BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.4.6 Definisi Persepsi - Persepsi Lansia tentang Pelayanan Posyandu Lansia di Puskesmas Tarok Kecamatan Payakumbuh Utara Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

  2.4.6 Definisi Persepsi

  Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi individu menyadari dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada disekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan (Zan & Lumongga, 2010)

  Persepsi pada hakikatnya merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan, maupun penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penaksiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi (Thoha, 2008 ).

  2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi Seseorang

  Salah satu 18faktor18 mengapa persepsi demikian penting dalam hal menafsirkan dunia sekeliling kita adalah bahwa kita masing-masing membentuk persepsi, tetapi menghasilkan secara berbeda-beda apa yang dimaksud dengan sebuah situasi ideal. (Winardi, 2003).

  Thoha (2008), mengatakan pembentukan persepsi tergantung pada berbagai faktor yang memengaruhinya, baik 19faktor internal seperti pengalaman, keinginan proses belajar, pengetahuan, motivasi, pendidikan, maupun 19ector external, seperti lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, 19ector19ector budaya, lingkungan fisik dan hayati seseorang itu bertempat tinggal.

2.2 Lanjut Usia

2.2.1 Konsep Lanjut Usia

  Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan 19ector. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan termasuk kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan manusia lanjut usia perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut berperan aktif dalam pembangunan (Fatimah, 2010).

  Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis (Nugroho, 2008). Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tidak akan sama. Manusia secara lambat dan progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menempuh semakin banyak distorsi 20ector20l20a dan 20ector20l20a yang disebut penyakit 20ector20l20ati yang menyebabkan berakhirnya hidup. Proses menua merupakan kombinasi bermacam- macam 20ector yang berkaitan. Secara umum, proses menua didefenisikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, 20ector20l20, progresif, dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup (Nugroho, 2008).

2.2.2 Klasifikasi Lansia

  Ada lima klasifikasi pada lansia, yaitu: 1) pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, 2) lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, 3) lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, 4) lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan 5) lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Maryam, 2008).

2.2.3. Tipe Lanjut Usia

  Beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, 21ector, dan ekonominya (Nugroho, 2000). Tipe- tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a.

  Tipe arif bijaksana Tipe lansia ini kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

  b.

  Tipe mandiri Tipe lansia ini mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

  c.

  Tipe tidak puas Konflik lahir bathin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

  d.

  Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

  e.

  Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh (Maryam, 2008).

2.2.4 Teori Proses Menua

  a) Teori interaksi 22ector

  Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.

  Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi 22ector merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan kemampuannya bersosialisasi. Pokok-pokok teori interaksi 22ector antara lain: masyarakat terdiri atas 22ecto22ector yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing.

  Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi 22ector yang memerlukan biaya dan waktu. Untk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang 22ecto mengeluarkan biaya (Nugroho, 2008).

  b) Teori kepribadian berlanjut(Continuity theory)

  Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lanjut usia (Nugroho, 2008).

2.3. Posyandu Lansia

  2.3.1 Pengertian Posyandu Lansia

  Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat guna memberdayakan masyarakat dengan menitikberatkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif. Pemberdayaan masyarakat dalam menumbuhkembangkan posyandu lansia merupakan upaya fasilitas agar masyarakat mengenal masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi, kondisi kebutuhan setempat (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2007).

  Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembentukan posyandu lansia, misalnya mengembangkan kelompok-kelompok yang telah ada seperti kelompok arisan lansia, kelompok pengajian, kelompok senam lansia dan lain-lain (Depkes RI,2004).

  2.3.2 Tujuan Posyandu Lansia

  Membudayakan hidup sehat, mawas diri, menyediakan layanan kesehatan yang mudah dijangkau dan murah dilaksanakan (Maryam, 2010).

  2.3.3 Sasaran Pembinaan Posyandu Lansia

  Pembinaan kesehatan lansia meliputi beberapa kelompok sasaran yaitu:

1. Sasaran langsung

  a) Kelompok pra lansia 45-59 tahun.

  b) Kelompok lansia 60-69 tahun.

  c) Kelompok lansia risiko tinggi yaitu lansia lebih dari 70 tahun atau lansia berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2005).

