BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.9. Sampah - Efektivitas Berbagai Jenis Aktivator dalam Pembuatan Kompos dari Limbah Kol,(Brassicca Oleracea) Tahun 2O14

TINJAUAN PUSTAKA

2.9. Sampah

2.9.1. Sumber –Sumber Sampah Menurut Warsidi (2008): 1.

  19 BAB II

  Sampah adalah sesuatu bahan aatau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang.Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai,tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. (Notoatmodjo, 2007 ).

  Sampah yang bersal dari pemukiman (domestic waste ) Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang,seperti: sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau yang belum ,bekas pembungkus berupa kertas, plastic,daun dan sebagainya,pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan ,perabot rumah tangga, daun-daun dari kebun atau taman.

  2. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum,seperti pasar, tempat-tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya.Sampah ini berupa : kertas, plastic, botol, daun dan sebagainya.

  3. Sampah yang berasal dari perkantoran Sampah dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan,dan sebagainya.Sampah ini berupa kertas-kertas, plastic, karbon klip, klip, dan sebagainyaumumnya sampah ini bersifat kering dan mudah terbakar (rubbish).

  4. Sampah yang berasal dari jalan raya Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari : kertas- kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban,onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh,daun-daunan, plastic dan sebagainya.

  5. Sampah yang berasal dari industry (industyrial wastes) Sampah ini berasal dari kawasan industry ,dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya: sampah-sampah pengepakan barang,logam,plastic, kayu, potongan tekstil, kaleng dan sebagainya.

  6. Sampah yang berasal dari pertanian dan perkebunan.

  Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah dan sebagainya.

  7. Sampah yang berasal dari pertambangan Sampah ini berasal dari daerah pertambangan , dan jenisnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri misalnya: batu-batuan,tanah/cadas, pasir, sisa- sisa pembakaran (arang ) dan sebagainya.

  8. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini berupa: kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan, bangkai binantang dan sebagainya.

2.1.2. Jenis-Jenis Sampah

  Jika berbicara tentang sampah sebenarnya meliputi 3 jenis sampah yakni: sampah padat, sampah cair, dan sampah dalam bentuk gas (fume,smoke).Akan tetapi seperti telah dibuatkan batasan diatas, bahwa dalam konteks ini hanya akan dibahas sampah padat.

  1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya sampah dibagi menjadi: a.

  Sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk.

  Misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.

  b.

  Sampah organic, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya:sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya

  2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar a.

  Sampah yang mudah terbakar misalnya: kertas, karet, kayu, plastic, kain bekas, dan sebagainya.

  b.

  Sampah yang tidak dapat terbakar misalnya :kaleng, kaleng bekas, besi/logam, pecahan gelas, kaca dan sebagainya.

  3. Berdasarkan karakteristik sampah a.

  Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengolahan atau pembuatan makanan, yang umunya mudah membusuk,dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel dan sebagainya.

  b.

  Rubbish, yaitu sampah yang berasal dari perkantoran, perdagangan baik yang mudah terbakar, seperti kertas, karton, plastic, dan sebagainya msupun yang tidak mudah terbakar ,seperti kaleng bekas ,klip, pecaha kaca, gelas, dan sebagainya. c.

  Ashes (abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan-bahan yang mudah terbakar termasuk abu rokok.

  d.

  Sampah jalanan (street sweeping), yaitu sampah yang berasal pembersihan jalan, yang terdiri dari campuran macam-macam sampah, daun-daunan, kertas, plastic, pecahan kaca, besi, debu, dan sebagainya.

  e.

  Bangkai binatang (dead animal), yaitu bangkai binatang yang mati karena alam, ditabrak kendaraan atau dibuang oleh orang.

  f.

  Bangkai kendaraan seperti bangkai mobil, sepeda, sepeda motor dan sebagainya.

2.1.3. Pengelolaan Sampah

  Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat,karena dari sampah tersebut akan hidup berbagai mokroorganisme penyebab penyakit (bakteri pathogen), dan juga binatang serangga sebagai pemindah /penyebar penyakit (vector). Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat.Pengelolaan sampah yang baik, bukan untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan.Yang dimaksud dengan pengelolaan sampah disini adalah meliputi pengumpulan, pengangkutan sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Cara

  • –cara pengelolaan sampah antara lain: 1.

  Pengumpulan dan pengangkutan sampah Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah.Oleh sebab itu, mereka ini harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS)dan selanjutnya diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir(TPA).

  Mekanisme,system,atau cara pengangkutannya untuk di daerah perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan.Sedangkan untuk daerah pedesaan pada umumnya sampah dapt dikelola oleh masing-masing keluarga tanpa memerlukan TPS,maupun TPA,sampah rumah tangga daerah pedesaan umumnya didaur ulang menjadi pupuk.

  2. Ditanam (landfill),yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

  3. Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jakan membakar didalam tungku pembakaran(incinerator).

  4. Dijadikan pupuk (composting) Pengolahan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organic daun-daunan,sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk.Didaerah pedesaan hal ini sudah biasa,sedangkan didaerah perkotaan hal ini perlu dibudayakan (Notoatmodjo, 2008).

