Apabila hal tersebut terjadi maka hal tersebut akan berdampak
pada meningkatnya keuntungan perusahaan. Dengan keuntungan yang tinggi
maka tingkat penggembalian (return) saham juga tinggi (Sawir, 2005:32).

2.1.2.2 Jenis-Jenis Likuitas
a. Current Ratio
Current Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo
pada saat ditangih secara keseluruhan. Rasio ini dapat pula mengukur tingkat
keamanan (margin of safety) suatu perusahaan atau kemampuan perusahaan dalam
membayar hutangnya. Selain itu, current ratio juga dapat menunjukkan sejauh
mana tagihan jangka pendek para kreditor dapat dipenuhi dengan aktiva yang
diharapkan akan dikonversikan menjadi kas dalam waktu dekat (Munawir,
2004:27).
Rumus current ratio yang mengacu pada Gibson (2011, h224), dinyatakan
sebagai berikut:

Semakin tinggi nilai current ratio, maka akan semakin baik posisi pemberi
pinjaman, sebaliknya current ratio yang rendah menunjukkan tingkat likuiditas
perusahaan yang bermasalah. Current ratio berbentuk kali (x). mengacu pada

pendapat Munawir (2004:27), nilai current ratio yang memuaskan bagi suatu
perusahaan adalah 200% atau 2 kali, akan tetapi nilai rasio sebesar 200% dapat
menjadi titik tolak untuk mengadakan analisa lebih lanjut. Hal ini dikarenakan
current ratio yang tinggi belum menjamin hutang perusahaan dapat dibayar,
misalnya:
1. Jumalah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat
penjualan

sehingga

tingkat

perputaran

persediaan

rendah

dan


menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut.
2. Saldo piutang yang besar memungkinkan sulit untuk ditagih.
3. Rasio lancar yang terlalu tinggi kemungkinan menunjukkan kelebihan
uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan denga kebutuhan saat
ini.

Gibson (2011:224) menyatakan “the guideline for the minimum current
ratio has been 2,00”. Gibson juga menambahkan perusahaan yang tidak berhasil
mempertahankan current ratio di atas 2,00 mengindikasikan penurunan likuiditas
dan dapat pula mengindikasikan pengendalian yang kurang baik atas kas, piutang
dan persediaan untuk menutupi kewajiban lancarnya. Apablia hal ini terjadi maka
akan dapat menyulitkan perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasionalnya.
b. Acid-Test Ratio

Acid-Test Ratio sering juga disebut sebagai quick ratio, dimana rasio ini
merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibankewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena persediaan
memerlukan waktu yang relatif lama untuk dikonversi menjadi uang kas,
walaupun pada kenyataanya persediaan mungkin lebih likuid daripada piutang.
Nilai current ratio yang tinggi tetapi quick ratio nya rendah menunjukan adanya
investasi yang sangat besar dalam persediaan. Rasio ini berbentuk kali (x),

semakin cepat rasio ini berputar semakin baik bagi perusahaan.
Rumus acid-test ratio yang mengacu pada Gibson (2011:225), adalah
sebagai berikut:

Semakin tinggi Acid-test ratio menunjukkan semakin tinggi tingkat
likuiditas perusahaan. Akan tetapi, jika rasio ini terlalu tinggi maka hal ini tidak
terlalu baik karena mengindikasikan adanya praktek manajemen yang kurang
baik. Acid-test yang bernilai 2 kali menunjukkan bahwa perusahaan cukup
melunasi kewajiban lancar dengan membayar setengah dari aset lancar tanpa
persediaan yang dimiliki, sedangkan rasio yang berniai kurang dari 1 kali
mengindikasikan terdapat kewajiban lancar yang tidak terbayarkan meskipun
seluruh aset lancar tanpa persediaan telah dikonversi menjadi kas.
Menurut Gibson (2011:225) angka 1,00 atau 1 kali dianggap cukup aman.
Sependapat dengan Prihadi, Gibson (2011:226) menyatakan “the guideline for the

minimum acid-test ratio was 1,00”. Angka ini merupakan angka minimum yang
perlu dipertahankan oleh perusahaan agar perusahaan tidak mengalami
ketidakmampuan dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Perusahaan
yang memiliki rasio cepat yang tinggi akan terhindar dari ancaman likuidasi.
2.1.3.3 Pengukuran Rasio Likuiditas
Pengukuran rasio likuiditas adalah menggunakan current ratio yaitu
perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Aktiva lancar terdiri dari
kas, persediaan, piutang, dan investasi jangka pendek, sedangkan hutang lancar
terdiri dari hutang dagang yang jatuh tempo kutang dari satu tahun. Indikator
likuiditas (munawir, 2004:27) adalah:

Rasio lancar yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau
aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang atau tingkat
likuiditas yang rendah daripada aktiva lancar dan sebaliknya. Perusahaan haruslah
jeli dalam menilai kondisi likuiditas keuangannya. Likuiditas yang terlalu tinggi
juga tidak akan menguntungkan bagi perusahaan karena adanya aset lancar yang
tidak produktif, sebalinya perusahaan juga jangan sampai memiliki likuiditas yang
rendah karena akan menyulitkan perusahaan dalam menjalankan aktivitas
operasionalnya.

2.1.3 Rasio Leverage
2.1.3.1 Pengertian Rasio Leverage
Sawir (2005, hal 37) mengatakan rasio leverage mengukur tingkat
solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya perusahaan tersebut
pada saat itu dilikuidasi. Dengan demikian leverage atau solvabilitas berarti
kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya, baik
jangka panjang maupun jangka pendek.
Sutrisno (2003:56) menyatakan “leverage dapat diartikan sebagai
penggunaan aktiva atau dana dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus
menutup biaya tetap atau membayar biaya tetap. Kalau pada “operating
Leverage” penggunaan aktiva dengan biaya tetap adalah dengan harapan bahwa
revenue yang dihasilkan oleh penggunaan aktiva itu akan cukup untuk menutup
biaya tetap dan biaya variabel, maka pada “financial leverage” penggunaan dana
dengan beban tetap itu adalah dengan harapan untuk memperbesar pendapatan per
lembar saham biasa. (EPS= Earnig Per Share).
Konsep operating dan financial leverage sangat bermanfaat untuk analisis,
perencanaan dan pengendalian keuangan. Dalam manajemen keuangan, leverage
adalah penggunaan aset dan sumber dana (sources of founds) oleh perusahaan
yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan
keuntungan potensial pemegang saham. Jika semua biaya bersifat variabel, maka
akan memberikan kepastian bagi perusahaan dalam menghasilkan laba. Tapi

karena sebagai biaya perusahaan bersifat biaya tetap, maka untuk menghasilkan
laba diperlukan tingkat penjualan minimum tertentu.

2.1.3.2 Jenis-Jenis Rasio Leverage
Hanafi (2004:59) mengatakan biaya tetap perusahaan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1. Leverage Operasi
Adalah dengan adanya biaya tetap dari aktivitas operasional perusahaan.
Risiko yang ditimbulkan dari biaya ini disebut risiko operasional. Biaya
ini seperti biaya sewa gudang, biaya tenaga kerja bagian administrasi, dan
lain-lain.
2. Fianancial Leverage
Adalah leverage dengan adanya biaya tetap karena perusahaan
menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan. Risiko yang
ditimbulkan dari biaya ini disebut risiko keuangan. Biaya in berupa biaya
bunga. Ukuran yang sering digunakan adalah debt to assets ratio dan debt
to equity ratio.

Perusahaan menggunakan operating dan financial leverage dengan tujuan
agar keuntungan yang diperoleh lebih besar dari pada biaya assets dan sumber
dananya, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang saham.
Sebaliknya leverage juga meningkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena

jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya
tetapnya maka penggunaan Leverage akan menurunkan keuntungan pemegang
saham.

Pengukuran Rasio Leverage

2.1.3.3.