2. Sasaran tidak langsung

  a) Keluarga di mana lansia berada.

  b) Masyarakat di lingkungan lansia berada.

  c) Organisasi 24ector yang bergerak di dalam pembinaan kesehatan lansia.

  d) Petugas kesehatan yang melayani kesehatan.

  e) Masyarakat luas (Depkes RI, 2005).

  3. Sasaran antara: individu yang dapat menjadi agen pengubah 24ector resiko yaitu tokoh masyarakat, ketua dan anggota perkumpulan yang aktif, serta paramedic di masyarakat(Maryam S, 2010).

  4. Sasaran penunjang: individu atau kelompok atau lembaga masyarakat atau profesi, lembaga pemerintah atau lembaga pendidikan yang dapat memberikan dukungan, misalnya dermawan, pengusaha, PKK, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), klub jantng sehat, lembaga pendidikan kesehatan yaitu: Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK), Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Fakultas Psikologi dan lembaga pemerintah seperti camat, Lurah, RT, RW (Maryam S, 2010).

2.3.4 Pengorganisasian Posyandu Lansia

  2.3.4.1Struktur Organisasi

  Direkomendasikan struktur organisasi posyandu lansia sedikitnya terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara, dan beberapa seksi dan kader. Struktur organisasi di setiap posyandu lansia sepenuhnya ditentukan oleh posyandu lansia itu sendiri, sesuai dengan aspirasi yang berkembang di posyandu lansia (Depkes RI, 2005).

  2.3.4.2 Kader Posyandu lansia

  Kader posyandu dipilih oleh pengurus posyandu lansia dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu lansia atau bilamana sulit mencari kader dari anggota posyandu lansia dapat diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader (Depkes RI, 2005).

  Persyaratan untuk menjadi kader antara lain : 1. Dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

2. Mau dan mampu bekerja secara sukarela.

  3. Bisa membaca dan menulis huruf latin.

  4. Sabar dan memahami usila (Depkes RI, 2005). Peran kader lansia antara lain : 1.

  Melakukan Survey Mawas Diri (SMD) bersama petugas untuk menelaah pendataan sasaran, pemetaan, mengenal masalah dan potensi.

  2. Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat untuk membahas hasil SMD, menyusun rencana kegiatan, pembagian tugas dan jadwal kegiatan.

  3. Menggerakkan masyarakat yaitu dengan cara mengajak lansia untuk hadir dan berpartisipasi di posyandu lansia, memberikan penyebarluasan/penyuluhan informasi kesehatan, menggali dan menggalang sumber daya termasuk pendanan yang bersumber dari masyarakat.

  4. Melaksanakan kegiatan di posyandu lansia yaitu menyiapkan tempat, alat-alat dan bahan serta memberikan pelayanan lansia.

  5. Melakukan pencatatan (Depkes RI,2005).

2.3.4.3 Anggota Posyandu Lansia

  Berdasarkan pengalaman posyandu lansia di berbagai daerah, jumlah anggota posyandu lansia berkisar antara 50-100 orang. Perlu dipertimbangkan jarak antara sasaran dengan lokasi kegiatan dalam penentuan jumlah anggota, sehingga apabila terpaksa tidak tertutup kemungkinan anggota suatu posyandu lansia kurang dari 50 orang atau lebih dari 100 orang (Depkes Provinsi Sumatera Utara,2007).

2.3.4.4 Pembentukan Posyandu Lansia

  Pembentukan posyandu lansia di tiap daerah bervariasi, namun pada prinsipnya didasarkan atas kebutuhan masyarakat khususnya lansia, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka agar tetap sehat, produktif dan mandiri selama mungkin serta melakukan upaya rujukan bagi yang membutuhkan (Depkes RI, 2003).

2.3.5 Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Posyandu Lansia

  Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia secara umum mencakup kegiatan pelayanan yang berbentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan 27ector27l27ative termasuk rujukannya (Depkes RI, 2003).

2.3.5.1 Kegiatan Promotif

  Dalam kegiatan ini berperan upaya penyuluhan mengenai perilaku hidup sehat, pengetahuan tentang proses 27ector27l27ati yang akan terjadi pada lansia, upaya meningkatkan kesegaran jasmani serta upaya lain serta produktivitas lansia (Depkes RI, 2003).

