Bersama Yesus Menjadi Harum Untuk Semua Orang

  BERSAMA YESUS MENJADI HARUM UNTUK SEMUA ORANG (Sumber Bacaan: Yohanes,12:1-11)

Pelbagai Reaksi Atas Kebaikan Kita

  Semua manusia diberikan kemampuan untuk berbuat baik, dan pasti dalam hidup kita pernah dan sudah banyak berbuat baik untuk diri kita sendiri dan untuk orang lain. Kemampuan untuk berbuat baik memang merupakan hakekat manusia, karena setiap manusia adalah baik adanya. Sudah sejak semula Allah telah menciptakan kita baik adanya. Perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan biasanya akan memunculkan pelbagai reaksi dari orang lain. Pada kesempatan lain, kita akan dikenal sebagai orang baik, atau dianggap biasa-biasa saja dengan kebaikan kita. Di lain kesempatan kita akan dipuji dan dipuja atas kebaikan kita, atau bahkan mendapatkan pengakuan dan penghargaan. Namun tidak jarang kebaikan yang kita lakukan memunculkan reaksi sebaliknya. Kebaikan kita akan dinilai salah, bahkan dicela dan difitnah, dan sebagainya. Begitupun pelayanan kita, barangkali pada kesempatan lain orang lain sangat mengharapkan pelayanan dan pengabdian kita, Namun pada kesempatan lain kita dianggap buang-buang waktu karya pelayanan kita, atau bahkan kita diacuhkan atau tidak dipedulikan.

  Sekilas tentang Maria dari Betania

  Injil Yohanes, 12:1-11 mengisahkan Yesus diurapi oleh Maria di Betania (ay. 1-8) dan Persepakatan untuk membunuh Lazarus (ay.9-11). Sedikit tentang tentang Maria yang melayani Yesus dan tentang Betania. Maria ini saudaranya adalah Marta dan Lazarus.

  Marta diceritakan melayani Yesus. Lazarus adalah orang yang dihidupkan kembali oleh Yesus setelah beberapa hari meninggal.

  Maria ini bukan Maria Magdalena, atau Maria Ibu Yesus. Maria berasal dari Betania, sehingga sering disebut Maria dari Betania.

  Betania dalam Bahasa Yunani berarti ‘rumah seorang miskin’ atau ‘rumah Ananias’. Betania adalah desa yang terletak kurang lebih 3 km sebelah Timur Yerusalem, di jalan menuju Yerikho, di lereng Timur Bukit Zaitun. Kini namanya El Azaryie (dalam Bahasa Arab). Betania tempat asal Simon, orang kusta, asal Marta dan Maria sanak saudara yesus. Di sinilah Yesus membangkitkan Lazarus dan di Betania Yesus naik ke surga. Menurut Yohanes, Betania ini terletak di sebelah kiri tepi Sungai Yordan, tempat Yohanes membaptis. Jadi Betania adalah sebuah desa kecil yang sebenarnya banyak menceritakan kisah-kisah seputar perjanjian baru.

Konteks Kisah

  Kisah ini terletak dalam konteks Yohanes 11:55–12:50, dengan tema: Hidup melalui Kematian. Dengan kerangka berikut.

  11:55-57; Pengantar; 12:1-11: Pengurapan; 12-12-19: Perarakan kemenangan; 12:20-36: Saat Yesus; 12:37-43: Evaluasi Penginjil; 12:44-50: Rangkuman pewartaan Yesus. Kisah ini dimulai dengan ayat: enam hari sebelum Paskah, Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati

  (ay. 1). Sehingga mengapa teks ini oleh Gereja Katolik ditempatkan pada Hari Senin sesudah Minggu Palma, enam hari sebelum Paskah: Kebangkitan Yesus. Ayat yang pertama ini sudah mengandung makna yang sangat mendalam dan luas. Dikatakan pada frase: ‘enam hari sebelum paskah’. Dalam arti sebelum paskah orang Yahudi. Konteksnya biblis dan teologinya adalah hari-hari menjelang sengsara dan kematian serta kebangkitan Yesus. Selanjutnya disebutkan: ‘tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan dari antara orang mati.’ (Lih. Kisah sebelumnya, Lazarus dibangkitkan dalam Yoh, 11:1-44). Penginjil Yohanes mau menegaskan bahwa dekatnya sengsara dan kematian Yesus yang akan dialami-Nya sebenarnya tanda kebangkitan Yesus yang memberi kehidupan baru. Yesus yang akan mangalami kematian, berkuasa atas kematian, dan akan bangkit dari kematian. Kebangkitan dialami karena adanya kematian. Kehidupan sejati diperoleh dengan adanya kematian.