  Menurut Suryati (2014) cara pemanfaatan sampah melalui kompos memang sudah tidak asing lagi dilakukan.Sayangnya, banyak masyarakat yang masih enggan berurusan akibat bau yang tidak sedap serta kesan menjijikkan menjadi alasan orang malas mengolah sampah.Padahal dengan menggunakan komposter,membuat kompos dari sampah menjadi lebih praktis, mudah dan menguntungkan.

2.1.4. Dampak Yang ditimbulkan oleh Sampah menurut Suryati (2014) 1.

  Mengganggu Estetika Lingkungan Sampah yang berserakan di jalan atau disembarang tempat merusak pendangan mata.Tumpukan sampah yang berserakan menimbulkan kesan jorok, bau dan sangat merusak keindahan.

  2. Mencemari Tanah dan Air Tanah Sampah yang menumpuk dipermukaan tanah akan mencemari tanah dan air didalamnya, Cairan kotor dan bau busuk hasil pembusukan sampah yang merembes ke dalam tanah dapat mencemari tanah.Bahkan mungkin air yang digunakan dari pompa tanah dapat terkontaminasi akibat sampah ini.

  3. Mencemari perairan Sampah yang dibuang ke saluran air akan mencemari perairan sungai,irigasi, waduh, bahkan pantai. Padahal, banyak yang masih memanfaatkan pengairan dari sumgai dan sumber air lainnya untuk kebutuhan sehari-hari.

  4. Menyebabkan Banjir Tumpukan sampah yang berada di saluran air (irigasi) dapat menyumbat pintu- pintu air sehingga air sulit mengalir.Maka tak jarang di kota-kota besar,banjir sering terjadi akibat masyaraktnya menyepelekan sampah.

  5. Menimbulkan Bau Busuk Sampah-sampah yang menumpuk didarat atau yang terendam di air akan mengalami pembusukan .Bau busuk yang menyebar di udara akan tercium dan mengganggu pernapasan.

  6. Sebagai Sumber Bibit Penyakit Sampah yang menimbulkan bau busuk akan mengundang lalat.Pada sampah yang busuk, bersarang bermacam-macam bakteri penyebab penyakit seperti kecacingan, thypus, diare dsb .Lalat tersebut dapat memindahkan bibit penyakit dari sampah ke dalam makan atau minuman.

2.10. KOL (Brassica oleracea)

  Kol memiliki daun bulat,oval, dan lonjong,serta membentuk akar yang besar dan tebal.Umumnya kol merupakan tanaman semusim yang berbentuk perdu.

  Tanaman ini termasuk kelompok Capitata (berkepala),memiliki daun yang tersusun sangat rapat sampai membentuk bulatan pipih yang disebut krop, kop atau kepala.Tanaman yang berasal dari eropa selatan dan eropa barat ini terdiri dari susuna organ utama yaiu batang, bunga,buah, biji dan akar.Akar tanaman ini relatif kuat dengan daya tembus kebawah permukaan tanah sedalam 20 hingga 30 cm.Batangnya pendek dan banyak mengandung air.Batang tersebut berwarna hijau,tebal, agak lunak dan cukup kuat.Sebenarnya,tanaman ini memiliki banyak cabang, namum tidak begitu tampakcabang itu ditutupi daun-daun yang mengelilingi batang hingga titik tumbuh sehingga akan semakain tidak kelihatan akibat helai daun kol yang bertangkain pendek.

  Sebenarnya kol bisa tumbuh dimana saja,baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi.Kol juga relatif tahan terhadap suhu panas, namun untuk hasil yang optimal,kol banyak ditanam didaerah dataran tinggi dengan ketinggian diatas 400 dibawah permukaan laut.Dengan curah hujan rata-rata 850-900 mm.Apabila ditanam didaerah panas,kol akan mudah terserang ulat.Hal tersebut mengakibatkan kualitas kol menjadi jatuh akibat lembaran daunnya agak berlubang.Begitu juga jika ditanam didaerah dataran rendah dan panas kol akan cenderung menguncup,kropnya tidak bisa tumbuh besar seperti kol yang ditanam didaerah dataran tinggi,.Tempat kol tumbuh juga tidak boleh terlalu becek oleh genangan air.Umur panennya berbeda- beda,berkisar dari 90 hari sampai 150 hari.Semakin dingin suhu lingkungan kol tumbuh,semakin cepat kropnya membesar dan semakin cepat pula masa panenya.. (Marzuki, 2013).Sayuran Kol ini mengandung air sampai dengan 90%(Tarigan, 2013).

2.11. Pengertian Kompos

  Kompos merupakan istilah untuk salah satu pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa bahan organik (tanaman maupun hewan).Proses pengomposan dapat berlangsung secara aerobik dan aerobik yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu.Secara keseluruhan,proses ini disebut dekomposisi atau penguraian. (Habibi, 2008).

  Proses pembuatan kompos sebenarnya meniru proses terbentuknya humus di alam.Namun dengan cara merekayasa kondisi lingkungan,kompos dapat dipercepat proses pembuatannya, yaitu hanya dalam jangka waktu 30-90 hari.Waktu ini melebihi kecepatan terbentuknya humus secara alami .Oleh karena itulah,kompos selalu tersedia sewaktu-waktu diperlukan tanpa harus menunggu bertahun -tahun lamanya.( Habibi, 2008).