  2.3.5.2 Kegiatan Preventif Kegiatan yang dilakukan berupa deteksi dini kesehatan lansia yang bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya komplikasi yang diakibatkan oleh proses

  27ector27l27ati (Depkes RI, 2003).

  2.3.5.3 Kegiatan Kuratif

  Upaya yang dilakukan adalah pengobatan dan perawatan bagi lansia yang sakit dan dapat dilakukan melalui fasilitas pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas dan dokter praktek swasta (Depkes RI, 2003).

  2.3.5.4 Kegiatan Rehabilitatif

  Upaya yang dilakukan bersifat 28ecto, psikososial, edukatif dan pengembangan keterampilan atau hobi untuk mengembalikan semaksimal mungkin kemampuan fungsional dan kepercayaan diri pada lansia (Depkes RI, 2003).

  2.3.5.5 Kegiatan Rujukan

  Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pelayanan kuratif dan 28ector28l28ative yang memadai dan tepat waktu sesuai kebutuhan. Upaya dapat dilakukan secara 28ector28l dari tingkat pelayanan dasar ke tingkat pelayanan spesialistik di rumah sakit secara horizontal ke 28ector tingkat pelayanan yang mempunyai sarana yang lebih lengkap (Depkes RI, 2003).

  2.3.5.6 Jenis-jenis Pelayanan Kesehatan di Posyandu Lansia

  Jenis-jenis pelayanan kesehatan dan kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan dalam posyandu lansia :

1. Pemeriksaan kesehatan menggunakan KMS (kartu menuju sehat) lansia yaitu:

  a.

  Pemeriksaan aktivitas sehari-hari yang meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan (makan, minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik/turun, tempat tidur, buang air besar/kecil dan lain-lain).

  b.

  Pemeriksaan status mental, yang berhubungan dengan mental emosional, dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader.

  c.

  Pemeriksaan status gizi, melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, yang dicatat dicocokan pada grafik IMT (Indeks Massa Tubuh) pada KMS usila untuk dapat mengetahui berat badan usila lebih atau kurang atau normal.

  d.

  Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stestokop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader.

  e.

  Pemeriksaan darah (butir darah merah = (hb) = haemoglobin) menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh kader.

  f.

  Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan dibantu oleh kader (Depkes RI, 2003).

2. Penyuluhan kesehatan, disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan serta kondisi masing-masing.

  3. Konseling, apabila diperlukan dilakukan petugas kesehatan.

  4. Rujukan, dilakukan oleh kader kepada petugas kesehatan di puskesmas atau ke rumah sakit setempat.

  5. Kunjungan rumah, dilakukan oleh kader (atau disertai petugas kesehatan), kepada lansia yang tidak hadir dalam kegiatan posyandu lansia untuk memantau keadaan kesehatannya.

  6. Kegiatan lain-lain, seperti :

  a) Kegiatan olahraga dilakukan untuk meningkatkan kebugaran jasmaninya, berupa : senam lansia, gerak jalan santai, dan lain-lain.

  b) Pemberian makanan tambahan memberikan contoh menu makanan bagi lansia yang memperhatikan aspek kesehatan dan gizi dengan menggunakan bahan setempat.

  c) Rekreasi

  d) Kerohanian

  e) Arisan

  f) Forum diskusi

  g) Penyaluran dan pengembangan hobi

  h) Kegiatan yang bersifat produktif seperti peningkatan pendapatan/ekonomi bagi lansia.

  Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat (Depkes RI, 2003).

2.3.6 Penyelenggaraan Posyandu Lansia

  2.3.6.1 Waktu Penyelengaraan

  Penyelenggaraan posyandu lansia pada hakikatnya dilaksanakan dalam 1 (satu) bulan kegiatan, baik pada hari buka posyandu maupun di luar hari buka posyandu sekurang-kurangnya satu hari dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih, sesuai dengan hasil kesepakatan. Apabila diperlukan, hari buka posyandu dapat lebih dari satu kali dalam sebulan (Depkes Provinsi Sumatera Utara,2007).

