BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) - Prosedur Pengajuan PHK Melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Studi Atas Putusan UU Nomor 2 Tahun 2004

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Alasan-alasan yang dapat membenarkan suatu pemberhentian/pemutusan

  

  dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan yaitu : 1.

  Alasan-alasan yang berhubungan atau yang melekat pada pribadi buruh 2. Alasan-alasan yang berhubungan dengan tingkah laku buruh 3. Alasan-alasan yang berkenaan dengan jalannya perusahaan artinya demi kelangsungan jalannya perusahaan

  Alasan-alasan Terjadinya PHK Ada sepuluh alasan bagi perusahaan untuk mem-PHK Anda dengan mengacu kepada Undang-Undang No. 13 tahun 2003.

4. Pekerja/buruh melakukan Kesalahan Berat

  Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat langsung melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja melakukan kesalahan berat.

  Berdasarkan asas praduga tak bersalah, pengusaha baru dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan kesalahan berat yang termasuk tindak pidana.

  Atas putusan MK ini, Depnaker mengeluarkan surat edaran yang berusaha

   memberikan penjelasan tentang akibat putusan tersebut.

22 Sendjun H. Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Penerbit

  Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm 121 23 Industrial Relation, Artikel Kasus PHK menjadi Kasus Terpopulerdi akses dari situs http://beritahr.wordpress.com/category/industrial-relation/di unduh tanggal 10 Juli 2013 a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;Pasal 158, ayat 1 berbunyi, "Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut: 1) memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

  2) mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

  3) melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; 4) menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;

  5) membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

  6) dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

  7) membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau

  8) melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih." Jenis kesalahan berat lainnya dapat diatur dalam PP/PKB, tetapi apabila terjadi PHK karena kesalahan berat (dalam PP/PKB) tersebut, harus mendapat izin dari lembaga yang berwenang. Demikian juga sebelum melakukan PHK, harus terlebih dahulu melalui mekanisme yang ditentukan, misalnya dengan memberi surat peringatan (baik berturut-turut, atau surat peringatan pertama dan terakhir) untuk jenis kesalahan berat yang ditentukan PP/PKB.

  

  1) pekerja/buruh tertangkap tangan; Namun, perlu kita ketahui bahwa alasan PHK berupa kesalahan berat yang dimaksud pada Pasal 158, ayat 1 harus didukung dengan bukti misalnya: a) ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau b) bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

5. Pekerja/buruh Melakukan Diduga Tindak Pidana

  Istilah Tindak Pidana adalah berasal dari kata istilah yang dikenal dalam Hukum Belanda yaitu “Strafbaar Feit”. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan Strafbaar Feititu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keragaman pendapat.

25 Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana ini adalah perbuatan-

  perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.

  24 Adrian Sutedi,Op.Cit, hlm.74

  25 Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, I, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2002, hlm.67 Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang anti sosial. Pasal 160, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, ".

6. Pekerja/buruh Melakukan Pelanggaran Ketentuan yang diatur dalam

  Perjanjian Kerja Pasal 161, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja,setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut." Bila Anda tidak mengindahkan peraturan perusahaan dan tidak mengindahkan surat peringatan yang diberikan oleh perusahaan. ini bisa menjadi alasan PHK untuk pekerja.

7. Pekerja/buruh Mengundurkan Diri

  Salah satu jenis PHK yang inisiatifnya dari pekerja/buruh adalah pengakhiran hubungan kerja karena pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan dilakukan tanpa penetapan (izin). Syarat yang harus dipenuhi apabila seorang pekerja/buruh mengundurkan diri agar mendapatkan hak-haknya dan mendapatkan surat keterangan kerja/eksperience letter adalah permohonan tertulis harus diajukan selambat-lambatnya 30 hari sebelum hari h tanggal pengunduran diri. Hal yang harus dilakukan pekerja/buruh yang mengundurkan diri adalah sebagai berikut :

  1) Pekerja/buruh tidak terikat dalam ikatan dinas. 2) Selama menunggu hari, pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajiban sampai tanggal pengunduran diri dari yang ditentukan.

  Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan pengganti formasi untuk jabatan dimaskud atau dalam rangka transfer of knowledge.

  5. PHK Karena terjadi Perubahan Status, Pengabungan, Peleburan, atau Perubahan Kepemilikan Perusahaan.

  Apabila terjadi PHK karena terjadi perubahan status, penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi) atau perubahan kepemilikan perusahaan

  (akuisisi), dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja maka terhadap pekerja/buruh berhak atas uang pesangon satu kali dan uang pengganti hak. Apabila PHK yang terjadi disebabkan oleh perubahan status, merger, atau konsolidasi, dan pengusaha tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja/buruh berhak uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang pengganti hak.asal 163, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja."

