Efektivitas Berbagai Jenis Aktivator dalam Pembuatan Kompos dari Limbah Kol,(Brassicca Oleracea) Tahun 2O14

(1)

1

EFEKTIVITAS BERBAGAI JENIS AKTIVATOR DALAM

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH KOL(

Brassica Oleracea )

TAHUN 2O14

SKRIPSI

OLEH:

DASWATI BR SEMBIRING

NIM.121021018

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

EFEKTIVITAS BERBAGAI JENIS AKTIVATOR DALAM PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH KOL (Brassicca Oleracea)

TAHUN 2O14

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

DASWATI BR SEMBIRING NIM.121021018

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Limbah kol biasanya ditumpuk begitu saja pada tempat pembuangan sampah dan tidak diangkut setiap hari yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan tempat berkembang biak bibit penyakit.Salah satu proses yang dapat mempercepat da ntidak menimbulkan aroma tidak sedap adalah dengan mengunakan aktivator.

Penelitian bertujuan menghasilkan kompos dari limbah sayuran kol dengan men ggunakan EM4, Kotoran Sapi dan MOL tapai.

Rancangan penelitian adalah quasi eksperimen dengan data perbandingan waktu yang dibutuhkan dalam pematangan kompos dinilai dari parameter fisik (bau, warna dan tekstur) serta parameter lain seperti suhu, kelembaban dan pH dimulai dari dilakukannya uji coba hingga menjadi kompos serta dilakukan pemeriksaan kandungan Natrium, Phosfor dan Kalium.

Penelitian menunjukkan hasil pemberian aktivator MOL, EM-4 dan kotoran sapi menunjukkan adanya perbedaan waktu pematangan dalam 10 hari, 20 hari, dan 30 hari yang menunjukkan MOL sudah mengalami kematangan lebih efektif dibandingkan dengan EM-4 dan kotoran sapi.Kematangan kompos dari aktivator MOL menunjukkan secara fisik yaitu bau tanah (humus), warna coklat kehitaman serta tektur yang telah menyerupai tanah, EM-4 bewarna berwarna coklat dan Kotoran sapi berwarna coklat kekuningan. Kualitas Kompos (Natrium, Posphor, Kalium) yang dihasilkan sudah memenuhi standarisasi kompos SNI 19-7030-2004 yaitu rata-rata kadar Nitrogen sebesar 0,49-0,52 %, Phosfor 0,18-0,21% dan kadar kalium sebesar 0,29-0,32%.

Disarankan kepada pemerintahan setempat untuk mengadakan penyuluhan dan pelatihan pembuatan kompos dari limbah kol sehingga limbah dari hasil perkulak an dapat dimanfaatkan.


(5)

5

ABSTRACT

The waste of cauliflower is accumulated in waste disposal area and did not pickup in every day that cause the environment pollution and a habitat of development of the germ.One of process that accelerate and avoid the uncomfortable aroma is using activator.

This research aims to produce the compost from the vegetables waste using EM4,

feces of sheep and MOL fermented product.

This research is quasi experiment using time comparison data that required in maturity of compost based on physical parameter (odor, color and texture) and other parameter such as temperature, humidity and pH from the experimental study up to the compost and do the assessment of the content of Natrium, phosphor and Calium.

This research indicates the using of activator MOL, EM-4 and feces of sheep indicates the different of the maturity time in 10 days, 20 days, and 30 days that indicates that MOL is mature effectively than EM-4 and feces of sheep.The maturity of compost by MOL activators indicated physically by soil odor (humus), black brownish color and soil texture, EM-4 is brown and faces of sheep is yellow brownish. The quality of comost (nastrium, phosphor, calium) is fulfill the compost standardization SNI 19-7030-2004 with the average

of Nitrogen, phosphor and callium is 0.48 – 0.52%, 0.18 – 0.21% and 0.29 – 0.32%,

respectively.

Suggested to local goverment to make a education and giving exercise how to production compost from waste of cauliflower with the result waste yield can be useful.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Daswati Br Sembiring

Tempat/ Tanggal Lahir : Batumamak 09 Maret 1990

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Suku : Batak Karo

Jumlah Saudara : 4 orang

Nama Orang Tua : N sembiring / I. Tarigan

Alamat Rumah : Jln.Kotacane Gg.5 Merga Tigabinanga Kab.Karo Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri No.040568 : Tahun 1996-2002

2. SMP Negeri 1 Tigabinanga : Tahun 2002-2005 3. SMA Negeri 1 Tigabinanga : Tahun 2005-2008 4. D-III Kesehatan Lingkungan Poltekkes Medan : Tahun 2008-2011


(7)

7

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dankasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “EFEKTIVITAS BERBAGAI JENIS AKTIVATOR DALAM PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH KOL (Brassicca Oleracea) TAHUN 2O14.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam skripsi inimasih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk memperkaya materi skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril dan materil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. DR. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir.Evi Naria, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dra.Nurmaini MKM, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I serta Ketua Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. dr.devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Prof.Dr.Dra.Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan bimbingan saran, serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

6. dr.Taufik Ashar selaku Dosen Penguji IIyang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.


(8)

7. Asfriyati,SKM,M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memperhatikan dan membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

8. Kak DianAfriyanti, Amd serta seluruf Staf di FKM USU yang telah banyak membantu dalam penyelesaian urusan administrasi.

9. Teristimewa untuk Keluarga tercinta Ayahanda N.Sembiring dan Ibunda I.Tarigan serta abang dan adikku tersayang Iskandar Sembiring beserta keluarga, Benyamin sembiring beserta keluarga dan Efta Andelta Sembiring yang telah memberikan dukungan moral maupun materil selama penulis menyelesaikan pendidikan di FKM USU.

10.Ibu Risnawati Pakpahan SKM,M.Kes yang sangat aku hormati dan sayangi telah banyak memberikan bantuan Doa dan Motivasi Kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan di FKM USU.

11. Kak Meutia Nanda SKM,M.kes yang aku sayangi telah banyak memberikan Doa dan motivasi kepada penulis .

12.Sahabat tersayang Sisca R.Maibang,Evi Sinaga, Netty R.Laoli,Juliana Nainggolan, Dewi Tambunan, faisal, kak reni,yulisa, Bg.Chairul dan Febewati Ginting yang telah memberikan semangat kepada penulis.

13.Kepada teman-teman peminatan kesling FKM USU yang telah memberikan banyak dukungan.

14.Kepada seluruh teman-teman eksetensi angkatan 2012 di FKM USU yang telah memberikasn banyak dukungan kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Medan, Desember 2014 Penulis


(9)

9

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Sampah ... 6

2.2. KOL (Brassicca Oleracea) ... 12

2.3. Pengertian Kompos ... 13

2.4. Prinsip Dasar Pembuatan Kompos ... 14

2.4.1. Pembuatan Kompos Aerob ... 14

2.4.2. Dasar Pengomposan Secara Anaerob ... 22

2.5. Aktivator ... 25

2.5.1.Jenis-jenis Aktivator ... 27

2.6. Ciri-ciri Kompos Yang Sudah Matang ... 30

2.7. Manfaat Kompos ... 32

2.8. Kerangka Konsep ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 35

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1. Lokasi ... 35

3.2.2. Waktu ... 35

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.3.1. Data Primer ... 35

3.3.2. Data Sekunder ... 36

3.4. Objek Penelitian dan Sampel ... 36


(10)

3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 37

3.6.1. Alat dan Bahan ... 37

3.6.2. Prosedur Kerja... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

4.1. Hasil Pengamatan Kualitas Fisik (Warna, Tekstur,Bau) ... 41

4.1.1. Hasil Pengamatan pada Kompos dengan aktivator MOL .... 41

4.1.2. Hasil Pengamatan pada Kompos dengan aktivator EM-4 ... 41

4.1.3. Hasil pengamatan pada Kompos dengan aktivator Kotoran sapi ... 41

4.1.4. Gambar hasil Pengamatan pada Proses Pengomposan ... 42

4.2. Hasil Pengukuran Suhu, pH dan Kelembaban pada Proses Pengomposan ... 43

BAB V PEMBAHASAN ... 45

5.1. Kualitas fisik kompos (Warna, tekstur dan bau) ... 45

5.2. Suhu ... 46

5.3. pH ... 48

5.4. Kelembaban ... 49

5.5. Kadar Nitrogen ... 50

5.6. Kadar Phospor ... 52

5.7. Kadar Kalium ... 53

BAB V1KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1. Kesimpulan ... 55

6.2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

11

DAFTAR TABEL

4.1.Rerata Suhu Berdasarkan Jenis Aktivator (0C)...43

4.2.Rerata pH Berdasarkan Jenis Aktivator...43

4.3. Rerata Kelembaban Berdasarkan Jenis Aktivator (%)... 44


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.1. Kerangka Konsep Penelitian... 34 Gambar.3. Gambar hasil Pengamatan pada Proses Pengomposa... 42


(13)

13

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat keterangan melakukan penelitian di laboratorium Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Medan

2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium 3. Hasil Penelitian


(14)

ABSTRAK

Limbah kol biasanya ditumpuk begitu saja pada tempat pembuangan sampah dan tidak diangkut setiap hari yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan tempat berkembang biak bibit penyakit.Salah satu proses yang dapat mempercepat da ntidak menimbulkan aroma tidak sedap adalah dengan mengunakan aktivator.

Penelitian bertujuan menghasilkan kompos dari limbah sayuran kol dengan men ggunakan EM4, Kotoran Sapi dan MOL tapai.

Rancangan penelitian adalah quasi eksperimen dengan data perbandingan waktu yang dibutuhkan dalam pematangan kompos dinilai dari parameter fisik (bau, warna dan tekstur) serta parameter lain seperti suhu, kelembaban dan pH dimulai dari dilakukannya uji coba hingga menjadi kompos serta dilakukan pemeriksaan kandungan Natrium, Phosfor dan Kalium.

Penelitian menunjukkan hasil pemberian aktivator MOL, EM-4 dan kotoran sapi menunjukkan adanya perbedaan waktu pematangan dalam 10 hari, 20 hari, dan 30 hari yang menunjukkan MOL sudah mengalami kematangan lebih efektif dibandingkan dengan EM-4 dan kotoran sapi.Kematangan kompos dari aktivator MOL menunjukkan secara fisik yaitu bau tanah (humus), warna coklat kehitaman serta tektur yang telah menyerupai tanah, EM-4 bewarna berwarna coklat dan Kotoran sapi berwarna coklat kekuningan. Kualitas Kompos (Natrium, Posphor, Kalium) yang dihasilkan sudah memenuhi standarisasi kompos SNI 19-7030-2004 yaitu rata-rata kadar Nitrogen sebesar 0,49-0,52 %, Phosfor 0,18-0,21% dan kadar kalium sebesar 0,29-0,32%.