Pengukuran rasio leverage menggunakan Debt to Assets Ratio (DAR)
yaitu proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki.
Semakin tinggi hasil presentasenya, cenderung semakin besar risiko keuangannya
bagi kreditor maupun pemegang saham.
Sawir 2005:37) mengatakan debt to assets ratio (DAR) merupakan
proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan (total aset) yang
dimiliki. Semakin tinggi hasil persentasenya, cenderung semakin besar risiko
keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham. Sedangkan Kasmir
(2012:151) mengatakan “debt to assets ratio merupakan perbandingan utang
dengan total aset perusahaan”.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa debt to assets
ratio merupakan rasio yang mengukur sejauh mana perushaan dibiayai oleh
hutang dibandingkan dengan aset yang dimiliki. Rasio ini dapat diformulasikan
sebagai berikut:

Keterangan:
-

DAR adalah rasio hutang terhadap aset (Debt to Assets Ratio)

-

Total Debt adalah jumlah hutang jangka panjang ditambah hutang jangka
pendek yang dimiliki perusahaan selama setahun.

-

Total Assets adalah jumlah kekayaan yang dimiliki perusahaan selama
setahun.

2.1.4

Rasio Aktivitas

2.1.4.1 Pengertian Rasio Aktivitas
Anoraga dan Pakarti, (2006:111) mengatakan “ Rasio Aktivitas,
menunjukkan

kemampuan

perusahaan

dalam

memanfaatkan

harta

yang

dimilikinya, terbagi menjadi total assets turnover, fixed assets turnover, accounts
receivable turnover, inventory turnover, average collection period, dan day’s
sales ini inventory”.

2.1.4.2 Jenis-Jenis Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas dapat digolongkan kedalam beberapa jenis diantaranya
adalah:
a. Net Working Capital Total Assets (NWCTA)
Rasio ini disebut juga rasio modal kerja bersih. Rasio ini mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan akan modal kerja
yang dibandingkan dengan jumlah kekayaan atau assets perusahaan.

Semakin tinggi rasio modal kerja bersih maka semakin tinggi kemampuan
perusahaan untuk memperbesar aset yang berasal dari modal kerja bersih
perusahaan. Besarnya modal kerja bersih yang terus meningkat akan
berdampak pada tingkat keuntungan perusahaan yang meningkat juga dan
harga saham juga akan meningkat.
b. Total Assets Turnover (TATO)
Total Assets Turnover (TATO) adalah rasio perputaran total aktiva yang
menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi
biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang
rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya,
dan pengeluaran modalnya.
c. Inventories Turnover (ITO)
Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai perputaran persediaan,
beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya tentang perputaran
persediaan diantaranya: Menurut Munawir (2002, hal.77) “Turn Over
persediaan merupakan rasio antara jumlah harga pokok barang yang dijual
dengan nilai rata-rata persediaan yang dimiliki perusahaan”. Menurut
Sundjaja (2002:112) “Perputaran Persediaan mengukur aktivitas atau
likuiditas dari persediaan perusahaan”.
Berbeda dengan Assauri (2004, hal.203) yang mendefinisikan bahwa
“Perputaran Persediaan (inventory turnover) merupakan angka yang
menunjukkan kecepatan penggantian persediaan dalam suatu periode
tertentu, biasanya satu tahun.

Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa
tingkat perputaran persediaan mengukur kemampuan perusahaan dalam
melakukan perputaran barang dagang dan menunjukkan hubungan antara
barang yang diperlukan untuk menunjang atau mengimbangi tingkat
penjualan yang telah ditentukan, serta efisiensi persediaan dapat dilihat
dari tingkat perputaran persediaan. Perputaran persediaan merupakan salah
satu ukuran efisiensi perusahaan dalam penggunaan aktiva terutama aktiva
lancar. Semakin cepat perputaran persediaan maka akan semakin efisien
penggunaan persediaan dalam suatu perusahaan.

2.1.4.3.

Pengukuran Rasio Aktivitas
Pengukuran rasio aktivitas menggunakan rasio Total Assets Turn Over

(TATO) adalah rasio perputaran total aktiva yang dihitung efektivitas penggunaan
total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik,
sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi,
pemasarannya, dan pengeluaran modalnya.

2.1.5. Rasio Profitabilitas

2.1.5.1 Pengertian Rasio Profitabilitas
Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba selama periode tertentu. Rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara

laba bersih perusahaan terhadap investasi atau ekuitas yang digunakan untuk
memperoleh laba perusahaan tersebut. Profitabilitas memberikan informasi yang
penting bagi pihak diluar perusahaan untuk melihat efisiensi perusahaan yang
dilakukan oleh manajemen.
Menurur Munawir (2007:33) “profitabilitas atau rentabilitas adalah
kemampuan perusahaan menghasilkan laba selama periode tertentu”.

