TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Resisten Herbisida

  

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Resisten Herbisida

  Kasus resisten pestisida sebenarnya telah terjadi dari tahun 1908. Lambatnya pemberitaan tentang penggunaan herbisida di lahan pertanian dan panjangnya siklus kehidupan tanaman menyebabkan kasus resisten herbisida tidak cepat ditangani. Resisten terhadap herbisida pertama kali dilaporkan pada awal tahun 1957 di Hawaii terhadap herbisida 2,4-D, dan laporan tentang resisten herbisida pertama kali dikonfirmasi adalah kasus resisten Senecio vulgaris terhadap herbisida triazine, dan dilaporkan pada tahun 1968 di Amerika (Santhakumar, 2002).

  Pengendalian gulma dengan herbisida dapat menimbulkan terbentuknya populasi gulma resisten atau toleran herbisida. Gulma resisten-herbisida muncul sudah ada sejak lama. Resistensi muncul telah ada setelah penemuan herbisida fenoksi 2,4-D. Populasi gulma resisten-herbisida adalah populasi yang mampu bertahan hidup normal pada dosis herbisida yang biasanya mematikan populasi tersebut. Populasi resisten terbentuk akibat adanya tekanan seleksi oleh penggunaan herbisida sejenis secara berulang-ulang dalam periode yang lama (Purba, 2009).

  Resistensi terhadap herbisida merupakan kemampuan suatu tumbuhan untuk bertahan hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang umumnya mematikan spesies tersebut. Pada beberapa negara, biotip gulma yang resisten herbisida terus mengganggu aktifitas para petani. Biotip adalah populasi dengan spesies yang memiliki “karakteristik yang luar biasa” dari spesies pada umumnya, karakteristik yang luar biasa itu dapat berupa ketahanan/resistensi spesies terhadap suatu herbisida. Munculnya resistensi herbisida pada suatu populasi merupakan suatu contoh terjadinya evolusi gulma yang sangat cepat (Hager dan Refsell, 2008).

  Evolusi Resisten Herbisida

  Resisten herbisida bukan karena lemahnya pengaruh herbisida. Terkadang gulma yang resisten dapat bertahan pada aplikasi herbisida berdosis tinggi daripada dosis yang direkomendasikan. Dengan memahami implikasi dan proses evolusi dari resisten herbisida, pengendalian gulma yang tepat dapat digunakan untuk meminimalisasi akibat dari gulma yang resisten terhadap herbisida dan menunda terjadinya peningkatan kasus resisten (Preston et al., 2008).

  Gulma yang resisten terhadap herbisida bukan suatu keunikan. Gulma resisten herbisida adalah suatu daya tahan genetik dari populasi gulma yang bertahan terhadap pemberian dosis herbisida yang dianjurkan untuk mengendalikan populasi gulma. Beberapa pengendalian dapat meningkatkan resitensi terhadap herbisida. Resisten dapat muncul karena penggunaan herbisida yang sama atau penggunaan herbisida yang memiliki mekanisme kerja yang sama secara berulang-ulang (Mathers, 2002).

  Untuk suatu biotip gulma yang digolongkan menjadi biotip resisten, seharusnya memiliki beberapa kriteria berikut :

  (WSSA) dan sesuai dengan definisi dari suatu survey tentang gulma resisten terhadap herbisida. Menurut WSSA, pengertian dari resisten herbisida adalah kemampuan yang diturunkan suatu tumbuhan agar dapat bertahan hidup dan berkembangbiak setelah pemberian dosis herbisida yang seharusnya mematikan tumbuhan tersebut. Dan menurut survey, resisten herbisida adalah berkembangnya kemampuan populasi gulma yang sensitif herbisida untuk bertahan terhadap suatu herbisida dan tetap hidup ketika herbisida tersebut digunakan pada dosis normal.

  2. Data yang telah dikonfirmasi oleh ahlinya. Resistensi seharusnya dikonfirmasi oleh seorang ahli yang telah melakukan perbandingan antara tumbuhan resisten dan sensitif pada spesies yang sama berulang kali dan diuji secara ilmiah.

  3. Resistensi telah terjadi secara turun-temurun. Pada beberapa kasus, para ahli gulma melakukan uji resistensi dengan memindahkan tumbuhan dari lapangan, lalu menanamnya kembali, dan melakukan percobaan dose

  response untuk tumbuhan tersebut. Ini merupakan uji cepat untuk

  menentukan pemeriksaan lanjutan, tetapi ini tidak berlaku untuk kasus resisten yang baru dikonfirmasi.