  2.3.6.2 Tempat Penyelengaraan

  Tempat penyelengaran kegiatan posyandu lansia sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelengaraan tersebut dapat di salah satu rumah warga, halaman rumah, balai desa/kelurahan, balai RW/RT/dusun, salah satu kios di pasar, salah satu ruangan perkantoran atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat yang dapat disebut dengan nama “Wisma Posyandu” atau sebutan lainnya (Depkes Provinsi Sumatera Utara,2007).

2.3.7 Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan Posyandu Lansia

  Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap lansia, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan adalah 31ector 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut :

  a) Tahap pertama : pendaftaran anggota posyandu lansia sebelum pelaksanaan pelayanan. b) Tahap kedua : pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan lansia serta penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.

  c) Tahap ketiga : pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan status mental.

  d) Tahap keempat : pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana) e)

  Tahap kelima : pemberian penyuluhan dan konseling (Depkes RI, 2003)

2.3.8 Sarana dan Prasarana

  Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan posyandu lansia, dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang antara lain :

  1. Tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka) 2.

  Meja dan kursi 3. Alat tulis 4. Buku pencatat kegiatan (buku register bantu) 5. Kit lansia, yang berisi : timbangan dewasa, meteran pengukur tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer.

  6. KMS (kartu menuju sehat) lansia.

  7. Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) lansia (Depkes RI, 2003).

2.3.9 Tingkat Perkembangan Posyandu Lansia

  Tingkat perkembangan kegiatan posyandu lansia dapat digolongkan menjadi 4 (empat) tingkatan yaitu :

  a) Posyandu lansia pratama adalah posyandu yang belum mantap, kegiatan yang terbatas dan tidak rutin setiap bulan dengan frekuensi < 8 kali. Jumlah kader aktif terbatas serta masih memerlukan dukungan dana dari pemerintah.

  b) Posyandu lansia madya adalah posyandu yang telah berkembang dan melaksanakan kegiatan 33ector setiap bulan (paling sedikit 8 kali setahun) jumlah kader aktif lebih dari 3 dengan cakupan program < 50% serta masih memerlukan dukungan dana dari pemerintah.

  c) Posyandu lansia purnama adalah posyandu yang sudah mantap melaksanakan kegiatan secara lengkap paling sedikit 10 kali setahun, dengan beberapa kegiatan tambahan di luar kesehatan dan cakupan yang lebih tinggi (>60 %).

  d) Posyandu lansia mandiri adalah Posyandu purnama dengan kegiatan tambahan yang beragam dan telah mampu membiayai kegiatannya dengan dana sendiri (Depkes RI,2003).

2.4 Puskesmas

2.4.1 Defenisi Puskesmas

  Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Efendi & Makhfudli, 2009).

  Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Dengan demikian puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama (Depkes RI, 2006)

  Upaya kesehatan untuk tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dikelompokkan menjadi dua yakni upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib terdiri dari upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat dan upaya pengobatan (Depkes RI, 2006).

  Upaya kesehatan pengembangan adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat dan disesuaikan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok yang telah ada yakni : upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatan olahraga, upaya perawatan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut dan upaya pembinaan pengobatan tradisional. (Depkes RI, 2006).

2.4.2 Wilayah Kerja Puskesmas

  Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi, dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk setiap puskesmas. Dengan otonomi, setiap daerah tingkat II mempunyai kesempatan untuk mengembangkan puskesmas sesuai Rencana Strategis (Renstra) kesehatan daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) bidang kesehatan sesuai situasi dan kondisi daerah tingkat II.

  Konsekuensinya adalah perubahan struktur organisasi kesehatan serta tugas pokok dan fungsi yang menggambarkan lebih dominannya aroma kepentingan daerah tingkat II, yang memungkinkan terjadinya perbedaan penentuan skala prioritas upaya peningkatan pelayanan kesehatan di tiap daerah tingkat II, dengan catatan setiap kebijakan tetap mengacu pada Restra Kesehatan Nasional (Efendi & Makhfudli, 2009).

2.4.3 Fungsi Puskesmas

  Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

  Bekerja sama dengan 36ector-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program puskesmas (Efendi & Makhfudli, 2009).

  e.

  Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.

  d.

  Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.

  c.

  Adapun fungsi-fungsi puskesmas beserta proses dalam melaksanakan fungsi tersebut, adalah: a.

  Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

  Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri.

  Proses dalam melaksanakan fungsi dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: a.

  Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya (Efendi & Makhfudli, 2009).

  c.

  Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.

  b.

  b.

  2.4.4 Peran Puskesmas

  Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah melalui 37ector perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta system evaluasi dan pemantauan yang akurat. Rangkaian manajerial tersebut bermanfaat dalam menentukan skala prioritas daerah dan sebagai bahan kesesuaian dalam menentukan RAPBD yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara kompehensif dan terpadu (Efendi & Makhfudli, 2009).

  2.4.5 Program Pokok Puskesmas

  Program pokok puskesmas dilaksanakan sesuai kemampuan tenaga maupun fasilitasnya karenanya program pokok disetiap puskesmas dapat berbeda-beda.

  Adapun program pokok puskesmas yang lazim dan seharusnya dilaksanakan adalah : kesejahteraan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana, usaha peningkatan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, upaya pengobatan termasuk pelayanan darurat kecelakaan, penyuluhan kesehatan masyarakat, usaha kesehatan disekolah, kesehatan olahraga, perawatan kesehatan masyarakat, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan gigi dan mulut, usaha kesehatan jiwa, kesehatan mata, laboratorium, pencatatan dan pelaporan system informasi kesehatan, kesehatan usia lanjut, dan pembinaan pengobatan tradisional. Pelaksanaan program pokok puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil.

  Karenanya, program pokok puskesmas ditujukan untuk kepentingan kesehatan keluarga sebagai bagian dari masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas sewaktu- waktu dapat diminta untuk melaksanakan program kesehatan tertentu oleh pemerintah pusat seperti pecan imunisai nasional. Dalam hal demikian, baik petunjuk pelaksanaan maupun perbekalan akan diberikan oleh pemerintah pusat bersama pemerintah daerah (Efendi & Makhfudli, 2009).

2.4.6 Peran Perawat Puskesmas

  Di puskesmas, selain sebagai pemberi layanan kesehatan, perawat juga berperan sebagai manajer. Tugas pokok perawat di puskesmas adalah mengusahakan agar fungsi puskesmas dapat berjalan dengan baik dan dapat member manfaat kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Kegiatan pokok yang dilakukan oleh perawat di puskesmas adalah: a.

  Melaksanakan fungsi-fungsi manajerial.

  b.

  Melakukan pelayanan asuhan keperawatan.

  c.

  Mengoordinasikan kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat. d.

  Mengoordinasikan pembinaan peran serta masyarakat melalui pendekatan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).

  e.

  Mengoordinasikan kegiatan lain seperti kegiatan lintas 39ector (Efendi & Makhfudli, 2009).

Dokumen yang terkait

Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

4 86 100

Persepsi Lansia tentang Pelayanan Posyandu Lansia di Puskesmas Tarok Kecamatan Payakumbuh Utara Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

9 136 100

Persepsi Lansia Terhadap Pelayanan Kesehatan Posyandu Usila Pasca Pemekaran Kecamatan (Studi Deskriptif di Posyandu Usila Kecamatan Aek Ledong Kabupaten Asahan)

0 31 118

Gambaran Persepsi Lansia Tentang Tugas Kader di Posyandu Lansia Mawar Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Tahun 2014

0 8 113

Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 1 29

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep persepsi 1.1 Definisi persepsi - Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 1 22

Persepsi Keluarga Lansia tentang Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi - Pengaruh Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Poli Gigi di Puskesmas Gunungsitoli Selatan Tahun 2014

0 1 25

Persepsi Lansia tentang Pelayanan Posyandu Lansia di Puskesmas Tarok Kecamatan Payakumbuh Utara Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

0 0 38

BAB III KERANGKA PENELITIAN 1.1 Kerangka Penelitian - Persepsi Lansia tentang Pelayanan Posyandu Lansia di Puskesmas Tarok Kecamatan Payakumbuh Utara Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

0 0 19