BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Tinjauan Pustaka 1.1.1. Perselisihan Hubungan Industrial - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kasus tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Secara Sepihak oleh P
1.1. Tinjauan Pustaka
1.1.1. Perselisihan Hubungan Industrial
Perselisihan sangat identik dengan membahas masalah konflik. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Ketenagakerjaan, perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan. 1 Dengan kata lain, perselisihan hubungan industrial dapat diakui sebagai kondisi dimana terdapatnya
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan kepentingan antara Pengusaha dengan Karyawan karena adanya perselisihan mengenai hak, kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau perjanjian kerjasama. Perselisihan hubungan industrial merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat dalam perselisihan harus bersikap lapang dada serta berjiwa besar untuk menyelesaikan permasalahn yang dihadapi. Jenis perselisihan hubungan industrial meliputi empat macam, yakni:
1 Abdul khakim, Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2014), cet-1 ed-IV , hlm. 143.
a. Perselisihan Hak Yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan dan penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, PK, PP dan atau PKB.
b. Perselisihan Kepentingan Yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam PK, PP, dan atau PKB.
c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
d. Perselisihan antar SP/SB hanya dalam Satu Perusahaan Yaitu perselisihan antara SP/SB dengan SP/SB lain hanya dalam satu perusahaan karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.
Dari berbagai macam perselisihan hubungan industrial diatas, yang terjadi antara Penggugat yaitu Sdr. Erikson Situmorang dengan Tergugat dalam hal ini PT. Inti Komparindo Sejahtera merupakan perselisihan hak yang kemudian memicu lahirnya perselisihan pemutusan hubungan kerja. Perselisihan yang terjadi antara pengusaha dengan pekerja/buruh harus segera diselesaikan guna menghindari permasalahan yang berkepanjangan. Perselisihan hubungan industrial dapat diselesaikan dengan beberapa tahap, Dari berbagai macam perselisihan hubungan industrial diatas, yang terjadi antara Penggugat yaitu Sdr. Erikson Situmorang dengan Tergugat dalam hal ini PT. Inti Komparindo Sejahtera merupakan perselisihan hak yang kemudian memicu lahirnya perselisihan pemutusan hubungan kerja. Perselisihan yang terjadi antara pengusaha dengan pekerja/buruh harus segera diselesaikan guna menghindari permasalahan yang berkepanjangan. Perselisihan hubungan industrial dapat diselesaikan dengan beberapa tahap,
1. Bipartit Adalah tata cara atau proses perundingan yang dilakukan antara dua pihak, yaitu pihak pengusaha dengan pihak pekerja/buruh atau
SP/SB. 2 Perundingan bipartit merupakan upaya musyawarah untuk mufakat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh atau SP/SB.
Dalam perundingan bipartit Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlunya mendaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan salah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi. Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
2. Konsiliasi atau arbitrase Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah
2 Ibid., hlm. 148.
yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Anjuran yang dikeluarkan oleh mediator bersifat tidak mengikat.
Apabila dalam konsiliasi, anjurannya bersifat tidak mengikat maka pada arbitrase anjurannya bersifat mengikat. Arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
3. Mediasi Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan 3. Mediasi Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan
4. Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Dalam hal tidak tercapai penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi, salah satu pihak atau para pihak dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan industrial (PHI). Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan ditempuh sebagai alternatif terakhir dan secara hukum ini bukan merupakan kewajiban bagi para pihak yang berselisih melainkan merupakan hak.
Dalam hal terjadi perselisihan hubungan industrial akan lebih baik apabila diselesaikan dengan perundingan antar pihak yang berselisih terlebih dahulu. Karena sebelum para pihak mengajukan gugatan ke PHI, maka harus Dalam hal terjadi perselisihan hubungan industrial akan lebih baik apabila diselesaikan dengan perundingan antar pihak yang berselisih terlebih dahulu. Karena sebelum para pihak mengajukan gugatan ke PHI, maka harus
2.1.2. Macam-Macam Mutasi
Mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat
memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin kepada organisasi. 3 Dengan kata lain, mutasi pegawai adalah proses pemindahan kerja seorang
atau beberapa orang pekerja/buruh dalam lingkup organisasi yang masih sama dengan sebelumnya pada level atau jabatan yang masih tetap sama.