  4. Pengaruh di lapangan. Penentuan hasil sebuah survey harus relevan dengan respon herbisida terhadap populasi gulma di lapangan. Jika tidak ada perbedaan dalam pengendalian gulma di lapangan dengan dosis yang dianjurkan, maka hal ini tidak termasuk kasus resisten.

  5. Merupakan suatu gulma dan telah diidentifikasi bukan hasil dari seleksi buatan. Seleksi yang sengaja terjadi akibat resisten herbisida, termasuk tanaman resisten herbisida, tetapi tidak termasuk ke dalam survey.

  Dari beberapa kriteria diatas, penggolongan gulma resisten juga dapat dilihat dari perhitungan rasio resistensi (R/S) gulma resisten terhadap gulma sensitif herbisida, yaitu nilai 1 atau 0 mengindikasikan tidak ada resistensi yang terjadi (sensitif), 4-10 tergolong resisten sedang, dan >10 termasuk resisten tingkat tinggi (Heap, 2005).

  Pada tabel 1 dapat dilihat beberapa kasus resisten rumput belulang yang tersebar di berbagai negara (berdasarkan data International Survey of Herbicide

  Resistance ) Tabel 1. Rumput Belulang yang Resisten Terhadap Herbisida Secara Global.

  Negara Tahun Lokasi Bahan Aktif Lokasi Kerja

  US Mikrotubulus 1973 Kapas Trifluralin

  (Carolina Utara) Inhibitor

  US Kapas, Mikrotubulus 1974 Trifluralin (Carolina Selatan) Kedelai Inhibitor

  US Mikrotubulus 1987 Kapas Trifuralin

  (Alabama) Inhibitor

  Pendimethalin US Kapas, Mikrotubulus 1988 Prodiamine

  (Tennessee) Lap.Golf Inhibitor Triflurani

  US Mikrotubulus 1989 Kapas Trifluralin

  (Arkansas) Inhibitor

  Daerah Costa Rica 1989 Imazapyr ALS Inhibitor

  Industri Fluazifop-P-butyl

  Malaysia 1990 Sayur ACCase Inhibitor Propaquizafop

  PSI Elektron Malaysia 1990 Sayur Parakuat

  Diverter US Kapas, Mikrotubulus 1992 Trifluralin

  (Georgia) Lap.Golf Inhibitor US Pendimethalin Mikrotubulus 1994 Kapas

  (Mississippi) Trifluralin Inhibitor US

  PSI Elektron 1996 Tomat Parakuat (Florida)

  Diverter Multiple Resisten

  Kebun Fluazifop-P-butyl Malaysia 1997

  ACCase Inhibitor Buah Glifosat

  Glycine Cyhalofop-butyl

  Brazil 2003 Kedelai Sethoxydim ACCase Inhibitor fenoxaprop-P-ethyl US Tanah 2003 Metribuzin PS II Inhibitor

  (Hawaii) berumput Clethodim

  Sawah, Bolivia 2005 cyhalofop-butyl ACCase Inhibitor gandum haloxyfop-methyl Colombia 2006 Kopi Glifosat EPSPS Inhibitor Kelapa Glutamine

  Malaysia 2009 Ammonium glufosinat sawit synthase inhibitor China - 2010 Glifosat EPSPS Inhibitor

  PSI Elektron

  • China 2010 Parakuat Diverter Mississippi 2010 Kapas Glifosat EPSPS Inhibitor US 2011 Kedelai Glifosat EPSPS Inhibitor (Tennessee)

  Argentina 2012 kedelai Glifosat EPSPS Inhibitor Sumber : (Heap, 2014).

  Karakteristik Eleusine indica (L.) Gaertn

  Dalam dunia tumbuhan rumput belulang termasuk ke dalam kingdom : Plantae; divisio : Spermatophyta; subdivisio : Angiospermae; kelas : Monocotyledoneae; ordo : Poales; famili : Poaceae; genus : Eleusine.