Disarankan kepada pemerintahan setempat untuk mengadakan penyuluhan dan pelatihan pembuatan kompos dari limbah kol sehingga limbah dari hasil perkulak an dapat dimanfaatkan.


(15)

5

ABSTRACT

The waste of cauliflower is accumulated in waste disposal area and did not pickup in every day that cause the environment pollution and a habitat of development of the germ.One of process that accelerate and avoid the uncomfortable aroma is using activator.

This research aims to produce the compost from the vegetables waste using EM4,

feces of sheep and MOL fermented product.

This research is quasi experiment using time comparison data that required in maturity of compost based on physical parameter (odor, color and texture) and other parameter such as temperature, humidity and pH from the experimental study up to the compost and do the assessment of the content of Natrium, phosphor and Calium.

This research indicates the using of activator MOL, EM-4 and feces of sheep indicates the different of the maturity time in 10 days, 20 days, and 30 days that indicates that MOL is mature effectively than EM-4 and feces of sheep.The maturity of compost by MOL activators indicated physically by soil odor (humus), black brownish color and soil texture, EM-4 is brown and faces of sheep is yellow brownish. The quality of comost (nastrium, phosphor, calium) is fulfill the compost standardization SNI 19-7030-2004 with the average

of Nitrogen, phosphor and callium is 0.48 – 0.52%, 0.18 – 0.21% and 0.29 – 0.32%,

respectively.

Suggested to local goverment to make a education and giving exercise how to production compost from waste of cauliflower with the result waste yield can be useful.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Masalah sampah saat ini menjadi persoalan bagi sejumlah kota besar dan diprediksikan akan terus meningkat disetiap tahunnya di Indonesia. Di wilayah DKI Jakarta diperkirakan produksi sampah bisa mencapai 68 000 ton, Bekasi menghasilkan 1000 ton, Bandung 1500 ton, dan Denpasar 800 ton setiap harinya. Menurut catatan Walhi, sampah sebagian besar merupakan sampah basah (sekitar 60%-70% dari total volume sampah) yang tidak hanya mengotori lingkungan,namun juga dapat menyebarkan bau yang tidak sedap. (Tombe, 2010 ).

Besarnya sampah yang dihasilkan dalam suatu daerah sebanding dengan jumlah penduduk, jenis aktivitas dan tingkat konsumsi penduduk terhadap barang/material. Semakin besar jumlah penduduk atau tingkat konsumsi maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan. Setiap harinya,kota-kota seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan menghasilkan sampah dalam volume yang cukup besar.Sampah biasanya dibuang ke tempat yang jauh dari pemukiman penduduk,dan dibiarkan menggunung serta tidak diproses sehingga menjadi sumber penyakit salah satunya diare. Selain itu dampak pengelolaan sampah yang buruk menimbulkan pencemaran terhadap air, udara dan tanah.Selain pemukiman dikota,sampah juga dihasilkan dari pedesaan.Umumnya, sampah organik sebagian besar berasal dari lahan pertanian dan rumah tangga berupa jerami padi,sekam padi, sisa sayuran (kol, kubis, sawi putih, brokoli) ataupun dedaunan. (Purwendro, 2011).


(17)

15 Di Indonesia, seperti pangalengan (Jawa Barat), Sumber Brantas (Jawa Timur), dan Tanah Karo (Sumatra Utara) tanaman kol/kubis telah diusahakan secara komersial pada daerah yang cukup luas, bahkan hasil panen kol dari tanah Karo

banyak dipasarkan di luar negeri seperti Singapura dan Penang (Sunarjono,2013 ).

Keadaan iklim dan tofografi tanah Karo sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan.Oleh karenanya,daerah ini dikenal sebagai salah satu sentra penghasil sayuran dan buah-buahan di Indonesia.Hasil panen sayuran sebelum dipasarkan ke kota-kota terdekat maupun keluar negeri,biasanya dikumpulkan di pasar sayur sebagai tempat perkulakan.Di tempat ini sayuran dipilih dan dipilah sesuai dengan peminatan konsumen.Pemilahan tersebut akan menghasilkan sampah (limbah) padat sayuran yang umumnya berupa daun atau kelopak yang tidak dapat dikonsumsi.

Berdasarkan penelitian Tarigan (2013) volume limbah kol sangat besar jumlahnya.Rata-rata kol yang masuk ke gudang sayuran di Berastagi Kabupaten Karo berjumlah ± 50 ton per hari.Dari jumlah tersebut sekitar 3-5 % atau sekitar 1,5-2,0 ton menjadi sampah atau limbah.Limbah kol biasanya ditumpuk begitu saja pada tempat pembuangan sampah sementara (TPS) dengan cara open dumping dan tidak diangkut setiap hari.Penumpukan yang terlalu lama dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan yaitu munculnya gas asam sulfida dan gas amonia yang menimbulkan bau yang tidak sedap dari limbah yang membusuk dan dapat menjadi tempat berkembang biak bibit penyakit.


(18)

Untuk mengatasi penumpukan yang terlalu lama,maka perlu dilakukan beberapa cara penanganan dan pengolahan terhadap limbah kol tersebut antara lain sebagai bahan pembuatan kompos yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu proses yang dapat mempercepat dan tidak menimbulkan aroma tidak sedap adalah dengan menggunakan aktivator. (Tombe, 2010).

Menurut hasil penelitian Putri dkk (2012), menunjukkan pemberian bioaktivator kotoran sapi pada saat pembuatan kompos berpengaruh nyata terhadap laju dekomposisi berbagai jenis sampah daun di sekitar kampus Universitas Hasanuddin. Hal senada dikemukakan oleh penelitian Cahaya dkk (2011), bahwa pembuatan kompos dapat dipercepat dengan menggunakan bakteri efektive Mikroorganisme (EM-)4. Pengkomposan alami akan memakan waktu yang relatif lama, yaitu sekitar2-3 bulan bahkan 6-12 bulan. Pengkomposan dapat berlangsung denganfermentasi yang lebih cepat dengan bantuan mikroorganisme (Saptoadi, 2003). Mikroorganisme lokal (MOL) merupakan salah satu aktivator yang dapatmembantu mempercepat proses pengkomposan dan bermanfaat meningkatkan unsur hara kompos.PenelitianWibowo (2011) taraf PenggunaanMikro organisme Lokal Tapai dan EM-4 sebagai bioaktivator Pembuatan Pupuk Organik campuran kotoran domba dengan batang pisang.Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini yaitu aktivator Mikroorganisme Lokal dan EM4 merupakan aktivator yang dapat membuat kompos dengan kualitas terbaik.

Berdasarkan penelitian Yusriani (2012) didapatkan bahwa mengolah sampah rumah tangga pada skala rumah tangga dengan menggunakan metoda komposting, menggunakan variasi activator EM4 dan jenis pupuk kandang adalah variasi 75 ml EM4


(19)

17 dari 100 ml aktivator pupuk kandang kambing menghasilkan kompos dengan kandungan C/N optimal untuk mendukung perkembangan generatif tanaman.Banyak aktivator yang beredar dipasaran seperti aktivator padat (orgadec) dan aktivator cair (dectro). Produk aktivator yang beredar di pasaran kebanyakan berupa Effective Mikroorganisme (EM4), pada penelitian ini akan digunakan berbagai jenis aktivator yaitu sebanyak tiga jenis diantaranya EM4, kotoran sapi dan larutan MOL.

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan yang dilakukan oleh penulis pada bulan juli 2014terlihat begitu besar jumlah limbah kol setiap harinya yang dibuang begitu saja dan tidak dimanfaatkan sehingga membuat lingkungan menjadi kotor dan bau, padahal Tanah karo terkenal sebagai salah satu penghasil kol terbesar di Sumatera Utara.Maka perlu dilakukan beberapa cara penanganan dan pengolahan terhadap limbah kol tersebut antara lain sebagai bahan pembuatan kompos yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan .

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu : Seberapa efektif aktivator (EM4, kotoran sapi dan MOL Tapai) terhadap kecepatan waktu pengomposan dan kematangan kompos yang dinilai dari parameter fisik (Bau,warna, dan tekstur yang telah menyerupai tanah).

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menghasilakan kompos dari limbah sayurn kol dengan menggunakan EM4, Kotoran Sapid an MOL Tapai sebagai Aktivator.


(20)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui perbandingan waktu yang dibutuhkan dalam pematangan kompos dalam waktu 10 hari,20 hari dan 30 hari dengan aktivator EM-4, Kotoran Sapi, dan MOL Tapai.

2. Untuk mengetahui kematangan kompos yang dinilai dari parameter fisik (Bau,warna, dan tekstur yang telah menyerupai tanah).

3. Untuk menghasilkan kompos yang berkualitas sesuai SNI 19-7030-2004 (Natrium, Posphor, kalium).

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dari sudut Akademisdiharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan perbandingan dan bahan rujukan atau masukan bagi beberapa pihak yang melakukan penelitian lanjutan, khususnya yang berhubungan dengan aspeksosial dan ekonomi pengelolaan sampah rumah tangga dengan prinsip 3R.

2. Bagi Masyarakat penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dansumbangan pemikiran bagi berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan sampah rumah tangga di pedesaan untuk membangun peran aktif masyarakat dalam pengelolaan limbah padat pertanian.

3. Bagi peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan tentang pembuatan kompos yang baik serta dapat mengaplikasikan pada lingkungan sendiri .


(21)

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.9.Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan aatau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang.Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai,tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. (Notoatmodjo, 2007 ).

2.9.1. Sumber–Sumber Sampah Menurut Warsidi (2008):

1. Sampah yang bersal dari pemukiman (domestic waste )

Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang,seperti: sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau yang belum ,bekas pembungkus berupa kertas, plastic,daun dan sebagainya,pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan ,perabot rumah tangga, daun-daun dari kebun atau taman.

2. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum

Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum,seperti pasar, tempat-tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya.Sampah ini berupa : kertas, plastic, botol, daun dan sebagainya.

3. Sampah yang berasal dari perkantoran

Sampah dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan,dan sebagainya.Sampah ini berupa kertas-kertas, plastic,


(22)

karbon klip, klip, dan sebagainyaumumnya sampah ini bersifat kering dan mudah terbakar (rubbish).