Mutasi atau perpindahan jabatan/pekerjaan merupakan fenomena yang biasa terjadi pada suatu perusahaan. Perubahan posisi jabatan/pekerjaan di sini masih dalam level yang sama dan juga tidak diikuti perubahan tingkat wewenang, tanggung jawab, status, kekuasaan dan pendapatannya, yang berubah dalam mutasi hanyalah bidang tugasnya. Mutasi seringkali dilakukan
atas keinginan/kebutuhan perusahaan atau atas keinginan karyawan sendiri. 4 Mutasi terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Dintinjau dari tempat kerja karyawan:
a. Mutasi antar urusan
b. Mutasi antar seksi
3 M Kadarsiman, Manajemen Kompensasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 68 4 Endang Sri Wahyuni,Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya Dengan Perlindungan
Konsumen , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 87 Konsumen , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 87
d. Mutasi antar biro
e. Mutasi antar instansi
2. Ditinjau dari tujuan dan maksud mutasi:
a. Production transfer, mutasi pada jabatan yang sama, karena produksi di tempat yang lama menurun.
b. Replacement transfer, mutasi dari jabatan yang sudah lama dipegang ke jabatan yang sama di bagian lain, untuk menggantikan karyawan yang belum lama bekerja atau karyawan yang diberhentikan.
c. Versatility transfer, mutasi dari jabatan yang satu ke jabatan lain untuk menambah pengetahuan karyawan yang bersangkutan.
d. Shift transfer, mutasi dalam jabatan yang sama. Misalnya, shift A (malam) pindah ke shift B (pagi).
e. Remedial transfer, mutasi karyawan ke bagian mana saja untuk memupuk dan memperbaiki kerja sama antarkaryawan.
3. Ditinjau dari masa kerja karyawan
a. Temporary transfer, mutasi yang bersifat sementara untuk mengganti karyawan yang cuti atau berhalangan.
b. Permanent transfer, mutasi yang bersifat tetap. Ada tiga dasar/landasan pelaksanaan mutasi karyawan. Dasar/landasan yang dimaksud adalah:
1. Merit system, adalah mutasi karyawan yang didasarkan atas landasan yang bersifat ilmiah, objektif, dan hasil prestasi kerjanya. Merit 1. Merit system, adalah mutasi karyawan yang didasarkan atas landasan yang bersifat ilmiah, objektif, dan hasil prestasi kerjanya. Merit
a. Output dan produktivitas kerja meningkat.
b. Semangat kerja meningkat.
c. Jumlah kesalahan yang diperbuat menurun.
d. Absensi dan disiplin karyawan semakin baik.
e. Jumlah kecelakaan akan menurun.
2. Senior system, adalah mutasi yang didasarkan atas landasan masa kerja, usia, dan pengalaman kerja dari karyawan bersangkutan. Sistem mutasi seperti ini tidak objektif karena kecakapan orang yang dimutasikan berdasarkan senioritas belum tentu mampu memangku jabatan baru.
3. Spoil system, adalah mutasi yang didasarkan atas landasan kekeluargaan. Sistem mutasi seperti ini kurang baik karena didasarkan
atas pertimbangan suka atau tidak suka (like or dislike). 5 Dalam penerapan mutasi, perlu memperhatikan jabatan karyawan
yang dipindahkan harus bersamaan isinya dengan jabatan yang ditinggalkan, metode melakukan pekerjaan harus sama antara yang satu dengan yang lain, serta pejabat yang dimutasikan harus mempunyai pengalaman yang memungkinkan mengerti dasar-dasar pekerjaan baru. Mutasi juga dapat dilakukan kepada karyawan yang telah lalai melaksanakan tugasnya atau tidak mampu melakukan tugasnya secara sempurna. Selain tujuan, mutasi juga memiliki manfaat bagi karyawan.