  Deskripsinya yaitu merupakan rumput semusim berdaun pita, membentuk rumpun yang rapat agak melebar dan rendah. Perakarannya tidak dalam tetapi lebat dan kuat menjangkar tanah sehingga sukar untuk mencabutnya. Berkembang biak terutama dengan biji, bijinya banyak dan kecil serta mudah terbawa (Nasution, 1983). Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun dan tiap tanamannya dapat menghasilkan hingga 140.000 biji tiap musimnya (Lee dan Ngim, 2000).

  Gambar 1. Rumput Belulang (Eleusine indica (L.) Gaertn.) Sumber : Breeden (2010).

  

Eleusine indica (L.) Gaertn., atau dikenal dengan nama rumput belulang

  termasuk anggota famili Poaceae yang tergolong gulma yang cukup berpengaruh negatif terhadap tanaman (ganas), biasanya terdapat di lahan jagung, karet, dan kelapa sawit. Memiliki ciri-ciri yang paling mencolok, yaitu memiliki batang yang mendatar, dapat tumbuh dengan panjang mencapai 0,7 meter. Di beberapa negara telah dilaporkan bahwa terjadi peningkatan pada gulma ini yang resisten terhaadap herbisida, seperti di Malaysia terdapat beberapa biotip rumput belulang yang resisten terhadap glifosat dan di Brazil terdapat biotip rumput belulang yang resisten terhadap herbisida inhibitor ACCase (Steckel, 2010).

  Rumput belulang, berasal dari Afrika lalu menyebar ke daerah-daerah tropis, sub tropis, dan beberapa wilayah di dunia termasuk Afrika, Asia, Asia Tenggara, Australia, dan Amerika. Gulma ini dapat tumbuh dengan subur dengan cahaya matahari penuh dan juga dapat tumbuh di lahan marginal. Batang, daun, dan biji tumbuh mendatar di tanah yang berbentuk roset sehingga tidak dapat di siangi dengan mudah. Bunga memiliki 2-6 cabang dengan panjang 4- 15 cm (Willcox, 2012).

  Rumput belulang adalah rumput menahun yang tangguh karena dapat tumbuh pada tanah lembab atau tidak terlalu kering dan terbuka atau sedikit ternaungi. Berkembang biak dengan biji, karena biji yang banyak, ringan, dan berukuran kecil sehingga mudah terbawa angin atau alat-alat pengolahan pertanian. Daerah penyebarannya meliputi 0-600 m diatas permukaan laut. Pada perkebunan kelapa sawit, gulma ini dapat menimbulkan masalah pertumbuhan pada TBM- 1. Gulma ini juga di jumpai pada tanah kosong, di pinggir jalan, di taman dan pekarangan rumah (Nasution, 1983).

  Karakteristik Herbisida yang Diuji Ametrin

  Nama umum : Ametrin Nama kimia : (2-ethylamino)-4-(isopropylamino)-6-(methythio)-s-triazine Rumus bangun :

  Ametrin adalah salah satu golongan dari herbisida triazine. Ametrin pertama kali terdaftar sebagai pengendali gulma berdaun lebar pada kebun tebu di tahun 1969, dan secara umum digunakan untuk mengendalikan gulma dilahan jagung. Pada akhir-akhir ini penggunaan ametrin semakin luas, yaitu digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan gulma semusim pada kebun pisang, anggur, jeruk, nenas, dan kentang (EPA, 2005).

  Triazin merupakan sebuah senyawa organik yang terdiri dari s-triazine cincin. Penggunaannya masih kontroversial karena kontaminasi yang luas dalam air minum dan asosiasi dengan cacat lahir dan masalah menstruasi pada saat dikonsumsi oleh manusia pada konsentrasi dibawah standart pemerintah. Meskipun telah dilarang di Uni Eropa, herbisida ini masih banyak digunakan di dunia. Senyawa ini paling banyak digunakan dalam sistem konservasi tanah, yang dirancang untuk mencegah erosi tanah (Riadi, 2011).

  Tanaman dapat menyerap atrazine melalui akar dan dapat juga melalui daun. Pada saat diabsorbsi, senyawa ini berakumulasi dalam titik tumbuh dan pada daun muda dari tanaman, menghambat fotosintesis tanaman yang rentan terhadap herbisida ini dan pada tanaman yang resisten, senyawa ini dapat dimetabolis. Senyawa yang tergolong dalam triazine memiliki persistensi yang tinggi dalam tanah dan dapat bertahan selama 1 tahun baik dalam keadaan kering maupun lembab (Beyond pesticides, 2003).