2.12. Prinsip Dasar Pembuatan Kompos

  Pada dasarnya, membuat kompos adalah untuk meniru proses terjadinya humus di alam dengan bantuan mikroorganisme.Ada dua jenis mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan,yaitu mikroorganisme yang mebutuhkan kadar oksigen tinggi (aerob ) dan mikroorganisme yang bekerja pada kadar oksigen rendah (anaerob).Meskipun menghasilkan produk akhir yang sama (kompos),perbedaan proses pembuatan kompos akan memengaruhi proses pembuatan kompos.(Suryati, 2014).

2.12.1. Pembuatan Kompos Aerob

  Pengomposan secara aerob harus berlangsung dalam keadaan di udara terbuka karena membutuhkan oksigen.Dalam hal ini, udara bebas harus bersentuhan langsung dengan bahan baku kompos berupa sampah organik. Pengontrolan terhadap kadar air,suhu,pH, Kelembaban , ukuran bahan , volume tumpukan bahan, dan pemilihan bhan perlu dilakukan secara intesif untuk mempertahankan proses pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses pengomposan yang optimal, kualitas maupun kecepatannya.Selain itu untuk memperlancar udara masuk kedalam bahan kompos .pengontrolan secara intensif ini merupakan ciri khas proses pengomposan secara aerob.Oleh karena itu, kegiatan operasional pengomposan secra aerob relatif lebih sibuk dibandingkan anaerob.( Habibi, 2008).

  Pengomposan dengan metode aerob tanpa bantuan aktivator dapat berlangsung selama 40-55 hari.Hasil akhir pengomposan aerob berupa bahan yang menyerupai tanah berwarna hitam kecoklatan, remah, dan gembur, suhunya normal dan cenderung konstan (tetap ).Apabila bentuknya sudah seperti ini maka kompos aerob siap digunakan pada tanaman atau dikemas dalam wadah.

  Dalam Pembuatan kompos secara aerob agar berkualitas baik dan beberap hal yang perlu diperhatikan antara lain akan dijelaskan berikut ini:

1. Rasio C/N bahan pada pengomposan secara aerob

  Yang dimaksud dengan rasio C/N adalah perbandingan antara kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N) pada suatu bahan.Semua mahluk hidup tersusun dari sejumlah besar bahan karbon (C) serta Nitrogen (N) dalam jumlah kecil.Pembuatan kompos yang optimal membutuhkan rasio C/N 25:1 sampai 30:1.Sebagai contoh ,limbah rumah tangga padat (sampah) organik yang tercampur mempunyai rata-rata kandungan rasio C/N sekitar 15:1 sehingga perlu adanya penambahan unsur C agar mencapai atau mendekati perbandingan rasio C/N 25:1 hingga 30:1.Kisaran nilai rasio C/N 25:1 hingga 30:1 merupakan nilai perbandingan unsur C dan N yang terbaik agar bakteri dapat bekerja sangat cepat. Pada tabel berikut 2.1 berikut diperlihatkan perbandingan rasio C/N beberapa bahan organik.

  Nilai dari rasio C/N merupakan faktor penting yang memengaruhi kegiatan bakteri.Unsur Karbon (C) dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber energi dalam

  29 Kotoran ayam 10:1

  22 Kulit kopi 15:1 hingga 20 :1

  23 Batang pohon pangkasan cabang 15:1 hingga 60:1

  24 Pangkasan teh 15:1 hingga 17:1

  25 Bungki biji kapuk 10:1 hingga 12:1

  26 Bungkil Kacang tanah 7:1

  27 Nama bahan organik

  28 Kotoran Sapi 20:1

  30 Kotoran Kuda 25:1

  20 Daun-daunan dadap muda 11:1

  31 Cemara buah/Jarum 60:1 hingga 110:1

  32 Kopi bubuk, endapan 20:1

  33 Apel ,buah 21:1

  34 Kulit kayu 100:1 hingga 130:1

  35 Sampah buah-buahan 35:1

  36 Kacang

  15:1

  Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh penulis (Habibi, 2008)

  21 Daun thephrosia 11:1

  19 Daun-daunan (kering) 50:1 hingga 60:1

Tabel 2.1. Perbandingan Rasio C/N Beberapa Bahan Organik No Nama Bahan Organik Rasio C/N

  8 Pupuk hijau 14:1

  1 Urin 0,8:1

  2 Darah 3:1

  3 Buangan pemotongan hewan 2:1

  4 Tinja 6:1 hingga 10:1

  5 Lumpur aktif 6:1

  6 Sampah sayur-sayuran 12:1 hingga 20:1

  7 Sampah dapur campur 15:1

  9 Ganggang laut 19:1

  18 Daun-daunan (segar ) 10:1 hingga 40:1

  10 Kentang 25:1

  11 Jerami gandum 40:1 hingga 125:1

  12 Jerami padi 50:1 hingga 70:1

  13 Jerami jagung 100:1

  14 Serbuk gergaji 500:1

  15 Kertas koran 50:1 hingga 200:1

  16 Kayu 200:1 hingga 400:1

  17 Kertas 150:1 hingga 200:1

  • –kacangan
proses metabolisme dan perbanyakan sel.Sedangkan unsur nitrogen (N) digunakan untuk membentuk protein atau pembentukan protoplasma.Pemanfaatan unsur C sebagai sumber energi bagi bakteri akan menghasilkan bahan buangan berupa asam organik ,alkohol dan lain-lain.Namun ,pada proses pengomposan secara anaerob ,hasil buangan ini akan dimanfaatkan kembali untuk keduakalinya sebagai sumber energi maupun pembentukan sel baru oleh bakteri.Pada proses yang kedua inilah karbondioksida (CO ) dan gas methan akan terbentuk.