5 Ibid., Hlm. 103
2.1.3. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja
2.1.3.1. Pengertian dan Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja bukanlah hal yang diharapkan terjadi terutama oleh pekerja/buruh, mengingat akibat terjadinya PHK merupakan awal kesengsaraan pekerja/buruh dengan hilangnya penghasilan untuk diri sendiri dan keluarganya. Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan, pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh
dan pengusaha. 6 Dalam hal pemutusan hubungan kerja karena berakhirnya waktu
yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak, karena para pihak telah menyepakati kapan berakhirnya hubungan kerja tersebut. Namun lain halnya terhadap pemutusan hubungan kerja yang disebabkan adanya perselisihan, alasan PHK yang disebabkan adanya perselisihan akan berdampak pada kedua belah pihak.
Bagi pekerja/buruh, PHK akan memberi pengaruh secara psikologis, ekonomi dan finansial. Dan kehilangan pekerjaan bagi pekerja/buruh berdampak pula bagi kehidupan keluarganya. Dalam pembahasan PHK, erat hubungannya dengan PHK secara sepihak oleh pihak pengusaha. Padahal PHK tidak hanya dapat dilakukan oleh pengusaha melainkan dapat pula dilakukan oleh pekerja/buruh. Secara
6 Pasal 1 Angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
normatif, PHK dikuatkan dengan adanya suatu ketetapan dari lembaga yang dikenal dengan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Dengan demikian ruang lingkup permasalahan atau perselisihan hubungan industrial dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu:
1. Subyek perselisihan Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Perselisihan Perburuhan yang menjadi subyek adalah pengusaha dan pekerja/serikat pekerja/gabungan serikat pekerja.
2. Obyek perselisihan Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 yang menjadi obyek perselisihan adalah syarat-syarat kerja, norma- norma kerja, hubungan kerja dan kondisi kerja.
2.1.3.2. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 prosedur PHK dibagi menjadi beberapa tahap, yakni: 7
1. Prosedur PHK secara Umum
a. Sebelumnya semua pihak (pengusaha, pekerja/buruh, SP/SB) harus melakukan upaya untuk menghindari terjadinya PHK ( Pasal 151 ayat (1) ).
b. Jika tidak dapat dihindari, pengusaha dam SP/SB mengadakan perundingan ( Pasal 151 ayat (2) ).
7 Abdul Khakim, op.cit., 2014, hlm. 186.
c. Jika perundingan berhasil, membuat persetujuan bersama.
d. Jika tidak berhasil, pengusaha mengajukan permohonan penetapan secara tertulis disertai dasar dan alasan-alasannya kepada PHI (Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 152 ayat (1)).
e. Selama belum ada penetepan/putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, kedua pihak tetap melaksanakan segala kewajiban masing-masing. Dimana pekerja/buruh tetap menjalankan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah (Pasal 155 ayat (2)).
f. Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan huruf e berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yanng biasa diterima oleh pekerja/buruh.
2. Prosedur PHK oleh Pengusaha Prosedur PHK oleh pengusaha terbagi dalam dua macam, yakni:
a. PHK karena Kesalahan Ringan Dalam praktik prosedur PHK karena kesalahan ringan biasanya
diatur dalam PK, PP, atau PKB. 8 Hal ini perlu dilakukan untuk keabsahan prosedur tersebut, yaitu:
1). Biasanya diawali dengan adanya peringatan lisan, kemudian peringatan tertulis kesatu, kedua dan ketiga. Peringatan tertulis secara bertahap tidaklah bersifat mutlak, bergantung tingkat kesalahan yang dilakukan pekerja/buruh dan urgensinya bagi
8 Ibid., hlm. 189.
perushaan. Masa berlaku masing-masing peringatan biasanya enam bulan, kecuali diatur lain dalam PK, PP, atau PKB. 2). Apabila masih dalam tenggang waktu berlakunya peringatan tertulis ketiga (terakhir) ternyata pekerja/buruh melakukan kesalahan lagi, pengusaha secara langsung dapat melakukan PHK kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. 3). Apabila PHK dapat diterima oleh pekerja/buruh yang bersangkutan, buat perjanjian bersama untuk dasar permohonan penetapan ke PHI. 4). Apabila PHK tidak dapat diterima oleh pekerja/buruh yang bersangkutan, salah satu pihak atau para pihak menempuh mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004.
Perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan dapat terjadi karena didahului oleh pelanggaran hukum dan dapat juga terjadi bukan karena pelanggaran hukum, misalnya terjadi ketidakpahaman dalam perubahan syarat-syarat kerja. Kemudian pekerja/buruh menolak menaati perintah setelah diberikan surat peringatan hingga 3 kali berturut-turut sehingga melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama, PP dan atau PK.
b. PHK karena Kesalahan Berat
Sejak terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Perkara No. 012/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004 atas Hak Uji Materiil Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD RI Tahun 1945, maka PHK oleh pengusaha kepada pekerja/buruh yang melakukan kesalahan berat hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan hakim pidana yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 9 Mengingat hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh merupakan hubungan
keperdataan, maka dalam praktik proses PHK karena kesalahan berat tidak harus selalu melalui proses pidana tetapi juga bisa langsung dilakukan PHK. Akibatnya, terjadi perselisihan PHK tersebut, maka penyelesaiannya ditempuh melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubngan industial sebagaimana UU No.
2 Tahun 2004.
c. Prosedur PHK oleh Pekerja/buruh Sebagaimana uraian sebelumnya bahwa PHK oleh
pekerja/buruh itu terbagi dan disebabkan oleh dua hal masing- masing memiliki prosedur yang berbeda, yaitu: 10
1. Prosedur PHK karena Permintaan Pengunduran Diri Diatur dalam Pasal 162 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 sebagai berikut:
9 Ibid., hlm., 190. 10 Ibid., hlm., 191.
a). Diajukan secara tertulis kepada pengusaha selambat- lambatnya tiga puluh hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri. b). Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan pengunduran diri. c). Tetap menjalankan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Prosedur terperinci dapat diatur lebih lanjut dalam PK, PP, atau PKB.
d. Prosedur PHK karena permohonan kepada pengadilan hubungan industrial.
Pasal 169 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Prosedurnya adlaah melalui upaya penyelesaian perundingan bipartit, konsiliasi, arbitrase, ataupun mediasi, kemudian mengajukan gugatan pada pengadilan hubungan industrial.
Dalam PHK oleh pekerja/buruh, disini buruh aktif meminta diputuskan hubungan kerjanya. PHK oleh pekerja/buruh dapat dilakukan karena pekerja/buruh mengundurkan diri, pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja disebabkan adanya perubahan status, penggabungan, peleburan dan perubahan kepemilikan perusahaan.
Pada prakteknya, PHK oleh pekerja/buruh jarang terjadi. Hal ini dikarenakan rendahnya pengetahuan pekerja/buruh mengenai hukum ketenagakerjaan, selain itu juga karena faktor lebih perbandingan antara lapangan kerja yang tersedia lebih sedikit dari jumlah pekerja/buruh yang ada.
2.1.4.Hak-Hak dalam Pemutusan Hubungan Kerja
Hak-hak dalam PHK yang masih relevan tercantum pada Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep.150/Men/2000 11 , yaitu:
1. Uang pesangon Yaitu pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai akibat adanya PHK.
2. Uang Penghargaan Masa Kerja Yaitu uang jasa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1964 sebagai penghargaan pengusaha kepada pekerja yang dikaitkan dengan lamanya masa kerja.
3. Ganti Kerugian/ Uang Penggantian Hak Yaitu pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai penggantian istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan ke tempat di mana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, fasililtas perumahan, dan lain-lain yang ditetapkan oleh P4D/P4P sebagai akibat adanya pengakhiran hubungan kerja.