Agus

Sartono (2001:22) mengatakan “Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
memperoleh dalam hubungtannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal
sendiri”. Sedangkan Brigham dan Houston (2006:107), Profitabilitas adalah hasil
akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan perusahaan. Rasio
profitabilitas akan menunjukkan kombinasi efek-efek dari likuiditas, manajemen
aktiva, dan utang pada hasil-hasil operasi.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulakan bahwa profitabilitas
adalah mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang
dihasilkan dari volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Dan juga rasio
rasio profitabilitas merupakan rasio yang dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba selama periode tertentu.

2.1.5.2 Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas
Profitabilitas dapat diukur dari berbagai rasio keuntungan. Adapun alat
ukur raso profitabilitas menurut Agnes Sawir (2005:18) adalah sebagai berikut:

1. Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)
2. Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin)
3. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin)
4. Hasil Atas Total Asset (Return on Assets)
5. Hasil Atas Ekuitas (Return on Equity)
Berikut akan dijelaskan satu per satu alat ukur rasio profitabilitas diatas.
1. Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)
Gross Profit Margin adalah persentase dari setiap hasil sisa penjualan
sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Semakin tinggi
margin laba kotor, maka semakin baik dan secara relative semakin
rendah harga pokok barang yang dijual. Rasio ini dapat diformulasikan
sebagai berikut:

2. Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin)
Operating Profit Margin adalah ukuran persentase dari setiap hasil sisa
penjualan sesudah semua biaya dan pengeluaran lain dikurangi kecuali
bunga dan pajak, atau laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah
penjualan. Margin laba operasi mengukur laba yang dihasilkan murni
dari operasi perusahaan tanpa meliha beban keuangan (bunga) dan
beban dari pemerintah (pajak).

3. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin)
Net Profit Margin adalah ukuran persentase dari setiap hasil sisa
penjualan sesudah dikurangi semua biaya dan pengeluaran, termasuk
bunga dan pajak.

4. Hasil Atas Total Asset (Return on Assets)
Return on Total Assets adalah ukuran keseluruhan keefektifan
manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia
disebut juga hasil atas investasi.

Rasio ini merupakan rasio terpenting diantara rasio profitabilitas yang
lainnya. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja yang semakin baik,
karena tingkat pn=engembalian (return) semakin besar.
5. Hasil Atas Ekuitas (Return on Equity)
Return on Equity adalah ukuran pengembalian yang diperoleh pemilik
(baik pemegang saham biasa dan saham istimewa) atas investasi di
perusahaan. Semakin tinggi pengembalian semakin baik. (Robert ANg,
1997).

Rasio tersebut mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakan
ekuitas untuk menghasilkan laba. Rasio ini juga dapat menunjukkan
;return’ yang diterima oleh pemilik modal dimana untuk mengukur
‘return’ ini adalah laba bersih setelah pajak dibagi dengan total
ekuitas.

2.1.5.3.

Pengukuran Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan Return on Total
Assets yaitu ukuran keseluruhan keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba
dengan aktiva yang tersedia disebut juga hasil atas investasi.

2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti dan
No

Judul Penelitian

Variabel

Hasil Penelitian

Pengaruh
price
earning ratio, return
on equity, dan net
profit margin terhadap
return saham pada
industri rokok yang
terdaftar di BEI

price earning
ratio, return
on equity, dan
net
profit
margin
dan
return saham

Hasil
penelitiannya
membuktikan secara simultan
ketiga rasio tersebut memiliki
pengaruh
yang
signifikan
terhadap return saham namun
secara parsial hanya rasio net
profit margin dan price earning
ratio yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap return saham

Tahun
1.

Leonardo
Guntur
(2009)

2.

Satria (2007)

Pengaruh rasio
profitabilitas dan
leverage terhadap
return saham
perbankan di BEJ

rasio
profitabilitas,
leverage dan
return saham

Hasil
penelitiannya
membuktikan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan secara
simultan dan secara parsial
return on equity dan debt to asset
ratio
berpengaruh terhadap
return saham

3.