  Ametrin menghambat fotosintesis, terutama dalam fotosistem II pada saat pecahnya air. Ternyata reaksi ini menimbulkan senyawa lain yang mematikan tumbuhan. Gejala yang ditimbulkan karena aplikasi herbisida ametrin adalah klorosis dan nekrosis pada daun. Gejala yang lain adalah menurunnya fiksasi CO2. Ametrin lebih banyak diserap oleh tanah dengan kandungan liat dan bahan organik yang tinggi (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).

  Ametrin lebih banyak diserap melalui daun dari pada lewat akar. Ametrin yang diserap melalui akar akan ditranslokasikan ke jaringan tubuh gulma secara acropetal dan terakumulasi di daun. Ametrin bekerja dengan cara menghambat proses fotosintesis dengan jalan menghambat transfer elektron hasil fotolisis air pada reaksi Hill (Ashton et al, 1991).

  Diuron

  Nama umum : Diuron Nama kimia : 3-(3,4-dichlorophenyl)-1,1-dimethylurea

  Rumus bangun : Diuron adalah salah satu herbisida yang termasuk golongan urea. Diuron pertama kali dikenalkan pada tahun 1966 di Amerika Serikat oleh E.I duPont de

  Nemours and company. Herbisida diuron digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman keras dan lahan kosong, total penggunaan diuron di Amerika antara 2-4 juta pound pertahun. Diuron membunuh tanaman dengan menghaambat fotosintesis, proses yang dilakukan oleh tanaman menggunakan cahaya, air, CO2 dari udara untuk membentuk glukosa dan selulosa, diuron menghambat transport elektron yang merupakan titik penting dalam proses ini (Cox, 2003).

  Diuron biasanya digunakan untuk mengendalikan gulma di perkebunan kelapa sawit, contohnya Paspalum conjugatum, Ottochloa nodosa,

  Eleusine indica (rumput belulang), Asytasia intrusa dan Cleome rutidosperma

  (berdaun lebar), Desmodium triflorum dan Mimosa pudica (legume), Lygodium

  flexuosum dan Nephrolepis biserrata (paku-pakuan). Diuron berbentuk kristal o

  tidak berbau yang 93 % murni bubuk, titik didih antara 158-159 C dan relatif stabil di lingkungan (Ramli et al., 2012).

  Diuron merupakan herbisida selektif untuk gulma berdaun lebar dan beberapa rumput tahunan. Herbisida ini termasuk dalam golongan urea dan dapat diabsorbsi melalui sistem perakaaran tanaman dan juga melalui daun dan batang. Residu herbisida dalam tanah bersifat racun untuk tanaman. Senyawa ini digunakan dalam berbagai bidang pertanian, seperti pengendali gulma pada saluran irigasi dan pipa-pipa di areal industri. Diuron adalah penghambat yang kuat pada fotosintesis II melalui reaksi Hill. Reaksi Hill melibatkan transfer elektron dari air ke penerima elektron, yang memungkinkan penangkapan cahaya oleh klorofil a. Diuron menghambat transfer elektron dari air ke penerima elektron yang menghambat pembentukan ATP dan NADPH yang dibutuhkan oleh tanaman dalam berbagai reaksi biokimia (APVMA, 2011).

  Diuron lebih cepat diserap melalui akar tumbuhan dan dengan segera ditranslokasikan ke bagian atas tumbuhan (daun dan batang) melalui sistem simplastik. Ada dua hal yang menyebabkan diuron tetap berada di permukaan tanah dalam waktu yang relatif agak lama yaitu : (1) tidak mudah larut dalam air sehingga diuron mempunyai kemampuan untuk bertahan dari pencucian dan (2) tingkat absorbsi yang tinggi oleh koloid tanah. Toksisitas diuron sangat tinggi untuk kecambah tumbuhan pengganggu (Ashton et al.1982).

  Parakuat

  Nama umum : Parakuat Nama kimia : 1,1´ - Dimethyl - 4,4´ - bipyridinium dichloride Rumus bangun :

  Beberapa jenis herbisida yang banyak digunakan dilahan pertanian menggunakan bahan aktif parakuat yang digulungkan sebagai herbisida piridin yang bersifat kontak tak selektif dan dipergunakan secara purna tumbuh. Bahan aaktif pada herbisida relatif stabil pada suhu, tekanan dan pH yang normal sehingga memungkinan untuk tinggal lebih lama di dalam tanah. Bahan aktif ini juga mudah larut dalam air sehingga memungkinkan untuk tercuci oleh air hujan atau air irigasi sehingga dapat mencemari lingkungan atau sistem perairan (Riadi, 2011).