2 Jika bahan organik memiliki kandungan C terlalu tinggi maka proses

  penguraian akan berlangsung terlalu lama.Sebaliknya, jika C terlalu rendah maka sisa nitrogen akan berlebih sehingga akan terbentuk gas amoniak (NH

  3 ).Kadar amoniak

  yang terlalu banyak dapat meracuni bakteri.Oleh sebab itu, Jumlah C/N ratio perlu dihitung dan direncanakan secara tepat.(habibi,2008).

2. Volume Bahan

  Baik banyaknya bahan baku maupun cara menumpuk bahan baku sangat menentukan proses pengomposan.Tumpukan bahan yang lebih banyak dapat mempercepat proses pengomposan dibandingkan tumpukan bahan yang sedikit.Namun demikian, semakin besar tumpukan bahan baku,semakin sulit untuk mengatur atau mengontrol suhu dan kelembabannya.Volume tumpukan yang ideal minimal 1m x 1m x 1m atau maksimal 2 m x 2m x2m. Namun pada penelitian ini untuk mengatur volume digunaka ukuran 50 cm untuk setiap lobang galian.

  Sisi-sisi tumpukan sebaiknya dibuat rata.Bentuknya dapat berupa kubus balok atau silinder, Tumpukan yang terlalu tipis,meruncing (berbentuk piramida atau segitiga) dan sempit kemungkinan tidak dapat mempertahankan suhu dan kelembaban yang diinginkan sehingga proses terbentuknya kompos akan membutuhkan waktu yang sangat lama.

  3. Ukuran bahan Berlangsungnya proses pengomposan akan lebih cepat dan lebih baik jika ukuran bahan baku yang kan dikomposkan diperkecil,karena mikroorganisme akan lebih mudah beraktivitas mengolah dan membentuk koloni pada bahan yang sudah lembut (substrat) dibandingkan bahan dengan ukuran besar.Ukuran bahan yang dianjurkan pada pengomposan secara aerob yaitu antara 1-7,5cm.Oleh karena itu, sebaiknya bahan dicacah dengan parang atau digiling dengan mesin agar mikroorganisme lebih mudah mencernanya.Pencacahan sebaiknya tidak terlalu lembut seperti bubur, karena pada saat berlangsung pengomposan akan mengeluarkan kadar air.

  Pada pengomposan secara aerob, penghancuran bahan sampai lumat tidak dianjurkan,karena dikhawatirkan akan meningkatkan kadar air bahan melebihi 60% sehingga dapat mengganggu proses pengomposan.Namun, masalah tersebut dapat diatasi dengan cara menambahkan bahan organik kering atau dengan tanah kering.Ukuran yang kecil akan meningkatkan porositas tumpukan bahan dan memperlancar masuknya oksigen kedalam tumpukan bahan.

  4. Kadar air pada pengomposan secara aerob Pada proses pengomposan secara aerob,kadar air bahan sebaiknya antara 40-

  50%. Kondisi kadar air seperti itu harus dipertahankan saat berlangsungnya pengomposan agar mikroorganisme aerob dalam kompos dapat bekerja dengan baik dan tidak mati.Kadar air yang sesuai sangat membantu pergerakan mikroba dalam bahan.Apabila kadar air terlalu banyak dapat menyebabkan bahan semakin padat,melumerkan sumber makanan yang dibutuhkan mikroba dan menghalangi masuknya oksigen kedalam bahan.Namun, jika air terlalu sedikit maka bahan baku akan menjadi kering dan tidak mendukung kehidupan mikroba.

  Kondisi kadar air yang terbaik yaitu sedang, tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah.Cara sederhana untuk mengetahui kadar air yaitu dengan mengambil bahan dan meremasnya dalam genggaman tangan.Apabila bahan kompos pecah/hancur dan tidak keluar air sama sekali dari genggaman maka perlu diberi tambahan air.Apabila bagian kompos keluar dari sela-sela jari dengan air dengan air berlebih berarti terlalu basah sehingga kompos perlu dibalik-balik dan dibuat drainase yang bagus.Jika kompos terlalu basah maka udara akan sulit masuk ke sela-sela kompos.Hal ini dapat menyebabkan bakteri anaerob masuk kedalamnya dan berkembang sehingga proses pengomposan tidak berjalan lancar .kondisi bahan dengan kandungan air yang tepat yaitu,dapat dikepal dengan tangan meskipun hancur lagi.untuk menjaga kadar air,sebaiknya kompos terlindung dari air hujan dan sinar matahari langsung.Hujan dapat menyebabkan kadar air berlebihan sedangkan sinar matahari dapat menyebabkan penguapan,sehingga kadar air terlalu sedikit.