Ulupui
(2005)

Pengaruh
rasio
likuiditas,
aktivitas,
solvabilitas
dan
profitabilitas terhadap
return saham pada 13
perusahaan
yang
tergolong
dalam
barang konsumsi di
BEJ

rasio
likuiditas,
aktivitas,
solvabilitas,
profitabilitas
dan
return
saham

Hasil
penelitiannya
membuktikan
bahwa
rasio
likuiditas,
solvabilitas
dan
profitabilitas
berpengaruh
terhadap return saham.

4.

Farida
Wahyudi
Lusiana
(2009)

Pengaruh rasio
likuiditas, solvabilitas,
rasio provitabilitas
terhadap return saham
yang terdaftar di BEI

Rasio
likuiditas,
solvabilitas,
rasio
provitabilitas
dan
return
saham

Hasil
penelitiannya
membuktikan rasio liquiditas,
dan profitabilitas, berpengaruh
secara signifikan terhadap return
saham
sedangkan
rasio
solvabilitas
mempunyai
pengaruh
tidak
signifikan
terhadap return saham

5.

Arista dan
Astohar

Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Return
Saham

DER,
EPS,
ROA, PBV

Hasil risetnya menunjukkan
bahwa
DER
dan
PBV
berpengaruh signifikan terhadap
return saham, dan selebihnya
tidak berpengaruh.

Analisis
Pengaruh
BETA,
Size
Perusahaan, DER, dan
PBV Ratio terhadap
Return Saham

BETA,
Size
perusahaan,
DER,
PBV
Ratio, Return
Saham

Hasil risetnya membuktikan Size
dan PBV berpengaruh positif dan
signifikan
terhadap
return
saham.
Sedangkan
BETA
berpengaruh
tetapi
tidak
signifikan dan DER berpengaruh
negatif tetapi signifikan

Analisis
Pengaruh
Fundamental
Perusahaan Terhadap
Return
saham
Perusahaan
Sektor
Property.

EPS,
PER,
BVPS, PBV,
ROA,
ROE
dan
Return
saham

Hasil
penelitiannya
membuktikan secara simultan
semua
variabel
independen
berpengaruh terhadap return
saham. Tetapi secara parsial
hanya PBV yang berpengaruh
terhadap return saham.

(2012)

6.

Sugiarto
(2011)

7.

Sulistyandito
dan Hakim
(2013)

8.

Sari &
Venusita
(2013)

Pengaruh
Kinerja
Keuangan Terhadap
Return
Saham
Perusahaan Property
dan Real Estate

EVA,
EPS,
ROE, NPM,
dan
return
saham

Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa secara simultan semua
variabel berpengaruh terhadap
return saham. Secara parsial
hanya ROE yang berpengaruh
signifikan terhadap return saham

9.

Michell
Suharli
(2005)

Studi empiris terhadap
dua
faktor
yang
mempengaruhi return
saham pada Industri
Food & Beverages di
Bursa Efek Jakarta

Debt to equity
ratio, tingkat
risiko
dan
return saham

Hasil penelitian menunjukkan,
bahwa rasio hutang dan tingkat
risiko
tidak
memberikan
pengaruh signifikan terhadap
return saham.

10.

Susilowati
dan Turyanto
(2011)

Reaksi signal
rasio profitabilitas dan
rasio
solvabilitas
terhadap return saham
perusahaan.

Rasio
profitabilitas,
rasio
solvabilitas
dan
return
saham

Hasil penelitian menunjukkan
Debt to Equity Ratio (DER)
berpengaruh signifikan terhada
return saham . Dan Earning per
Share (EPS), Net Profit Margin
(NPM), Return on Asset (ROA)
dan Return on Equity (ROE)
tidak berpengaruh signifikan
terhadap return saham.

2.3.

Kerangka Konseptual
Berdasarkan Rumusan masalah dan teori yang ada maka penelitian ini

dapat digambarkan dalam skema kerangka konseptual yang dapat dilihat pada
Gambar 2.1.