11 Ibid., hlm., 192.
Adapun formulasi besarnya uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ketentuan uanng penggantian hak menurut UU Ketenagakerjaan tercantum pada tabel-tabel berikut:
Tabel 1 Formulasi Uang Pesangon Menurut Pasal 156 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 tahun 2003
No. Masa Kerja Uang Pesangon
1. Masa kerja < 1 tahun
1 bulan upah
2. Masa kerja 1 tahun - < 2 tahun
2 bulan upah
3. Masa kerja 2 tahun - < 3 tahun
3 bulan upah
4. Masa kerja 3 tahun - < 4 tahun
4 bulan upah
5. Masa kerja 4 tahun - < 5 tahun
5 bulan upah
6. Masa kerja 5 tahun - < 6 tahun
6 bulan upah
7. Masa kerja 6 tahun - < 7 tahun
7 bulan upah
8. Masa kerja 7 tahun - < 8 tahun
8 bulan upah
9. Masa kerja 8 tahun atau lebih
9 bulan upah
Tabel 2.
Formulasi Uang Penghargaan Masa Kerja Menurut Pasal 156 Ayata (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
No. Masa Kerja Uang Perhargaan Masa Kerja
1. Masa kerja 3 tahun - < 6 tahun
2 bulan upah
2. Masa kerja 6 tahun - < 9 tahun
3 bulan upah
3. Masa kerja 9 tahun - < 12 tahun
4 bulan upah
4. Masa kerja 12 tahun - < 15 tahun
5 bulan upah
5. Masa kerja 15 tahun - < 18 tahun
6 bulan upah
6. Masa kerja 18 tahun - < 21 tahun
7 bulan upah
7. Masa kerja 21 tahun - < 24 tahun
8 bulan upah
8. Masa kerja 24 tahun atau lebih
10 bulan upah
Tabel 3.
Komponen Uang Penggantian Hak Menurut Pasal 156 Ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
No. Komponen Uang Penggantian Hak Keterangan
1. Cuti tahunan yang belum diambil.
2. Biaya atau ongkos pulang untuk 2. Biaya atau ongkos pulang untuk
3. Penggantian
serta Bagi yang tidak berhak uang pengobatan dan perawatan ditetapkan pesangon dan atau uang 15% dari uang pesangon dan atau penghargaan masa kerja, uang penghargaan masa kerja bagi otomatis tidak berhak atas yang memenuhi syarat.
perumahan
uang penggantian ini.
4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam PK, PP atau PKB.
Tabel 4.
Komponen Hak PHK Berdasarkan Alasan PHK Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
No. Asalan PHK Komposisi Keterangan
Hak PHK
1. Pekerja/buruh melakukan kesalahan PH*) Pasal 158 ayat berat.
2. Pekerja/buruh melakukan pelangg- Psg + PMK + Pasl 161 ayat aran terhadap PK, PP, PKB, atau PH
(3) ketentuan perundang-undangan.
3. Ditahan pihak berwajib dan tidak PMK + PH Pasal 160 ayat dapat melakukan pekerjaan setelah
(7) enam bulan atau dinyatakan salah oleh pengadilan.
4. Mengundurkan diri secara baik atas PH*) Pasal 162 ayat kemauan sendiri.
Perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, tetapi:
5. a). Pekerja/buruh tidak bersedia
Psg + PMK + Pasal 163 ayat melanjutkan hubungan kerjanya.
(1) b). Pengusaha tidak bersedia
PH
2 (Psg) + Pasal 163 ayat menerima
pekerja/buruh
di
PMK + PH (2) perusahaannya
6. Perusahaan tutup karena merugi dua Psg + PMK + Pasal 164 ayat tahun terus-menerus atau keadaan PH
(1) memaksa (force majeure).
7. Perusahaan tutup bukan karena 2 (Psg) + Pasal 164 ayat merugi atau keadaan memaksa (force PMK + PH
(3) majeure ), melainkan karena efisiensi.