  Pada saat bahan baku kompos ditumpuk maka titik panas yang tertinggi akan berada dibagian tengah tumpukan.Hal ini dapat mengakibatkan mikroorganisme dibagian tengah bahan lebih aktif sehingga penguapan yang terhebat yang terjadi pada bagian ini.Sering dijumpai,tumpukan kompos yang terlihat lembab serta hangat, tetapi setelah dibuka ternyata bagian dalamnya kering dan dingin dapat dikatakan bahwa tumpukan terlalu panas dapat menyebabkan kadar air bahan menguap dan akhirnya bahan menjadi kering.Apabila bahan menjadi kering, mikroorganisme enggan melakukan aktivitasnya maka proses pembusukan pada bagian ini terhenti dan suhu biasanya akan turun.Cara untuk mengetahui basah atau tidaknya bagian tengah, dibutuhkan alat pengontrol berupa tongkat bambu atau kayu.Dengan menusukkan alat ini ke dalam tumpukan kompos samoai ke tengah maka dapat diketahui tiga hal penting, yaitu basah atau tidak, hangat atau tidak, dan berbau busuk atau tidak.Jika tongkat tersebut hangat dan basah berarti pengomposan masih berlangsung dengan baik namun apabila tongkat tersebut kering dan dingin maka perlu disiram airdisamping itu, untuk menjaga kadar air bahan diperlukan tempat yang terlindung dari air hujan dan sinar matahari langsung.Tempat yang teduh sangat dianjurkan agar proses pengomposan secara aerobik dapat berlangsung baik.

5. Suhu (Temperatur ) pengomposan secara aerob

  Suhu ideal untuk pengomposan secara aerob yaitu diantara 45-65 C.Untuk mengetahui keadaan suhu bahan dapat digunakan termometer alkohol,agar kalau pecah di lapangan maka cairan alkohol tidak membahayakan kompos.Suhu kompos organik dapat dijaga agar tetap stabil dengan cara mengatur kadar air.Suhu yang terlalu rendah dapat disebabkan bahan yang kurang lembab sehingga aktivitas mikroorganisme menurun .Masalah ini dapat diatasi dengan cara bahan kompos disiram dengan air hingga mencapai kadar air yang optimal.Demikian pula, jika kondisi suhu bahan terlanggu tinggi, tidak baik bagi proses pengomposan secara aerob.Kondisi suhu yang tertinggi dapat mencapai 80 C .

  Suhu yang terlalu tinggi dapat diatasi dengan cara membalikkan bahan.Bakteri yang bekerja pada suhu ini biasanya hanyalah bakteri termofilik, yaitu bakteri yang tahan terhadap suhu tinggi.Apabila hal ini terjadi maka mikroorganisme lainnya akan mati.Penggunaan temperatur tinggi, yaitu 80 C, biasanya untuk pengomposan skala besar karena diperlukan kecepatan tinggi untuk mengomposkan berton-ton bahan organik.Jadi pengomposan skala industri kecil atau untuk kebun sendiri di rumah tidak terlalu berisiko apabila suhu dipertahankan pada kisaran antara 45-65 C saja.

  6. Derajat Keasaman (pH) Untuk berlangsungnya pengomposan secara aerob dengan baik dibutuhkan pH netral yaitu diantara 6-8.Jika kondisi asam biasanya dapat diatasi dengan pemberian kapur.Namun,Sebenarnya dengan cara memantau suhu dan membolak-balikkan bahan kompos secara tepat dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral, tanpa pemberian kapur.Dengan demikian,proses pemeriksaan pH setiap waktu tidak perlu dilakukan.Tetapi untuk lebih meyakinkan lagi, pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan cara menggunakan kertas lakmus yang tersedia di apotik atau mempergunakan pH meter elektronik.

  7. Aerasi Pada pengomposan secara aerob harus dikondisikan sedemikian rupa agar setiap bagian bahan kompos memperoleh suplai oksigen yang cukup.Suhu kompos yang meningkat akan membuat bahan hancur dengan cepat dan akhirnya memadat .Kurangnya oksigen dapat disebabkan oleh kelembaban bahan terlalu tinggi sehingga bahan melekat satu sama lain.Terjadinya pemadatan pada bahan akan menghambat suplai oksigen yang dibutuhkan mikroba aerob.Akibatnya mikroba tidak dapat bertahan hidup.Agar aerasi lancar,Pengomposan dapat dilakukan di tempat terbuka sehingga udara dapat masuk dari berbagai sisi dan secara berkala dilakukan pembalikan kompos.Pada pembuatan kompos secara aerobskala kecil, jumlah oksigen tidak harus diketahui.Namun, untuk skala industri,penghitungan kebutuhan oksigen harus dikuasai agar seorang teknisi dapat merancang alat yang mampu menyuplai kebutuhan oksigen pada bahan.(Habibi,2008)

2.4.2. Pengomposan Dasar Pengomposan Secara Anaerob

  Pengomposan secara anaerob yaitu pengomposan yang berlangsung tanpa adanya udara atau oksigen sedikit pun.Oleh karena itu pada pelaksanaanya dibutuhkan tempat khusus yang tertutup rapat.Sebenarnya cara pembuatan kompos secara anaerob ini tidak jauh berbeda dengan pembuatan biogas atau pembuatan

  septic tank .Hasil pengomposan anaerob berupa CH 4, H

  2 S, H 2, CO 2, asam asetat, asam

  butirat,asam laktat, etanol,metanol,dan hasil sampingan berupa lumpur.Lumpur inilah yang kita namakan sebagai kompos.