  Parakuat terikat kuat pada partikel tanah dan cenderung bertahan dalam waktu yang lama dalam keadaan tidak aktif. Akan tetapi, ini dapat diserap kembali dan menjadi aktif, keberadaannya dalam tanah dapat mencapai 20 tahun. Parakuat diserap melalui daun yang merusak jaringan tanaman dengan mengganggu fotosintesis dan memecahkan membran sel, yang mengakibatkan keluarnya air sehingga daun menjadi kering. Bahan ini juga dapat ditranslokasikan alam tanaman dan memungkinkan meningkatnya residu (Watts, 2011).

  Parakuat merupakan herbisida yang merusak membran sel dengan membentuk radikal bebas sehingga menghalangi proses fotosintesis dalam menangkap cahaya sehingga tidak dapat memproduksi glukosa. Pada saat adanya cahaya, tanaman hijau menghasilkan glukosa dari karbondioksida dari air. Energi yang diperlukan dari karbon, hidrogen dan atom oksida untuk merombak kembali dan membentuk gula. Untuk memenuhi kebutuhan energi, elektron yang dipinjam klorofil dan digantikan oleh elektron yang dipisahkan dari air. Jika elektron klorofil tidak digantikan, klorofil akan dihancurkan dan sistem produksi makanan akan rusak. Tumbuhan secara perlahan akaan kelaparan dan mati karena kekurangan energi. Gejala yang diperlihatkan adalah daun kuning kecoklatan dan mati (klorosis) (Lingenfelter dan Hartwig, 2007).

  Mekanisme Kerja Herbisida Mekanisme kerja menunjukan pengaruh herbisida terhadap tumbuhan.

  Herbisida bekerja dengan berbagai cara, jika kita mengerti mekanisme kerja herbisida kita mengetahui apa saja yang disebabkan oleh letal dosis maupun sub letal dosis. Mekanisme kerja antara herbisida sistemik dan kontak juga berbeda, herbisida sistemik ditranslokasikan ke dalam tumbuhan yang telah diserap melalui daun, batang, maupun akar. Dan herbisida yang tidak ditranslokasikan setelah masuk ke dalam tumbuhan disebut herbisida kontak (Baumann et al., 2009).

  Pada umumnya, herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti, pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang “normal” dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi substrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan (Riadi, 2011).

  Agar lebih efektif, herbisida harus 1) cukup kontak dengan tumbuhan; 2) diabsorbsi oleh tumbuhan; 3) bergerak di dalam tumbuhan menuju titik sasaran; 4) dan meracuni sasaran. Metode aplikasi, cara menggunakan herbisida pra tumbuh, pasca tumbuh, akan menentukan aapakah herbisida itu akan mengenai akar, pucuk, atau daun tumbuhan. Istilah mode of action menunjukkan urutan kejadian dari mulai absorbsi ke dalam tumbuhan hingga mematikan tumbuhan tersebut. Mekanisme kerja herbisida juga berpengaruh tehadap bagaimana cara aplikasi herbisida. Contohnya, herbisida kontak yang merusak membran sel, seperti acifluoren atau parakuat (Gunsolus dan Curran, 2007).

  

Gambaran Umum Gulma Resisten Herbisida Pada Perkebunan Kelapa

Sawit

  Malaysia dan Indonesia menguasai produksi kelapa sawit di dunia, yaitu sebanyak 80 % dari produksi global. Kebayakan di Malaysia ada 200.000 pemegang saham kecil dan berkembang yang menggunakan herbisida untuk mengendalikan gulma. Gulma adalah komponen terbesar pada sistem produksi kelapa sawit. Gulma – gulma tersebut terdiri dari rumput, teki-tekian dan berdaun lebar yang sering muncul secara bergantian tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman yang menyediakan keadaan yang sesuai untuk pertumbuhan gulma. Naungan yang tersedia karena tajuk kelapa sawit mempengaruhi komposisi gulma secara alami dan spesies rumputan cenderung mendominasi di kelapa sawit (Mohamad et al., 2010).