8. Perusahaan pailit. Psg + PMK + Pasal 165 PH
9. Pekerja/buruh meninggal dunia
2 (Psg) + Pasal 166 PMK + PH
10. Pekerja/buruh
usia pensiun:
memasuki
a). Ada program pensiun, dan Pasal 167 ayat
iuran/premi ditanggung sepenuhnya (1)
oleh pengusaha Pasal 167 ayat
b). Tidak ada program pensiun (5)
2 (Psg) + PMK + PH
11. Pekerja/buruh mangkir 5 hari atau PH*) Pasal 168 ayat lebih berturut-turut.
12. Pelanggaran yang dilakukan oleh 2 (Psg) + Pasal 169 ayat pengusaha
PMK + PH (2)
13. Pekerja/buruh sakit berkepanjangan,
2 (Psg) + 2 Pasal 172 cacat tetap akibat kecelakaan kerja, (PMK) + PH dan tidak dapat melakukan pekerjaan melebihi 12 bulan.
Keterangan:
Psg = Uang Pesangon
PMK = Uang Penghargaan Masa Kerja
PH = Uang Penggantian Hak
*) ditambah uang pisah bagi pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, yang besaran dan pelaksanaannya diatur dalam PK, PP, atau PKB.
**) berhak jaminan atau manfaat pensiun, tetapi tidak berhak uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dengan catatan:
1. Jika nilai jaminan atau manfaat pensiun ternyata lebih kecil dari 2 (Psg) + PMK + PH, maka selisihnya harus dibayar pengusaha (Pasal 167 ayat (2)).
2. Jika iuran/premi pensiun dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, yang diperhitungkan dengan uang pesangon ialah iuran/premi yang dibayar oleh pengusaha (Pasal 167 ayat (3)).
2.1.5.Teori-Teori Keadilan
Dalam masalah penegakan hukum, pemaknaan keadilan dalam penanganan sengketa-sengketa hukum ternyata masih menjadi perdebatan. Banyak pihak yang merasakan dan menilai bahwa lembaga pengadilan kurang adil karena terlalu sarat dengan prosedur, formalistis, kaku dan lamban dalam memberikan putusan terhadap suatu sengketa. Agaknya faktor tersebut tidak lepas dari cara pandang hakim terhadap hukum yang amat kaku dan normatif-
prosedural dalam melakukan konkretisasi hukum. 12
2.1.5.1. Teori Keadilan John Rawls
12 Karen Lebacqz, Teori-Teori Keadilan, (Bandung: Nusa Media, 2013), Cet. IV, hlm. 3.
Rawls dikenal sebagai salah seorang filsuf Amerika kenamaan di akhir abad ke-20 di dalam bidang filsafat politik. John Rawls dikenal sebagai seorang filsuf yang secara keras mengkritik ekonomi pasar bebas. Baginya pasar bebas memberikan kebebasan bagi setiap orang, namun dengan
adanya pasar bebas maka keadilan sulit untuk ditegakkan. 13 Oleh karena hal ini, ia mengembangkan sebuah teori yang
disebut teori keadilan. Karya-karyanya antara lain A Theory of Justice , PoliticalLiberalism, dan The Law of Peoples. Didasari oleh telaah pemikiran lintas disiplin ilmu secara mendalam, John Rawls dipercaya sebagai salah seorang yang memberi pengaruh pemikiran cukup besar terhadap diskursus mengenai nilai-nilai keadilan hingga saat ini.
Di dalam buku A Theory of Justice, John Rawls mencoba untuk menganalisa kembali permasalahan mendasar dari kajian filsafat politik dengan merekonsiliasikan antara
prinsip kebebasan dan prinsip persamaan. 14 Rawls mengakui bahwa karyanya tersebut sejalan dengan tradisi kontrak sosial
(social contract). Rawls berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions ). Akan tetapi, menurutnya, kebaikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggangu
13 A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), hlm.153. 14 John Rawls, Teori Keadilan: Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan
Sosial dalam Negara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cet. II, hlm. 13.
rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan, khususnya masyarakat lemah. Oleh karena itu, sebagian kalangan menilai cara pandang Rawls sebagai perspektif “liberal-egalitarian of social justice”.