  Kegiatan operasional sehari-hari pada pengomposan secara anaerob tidak sesibuk pengomposan secara aerobik.Meskipun demikian,biaya awal untuk membuat bak fermentasi lebih rumit dan lebih mahal dibandingkan dengan pembuatan kompos secara aerob.Pengendalian pH dan suhu harus dilakukan karena pada pembuatan kompos secara anaerob berlangsung dengan dibantu oleh bakteri pembentuk gas metan yang sangat rentan oleh kondisi pH dan suhu. Bakteri metan akan keracunan serta berhenti beraktivitas pada pH kurang dari 6,2.Sedangkan pengendalian suhu untuk daerah tropis seperti di Indonesia mungkin dapat ditiadakan karena suhu ideal dapat tercipta dengan mengatur desain bak fermentasi.

  Jalannya pengomposan secara anerob berlangsung lebih lambat dibandingkan pengomposan secara aerob, yaitu memakan waktu 3-12 bulan.Lama tidaknya proses pengomposan secara aerob bergantung pada perlakuan yang diberikan, seperti antar alain rasio C/N , Kadar air , ukuran bahan, temperatur , pH, dan aerasinya.Beberapa bahan organik yang sulit terurai pada pengomposan aerob, biasanya pada pengomposan secara anaerob dapat terurai, sehingga hampir semua bahan organik dapat dapat diuraikan secara anaerob.Untuk membunuh bakteri patogen pada pengomposan secara aerob dapat dilakukan dengan meningkatkan suhu kompos pada 4 hari pertama hingga mencapai 70

  C. Namun,pada pengomposan anaerob,patogen dapat terbunuh dengan sendirinya karena kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (tanpa udara) .

  Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengomposan secara anaerob antara lain rasio C/N,ukuran bahan,kadar air (Rh), derajat Keasaman (pH), temperatur (suhu) dan aerasi .Untuk lebih jelasnya berikut akan diuraikan satu persatu.

1. Rasio C/N bahan

  Proses pengomposan secara anaerob yang optimal membutuhkan rasio C/N =25:1 hingga 30:1.Semakin tinggi rasio C/N,proses pembusukan semakin cepat, dan kandungan N dalam lumpur semakin tinggi.Sebaiknya, apabila rasio C/N terlalu rendah maka amonia yang dihasilkan terlalu banyak sehingga dapat meracuni bakteri .Prinsip-prinsip perhitungan rasio C/N pada pengomposan secara aerob dapat diterapkan juga pada pengomposan secara anaerob.

  2. Ukuran Bahan Pada pengomposan secara anaerob,sangat dianjurkan untuk menghancurkan bahan selumat-lumatnya sampai beruba bubur atau lumpur.Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penguraian yang dilakukan oleh bakteri dan mempermudah pencampuran atau homogenisasi bahan.

  3. Kadar air (Rh) Pengomposan secara anaerob membutuhkan kadar air yang tinggi, yaitu sekitar 50% keatas.Kadar air yang banyak pada proses pengomposan secara anaerob diperlukan bakteri untuk membentuk senyawa

  • –senyawa gas dan bermacam- macam asam organik sehingga pengendapan kompos akan lebih cepat.Secara fisik, kadar air dapat memudahkan proses penghancuran bahan organik dan mengurangi bau.

  4. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) optimal yang dibutuhkan pada pengomposan secara anaerob yaitu antara 6,7-7,2.Untuk mempertahankan kondisi pH hendaknya ditambahkan kapur pada tahap awal bahan dimasukkan.

  5. Temperatur (suhu) Suhu di daerah tropis rata-rata antara 25-35 C sudah cukup baik bagi proses pengomposan secara anaerob.Namun, suhu paling baik (optimal) yang dibutuhkan yaitu antara 50-60 C.Suhu optimal tersebut dapat dibantu dengan cara meletakkan tempat pengomposan di lokasi yang terkena sinar matahari langsung.Apabila sinar matahari dimanfaatkan untuk menaikkan suhu maka gas methan yang dihasilkan akan semakin tinggi dan proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat.Dengan demikian,gas methan perlu dikeluarkan setiap hari, yaitu dengan cara membuka lubang gas instalasi pengomposan.

6. Aerasi

  Seperti telah dikemukakan bahwa proses pengomposan secara anaerob tidak dibutuhkan udara (oksigen), karena yang berperan dalam proses pengomposan yaitu mikroorganisme anaerob.Oleh karena itu, tempat pembuatan kompos harus selalu dikondisikan tertutup rapat, tidak diperkenankan udara masuk sedikitpun juga.

2.5. Aktivator

  Aktivator adalah inokulum campuran berbagai jenis mikroorganisme selulotik dan lignolitik untuk mempercepat laju pengomposan pada pembuatan pupuk kandang.Di pasaran,banyak beredar bioaktivator, diantaranya Orgadec, EM-4 dan stardec.Dalam bioaktivator ini terdapat berbagai macam mikroorganisme fermentasi dan dekomposer.Mikroorganisme dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan dan menguraikan bahan organik.Secara global terdapat beberapa golongan mikroorganisme dalam bioaktivator , yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Ptomycetes sp, Ragi (yeast), dan actinomycetes. (Setiawan, 2012 ).

1. Bakteri fotosintetik

  Bakteri fotosintetik merupakan bakteri bebas yang dapat sintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya.Metabolir yang diproduksi dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan.

  2. Lactobacillus sp.

  Bakteri ini memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian dan karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri sintesis dan ragi.Asam laktat ini merupakan bahan sterilisasi kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan menguraikan bahan organik dengan cepat.