4. Sampah yang berasal dari jalan raya

Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari : kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban,onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh,daun-daunan, plastic dan sebagainya.

5. Sampah yang berasal dari industry (industyrial wastes)

Sampah ini berasal dari kawasan industry ,dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya: sampah-sampah pengepakan barang,logam,plastic, kayu, potongan tekstil, kaleng dan sebagainya.

6. Sampah yang berasal dari pertanian dan perkebunan.

Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah dan sebagainya.

7. Sampah yang berasal dari pertambangan

Sampah ini berasal dari daerah pertambangan , dan jenisnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri misalnya: batu-batuan,tanah/cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran (arang ) dan sebagainya.

8. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan

Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini berupa: kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan, bangkai binantang dan sebagainya.


(23)

21

2.1.2. Jenis-Jenis Sampah

Jika berbicara tentang sampah sebenarnya meliputi 3 jenis sampah yakni: sampah padat, sampah cair, dan sampah dalam bentuk gas (fume,smoke).Akan tetapi seperti telah dibuatkan batasan diatas, bahwa dalam konteks ini hanya akan dibahas sampah padat.

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya sampah dibagi menjadi: a. Sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk.

Misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.

b. Sampah organic, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya:sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya 2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar

a. Sampah yang mudah terbakar misalnya: kertas, karet, kayu, plastic, kain bekas, dan sebagainya.

b. Sampah yang tidak dapat terbakar misalnya :kaleng, kaleng bekas, besi/logam, pecahan gelas, kaca dan sebagainya.

3. Berdasarkan karakteristik sampah

a. Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengolahan atau pembuatan makanan, yang umunya mudah membusuk,dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel dan sebagainya.

b. Rubbish, yaitu sampah yang berasal dari perkantoran, perdagangan baik yang mudah terbakar, seperti kertas, karton, plastic, dan sebagainya msupun yang tidak mudah terbakar ,seperti kaleng bekas ,klip, pecaha kaca, gelas, dan sebagainya.


(24)

c. Ashes (abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan-bahan yang mudah terbakar termasuk abu rokok.

d. Sampah jalanan (street sweeping), yaitu sampah yang berasal pembersihan jalan, yang terdiri dari campuran macam-macam sampah, daun-daunan, kertas, plastic, pecahan kaca, besi, debu, dan sebagainya.

e. Bangkai binatang (dead animal), yaitu bangkai binatang yang mati karena alam, ditabrak kendaraan atau dibuang oleh orang.

f. Bangkai kendaraan seperti bangkai mobil, sepeda, sepeda motor dan sebagainya.

2.1.3. Pengelolaan Sampah

Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat,karena dari sampah tersebut akan hidup berbagai mokroorganisme penyebab penyakit (bakteri pathogen), dan juga binatang serangga sebagai pemindah /penyebar penyakit (vector). Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat.Pengelolaan sampah yang baik, bukan untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan.Yang dimaksud dengan pengelolaan sampah disini adalah meliputi pengumpulan, pengangkutan sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Cara –cara pengelolaan sampah antara lain:

1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah.Oleh sebab itu, mereka ini


(25)

23 harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS)dan selanjutnya diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir(TPA).

Mekanisme,system,atau cara pengangkutannya untuk di daerah perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan.Sedangkan untuk daerah pedesaan pada umumnya sampah dapt dikelola oleh masing-masing keluarga tanpa memerlukan TPS,maupun TPA,sampah rumah tangga daerah pedesaan umumnya didaur ulang menjadi pupuk.

2. Ditanam (landfill),yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

3. Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jakan membakar didalam tungku pembakaran(incinerator).

4. Dijadikan pupuk (composting)

Pengolahan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organic daun-daunan,sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk.Didaerah pedesaan hal ini sudah biasa,sedangkan didaerah perkotaan hal ini perlu dibudayakan (Notoatmodjo, 2008).

Menurut Suryati (2014) cara pemanfaatan sampah melalui kompos memang sudah tidak asing lagi dilakukan.Sayangnya, banyak masyarakat yang masih enggan berurusan akibat bau yang tidak sedap serta kesan menjijikkan menjadi alasan orang


(26)

malas mengolah sampah.Padahal dengan menggunakan komposter,membuat kompos dari sampah menjadi lebih praktis, mudah dan menguntungkan.

2.1.4. Dampak Yang ditimbulkan oleh Sampah menurut Suryati (2014)

1. Mengganggu Estetika Lingkungan

Sampah yang berserakan di jalan atau disembarang tempat merusak pendangan mata.Tumpukan sampah yang berserakan menimbulkan kesan jorok, bau dan sangat merusak keindahan.

2. Mencemari Tanah dan Air Tanah

Sampah yang menumpuk dipermukaan tanah akan mencemari tanah dan air didalamnya, Cairan kotor dan bau busuk hasil pembusukan sampah yang merembes ke dalam tanah dapat mencemari tanah.Bahkan mungkin air yang digunakan dari pompa tanah dapat terkontaminasi akibat sampah ini.

3. Mencemari perairan

Sampah yang dibuang ke saluran air akan mencemari perairan sungai,irigasi, waduh, bahkan pantai. Padahal, banyak yang masih memanfaatkan pengairan dari sumgai dan sumber air lainnya untuk kebutuhan sehari-hari.

4. Menyebabkan Banjir

Tumpukan sampah yang berada di saluran air (irigasi) dapat menyumbat pintu-pintu air sehingga air sulit mengalir.Maka tak jarang di kota-kota besar,banjir sering terjadi akibat masyaraktnya menyepelekan sampah.


(27)

25 5. Menimbulkan Bau Busuk

Sampah-sampah yang menumpuk didarat atau yang terendam di air akan mengalami pembusukan .Bau busuk yang menyebar di udara akan tercium dan mengganggu pernapasan.

6. Sebagai Sumber Bibit Penyakit

Sampah yang menimbulkan bau busuk akan mengundang lalat.Pada sampah yang busuk, bersarang bermacam-macam bakteri penyebab penyakit seperti kecacingan, thypus, diare dsb .Lalat tersebut dapat memindahkan bibit penyakit dari sampah ke dalam makan atau minuman.

2.10. KOL (Brassica oleracea)

Kol memiliki daun bulat,oval, dan lonjong,serta membentuk akar yang besar dan tebal.Umumnya kol merupakan tanaman semusim yang berbentuk perdu. Tanaman ini termasuk kelompok Capitata (berkepala),memiliki daun yang tersusun sangat rapat sampai membentuk bulatan pipih yang disebut krop, kop atau kepala.Tanaman yang berasal dari eropa selatan dan eropa barat ini terdiri dari susuna organ utama yaiu batang, bunga,buah, biji dan akar.Akar tanaman ini relatif kuat dengan daya tembus kebawah permukaan tanah sedalam 20 hingga 30 cm.Batangnya pendek dan banyak mengandung air.Batang tersebut berwarna hijau,tebal, agak lunak dan cukup kuat.Sebenarnya,tanaman ini memiliki banyak cabang, namum tidak begitu tampakcabang itu ditutupi daun-daun yang mengelilingi batang hingga titik tumbuh sehingga akan semakain tidak kelihatan akibat helai daun kol yang bertangkain pendek.


(28)

Sebenarnya kol bisa tumbuh dimana saja,baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi.Kol juga relatif tahan terhadap suhu panas, namun untuk hasil yang optimal,kol banyak ditanam didaerah dataran tinggi dengan ketinggian diatas 400 dibawah permukaan laut.Dengan curah hujan rata-rata 850-900 mm.Apabila ditanam didaerah panas,kol akan mudah terserang ulat.Hal tersebut mengakibatkan kualitas kol menjadi jatuh akibat lembaran daunnya agak berlubang.Begitu juga jika ditanam didaerah dataran rendah dan panas kol akan cenderung menguncup,kropnya tidak bisa tumbuh besar seperti kol yang ditanam didaerah dataran tinggi,.Tempat kol tumbuh juga tidak boleh terlalu becek oleh genangan air.Umur panennya berbeda-beda,berkisar dari 90 hari sampai 150 hari.Semakin dingin suhu lingkungan kol tumbuh,semakin cepat kropnya membesar dan semakin cepat pula masa panenya.. (Marzuki, 2013).Sayuran Kol ini mengandung air sampai dengan 90%(Tarigan, 2013).

2.11. Pengertian Kompos

Kompos merupakan istilah untuk salah satu pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa bahan organik (tanaman maupun hewan).Proses pengomposan dapat berlangsung secara aerobik dan aerobik yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu.Secara keseluruhan,proses ini disebut dekomposisi atau penguraian. (Habibi, 2008).

Proses pembuatan kompos sebenarnya meniru proses terbentuknya humus di alam.Namun dengan cara merekayasa kondisi lingkungan,kompos dapat dipercepat proses pembuatannya, yaitu hanya dalam jangka waktu 30-90 hari.Waktu ini melebihi


(29)

27 kecepatan terbentuknya humus secara alami .Oleh karena itulah,kompos selalu tersedia sewaktu-waktu diperlukan tanpa harus menunggu bertahun -tahun lamanya.( Habibi, 2008).

2.12. Prinsip Dasar Pembuatan Kompos

Pada dasarnya, membuat kompos adalah untuk meniru proses terjadinya humus di alam dengan bantuan mikroorganisme.Ada dua jenis mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan,yaitu mikroorganisme yang mebutuhkan kadar oksigen tinggi (aerob ) dan mikroorganisme yang bekerja pada kadar oksigen rendah (anaerob).Meskipun menghasilkan produk akhir yang sama (kompos),perbedaan proses pembuatan kompos akan memengaruhi proses pembuatan kompos.(Suryati, 2014).

2.12.1.Pembuatan Kompos Aerob

Pengomposan secara aerob harus berlangsung dalam keadaan di udara terbuka karena membutuhkan oksigen.Dalam hal ini, udara bebas harus bersentuhan langsung dengan bahan baku kompos berupa sampah organik. Pengontrolan terhadap kadar air,suhu,pH, Kelembaban , ukuran bahan , volume tumpukan bahan, dan pemilihan bhan perlu dilakukan secara intesif untuk mempertahankan proses pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses pengomposan yang optimal, kualitas maupun kecepatannya.Selain itu untuk memperlancar udara masuk kedalam bahan kompos .pengontrolan secara intensif ini merupakan ciri khas proses pengomposan secara aerob.Oleh karena itu, kegiatan operasional pengomposan secra aerob relatif lebih sibuk dibandingkan anaerob.( Habibi, 2008).