  Kisah Yesus diurapi di Betania (12:1-8) diikuti dengan persepakatan untuk membunuh Lazarus (12:9-11). Secara beringin alur cerita dan perikop, sama dengan dua perikop sebelumnya dan berkaitan erat. Dua perikop sebelumnya adalah: Lazarus dibangkitkan (11:1-44) dan dikuti dengan perikop persepakatan untuk membunuh Yesus (45-57). Kisah Yoh, 12:1-11 mengungkapkan konsekuensi dari perbuatan baik. Setelah Yesus diurapi, para imam kepala ingin membunuh Lazarus yang sudah dibangkitkan Yesus, karena merasa disaingi, pengikut mereka mulai berpaling pada Yesus. Kisah sebelumnya juga mirip. Setelah Yesus membangkitkan Lazarus, mereka juga bersekongkol jahat ingin membunuh Yesus.

Tindakan Maria: Pra-Lambang Penguburan- Kematian Yesus

  Menarik untuk membaca dan rupanya memang benar juga, bahwa kematian Yesus sudah diwartakan oleh Yesus sendiri. Marta melayani sementara Maria meminyaki kaki Yesus (ay 2-3). Maria mengurapi kaki Yesus dengan setengah kati minyak Narwastu yang mahal. Kati adalah ukuran berat pada jaman Romawi. Satu kati sama dengan kurang lebih 327,5 gram. Jadi setengahnya kurang lebih 162,7 gram. Maria kemudian menyeka dengan rambutnya dan bau minyak semerbak di seluruh rumah. Kemudian Yudas memprotes tindakan Maria (ay.4).

  Ungkapan yang penting dalam cerita ini adalah kata-kata Yesus: “Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku” (ay.7). Sekilas nampaknya tindakan ini berlebihan. Namun dengan peristiwa ini mau mengungkapkan bahwa Yesus membiarkan tindakan ini walaupun ada protes dari Yudas Iskariot. Yesus mengartikan tindakan Maria sebagai suatu antisipasi penghormatan terhadap jenazah-Nya. Pra-lambang kematian dan penguburan Yesus yang sesungguhnya. Tindakan Maria ini menandakan pula bahwa bagi Yesus semuanya adalah untuk Yesus. Maria memberikan apa yang terbaik dalam dirinya untuk Yesus, pun untuk kematian Yesus. Maria memberikan keharuman bagi bagi Yesus dan seisi rumah. Keharuman yang diberikan oleh Maria kepada Yesus, menandakan pula bahwa kematian Yesus sebenarnya buka suatu malapetaka, melainkan memberikan keharuman bagi umat manusia, dalam arti memberi kehidupan ilahi yang tak ternilai. Kematian Yesus menjadi jalan yang tak terelakan dan memang menjadi jalan Yesus, karena dengan jalan ini Yesus membawa manusia pada kehidupan baru bersama dengan-Nya dan Allah.

Konsekuensi atas Kebaikan

  Tindakan Maria, memang mendapatkan reaksi dan tanggapan yang berbeda. Yesus memberikan tanggapan yang luar biasa dan bahkan memberi arti yang sangat mendalam dan berhubungan dengan masa depan keselamatan umat manusia. Tindakan Maria diangkat Yesus sebagai tindakan ritual-manusiawi belaka menjadi tindakan eskatologis yang penuh makna. Tindakan Maria yang manusiawi mendapat tanggapan ilahi. Sebaliknya, Yudas Iskariot memberi tanggapan yang negatif (ay.5). Yudas bersembunyi dengan pertanyaan yang nampaknya positif, akan tetapi dengan motivasi yang jahat. Seakan-akan membela kaum miskin, namun sebenarnya mencari keutungan di dalamnya. Tanggapan manusiawi Yudas menjadi tindakan yang tidak memiliki arti apa- apa, tidak memiliki nilai ilahi, karena memang disertai dengan motivasi yang tidak benar. Yudas memiliki cara pandang ekonomis yang nampaknya sosial, namun ternyata tidak demikian.