  6. PHK karena Likuidasi

  Pasal 164, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur)". Kerugian perusahaan yang dimaksud harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.

  7. Perusahaan melakukan efisiensi Ini merupakan alasan phk yang sering digunakan. Pasal 164, ayat 3 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi."

  8. Perusahaan mengalami Pailit

  Pasal 165 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit,.."Kata pailit berasal dari bahasa Prancis; failite yang berarti kemacetan pembayaran.kepailitan diartikan sebagai suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya.

  Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan pailit adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt, dan yang aktivitasnya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas utang- utangnya yang telah jatuh tempo.

  Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar.

  Orang sering menyamakan arti pailit ini sama dengan bankrupt atau bangkrut dalam bahasa Indonesia. Namun, menurut penulis pengertian pailit tidak sama dengan bangkrut, karena bangkrut berarti ada unsur keuangan yang tidak sehat dalam suatu perusahaan, tetapi pailit bisa terjadi pada perusahaan yang keadaan keuangannya sehat, perusahaan tersebut dipailitkan karena tidak membayar utang yang telah jatuh tempo dari salah satu atau lebih kreditornya.

  Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

   pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

  9. Pekerja/buruh Memasuki Usia Pensiun

  Pasal 167 ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun..." Ini merupakan alasan PHK yang normal

  10. Pekerja/buruh Mangkir Selama lima (5) hari berturut-turut

  Pasal 168, ayat 1 menyebutkan, "Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.

  diakses 10

B. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja secara umum

  Pemutusan hubungan kerja adalah mengembalikan karyawan ke masyarakat. Hal ini disebabkan karyawan pada umumnya belum meninggal dunia sampai habis masa kerjanya. Oleh karena itu perusahaan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang timbul akibat dilakukannya tindakan pemutusan hubungan kerja. Di samping itu juga harus menjamin agar karyawan yang dikembalikan ke masyarakat harus berada dalam kondisi sebaik

   mungkin.

  Pekerja harus diberi kesempatan untuk membela diri sebelum hubungan kerjanya diputus. Pengusaha harus melakukan segala upaya untuk menghindari memutuskan hubungan kerja. Pengusaha dan pekerja beserta serikat pekerja menegosiasikan pemutusan hubungan kerja tersebut dan mengusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja. Jika perundingan benar-benar tidak menghasilkan kesepakatan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Penetapan ini tidak diperlukan jika pekerja yang sedang dalam masa percobaan bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis, pekerja meminta untuk mengundurkan diri tanpa ada indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja dengan waktu tertentu yang pertama, pekerja mencapai usia pensiun, dan jika pekerja meninggal dunia.

   Pengusaha mempekerjakan kembali atau memberi kompensasi kepada pekerja yang alasan pemutusan hubungan kerjanya ternyata ditemukan tidak adil.

  Jika pengusaha ingin mengurangi jumlah pekerja oleh karena perubahan dalam operasi, pengusaha pertama harus berusaha merundingkannya dengan pekerja atau serikat pekerja. Jika perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, maka baik pengusaha maupun serikat pekerja dapat mengajukan perselisihan tersebut kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

   Berikut ini diuraikan prosedur pemutusan hubungan kerja secara umum

  menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yakni:

   1.

  Sebelumnya semua pihak (pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh) harus melakukan upaya untk menghindari terjadinya PHK (Pasal 151 ayat (1) 2. Jika tidak dapat dihindari, pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh mengadakan perundingan (Pasal 151 ayat (2))

3. Jika perundingan berhasil, buat persetujuan bersama 4.

  Jika tidak berhasil, pengusaha mengajukan permohonan penetapan secara tertulis disertai dasar dan alasan-alasannya kepada pengadilan hubungan industrial (Pasal 151 ayat (3)) dan (Pasal 152 ayat (1)).

  5. Selama belum ada penetapan/putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, kedua pihak tetap melaksanakan segala kewajiban masing-masing. Di mana pekerja/buruh tetap menjalankan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah (Pasal 155 ayat (2)).

  

diakses 10 Juli 2013

  6. Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan huruf e berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima oleh pekerja/buruh (Pasal 155 ayat (3)).

  Khusus mengenai penanganan PHK missal yang disebabkan keadaan perusahaan, seperti rasionalisasi, resesi ekonomi dan lain-lain menyarankan sebelumnya agar melakukan upaya perbaikan.

C. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha/perusahaan

   Prosedur PHK oleh pengusaha terbagi dalam dua macam yaitu : 1.

  PHK karena kesalahan ringan Dalam praktik prosedur PHK karena kesalahan ringan biasanya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Hal ini perlu dilakukan untuk keabsahan prosedur tersebut.

  a.

  Biasanya diawali dengan adanya peringatan lisan, kemudian peringatan tertulis kesatu, kedua dan ketiga (berakhir). Peringatan tertulis secara bertahap tidaklah bersifat mutlak, bergantung tingkat kesalahan yang dilakukan pekerja/buruh dan urgensinya bagi perusahaan. Jadi, bisa saja pengusaha langsung memberikan peringatan tertulis pertama dan terakhir, sepanjang prosedur itu telah diatur dalam perjanjian kerja bersama. Peringatan tertulis pertama, dan terakhir dalam praktek sering digunakan pengusaha untuk memberikan sanksi kepada pekerja/buruh yang mengarah pada pemutusan hubungan kerja. Masa berlaku masing-masing peringatan biasanya enam bulan, kecuali diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

  b.

  Apabila masih dalam tenggang waktu berlakunya peringatan tertulis ketiga (terakhir) ternyata pekerja/buruh melakukan kesalahan lagi, pengusaha secara langsung dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

  c.

  Apabila pemutusan hubungan kerja dapat diterima oleh pekerja/buruh yang bersangkutan, buat perjanjian bersama untuk dasar permohonan penetapan ke pengadilan hubungan industry.

  d.

  Apabila pemutusan hubungan kerja tidak dapat diterima oleh pekerja/buruh yang bersangkutan, salah satu pihak atau para pihak menempuh mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

2. PHK karena kesalahan berat

  Sejak terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Perkara Nomor 012/PUU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004 atas hak uji materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, maka PHK oleh pengusaha kepada pekerja/buruh yang melakukan kesalahan berat hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan hakim pidana yang telah mempunyai

   kekuatan hukum tetap (inkracht).

   Beberapa macam pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan: 1.

  PHK karena pekerja melakukan kesalahan berat Ada kesalahan berat didukung dengan bukti sebagai berikut: a.

  Pekerja/buruh tertangkap tangan b. Ada pengakuan pekerja/buruh yang bersangkutan c. Bukti-bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi

  Dari pekerja/buruh yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung. Selain memperoleh uang pengganti, juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam perjanjian

   kerja, peraturan perusahaan, dan atau perjanjian kerja bersama (PKB).

2. PHK karena pekerja ditahan yang berwajib

  Bagi pekerja/buruh yang ditahan pihak berwajib yang diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh setelah 6 (enam) bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses perkara pidana. Dalam ketentuan bahwa pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh uang penghargaan masa 32 kerja sebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti hak.

  Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Penerbit Pustaka Yustisia, Jakarta, 2008, hlm 105

  Untuk pemutusan hubungan kerja ini tanpa harus ada penetapan dari Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial tetapi apabila pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja/buruh

   dinyatakan tidak bersalah, pengusaha wajib mempekerjakan kembali.

  3. PHK karena pengusaha mengalami kerugian Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus secara 2 (dua) tahun. Kemudian juga harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan public dengan kewajiban memberikan uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dan uang pengganti hak.

  4. PHK karena pekerja mangkir Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti yang sah dan telah di panggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputuskan hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.

  Adapun keterangan secara tertulis dan bukti yang sah harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk kerja dan untuk panggilan patut diartikan bahwa panggilan dengan tenggang waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja dengan dialamatkan pada alamat pekerja yang

   bersangkutan atau alamat yang dicatat pada perusahaan.

  Ibid, hlm 108

  5. PHK karena pekerja meninggal dunia Apabila pekerja meninggal dunia, maka hubungan kerja secara otomatis berakhir. Kepada ahli waris diberikan sejumlah uang yang besarnya 2 (dua) kali uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris, janda/duda atau kalau tidak ada anak atau tidak ada juga keturunan garis lurus ke atas/kebawah selama diatur dalam

   perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

  6. PHK karena pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan pengusaha yang berupa perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama yang dibuat oleh pengusaha atu secara bersama- sama antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang isinya minimal memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan perjanjian yang telah disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan di

   dalam implementasinya tidak dilanggar oleh salah satu pihak.

D. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pekerja/buruh

  Buruh/pekerja berhak untuk memutuskan hubungan kerja dengan pihak pengusaha, karena pada prinsipnya buruh tidak boleh dipaksakan untuk terus- menerus bekerja bilamana ia sendiri tidak menghendakinya. Dengan demikian PHK oleh buruh ini yang aktif untuk meminta diputuskan hubungan kerja adalah

   dari buruh/pekerja itu sendiri.

36 Ibid, hlm 109

  Ibid, hlm 110 Pekerja/buruh dapat mengakhiri hubungan kerja dengan melakukan pengunduran diri atas kemauan sendiri tanpa perlu meminta penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan kepada buruh/pekerja yang bersangkutan memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4). Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja bersama.

39 Sebagaimana uraian sebelumnya bahwa PHK oleh pekerja/buruh itu terbagi

  dan disebabkan oleh dua hal, yaitu PHK karena permintaan pengunduran diri dan PHK karena permohonan kepada pengadilan hubungan industrial. Masing-masing memiliki prosedur yang berbeda yaitu:

   1.

  Prosedur PHK karena permintaan pengunduran diri Diatur dalam pasal 162 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebagai berikut : a.

  Diajukan secara tertulis kepada pengusaha selambat-lambatnya tiga puluh hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri.

  b.

  Tidak terikat dalam ikatan dinas, dan pengunduran diri c. Tetap menjalankan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

  Ibid, hlm 205

2. Prosedur PHK karena permohonan kepada pengadilan hubungan industrial

  Diatur dalam pasal 169 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

  Prosedur penyelesaian adalah melalui upaya penyelesaian perundingan bipartite, konsiliasi atau mediasi, kemudian mengajukan gugatan pada pengadilan hubungan industrial. Jadi, setelah upaya penyelesaian di luar pengadilan tidak berhasil, pekerja/buruh menempuh penyelesaian melalui pengadilan, yakni dengan cara mengajukan gugatan kepada pengusaha melalui pengadilan hubungan

   industrial.

E. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengadilan

  Yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan ialah pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang bersangkutan (majikan/buruh) berdasarkan alasan penting. Dalam pasal 1603 v KUHPerdata disebutkan tiap pihak (buruh, majikan) setiap waktu, juga sebelum pekerjaan dimulai berwenang berdasarkan alasan penting mengajukan permintaan tertulis kepada pengadilan di tempat kediamannya yang sebenarnya untuk

   menyatakan perjanjian kerja putus.

  Alasan penting adalah disamping alasan mendesak juga karena perubahan keadaan pribadi atau kekayaan permohon sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah layak untuk memutuskan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengadilan atas permintaan pihak majikan tidak memerlukan izin

  Ibid, hlm 203 dari P4D atau P4P. Demikian juga halnya dengan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Balai hart peninggalan untuk kepentingan majikan yang dinyatakan pailit dan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perwakilan Indonesia di luar negeri untuk kepentingan pengusaha kapal. Terhadap putusan pengadilan negeri tersebut tidak ada upaya untuk melawan atau menolaknya kecuali jika Jaksa

   Agung memandang perlu untuk mengajukan demi kepentngan undang-undang.

  Pengaturan penyelesaian PHK dalam hukum ketenagakerjaan kita pada masa yang akan dating sesuai dengan Undang-Undang Pengadilan Perselisihan Industrial dilakukan oleh pengadilan perselisihan industrial yang merupakan

   peradilan ad hoc di Pengadilan Negeri.

  Ibid

Dokumen yang terkait

Prosedur Pengajuan PHK Melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Studi Atas Putusan UU Nomor 2 Tahun 2004

3 65 95

Penyelesaian Perselisihan Antara Pekerja dengan Pengusaha di Luar Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

1 45 149

Peranan Pengadilan Hubungan Industrial dalam Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Perkara Pemutusan Hubungan Kerja (Studi Terhadap Putusan Pemutusan Hubungan Kerja-Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan)

10 130 147

LOCUS OF CONTROL DAN RESILIENSI PADA PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

6 20 101

KAJIAN YURIDIS TENTANG PEMUTUSAN IKATAN PERKAWINAN BAGI UMAT KRISTEN PROTESTAN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 97/Pdt.G/2005/PN.Jr)

0 4 99

Cerai gugat akibat suami terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor 770/Pdt.G/2010

0 4 118

Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

0 6 1

Implementasi Kebijakan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung

0 2 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Tinjauan Pustaka 1.1.1. Perselisihan Hubungan Industrial - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kasus tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Secara Sepihak oleh P

0 0 56

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubunga

0 2 16