(30)

Pengomposan dengan metode aerob tanpa bantuan aktivator dapat berlangsung selama 40-55 hari.Hasil akhir pengomposan aerob berupa bahan yang menyerupai tanah berwarna hitam kecoklatan, remah, dan gembur, suhunya normal dan cenderung konstan (tetap ).Apabila bentuknya sudah seperti ini maka kompos aerob siap digunakan pada tanaman atau dikemas dalam wadah.

Dalam Pembuatan kompos secara aerob agar berkualitas baik dan beberap hal yang perlu diperhatikan antara lain akan dijelaskan berikut ini:

1. Rasio C/N bahan pada pengomposan secara aerob

Yang dimaksud dengan rasio C/N adalah perbandingan antara kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N) pada suatu bahan.Semua mahluk hidup tersusun dari sejumlah besar bahan karbon (C) serta Nitrogen (N) dalam jumlah kecil.Pembuatan kompos yang optimal membutuhkan rasio C/N 25:1 sampai 30:1.Sebagai contoh ,limbah rumah tangga padat (sampah) organik yang tercampur mempunyai rata-rata kandungan rasio C/N sekitar 15:1 sehingga perlu adanya penambahan unsur C agar mencapai atau mendekati perbandingan rasio C/N 25:1 hingga 30:1.Kisaran nilai rasio C/N 25:1 hingga 30:1 merupakan nilai perbandingan unsur C dan N yang terbaik agar bakteri dapat bekerja sangat cepat. Pada tabel berikut 2.1 berikut diperlihatkan perbandingan rasio C/N beberapa bahan organik.


(31)

29

Tabel 2.1. Perbandingan Rasio C/N Beberapa Bahan Organik

No Nama Bahan Organik Rasio C/N

1 Urin 0,8:1

2 Darah 3:1

3 Buangan pemotongan hewan 2:1

4 Tinja 6:1 hingga 10:1

5 Lumpur aktif 6:1

6 Sampah sayur-sayuran 12:1 hingga 20:1

7 Sampah dapur campur 15:1

8 Pupuk hijau 14:1

9 Ganggang laut 19:1

10 Kentang 25:1

11 Jerami gandum 40:1 hingga 125:1

12 Jerami padi 50:1 hingga 70:1

13 Jerami jagung 100:1

14 Serbuk gergaji 500:1

15 Kertas koran 50:1 hingga 200:1

16 Kayu 200:1 hingga 400:1

17 Kertas 150:1 hingga 200:1

18 Daun-daunan (segar ) 10:1 hingga 40:1

19 Daun-daunan (kering) 50:1 hingga 60:1

20 Daun-daunan dadap muda 11:1

21 Daun thephrosia 11:1

22 Kulit kopi 15:1 hingga 20 :1

23 Batang pohon pangkasan cabang 15:1 hingga 60:1

24 Pangkasan teh 15:1 hingga 17:1

25 Bungki biji kapuk 10:1 hingga 12:1

26 Bungkil Kacang tanah 7:1

27 Nama bahan organik

28 Kotoran Sapi 20:1

29 Kotoran ayam 10:1

30 Kotoran Kuda 25:1

31 Cemara buah/Jarum 60:1 hingga 110:1

32 Kopi bubuk, endapan 20:1

33 Apel ,buah 21:1

34 Kulit kayu 100:1 hingga 130:1

35 Sampah buah-buahan 35:1

36 Kacang –kacangan 15:1

Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh penulis (Habibi, 2008)

Nilai dari rasio C/N merupakan faktor penting yang memengaruhi kegiatan bakteri.Unsur Karbon (C) dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber energi dalam


(32)

proses metabolisme dan perbanyakan sel.Sedangkan unsur nitrogen (N) digunakan untuk membentuk protein atau pembentukan protoplasma.Pemanfaatan unsur C sebagai sumber energi bagi bakteri akan menghasilkan bahan buangan berupa asam organik ,alkohol dan lain-lain.Namun ,pada proses pengomposan secara anaerob ,hasil buangan ini akan dimanfaatkan kembali untuk keduakalinya sebagai sumber energi maupun pembentukan sel baru oleh bakteri.Pada proses yang kedua inilah karbondioksida (CO2) dan gas methan akan terbentuk.

Jika bahan organik memiliki kandungan C terlalu tinggi maka proses penguraian akan berlangsung terlalu lama.Sebaliknya, jika C terlalu rendah maka sisa nitrogen akan berlebih sehingga akan terbentuk gas amoniak (NH3).Kadar amoniak yang terlalu banyak dapat meracuni bakteri.Oleh sebab itu, Jumlah C/N ratio perlu dihitung dan direncanakan secara tepat.(habibi,2008).

2. Volume Bahan

Baik banyaknya bahan baku maupun cara menumpuk bahan baku sangat menentukan proses pengomposan.Tumpukan bahan yang lebih banyak dapat mempercepat proses pengomposan dibandingkan tumpukan bahan yang sedikit.Namun demikian, semakin besar tumpukan bahan baku,semakin sulit untuk mengatur atau mengontrol suhu dan kelembabannya.Volume tumpukan yang ideal minimal 1m x 1m x 1m atau maksimal 2 m x 2m x2m. Namun pada penelitian ini untuk mengatur volume digunaka ukuran 50 cm untuk setiap lobang galian.

Sisi-sisi tumpukan sebaiknya dibuat rata.Bentuknya dapat berupa kubus balok atau silinder, Tumpukan yang terlalu tipis,meruncing (berbentuk piramida atau segitiga) dan sempit kemungkinan tidak dapat mempertahankan suhu dan kelembaban


(33)

31 yang diinginkan sehingga proses terbentuknya kompos akan membutuhkan waktu yang sangat lama.

3. Ukuran bahan

Berlangsungnya proses pengomposan akan lebih cepat dan lebih baik jika ukuran bahan baku yang kan dikomposkan diperkecil,karena mikroorganisme akan lebih mudah beraktivitas mengolah dan membentuk koloni pada bahan yang sudah lembut (substrat) dibandingkan bahan dengan ukuran besar.Ukuran bahan yang dianjurkan pada pengomposan secara aerob yaitu antara 1-7,5cm.Oleh karena itu, sebaiknya bahan dicacah dengan parang atau digiling dengan mesin agar mikroorganisme lebih mudah mencernanya.Pencacahan sebaiknya tidak terlalu lembut seperti bubur, karena pada saat berlangsung pengomposan akan mengeluarkan kadar air.

Pada pengomposan secara aerob, penghancuran bahan sampai lumat tidak dianjurkan,karena dikhawatirkan akan meningkatkan kadar air bahan melebihi 60% sehingga dapat mengganggu proses pengomposan.Namun, masalah tersebut dapat diatasi dengan cara menambahkan bahan organik kering atau dengan tanah kering.Ukuran yang kecil akan meningkatkan porositas tumpukan bahan dan memperlancar masuknya oksigen kedalam tumpukan bahan.

4. Kadar air pada pengomposan secara aerob

Pada proses pengomposan secara aerob,kadar air bahan sebaiknya antara 40-50%. Kondisi kadar air seperti itu harus dipertahankan saat berlangsungnya pengomposan agar mikroorganisme aerob dalam kompos dapat bekerja dengan baik dan tidak mati.Kadar air yang sesuai sangat membantu pergerakan mikroba dalam


(34)

bahan.Apabila kadar air terlalu banyak dapat menyebabkan bahan semakin padat,melumerkan sumber makanan yang dibutuhkan mikroba dan menghalangi masuknya oksigen kedalam bahan.Namun, jika air terlalu sedikit maka bahan baku akan menjadi kering dan tidak mendukung kehidupan mikroba.

Kondisi kadar air yang terbaik yaitu sedang, tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah.Cara sederhana untuk mengetahui kadar air yaitu dengan mengambil bahan dan meremasnya dalam genggaman tangan.Apabila bahan kompos pecah/hancur dan tidak keluar air sama sekali dari genggaman maka perlu diberi tambahan air.Apabila bagian kompos keluar dari sela-sela jari dengan air dengan air berlebih berarti terlalu basah sehingga kompos perlu dibalik-balik dan dibuat drainase yang bagus.Jika kompos terlalu basah maka udara akan sulit masuk ke sela-sela kompos.Hal ini dapat menyebabkan bakteri anaerob masuk kedalamnya dan berkembang sehingga proses pengomposan tidak berjalan lancar .kondisi bahan dengan kandungan air yang tepat yaitu,dapat dikepal dengan tangan meskipun hancur lagi.untuk menjaga kadar air,sebaiknya kompos terlindung dari air hujan dan sinar matahari langsung.Hujan dapat menyebabkan kadar air berlebihan sedangkan sinar matahari dapat menyebabkan penguapan,sehingga kadar air terlalu sedikit.

Pada saat bahan baku kompos ditumpuk maka titik panas yang tertinggi akan berada dibagian tengah tumpukan.Hal ini dapat mengakibatkan mikroorganisme dibagian tengah bahan lebih aktif sehingga penguapan yang terhebat yang terjadi pada bagian ini.Sering dijumpai,tumpukan kompos yang terlihat lembab serta hangat, tetapi setelah dibuka ternyata bagian dalamnya kering dan dingin dapat dikatakan bahwa tumpukan terlalu panas dapat menyebabkan kadar air bahan menguap dan


(35)

33 akhirnya bahan menjadi kering.Apabila bahan menjadi kering, mikroorganisme enggan melakukan aktivitasnya maka proses pembusukan pada bagian ini terhenti dan suhu biasanya akan turun.Cara untuk mengetahui basah atau tidaknya bagian tengah, dibutuhkan alat pengontrol berupa tongkat bambu atau kayu.Dengan menusukkan alat ini ke dalam tumpukan kompos samoai ke tengah maka dapat diketahui tiga hal penting, yaitu basah atau tidak, hangat atau tidak, dan berbau busuk atau tidak.Jika tongkat tersebut hangat dan basah berarti pengomposan masih berlangsung dengan baik namun apabila tongkat tersebut kering dan dingin maka perlu disiram airdisamping itu, untuk menjaga kadar air bahan diperlukan tempat yang terlindung dari air hujan dan sinar matahari langsung.Tempat yang teduh sangat dianjurkan agar proses pengomposan secara aerobik dapat berlangsung baik.