  3. Strepcomycetes sp.

  Strpcomycetes sp mampu memproduksi enzim sterptomisin bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.

  4. Ragi (yeast) Ragi memproduksi substansi yang berguna nagi tanaman dengan cara fermentasi.Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pembelahan sel dan pembelahan akar .Ragi ini juga ukuran dalam perkembangan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain, seperti acninomycetes dan bakteri asam.

  5. Acninomycetes Acninomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur.

  Organisme tersebut mengambil asam amino dan zat yang diproduksi bakteri fotosintesis dan mengubahnya menjadi antibiotik. Tujuannya untuk mengendalikan patogen serta menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan khitin, yaitu zat esential untuk pertumbuhan .Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lain.(Budi Susilo Setiawan, 2012 ).

2.5.1. Jenis-jenis Aktivator 1.

  EM-4 (Effective Mikroorganisme) 4 EM-4 merupakan produk bioaktivator yang beredar di pasaran berupa

  Effektive Mikroorganisme (EM) asli yang tidak dapat langsung diaplikasikan pada media.Hal ini disebabkan kandungan mikroorganisme dalam EM asli masih dalam kondisi tidur (dorman) sehingga tidak akan memberikan pengaruh yang nyata.Untuk itu, EM asli perlu dilarutkan menjadi EM aktif apabila ingin digunakan. (Suryati, 2014).

  Cara mengaktifkan aktivator EM-4 dapat dilihat sebagai berikut: a. Campurkan 1 liter EM asli dengan 1 liter molase (larutan gula) lalu tambahkan air hingga tercampur menjadi 10 liter larutan.

  b.

  Masukkan larutan yang telah jadi ke dalam wadah, lalu tutup hingga rapat.

  c.

  Biarkan 5-10 hari dalam keadaan kedap udara .Wadah harus tertutup rapat dan terhindar dari sinar matahari langsung.

  d.

  Buka tutup wadah pada hari ke lima untuk mengeluarkan gas agar tidak meledak.

  e.

  Setelah 5-10 hari,EM aktif sudah dapat digunakan dengan indikasi tercium bau asam manis.pH EM aktif berkisar 3,5-3,7.

  f.

  Apabila tidak langsung digunakan,EM aktif bisa dimasukkan ke dalam wadah khusus.Wadah yang baik untuk menyimpan EM aktif adalah tangki plastik atau tangki stainless stellasalkan kondisinya tangki bersih dan dapat mempertahankan kondisi anaerob.Sebaliknya,jangan gunakan tempat bekas oli, tempat bahan kimia atau tangki logam berkarat . g.

  EM aktif tidak boleh digandakan agar hasilnya sempurna.

2. MOL (Mikroorganisme Lokal)

  Bioaktivator yang dibuat sendiri atau mikroorganisme lokal (MOL) , yaitu kumpulan mikroorganisme yang bisa diternakkan fungsinya sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik.Berdasarkan bahannya, ada dua MOL yang bisa dibuat , yaitu MOL tapai dan MOL nasi basi serta berbagai MOL berbahan lainnya. ( Setiawan, 2012 ).

  Pada bagian ini akan dijelaskan cara pembuatan MOL tapai yang akan digunakan sebagai starter yaitu: a.

  MOL tapai adalah bioaktivator yang bahan dasarnya terbuat dari tapai,baik tapai singkong maupun tapai ketan.

  b.

  Bahan yang perlu disiapkan sebelum membuat MOL sebagai berikut : 1)

  Tapai ketan 1 0ns 2)

  Air ± 1000 ml 3)

  Gula pasir 5 sendok makan c. Ambil botol yang bisa dimasukkan air berukuran 1000 ml 3. Kotoran Sapi

  Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan. Limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas, (Soehadji,1992). Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau urine, air pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. .

  Urine sapi merupakan salah satu limbah cair dari peternakan sapi. Pengelolaan limbah urine sapi yang kurang baik akan menjadi masalah serius lingkungan peternakan sapi perah. Selain menimbulkan bau tak sedap, keberadaan urine ternak bisa mengganggu kesehatan masyarakat. Limbah urine api juga merangsang lalat dan nyamuk untuk datang dan berkembang biak di tempat timbunan limbah tersebut, akibatnya dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti disentri dan diare pada ternak itu sendiri, juga pada manusia yang berada di sekitar peternakan

  .

  tersebut Sebenarnya aktivator ini dapat dibuat sendiri yaitu dengan mengembangbiakkan mikroorganisme yang berasal dari perut (kolon, usus) hewan ruminansia, misalnya sapi atau kerbau (Isniani, 2006). Bakteri rumen sapi terdiri dari kumpulan beberapa mikroorganisme yang sangat bermanfaat dalam proses pengolahan pupuk kandang, kompos, pupuk organik cair, dan sekaligus mampu memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Keunggulan bakteri rumen sapi antara lain : dapat dibuat sendiri, bahan tersedia dan mudah didapatkan, peralatan cukup sederhana, sangat berguna bagi petani (http://anang-pasi.com).

  Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi mikroba yang terkandung dalam cairan rumen diperoleh bakteri xilanolitik yaitu : Bacillus, Cellumonas, Lactobacillus,

  Pseudomonas dan Acinetobakter sp (Lamid. (2006.). Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Rahayu (2003) selama isolasi menunjukkan bahwa populasi terbesar adalah bakteri anaerobik dan sejumlah kecil bakteri aerobik.