  Gulma yang resisten terhadap herbisida sangat umum terjadi di alam. Hal ini juga terjadi pada pestisida lainnya, seperti serangga dan jamur resisten.

  Resisten meningkat saat pestisida yang sama digunakan berulang kali pada satu organisme. Ada beberapa faktor yang dapat mempercepat terbentuknya populasi gulma yang resisten, antara lain 1) hadirnya biotip resisten diantara populasi sensitif sehingga populasi resisten menjadi dominan, dan 2) Penerapan penanaman monokultur. Penggunaan herbisida yang sama atau herbisida pada tanaman yang sama, di lahan yang sama, dan untuk gulma yang sama selama bertahun-tahun akan meningkatkan berkembangnya gulma secara cepat. Contohnya di perkebunan tanaman tahunan (Ferrell et al., 2014).

  Pada prenursery, lahan harus diupayakan bebas gulma. gulma-gulma yang berada disekitar polybag dikendalikan secara manual denga cara mencabutnya dengan tanagan. Sedangkan gulma di sekitar polybag dibersihkan dengan cara dikored atau dicangkul. Gulma diantara polybag dapat disemprot dengan diuron 2,0-2,5 kg/ha. Pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), jika dibandingkan pengendalian manual, biaya pengendalian dengan herbisida kontak lebih rendah 13-21%, sedangkan dengan herbisida sistemik mampu menekan hingga lebih rendah 33 – 42%. Pengendalian gulma di Tanaman Menghasilkan (TM) dapat dilakukan dengan kombinasi glifosat dan metil-metsulfuron , 2014).

  Manajemen Resisten Herbisida

  Dari data base internasional untuk resisten herbisida telah diaporkan lebih dari 310 biotip resisten dan 183 spesies gulma yang resisten. Manajemen resisten yang terbaik tentunya pencegahan, menggunakan startegi yang efektif dari segi teknik dan ekonomi. Pencegahan yang efektif adalah salah satu cara yang dapat mengurangi masalah tenakan seleksi (Palou et al., 2008).

  Beberapa tindakan pencegahan harus sesuai dengan keadaan untuk pencegahan atau manajemen resisten pada gulma termasuk rotasi herbisida, rotasi tanaman, rotasi cara pengendalian gulma (secara mekanis, penggunaan bioherbisida, tumbuhan penutup, dan menggunakan benih yang bersih), dan menurunkan tekanan seleksi. Menurunkan tekanan seleksi dengan aplikasi herbisida dosis rendah dapat mempermudah berkembangnya resisten non-target.

  Dosis sedang (menengah) seharusnya cukup untuk mengendalikan individu yang memiliki tingkat resistensi rendah. Hal ini juga penting untuk mengenal mekanisme kerja dan resistensi agar dapat memilih beberapa pilihan manajemen (Alla dan Hassan, 2008).

  Para petani pasti mengharapkan keuntungan yang maksimal untuk pertaniannya. Masalahnya, resisten meningkat beberapa tahun setelah penggunaan bahan kimia, sedangkan biaya-biaya berbagai manajemen lain yang dibutuhkan sangat besar. Berdasarkan (Gorddard et al., 1995) hal tersebut, kita harus fokus pada situasi dimana penanaman dapat terus-menerus dilakukan dan penggunaan lahan menjadi lebih maksimal sebelum meningkatnya resisten terhadap herbisida.

  Beberapa pilihan manajemen tersebut adalah : 1.

  Menggunakan cara pengendalian gulma non-kimia 2. Menurunkan dosis herbisida yang diaplikasikan.

  3. Tidak menggunakan herbisida selektif dan gulma dikendalikan dengan metode alternatif yang tidak meningkatkan level resisten gulma tersebut.

  Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu untuk mencegah atau menunda gulma yang resisten terhadap herbisida agar tidak menjadi masalah ekonomi, yaitu : 1.

  Mengadakan rotasi tanaman. Melakukan rotasi tanaman berarti menggunakan berbagai herbisida dalam pengendalian gulma sehingga biotip resisten sulit untuk berkembang.

  2. Melakukan pencampuran herbisida. Pencampuran beberapa herbisida dengan mekanisme kerja yang juga berbeda dapat membatasi pertumbuhan biotip resisten.

  3. Menggunakan herbisida dengan tingkat residu yang rendah. (Ferrell et al., 2014)