5. Suhu (Temperatur ) pengomposan secara aerob

Suhu ideal untuk pengomposan secara aerob yaitu diantara 45-650C.Untuk mengetahui keadaan suhu bahan dapat digunakan termometer alkohol,agar kalau pecah di lapangan maka cairan alkohol tidak membahayakan kompos.Suhu kompos organik dapat dijaga agar tetap stabil dengan cara mengatur kadar air.Suhu yang terlalu rendah dapat disebabkan bahan yang kurang lembab sehingga aktivitas mikroorganisme menurun .Masalah ini dapat diatasi dengan cara bahan kompos disiram dengan air hingga mencapai kadar air yang optimal.Demikian pula, jika kondisi suhu bahan terlanggu tinggi, tidak baik bagi proses pengomposan secara aerob.Kondisi suhu yang tertinggi dapat mencapai 800C .

Suhu yang terlalu tinggi dapat diatasi dengan cara membalikkan bahan.Bakteri yang bekerja pada suhu ini biasanya hanyalah bakteri termofilik, yaitu


(36)

bakteri yang tahan terhadap suhu tinggi.Apabila hal ini terjadi maka mikroorganisme lainnya akan mati.Penggunaan temperatur tinggi, yaitu 800C, biasanya untuk pengomposan skala besar karena diperlukan kecepatan tinggi untuk mengomposkan berton-ton bahan organik.Jadi pengomposan skala industri kecil atau untuk kebun sendiri di rumah tidak terlalu berisiko apabila suhu dipertahankan pada kisaran antara 45-650 C saja.

6. Derajat Keasaman (pH)

Untuk berlangsungnya pengomposan secara aerob dengan baik dibutuhkan pH netral yaitu diantara 6-8.Jika kondisi asam biasanya dapat diatasi dengan pemberian kapur.Namun,Sebenarnya dengan cara memantau suhu dan membolak-balikkan bahan kompos secara tepat dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral, tanpa pemberian kapur.Dengan demikian,proses pemeriksaan pH setiap waktu tidak perlu dilakukan.Tetapi untuk lebih meyakinkan lagi, pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan cara menggunakan kertas lakmus yang tersedia di apotik atau mempergunakan pH meter elektronik.

7. Aerasi

Pada pengomposan secara aerob harus dikondisikan sedemikian rupa agar setiap bagian bahan kompos memperoleh suplai oksigen yang cukup.Suhu kompos yang meningkat akan membuat bahan hancur dengan cepat dan akhirnya memadat .Kurangnya oksigen dapat disebabkan oleh kelembaban bahan terlalu tinggi sehingga bahan melekat satu sama lain.Terjadinya pemadatan pada bahan akan menghambat suplai oksigen yang dibutuhkan mikroba aerob.Akibatnya mikroba tidak dapat bertahan hidup.Agar aerasi lancar,Pengomposan dapat dilakukan di tempat terbuka


(37)

35 sehingga udara dapat masuk dari berbagai sisi dan secara berkala dilakukan pembalikan kompos.Pada pembuatan kompos secara aerobskala kecil, jumlah oksigen tidak harus diketahui.Namun, untuk skala industri,penghitungan kebutuhan oksigen harus dikuasai agar seorang teknisi dapat merancang alat yang mampu menyuplai kebutuhan oksigen pada bahan.(Habibi,2008)

2.4.2. Pengomposan Dasar Pengomposan Secara Anaerob

Pengomposan secara anaerob yaitu pengomposan yang berlangsung tanpa adanya udara atau oksigen sedikit pun.Oleh karena itu pada pelaksanaanya dibutuhkan tempat khusus yang tertutup rapat.Sebenarnya cara pembuatan kompos secara anaerob ini tidak jauh berbeda dengan pembuatan biogas atau pembuatan septic tank.Hasil pengomposan anaerob berupa CH4,H2S, H2,CO2, asam asetat, asam butirat,asam laktat, etanol,metanol,dan hasil sampingan berupa lumpur.Lumpur inilah yang kita namakan sebagai kompos.

Kegiatan operasional sehari-hari pada pengomposan secara anaerob tidak sesibuk pengomposan secara aerobik.Meskipun demikian,biaya awal untuk membuat bak fermentasi lebih rumit dan lebih mahal dibandingkan dengan pembuatan kompos secara aerob.Pengendalian pH dan suhu harus dilakukan karena pada pembuatan kompos secara anaerob berlangsung dengan dibantu oleh bakteri pembentuk gas metan yang sangat rentan oleh kondisi pH dan suhu. Bakteri metan akan keracunan serta berhenti beraktivitas pada pH kurang dari 6,2.Sedangkan pengendalian suhu untuk daerah tropis seperti di Indonesia mungkin dapat ditiadakan karena suhu ideal dapat tercipta dengan mengatur desain bak fermentasi.


(38)

Jalannya pengomposan secara anerob berlangsung lebih lambat dibandingkan pengomposan secara aerob, yaitu memakan waktu 3-12 bulan.Lama tidaknya proses pengomposan secara aerob bergantung pada perlakuan yang diberikan, seperti antar alain rasio C/N , Kadar air , ukuran bahan, temperatur , pH, dan aerasinya.Beberapa bahan organik yang sulit terurai pada pengomposan aerob, biasanya pada pengomposan secara anaerob dapat terurai, sehingga hampir semua bahan organik dapat dapat diuraikan secara anaerob.Untuk membunuh bakteri patogen pada pengomposan secara aerob dapat dilakukan dengan meningkatkan suhu kompos pada 4 hari pertama hingga mencapai 700 C. Namun,pada pengomposan anaerob,patogen dapat terbunuh dengan sendirinya karena kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (tanpa udara) .

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengomposan secara anaerob antara lain rasio C/N,ukuran bahan,kadar air (Rh), derajat Keasaman (pH), temperatur (suhu) dan aerasi .Untuk lebih jelasnya berikut akan diuraikan satu persatu.

1. Rasio C/N bahan

Proses pengomposan secara anaerob yang optimal membutuhkan rasio C/N =25:1 hingga 30:1.Semakin tinggi rasio C/N,proses pembusukan semakin cepat, dan kandungan N dalam lumpur semakin tinggi.Sebaiknya, apabila rasio C/N terlalu rendah maka amonia yang dihasilkan terlalu banyak sehingga dapat meracuni bakteri .Prinsip-prinsip perhitungan rasio C/N pada pengomposan secara aerob dapat diterapkan juga pada pengomposan secara anaerob.


(39)

37 2. Ukuran Bahan

Pada pengomposan secara anaerob,sangat dianjurkan untuk menghancurkan bahan selumat-lumatnya sampai beruba bubur atau lumpur.Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penguraian yang dilakukan oleh bakteri dan mempermudah pencampuran atau homogenisasi bahan.

3. Kadar air (Rh)

Pengomposan secara anaerob membutuhkan kadar air yang tinggi, yaitu sekitar 50% keatas.Kadar air yang banyak pada proses pengomposan secara anaerob diperlukan bakteri untuk membentuk senyawa–senyawa gas dan bermacam-macam asam organik sehingga pengendapan kompos akan lebih cepat.Secara fisik, kadar air dapat memudahkan proses penghancuran bahan organik dan mengurangi bau.

4. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) optimal yang dibutuhkan pada pengomposan secara anaerob yaitu antara 6,7-7,2.Untuk mempertahankan kondisi pH hendaknya ditambahkan kapur pada tahap awal bahan dimasukkan.

5. Temperatur (suhu)

Suhu di daerah tropis rata-rata antara 25-350 C sudah cukup baik bagi proses pengomposan secara anaerob.Namun, suhu paling baik (optimal) yang dibutuhkan yaitu antara 50-600 C.Suhu optimal tersebut dapat dibantu dengan cara meletakkan tempat pengomposan di lokasi yang terkena sinar matahari langsung.Apabila sinar matahari dimanfaatkan untuk menaikkan suhu maka gas methan yang dihasilkan akan semakin tinggi dan proses pembusukan akan


(40)

berlangsung lebih cepat.Dengan demikian,gas methan perlu dikeluarkan setiap hari, yaitu dengan cara membuka lubang gas instalasi pengomposan.

6. Aerasi

Seperti telah dikemukakan bahwa proses pengomposan secara anaerob tidak dibutuhkan udara (oksigen), karena yang berperan dalam proses pengomposan yaitu mikroorganisme anaerob.Oleh karena itu, tempat pembuatan kompos harus selalu dikondisikan tertutup rapat, tidak diperkenankan udara masuk sedikitpun juga.

2.5.Aktivator

Aktivator adalah inokulum campuran berbagai jenis mikroorganisme selulotik dan lignolitik untuk mempercepat laju pengomposan pada pembuatan pupuk kandang.Di pasaran,banyak beredar bioaktivator, diantaranya Orgadec, EM-4 dan stardec.Dalam bioaktivator ini terdapat berbagai macam mikroorganisme fermentasi dan dekomposer.Mikroorganisme dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan dan menguraikan bahan organik.Secara global terdapat beberapa golongan mikroorganisme dalam bioaktivator , yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Ptomycetes sp, Ragi (yeast), dan actinomycetes. (Setiawan, 2012 ). 1. Bakteri fotosintetik

Bakteri fotosintetik merupakan bakteri bebas yang dapat sintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya.Metabolir yang diproduksi dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan.


(41)

39 2. Lactobacillus sp.

Bakteri ini memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian dan karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri sintesis dan ragi.Asam laktat ini merupakan bahan sterilisasi kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan menguraikan bahan organik dengan cepat.

3. Strepcomycetes sp.

Strpcomycetes sp mampu memproduksi enzim sterptomisin bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.

4. Ragi (yeast)

Ragi memproduksi substansi yang berguna nagi tanaman dengan cara fermentasi.Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pembelahan sel dan pembelahan akar .Ragi ini juga ukuran dalam perkembangan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain, seperti acninomycetes dan bakteri asam.

5. Acninomycetes

Acninomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur. Organisme tersebut mengambil asam amino dan zat yang diproduksi bakteri fotosintesis dan mengubahnya menjadi antibiotik. Tujuannya untuk mengendalikan patogen serta menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan khitin, yaitu zat esential untuk pertumbuhan .Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lain.(Budi Susilo Setiawan, 2012 ).


(42)

2.5.1. Jenis-jenis Aktivator

1. EM-4 (Effective Mikroorganisme) 4

EM-4 merupakan produk bioaktivator yang beredar di pasaran berupa Effektive Mikroorganisme (EM) asli yang tidak dapat langsung diaplikasikan pada media.Hal ini disebabkan kandungan mikroorganisme dalam EM asli masih dalam kondisi tidur (dorman) sehingga tidak akan memberikan pengaruh yang nyata.Untuk itu, EM asli perlu dilarutkan menjadi EM aktif apabila ingin digunakan. (Suryati, 2014).