  Penelitian Tarigan (2013) juga menyimpulkan bahwa pembuatan pupuk organik cair dari limbah padat sayuran kol dengan starter Inrumen sapi yang diaktifkan terbukti telah meningkatkan C-organik, Nitrogen, Posfor, dan Kalium).

2.6. Ciri-ciri Kompos yang Sudah Matang

  Berdasarkan SNI 19-7030-2004Setelah semua proses pembuatan kompos dilakukan, mulai dari pemilahan bahan, pengadaan bahan, perlakuan bahan, pencampuran bahan, pengamatan proses, pembalikan kompos sampai menjadi kompos, maka dapat dilihat ciri-ciri kompos yang sudah jadi dan baik adalah sebagai berikut: 1.

  Warna kompos biasanya coklat kehitaman 2. Aroma kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat , tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan.

3. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal , apabila ditekan dengan lunak,gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.

Gambar 2.1. Ciri-Ciri Kompos yang Sudah MatangTabel 2.2. Data Standarisasi Nasional Kompos (SNI: 17-03-2004) No Parameter Satuan Minimum Maksimum

  1 Kadar air %

  50

  2 Temperatur Suhu air tanah

  3 Warna Kehitaman

  4 Bau Berbau tanah

  5 Ukuran partikel Mm 0,55

  25

  7 Kemampuan ikat air %

  58 8 pH 6,8 7,49

  9 Bahan asing 1,5

  Unsur Makro

  10 Bahan Organik %

  27

  58

  11 Nitrogen % 0,40

  12 Karbon % 9,80

  32

  13 Phospor % 0,10

  14 C/N Rasio

  10

  20

  15

  • Kalium % 0,20

  Unsur Mikro

  • 16 Arsen mg/kg

  13

  17 Cadmium mg/kg *

  3

  • 18 Cobalt(co) mg/kg

  34

  19 Chromium(Cr) mg/kg 210 *

  20 Tembaga (Cu) * mg/kg 100

  21

  • Merkuri (Hg) mg/kg 0,8
  • 22 Nikel (Ni) mg/kg

  62

  23 Timbal (pb) * mg/kg 150

  • 24 Selenium (Se) mg/kg

  2

  • 25 Seng(zn) mg/kg 500

  Unsur Lain

  26 Kalsium (Ca) % * 25,50

  27 Magnesium(Mg) % * 0,60

  28 Besi (fe) % * 2,00

  29 Aluminium (Al) % * 2,20

  30 Mangan (Mn) % * 0,10 Bakteri

  31 Fecal coli MPN/gr 1000

  32 Salmonella sp. MPN/gr

  3

  • * Nilainya lebih besar dari maksimum atau lebih kecil dari minimum

2.7. Manfaat Kompos 1.

  Memperbaiki sifat-sifat atau struktur tanah Pemberian kompos pada tanah banyak memberikan keuntungan .Misalnya, pemberian kompos pada tanah berpasir akan menyebabkan bersatunya butiran- butiran pasir.Hal tersebut akan membuat tanah menjadi gembur dan menyuburkan tanaman.Sementara itu, pemberian kompos pada tanah lempung dapat meregangkan ikatan butiran penyusun tanah sehingga susunan tanah menjadi gembur dan sangat baik untuk ditanam.

  2. Memperkaya mikroba tanah Kompos mengandung sejumlah mikroba didalamnya. pemberian kompos berarti menambah atau memasukkan mikroba di dalam tanah.

  3. Meningkatkan Unsur Hara Tanah Kompos mengandung unsur hara makro dan mikro yang penting bagi pertumbuhan tanamanpemberian unsur hara akan meningkatkan unsur hara pada tanah.

  4. Meningkatkan kemampuan Daya serap air Yang lebih baik Pemberian kompos pada tanah berdampak pada kemampuan mengikat air Oleh karenanya, kehilangan air pada musim kemarau dapat diperkecil karena kompos telah mengikat air cukup baik pada saat musim hujan.

  5. Memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman.Kompos akan mengembalikan kesuburan tanah.Tanah keras akan menjadi lebih gembur.Tanah miskin akan menjadi subur. Tanah masam akan menjadi lebih netral.Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya lebih baik daripada tanaman tanpa kompos.

  6. Menyehatkan tanah dan tanaman Tanaman yang diberi kompos akan memperoleh cukup unsur hara sehingga tanaman akan kuat dalam menghadapi serangan hama penyakit yang menyerang.Kompos juga menjadi media bagi tumbuh kembangnya cacing yang diketahui dapat menyuburkan tanaman.

  7. Bermanfaat bagi lingkungan sekitar Mengurangi bertumpuknya sampah organik yang berserakan disekitar tempat tinggal, Membantu pengelolaan sampah secara dini dan cepat, menghemat biaya pengangkutan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA),menyelamatkan lingkungan dari kerusakan,seperti:gangguan bau, selokan macet, banjir, tanah longsor, dan penyakit yang ditularkan oleh serangga dan binatang pengerat.

  Berbagai waktu pematangan 10 hari Limbah Kol 20 hari pH

  Kompos Kelembaban Suhu 30 hari

  Aktivator Natrium EM4

  Kalium Parameter Fisik Kotoran Sapi

  Phosfor Bau MOL Warna

  Tekstur