  Begitu pula tindakan Yesus yang membangkitkan Lazarus menimbulkan kegaduhan dan kegundahan (karena iri hati serta merasa tersaingi) di kalangan imam kepala (ay.9-11). Tindakan kebaikan Yesus mendapatkan reaksi negatif dari imam-imam kepala. Reaksi mereka bahkan sangat brutal, yakni persengkongkolan jahat untuk membunuh Lazarus, niat yang sama juga ingin membunuh Yesus, setelah Yesus membangkitkan Lazarus.

Menjadi Harum untuk Semua Orang

  Dari cerita ini, kita dapat belajar untuk hidup kita. Pertama, kita jangan takut berbuat yang baik dengan motivasi yang baik apapun resiko dan tanggapan yang akan dihadapi. Kedua, seperti

Maria, kita sebenarnya harus memberi keharuman bagi banyak orang dengan kebaikan-kebaikan yang kita buat. Ketiga, perbuatan

  yang kelihatan baik namun dengan motivasi jelek/jahat adalah bukan sikap yang diharapkan.

  Perhitungan ekonomis dan sosial untuk Yesus sering menjadi halangan untuk berkarya dan mencapai kebaikan-kebaikan dan perkembangan sejati. Bertindak ekonomis dan sosial, dalam arti tidak boros dan untuk kepentingan kaum miskin memang perlu sebagai suatu tindakan iman, namun kalau disertai dengan motivasi mencari keuntungan di dalamnya tentunya bukan sikap beriman yang benar. Tidak jarang dewasa ini kita sendiri atau kita menyaksikan: pribadi atau kelompok, berkedok pelayanan kepada orang miskin namun mencari keuntungan pribadi dan kelompok di dalamnya. Niat untuk melayani, memberi, menyumbang, akan tetapi mengharapkan keuntungan dari pelayanan tersebut. Tidak jarang karena motivasi politis juga.

  Lebih dari pada itu, kisah ini memaparkan kepada kita tentang partisipasi kita dalam hidup Yesus. Terutama partisipasi kita dalam sengsara dan kematian Yesus. Partisipasi kita bukan hanya sekadar ritual-liturgis, akan tetapi lebih dari itu memberi sumbangan yang berarti pada kehidupan nyata. Kita bersatu dalam sengsara dan kematian Yesus, dengan rela dan setia menjalani tugas dan kehidupan kita walaupun harus menghadapi pelbagai tantangan, yang kdang kala berat. Keikutsertaan kita pada kematian Yesus berarti pula kita rela menderita bersama-Nya. Kerelaan menderita bersama-Nya, yakni menjadi murid yang berani mewartakan nilai-nilai Injili dalam kehidupan dan tugas-tugas kita.

  Dalam arti itu kita dapat memberi keharuman kepada Yesus, dengan memberi keharuman dalam hidup kita secara pribadi dan hidup bersama di mana saja kita berada. Keharuman yang dapat kita buat adalah dengan kebaikan-kebaikan dan upaya-upaya yang positif yang dapat kita lakukan untuk kesejahteraan bersama, tentunya semuanya itu dilakukan dengan motivasi yang murni dan tulus untuk kebaikan bersama.

  Sumber bacaan:

  • Lembaga Biblika Indonesia, Kitab Suci Katolik, LBI-Jakarta, Percetakan Arnoldus Ende, 2005.
  • - Dianne Bergant, CSA & Robert J Karris, OFM (editor), Tafsir Alkitab

    Perjanjian Baru, terjemahan dari The Collegeville Bible Commenttary, 1989, The Liturgical Press, Collegeville Minnesota USA, penerjemah: A.S. Hadiwiyata, Lembaga Biblika Indonesia (LBI) Jakarta, Penerbit Kanisius-Yogyakarta, 2002.
  • - Xavier Leon-Dufour, Ensiklopedi Perjanjian Baru, judul asli: Dictionnaire du

    Nouveau Testament, Editions du Seuil, 1975, Penyaduran oleh Stefan Leks dan A.S. Hadiwiyata, Lembaga Biblika Indonesia (LBI), Jakarta, penerbit Kanisius- Yogykarta, 1990.

  Oleh: Lastiko Runtuwene, S.Ag, M.Pd (Kepala Seksi Bimas Katolik Kantor Kemenag Kota Tomohon) Disampaikan pada Bina Spiritual Pegawai Kristen & Katolik Kantor Kementerian Agama Kota Tomohon,

  Hari Senin, 25 Maret 2013. Bahan ini dapat dipakai sebagai bahan kotbah/renungan dan/atau materi bimbingan dan penyuluhan.