Cara mengaktifkan aktivator EM-4 dapat dilihat sebagai berikut:

a. Campurkan 1 liter EM asli dengan 1 liter molase (larutan gula) lalu tambahkan air hingga tercampur menjadi 10 liter larutan.

b. Masukkan larutan yang telah jadi ke dalam wadah, lalu tutup hingga rapat. c. Biarkan 5-10 hari dalam keadaan kedap udara .Wadah harus tertutup rapat dan

terhindar dari sinar matahari langsung.

d. Buka tutup wadah pada hari ke lima untuk mengeluarkan gas agar tidak meledak.

e. Setelah 5-10 hari,EM aktif sudah dapat digunakan dengan indikasi tercium bau asam manis.pH EM aktif berkisar 3,5-3,7.

f. Apabila tidak langsung digunakan,EM aktif bisa dimasukkan ke dalam wadah khusus.Wadah yang baik untuk menyimpan EM aktif adalah tangki plastik atau tangki stainless stellasalkan kondisinya tangki bersih dan dapat mempertahankan kondisi anaerob.Sebaliknya,jangan gunakan tempat bekas oli, tempat bahan kimia atau tangki logam berkarat .


(43)

41 g. EM aktif tidak boleh digandakan agar hasilnya sempurna.

2. MOL (Mikroorganisme Lokal)

Bioaktivator yang dibuat sendiri atau mikroorganisme lokal (MOL) , yaitu kumpulan mikroorganisme yang bisa diternakkan fungsinya sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik.Berdasarkan bahannya, ada dua MOL yang bisa dibuat , yaitu MOL tapai dan MOL nasi basi serta berbagai MOL berbahan lainnya. ( Setiawan, 2012 ).

Pada bagian ini akan dijelaskan cara pembuatan MOL tapai yang akan digunakan sebagai starter yaitu:

a. MOL tapai adalah bioaktivator yang bahan dasarnya terbuat dari tapai,baik tapai singkong maupun tapai ketan.

b. Bahan yang perlu disiapkan sebelum membuat MOL sebagai berikut : 1) Tapai ketan 1 0ns

2) Air ± 1000 ml

3) Gula pasir 5 sendok makan

c. Ambil botol yang bisa dimasukkan air berukuran 1000 ml 3. Kotoran Sapi

Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan. Limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas, (Soehadji,1992). Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk


(44)

cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau urine, air pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. .

Urine sapi merupakan salah satu limbah cair dari peternakan sapi. Pengelolaan limbah urine sapi yang kurang baik akan menjadi masalah serius lingkungan peternakan sapi perah. Selain menimbulkan bau tak sedap, keberadaan urine ternak bisa mengganggu kesehatan masyarakat. Limbah urine api juga merangsang lalat dan nyamuk untuk datang dan berkembang biak di tempat timbunan limbah tersebut, akibatnya dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti disentri dan diare pada ternak itu sendiri, juga pada manusia yang berada di sekitar peternakan tersebut.

Sebenarnya aktivator ini dapat dibuat sendiri yaitu dengan mengembangbiakkan mikroorganisme yang berasal dari perut (kolon, usus) hewan ruminansia, misalnya sapi atau kerbau (Isniani, 2006). Bakteri rumen sapi terdiri dari kumpulan beberapa mikroorganisme yang sangat bermanfaat dalam proses pengolahan pupuk kandang, kompos, pupuk organik cair, dan sekaligus mampu memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Keunggulan bakteri rumen sapi antara lain : dapat dibuat sendiri, bahan tersedia dan mudah didapatkan, peralatan cukup sederhana, sangat berguna bagi petani (http://anang-pasi.com).

Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi mikroba yang terkandung dalam cairan rumen diperoleh bakteri xilanolitik yaitu : Bacillus, Cellumonas, Lactobacillus, Pseudomonas dan Acinetobakter sp (Lamid. (2006.). Hasil pengamatan yang


(45)

43 dilakukan oleh Rahayu (2003) selama isolasi menunjukkan bahwa populasi terbesar adalah bakteri anaerobik dan sejumlah kecil bakteri aerobik.

Penelitian Tarigan (2013) juga menyimpulkan bahwa pembuatan pupuk organik cair dari limbah padat sayuran kol dengan starter Inrumen sapi yang diaktifkan terbukti telah meningkatkan C-organik, Nitrogen, Posfor, dan Kalium).

2.6.Ciri-ciri Kompos yang Sudah Matang

Berdasarkan SNI 19-7030-2004Setelah semua proses pembuatan kompos dilakukan, mulai dari pemilahan bahan, pengadaan bahan, perlakuan bahan, pencampuran bahan, pengamatan proses, pembalikan kompos sampai menjadi kompos, maka dapat dilihat ciri-ciri kompos yang sudah jadi dan baik adalah sebagai berikut:

1. Warna kompos biasanya coklat kehitaman

2. Aroma kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat , tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan.

3. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal , apabila ditekan dengan lunak,gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.


(46)

Gambar 2.1. Ciri-Ciri Kompos yang Sudah Matang Tabel 2.2. Data Standarisasi Nasional Kompos (SNI: 17-03-2004)

No Parameter Satuan Minimum Maksimum

1 Kadar air % 50

2 Temperatur Suhu air tanah

3 Warna Kehitaman

4 Bau Berbau tanah

5 Ukuran partikel Mm 0,55 25

7 Kemampuan ikat air % 58

8 pH 6,8 7,49

9 Bahan asing 1,5

Unsur Makro

10 Bahan Organik % 27 58

11 Nitrogen % 0,40

12 Karbon % 9,80 32

13 Phospor % 0,10

14 C/N Rasio 10 20

15 Kalium % 0,20 *

Unsur Mikro

16 Arsen mg/kg * 13

17 Cadmium mg/kg * 3

18 Cobalt(co) mg/kg * 34

19 Chromium(Cr) mg/kg * 210

20 Tembaga (Cu) mg/kg * 100

21 Merkuri (Hg) mg/kg * 0,8

22 Nikel (Ni) mg/kg * 62

23 Timbal (pb) mg/kg * 150

24 Selenium (Se) mg/kg * 2


(47)

45

Unsur Lain

26 Kalsium (Ca) % * 25,50

27 Magnesium(Mg) % * 0,60

28 Besi (fe) % * 2,00

29 Aluminium (Al) % * 2,20

30 Mangan (Mn) % * 0,10

Bakteri

31 Fecal coli MPN/gr 1000

32 Salmonella sp. MPN/gr 3

*Nilainya lebih besar dari maksimum atau lebih kecil dari minimum

2.7.Manfaat Kompos

1. Memperbaiki sifat-sifat atau struktur tanah

Pemberian kompos pada tanah banyak memberikan keuntungan .Misalnya, pemberian kompos pada tanah berpasir akan menyebabkan bersatunya butiran-butiran pasir.Hal tersebut akan membuat tanah menjadi gembur dan menyuburkan tanaman.Sementara itu, pemberian kompos pada tanah lempung dapat meregangkan ikatan butiran penyusun tanah sehingga susunan tanah menjadi gembur dan sangat baik untuk ditanam.

2. Memperkaya mikroba tanah

Kompos mengandung sejumlah mikroba didalamnya. pemberian kompos berarti menambah atau memasukkan mikroba di dalam tanah.

3. Meningkatkan Unsur Hara Tanah

Kompos mengandung unsur hara makro dan mikro yang penting bagi pertumbuhan tanamanpemberian unsur hara akan meningkatkan unsur hara pada tanah.


(48)

4. Meningkatkan kemampuan Daya serap air Yang lebih baik

Pemberian kompos pada tanah berdampak pada kemampuan mengikat air Oleh karenanya, kehilangan air pada musim kemarau dapat diperkecil karena kompos telah mengikat air cukup baik pada saat musim hujan.

5. Memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah

Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman.Kompos akan mengembalikan kesuburan tanah.Tanah keras akan menjadi lebih gembur.Tanah miskin akan menjadi subur. Tanah masam akan menjadi lebih netral.Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya lebih baik daripada tanaman tanpa kompos.

6. Menyehatkan tanah dan tanaman

Tanaman yang diberi kompos akan memperoleh cukup unsur hara sehingga tanaman akan kuat dalam menghadapi serangan hama penyakit yang menyerang.Kompos juga menjadi media bagi tumbuh kembangnya cacing yang diketahui dapat menyuburkan tanaman.

7. Bermanfaat bagi lingkungan sekitar

Mengurangi bertumpuknya sampah organik yang berserakan disekitar tempat tinggal, Membantu pengelolaan sampah secara dini dan cepat, menghemat biaya pengangkutan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA),menyelamatkan lingkungan dari kerusakan,seperti:gangguan bau, selokan macet, banjir, tanah longsor, dan penyakit yang ditularkan oleh serangga dan binatang pengerat.


(49)

47

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Limbah Kol

Aktivator EM4

Kotoran Sapi MOL

Berbagai waktu pematangan

20 hari

Parameter Fisik Bau Warna Tekstur

10 hari

30 hari

Kompos

Natrium Kalium Phosfor pH

Kelembaban Suhu


(50)

3.1.Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik dengan rancangan penelitian quasi eksperimen yaitu untuk mengetahui efektivitas aktivator (EM4, Mol dan kotoran sapi) terhadap kecepatan pembuatan kompos dari limbah kol (Brasssicca Oleracea).

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tigapanah Kec. Tigapanah Kabupaten Karo dan di Laboratorium Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Medan Jurusan Kesehatan Lingkungan Jln. Kapten Selamat Ketaren Kabanjahe.

3.2.2. Waktu

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Desember 2014.

3.3. Metode Pengumpulan Data 3.3.1. Data Primer

Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data mengenai perbandingan waktu yang dibutuhkan dalam pematangan kompos, dan kematangan kompos yang dinilai dari parameter fisik (bau, warna dan tekstur) serta data dari parameter lain seperti suhu, kelembaban dan pH dimulai dari dilakukannya uji coba hingga menjadi kompos dan pemeriksaan kandungan Natrium, Phosfor dan Kalium.


(51)

49

3.3.2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dar instansi pertanian berupa data volume kol per minggu dan yang lainnya.

3.4.Objek Penelitian dan Sampel

Objek dalam penelitian ini adalah limbah padat sayuran yang umumnya berupa daun atau kelopak yang tidak dapat dikonsumsi yang didapat dari Desa Tigapanah Kec.Tigapanah kabupaten karo.