Rasio Likuiditas (X1)

Rasio Leverage((X2)
Return Saham (Y)
Rasio Aktivitas (X3)

Rasio Profitabilitas (X3)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Return saham memiliki peran yang signifikan dalam menentukan nilai dari
suatu investasi. Suharli (2005) menyebutkan bahwa return saham dapat menjadi
indikator untuk meningkatkan wealth para investor termasuk didalamnya para
pemegang saham. Banyak faktor yang mempengaruhi return saham diantaranya
adalah rasio likuiditas, leverage, aktivitas, dan profitabilitas.
Perusahaan yang memiliki likuiditas yang baik maka memungkinkan
pembayaran deviden dengan lebih baik pula. Dari sudut pandang pemberi
pinjaman terdapat anggapan bahwa semakin tinggi nilai rasio lancar, maka
semakin baik posisi pemberi pinjaman. Hal ini juga dapat dilihat dari sudut
pandang investor, dimana semakin tinggi nilai rasio lancar akan memberikan
perlindungan terhadap kemungkinan kerugian drastic bila terjadi kegagalan
perusahaan. Kelebihan aktiva lancar yang besar atas kewajiban lancar tampaknya
membantu melindungi klaim, karena persediaan dapat dicairkan dengan
pelelangan atau karena tidak terdapat banyak masalah dalam penagihan oiutang
usaha.
Rasio leverage menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam
pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan
tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Keuntungan perusahaan yang

rendah akan berdampak pada penurunan tingkat pengembalian (return) saham.
Kreditur jangka panjang lebih menyukai leverage yang kecil karena menunjukkan
bahwa semakin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemilik modal sehingga
semakin kecil risiko kreditur yang secara tidak langsung akan mempengaruhi
peningkatan return saham bagi pemilik modal.
Rasio aktivitas mengukur sejauh mana efektivitas operasional perusahaan
yang dijalankan. Rasio aktivitas dari inventory turnover yang artinya semakin
tinggi

persentasenya

semakin

baik

yang

artinya

semakin

cepat

inventoridikonversikan menjadi kas. Semakin tinggi total assets turnover
(TATO), maka semakin efisien perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk
menghasilkan penjulan dan laba perusahaan juga dapat meningkat sehingga return
saham yang diharapkan juga akan meningkat.
Semakin tinggi profitabilitas akan semakin baik. Profitabilitas merupakan
salah satu indikator penting untuk melihat sejauh mana investasi yang akan
dilakukannya disuatu perusahaan mampu memberikan return saham yang sesuai
dengan tingkat yang disyaratkan. Jadi semakin tinggi ROA suatu perusahaan akan
semakin menarik minat investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut, karena
apabila ROA perusahaan tinggi berarti return saham yang akan diterimnya juga
semakin besar.

2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran yang telah dikemukakan
sebelumhya, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “rasio

likuiditas, leverage, aktivitas dan profitabilitas berpengaruh terhadap return
saham baik secara simultan maupun parsial pada perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di BEI”.

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Leverage, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Price Earnings Ratio, dan Dividend Yield Terhadap Return Saham Pada Perusahaan LQ45 Yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013

4 142 119

Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Dan Profitabilitas Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efeek Indoonesia

6 98 93

Analisis Pengaruh Rasio Leverage, Likuiditas, Profitabilitas Dan Porsi Saham Publik Terhadap Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 50 82

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Likuiditas, Leverage, dan Aktivitas Terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Perkebunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Saham - Pengaruh Right Issue Terhadap Volume Perdagangan Saham Dan Return Saham Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2013

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Profitabilitas - Pengaruh Modal Kerja Dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas Perusahaan Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2013

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Informasi Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Leverage, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Price Earnings Ratio, dan Dividend Yield Terhadap Return Saham Pada Perusahaan LQ4

0 0 26

BAB III - Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Leverage, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Price Earnings Ratio, dan Dividend Yield Terhadap Return Saham Pada Perusahaan LQ45 Yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Saham - Analisis Pengaruh Rasio Leverage Dan Size Terhadap Return Saham Perusahaan Makanan Dan Minuman Di Bursa Efek Indonesia

1 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Saham 2.1.1.1 Pengertian Saham - Pengaruh Analisis Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (2009-2013).

0 0 18