3.5.Definisi Operasional

Untuk mendapatkan penafsiran yang sama dalam penelitian ini maka perlu diberi batasan operasionlnya yaitu:

1. Aktivator yaitu bahan yang digunakan untuk mempercepat proses penguraian bahan kompos dengan menggunakan aktivator.

2. EM4 adalah aktivator yang terdiri dari mikroorganisme lactobacillus sp, Streptomycetes sp, Ragi (yeast) Actinomycetes sp. yang mampu mempercepat proses pengomposan serta dapat memperbaiki kualitas tanah .

3. Mol (Mikroorganisme Lokal) adalah kumpulan mikroorganisme yang berasal dari tapai yang dikembangbiakkan dengan larutan gula(molase).

4. Kotoran sapi adalah hasil buangan pencernaan sapi yang memiliki kandunganyang memiliki kandungan hara mikro maupun makro yang tinggi dan dapat digunakan sebagai aktivator dalam pembuatan kompos.

5. Limbah kol adalah limbah padat sayuran kol yang umumnya berupa daun atau kelopak yang tidak dapat dikonsumsi.


(52)

6. pH adalah derajat keasaman dan basa bahan kompos yang diukur dengan pH meter, dimana pH optimal pada pengomposan anaerob yaitu antar 6,7-7,2.

7. Suhu adalah panas bahan kompos selama proses pembuatan kompos yang diukur dengan termometer air raksa,dimana suhu optimal yang dibutuhkan yaitu diantara 50-600C.

8. Kelembaban adalah kadar air yang dibutuhkan pada proses pengomposan dimana kadar optimal yang dibutuhkan yaitu antara 50%-70%.

9. Nitrogen adalah unsur hara makro yang terdapat pada kompos dan berfungsi untuk pertumbuhan tunas, batang, dan daun.

10. Fospor adalah unsur hara makro yang terdapat pada kompos yang berfungsi untuk pertumbuhan akar, buah dan biji.

11. Kalium adalah unsur hara makro yang terdapat pada kompos yang berfungsi untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit.

3.6.Pelaksanaan Penelitian 3.6.1. Alat dan Bahan 3.6.1.1. Alat-alat

1. Pisau pencacah bahan 2. Alas pemotong bahan 3. Sekop

4. Botol plastik sebanyak 2 buah ukuran 1 liter 5. Sendok makan 1 buah


(53)

51 7. Kaos tangan

8. Alat pengayak

9. Plastik/terpal sebagai penutup

3.6.1.2. Bahan

1. EM-4 2. Mol

3. Kotoran sapi 4. Serbuk gergaji 5. Air secukupnya

6. Gula pasir secukupnya 7. Limbah Kol

3.6.2. Prosedur Kerja

3.6.2.1. Prosedur Kerja Pembuatan MOL Tapai Ubi

1. Siapkan 1botol plastik bekas air mineral ukuran (1500 ml) tanpa tutup masukkan tapai kedalam botol tersebut sebanyak 1 ons.

2. Isi air kedalam botol yang berisi tapai hingga mendekati penuh

3. Masukkan gula pasir 5 sendok makan kedalam botol berisi tapai ubi dan air. 4. Kemudian dikocok agar gula melarut

5. Biarkan botol terbuka tanpa tutup selama 4-5 hari agar MOL bisa bernafas atau dapat juga menggunakan balon karet sebagai indikator yaitu dengan menutup botol dengan balon, apabila balon mulai mengembang maka itu menunjukkan bahawa MOL tapai ubi telah jadi/siap digunakan.


(54)

6. Setelah 5 hari Mol sudah bisa digunakan .Hal ini ditandai dengan adanya aroma alkohol dari larutan MOL Tapai ubi

3.6.2.2. Prosedur Kerja Pengaktifan EM4

1. Campurkan 1 liter EM asli yang dibeli di toko pestisida dengan 1 liter Mollase(larutan Gula pasir) lalu tambahkan air hingga tercampur menjadi 10 liter larutan.

2. Masukkan larutan yang telah jadi kedalam wadah, lalu tutup hingga rapat.

3. Biarkan 5-20 hari dalam keadaan kedap udara. Wadah harus tertutup rapat dan terhindar dari sinar matahari langsung atau dapat menutup wadah dengan menggunakan balon karet sehingga pada saaat EM-4 sudah aktif maka balon karet akan menggembung sebagai tanda EM-4 sudah dapat diaplikasikan pada kompos.

4. pH EM aktif berkisar 3,5-3,7.

3.6.2.2.1.Prosedur Kerja Pengaplikasian Kotoran Sapi

Kotoran sapi sebagai bioaktivator dapat diaplikasikan langsung pada limbah kol yang sudah dicacah dengan menambahkan atau mengaduk kotoran sapi dalam wadah dengan mencampurkan air secukupnya sehingga pada saat aplikasi dapat mengatur kelembaban pada kompos.

3.6.2.2.2.Prosedur Kerja Pembuatan Kompos

1. Siapkan lubang galian tanah dengan ukuran panjang,lebar dan tinggi (kedalaman) 50 cm sebanyak 10 lubang galian.


(55)

53 2. Potong atau cacah limbah kol segar yang telah diambil dari tumpukan gudang

hingga berukuran kecil hingga berukuran 2-5 cmatau lebih kecil dengan menggunakan pisau pencacah sekitar 5 kg limbah kol

3. Taburkan serbuk gergaji setinggi 2-3 cm secara merata pada lubang galian tersebut.

4. Masukkan limbah kol yang sudah dicacah dengan menggunakn sekop hingga memenuhi lubang galian.

5. Tambahkan larutan aktivator EM4 yang telah diaktifkan dan MOL sebanyak 10 ml dengan ukuran sama pada setiap bak pengomposan.

6. Siramkan sedikit demisedikit hingga merata sambil diaduk

7. Tutup atau taburkan tanah secukupnya pada lubang tersebut untuk menghindari terjadinya bau.

8. Setelah bahan diaduk rata maka tutup bahan dengan menggunakan plastik hingga rapi dan rapat.

9. Sekitar 3-5 hari bongkar adukan dan ukur suhu, pH, dan kelembaban untuk mendapatkan kematangan kompos yang baik.

10. Apabila bahan tersebut telah berubah menjadi coklat kehitaman, tidak bau dan apabila dikepal tidak terasa panas dan remah maka kompos dikatakan sudah matang.


(56)

4.1. Hasil Pengamatan Kualitas Fisik (Warna, Tekstur dan Bau) 4.1.1. Hasil Pengamatan pada Kompos dengan Aktivator MOL

Pada hari ke 10 kompos dibuka, bahan dasar kompos yaitu kol sudah tampak menguning dan mulai membusuk hal ini terjadi pada seluruh lubang kompos yang menggunakan aktivator yang berbeda karena bakteri yang ada pada aktivator mulai menguraikan bahan organik.Hasil pengamatan pada hari ke 20, kompos yang menggunakan aktivator MOL ini sudah kelihatan mulai coklat kehitaman dan bahan dasar kol sudah tidak kelihatan jelas.Pada hari ke 30 kompos yang menggunakan aktivator MOL sudah kelihatan menghitam dan beraroma seperti tanah, pada saat ditekan maka kompos hancur menandakan kompos sudah matang.

4.1.2. Hasil Pengamatan pada Kompos dengan Aktivator EM-4

Pada hari ke 10 limbah sudah mulai kelihatan membusuk dan berwarna kuning menandakan bahwa bakteri pengurai mulai bekerja.Hasil pengamatan pada hari ke 20 limbah kol sudah tidak kelihatan lagi dan yang tersisa hanya serbuk gergaji berwarna kecoklatan dan pada pengamatan terakhir yaitu hari ke 30 maka serbuk gergaji mulai hancur berbau seperti tanah menandakan kompos sudah jadi.

4.1.3. Hasil Pengamatan pada Kompos dengan Aktivator Kotoran sapi

Pada pengamatan di hari ke 10 hal yang sama terjadi pada kompos yang menggunakan aktivator kotoran sapi yaitu limbah kol mulai membusuk dan pengamatan pada hari ke 20 sudah berubah warna menjadi kecoklatan dan limbah kol


(57)

55 mulai tidak kelihatan lagi, pada pengamatan hari ke 30 serbuk gergaji mulai tampak hancur namun belum matang sepenuhnya.

4.1.4. Gambar Hasil Pengamatan pada Proses Pengomposan

Mol Hari ke 10 EM4 Hari Ke 10 Kotoran sapi hari ke 10

Mol Hari ke 20 EM4 Hari ke 20

Kotoran Sapi Hari ke 20


(58)

4.2.Hasil Pengukuran Suhu, pH dan Kelembaban pada Proses Pengomposan Tabel 4.1. Rerata Suhu Berdasarkan Jenis Aktivator (0C)

No Hari ke

Aktivator EM-4 Aktivator MOL Aktivator Kotoran Sapi Lubang

1 2 3

Rata-rata 1 2 3

Rata-rata 1 2 3

Rata-rata

1 10 28 28 29 28,3 30 30 28 29 26 25 25 25,5 2 20 25 25 25 25 35 35 35 35 25 25 25 25 3 30 28 28 25 27 30 30 35 31,6 20 25 25 23,3

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa suhu pada kompos yang menggunakan activator EM-4 yaitu sekitar 25-28,0C ,pada activator MOL antara 29-350C dan pada activator yang menggunakan Kotoran Sapi antara 23-25,50C.Suhu Kompos yang paling tinggi diantara ketiga activator yaitu pada activator MOL sebesar 31,60C.

Tabel 4.2. Rerata pH Berdasarkan Jenis Aktivator

No Hari ke

Aktivator EM-4 Aktivator MOL Aktivator Kotoran Sapi Lubang

1 2 3

Rata-rata 1 2 3

Rata-rata 1 2 3

Rata-rata

1 10 5,3 5,3 5,3 5,6 6 6 5 5,6 5 6 6 5,6

2 20 6 6 6 6 5 6 6 5,6 6 6 6 6

3 30 5 6 6 5,6 6 7 6 6,3 5 6 6 5,6

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa pH pada kompos yang menggunakan activator EM-4 yaitu sebesar 5,3-6 ,pada activator MOL yaitu diantara 5,6-6,3 dan pada activator Kotoran sapi yaitu sebesar 5,6-6 dan pH yang paling tinggi diantara ketiga activator yaitu pada Kompos yang menggunakan activator Kotoran sapi 5,6-6.


(59)

57

Tabel 4.3.Rerata Kelembaban Berdasarkan Jenis Aktivator (%)

No Hari ke

Aktivator EM-4 Aktivator MOL

Aktivator Kotoran

Sapi Lubang

1 2 3

Rata-rata 1 2 3

Rata-

rata 1 2 3

Rata- rata

1 10 50 50 50 50 40 40 40 40 40 40 45 41,6 2 20 59 59 60 59,3 60 60 60 60 60 60 60 60 3 30 68 68 67 67,6 68 68 68 68 68 68 68 68

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa kelembaban pada activator EM-4 yaitu antara 50-68 % ,pada activator MOL sebesar 40-68 % dan pada activator Kotoran sapi yaitu antara 40-68 %. Maka diperoleh kelembaban yang paling tinggi yaitu pada activator MOL sebesar 68 %.

Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

No Sampel Kalium

(%) Phospor (%) Nitrogen (%) Nilai

NAB Keterangan

1 EM-4 A 35 100 25 Nitrogen

0,40- * %

Memenuhi Syarat

2 EM-4 B 28 100 25 Memenuhi Syarat

3 EM-4 C 35 150 10 Memenuhi Syarat

4 MOL A 14 100 25 Phospor

0,10-*%

Memenuhi Syarat

5 MOL B 14 150 25 Memenuhi Syarat

6 MOL C 14 100 10 Memenuhi Syarat

7 Kotoran Sapi A 28 150 25 Kalium

0,20-*%

Memenuhi Syarat

8 Kotoran Sapi B 7 200 10 Memenuhi Syarat

9 Kotoran Sapi C 7 150 10 Memenuhi Syarat

Berdasarkan tabel diatas maka dapat terlihat kadar kalium yang paling tinggi terdapat pada kompos yang menggunakan EM-4 pada lubang 1 dan lubang 2 yaitu sebesar 35% kadar phospor paling tinggi pada aktivator kotoran sapi sebesar 200% sedangkan untu kadar nitrogen hampir semua aktivator yang memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 25%.


(60)

5.1.Kualitas Fisik Kompos (Warna, Teksturdan Bau)

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pembuatan kompos dari limbah kol dengan melakukan pengukuran pada parameter suhu, pH dan kelembaban yang berlangsung hari ke 10, 20, dan 30 hari serta pengukuran Natrium, Phosfor dan Kalium pada saat kompos sudah matang/jadi, menandakan ciri-ciri sebagai berikut. 1. Warna kompos coklat kehitaman

2. Aroma kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan.

3. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal, apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.

Pada aktivator MOL menunjukkan ciri fisik kompos yang baik,dimana warnanya coklat kehitaman, lembab, dan bahan pembentuknya sudah tidak tampak lagi. Untuk aktivator EM-4 menunjukkan warna yang berbeda yaitu berwarna coklat dan pada aktivator kotoran sapi berwarna coklat kekuningan.

Perubahan warna kompos dari coklat menjadi coklat kehitaman menunjukkan adanya bakteri yang melakukan aktivitas dekomposisi, sehingga mampu mengubah warna kompos. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Gaur (1986) bahwa proses pengomposan akan terjadi penguraian bahan organik oleh aktivitas mikroba, yaitu mikroba akan mengambil air, oksigen dan nutrisi dari bahan organik yang kemudian akan mengalami penguraian dan membebaskan CO2 dan O2. Hal ini terjadi karena


(61)

59 pangaruh berbagai aktivator yaitu EM-4,MOL dan Kotoran sapi yang mempercepat proses pematangan kompos.

5.2.Suhu

Berdasarkan penelitian ini terlihat bahwa terdapat perbedaan suhu yang terjadi pada pemeriksaan yang dilakukan hari ke 10, 20, 30. Dengan hasil rata-rata yang diperoleh untuk aktivator EM-4 yaitu antara 24-27 0C, pada aktivator MOL diperoleh suhu antara 31-320C dan untuk aktivator kotoran sapi merupakan suhu yang paling rendah yaitu 250C. Suhu yang diperiksa pada saat pengomposan berlangsung menunjukkan bahwa suhu yang paling tinggi yaitu pada kompos yang menggunakan aktivator MOL, hal ini berhubungan dengan kematangan kompos yang terlihat dimana hasil akhir dari pengomposan tersebut menunjukkan perubahan warna tampak lebih hitam dibandingkan dengan aktivator kotoran sapi dan EM-4 dan bahan utama sudah kompos sudah mulai tidak terlihat bentuk yang jelas(hancur),hanya tampak menyerupai tanah kemudian hasil akhir dari kompos yang menggunakan aktivator EM-4 terlihat lebih lebih menghitam dibandingkan dengan kompos yang menggunakan aktivator kotoran sapi,hal ini dapat dikarenakan mikroorganisme lebih cepat berkembang pada EM-4 dibandingkan dengan kotoran sapi pada proses dekomposisi.Suhu pengomposan yang dicapai dalam penelitian ini sekitar 25-320C, dan ini berlangsung optimal pada hari ke-20.

Faktor suhu sangat berpengaruh terhadapproses pengomposan karena berhubungan denganjenis mikroorganisme yang terlibat(Ali,2010). Hal ini menunjukkan bahwa mikroba yang aktif adalah mikroba mesofilik, yaitu mikroba


(62)

yang dapat hidup pada suhu antara 20-350C. Aktifitas mikroba mesofilik dalam proses penguraian akan menghasilkan panas dengan mengeluarkan CO2 dan mengambil O2 dalam tumpukan kompos sampai mencapai suhu maksimum (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Suhu timbunan bahan yang mengalami dekomposisi akan meningkat sebagai hasil kegiatan biologi.Suhu yang berkisar antara 600C dan 70 0C merupakan kondisi optimum kehidupan mikroorganisme tertentu dan membunuh patogen yang tidak dikehendaki,dengan tujuan memperoleh tingkat higienis yang cukup dari bahan kompos,maka apabila memungkinkan suhu harus dipertahankan 550 C terus menerus selama 2 minggu Perubahan suhu pada saat proses pengomposan juga dapat dipengaruhi oleh pembalikan timbulan kompos, pembalikan yang seringkali dilakukan menyebabkan timbunan cepat menjadi dingin.(Sutanto, 2002).pada penelitian ini suhu optimum yang diperoleh yaitu 320 C , hal ini dikarenakan suhu lingkungan luar pada lokasi pembuatan kompos tersebut sangan rendah antara 18-230C dan merupakan daerah pegunungan. Suhu di lingkungan luar dapat mempengaruhi suhu pada lubang pembuatan kompos tersebut,apabila lubang kompos ditutup tidak terlalu rapat .hal senada diungkapkan oleh Andika (2011) bahwa suhu pada proses pengomposan aerobik dipengaruhi oleh udara yang tetap terjaga agar tidak masuk pada wadah kompos dan tidak menyebabkan tumbuh bakteri pathogen yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia seperti penyakit Pneumonia dimana penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun parasit di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi “inflame” dan terisi oleh cairan,


(1)

Maradhy, E , 2009, Aplikasi Campuran Kotoran Ternak Dan Sedimen Mangrove Sebagai Aktivator Pada Proses Dekomposisi Limbah Domestik, Tesis, Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin,Makassar.http://118.97.33.150/jurn al/files/f5bf979cc791dc9150a9d2889de640ad.pdf [diakses 19 November ] Djuarnani, Nan dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta Agromedia

Pustaka.

Simamora, Suhut dkk. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: Agro Media.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2008. Kesehatan Masyarakt Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta

Rahayu. 2003 Evaluasi Kadar asam lemak bebas dan sifat organoleptik pada telur asin asap dengan lama pengasapan yang .Jurnal Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman Purwokerto [diakses 28 agustus 2014]

Setiawan, S.Budi.2012.Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Penebar Swadaya. Depok.

Soehadji, 1992.Kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan industri peternakan dan penanganan limbah petemakan. Makalah Seminar. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia ( SNI 19-7030-2004) tentang Standar Kualitas Kompos Subandriyo, 2013 Optimasi pengomposan sampah organik rumah tangga

menggunakan aktivator EM4 dan aktivator Mikroorganisme Lokal. Sumantri, Arif.2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Kencana:Jakarta

Sumatera, Tarigan. 2011. Pembuatan Pupuk Organik Cair Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Kubis (Brassica aleracege. L) dan Isi Rumen Sapi ThesispadaUniversitasSumateraUtarawww.repository.u su.ac.id/bitstream/123456789/27866/5/Chapter%20I.pdf [diakses 20 Juli 2014] .

Suharwaji Sentan, Suyanto, M. A. Subroto Suprapedi dan Sudiyana .2010 Pengembangan dan Pengujian Inokulum Untuk Pengomposan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit http://jurnal.ugm.ac.id/index.ph p/jrekpros/article/view/1888. [diakses 18 november 2014].

Sunarjono, Hendro. 2013. Pedoman Bertanam Kubis .CV Nuansa Alia :Bandung


(2)

Dan Kalium Serta Nilai C:N Ratio Kompos http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/03/pengaruh_imbanga n_kotoran_sapi_perah_dan_sebuk_gergaji_terhadap_kualitas_kompos.pdf .[diakses 15 november 2014]

Yoska Isvisena, Sri Kumalaningsih, Arie Febrianto Pembuatan Pupuk Kompos Dari Campuran Jerami nangka Dengan Kotoran Kelinci Menggunakan Dekomposer MA-11.(Kajian Lama Ferenetasi Dan Proporsi Bahan) http://www.researchgate.net/profile/Arie_Mulyadi/publ ication/265968690 /links/5422789f0cf26120b7a02cd8 [diakses 17 November 2014].

Daniel Kurniawan, Sri Kumalaningsih, dan Nimas Mayang Sabrina Pengaruh Volume Penambahan Effective Microorganisme (EM-4 ) 1 % dan Lama Fermentasi Terhadap Kualitas Pupuk Bokashi dari Kotoran Kelinci dan Limbah Nangka industria.ub.ac.id/index.php/industri/articl e/view/129/141 [diakses 20 November 2014 ].


(3)

(4)

(5)

Alur Penelitian

Siapkan Lobang Galian berukuran 50 cm

sebanyak 9 lobang

3 lubang aktivator EM4

Masukkan kol yang sudah dicacah kemudian diaduk

dengan serbuk gergaji Tutup dengan Tanah

Masukkan serbuk gergaji setinggi 5

-6 cm cacah/potong limbah

kol segar menjadi ukuran kecil hingga

berukuran 5-7 cm

3 lubang aktivator MOL 3 lubang aktivator kotoran sapi Tutup dengan Terpal

5 hari sekali kompos

diaduk Kompos yang diinginkan

Pemeriksaan Natrium Fosphor Kalium 10 Hari 20 Hari 30 Hari


(6)