Liberalisme Egalitarian dapat didefinisikan secara baik sebagai doktrin politik yang menyatakan bahwa semua orang harus diperlakukan secara setara dan memiliki hak-hak politik,
ekonomi, sosial, dan sipil yang sama. 15 Atau dalam pengertian filsafat sosial penganjur penghapusan kesenjangan ekonomi
antara orang-orang atau adanya redistribusi/desentralisasi kekuasaan. Dalam hal demikian ini dianggap oleh beberapa pihak dianggap sebagai keadaan alami dari sebuah masyarakat .
Rawls mengajukan sebuah teori alternatif mengenai keadilan dengan menghindari kelemahan utilitarianisme dan
tetap mempertahankan kekuatan yang sama. 16 Utilitarianisme adalah suatu paham yang memandang bahwa kegunaan suatu
hal bisa dimaksimalkan bukan hanya pada saat ini, tetapi juga buat masa yang akan datang. 17 Teori ini adalah bentuk etika
normatif yang memaksimalkan keabahagiaan dan mengurangi penderitaan, serta mengupayakan kebaikan terbesar dalam jumlah terbesar. Untuk menilai baik buruknya, adil atau
15 Arneson Richard, "Egalitarianism", The Stanford Encyclopedia of Philosophy (2002.) Web: « http://plato.stanford.edu/entries/egalitarianism. Pada tanggal 10 Nopember 2017 pukul 19.00.
16 John Rawls, 2011, op.cit., hlm. 18. 17 Ibid., hlm. 18.
tidaknya hukum tergantung apakah hukum mampu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak untuk menciptakan utilitas yang lebih besar skalanya, maka diperlukan pengorbanan kebahagiaan yang lebih besar untuk
generasi mendatang. 18
Hal ini tidak dapat dibenarkan seluruhnya karena bukan hal yang baik jika harus menguras sumber daya yang ada saat ini secara berlebihan, dan meninggalkan hutang yang menumpuk kepada generasi yang akan datang. Dengan demikian kelemahan utilitarianisme adalah bisa menimbulkan ketidak adilan bagi yang kurang beruntung untuk mengorbankan kesejahteraan mereka demi mayoritas. Keadilan sebagai kesetaraan berakar di dua tempat yaitu teori kontrak
sosial Locke dan Rousseau dan deontologi Kant. 19
2.1.5.2.Teori kontrak sosial J.J. Rousseau, Hobbes, dan John Locke
Teori kontrak sosial merupakan teori yang menyatakan bahwa terbentuknya negara itu disebabkan oleh adanya keinginan masyarakat untuk membuat kontrak sosial. Jadi,
sumber kewenangan berasal dari masyarakat itu sendiri. 20 J.J Rousseau beranggapan bahwa manusia merupakan sumber
18 Ibid., hlm. 19. 19 Karen lebacqz, 2013, op.cit., hlm. 50. 20 http://radhitisme.blogspot.com/2009/02/teori-kontrak-sosial-dari-hobbes-locke.html , pada
tanggal 23 Nopember 2017 pukul 22.05.
kewenangan. Pada kondisi alamiah antara manusia yang satu dengan manusia lainnya tidaklah terjadinya perkelahian. Manusia hidup aman, damai dan tentram. Namun seiring waktu akan berubah karena faktor alam, fisik dan moral menciptakan ketidaksamaan.
Ketidaksamaan inilah yang menyebabkan terjadinya kekuasaan tunggal (otoriter) oleh sekelompok orang tertentu. Hak istimewa yang dimiliki ini karena orang itu lebih kaya, lebih dihormati, lebih berkuasa dan sebagainya.Untuk menghadapi masalah yang semakin konkrit dan disparitas antara manusia yang satu dengan lainnya inilah lahirnya Du
Contract Social 21 . Kontrak sosial adalah kesepakatan yang rasional untuk menentukan seberapa luas kebebasan warga
(yang pada asasnya tidak terbatas) dan dilain pihak seberapa besar kewenangan pejebat negara (pada asasnya terbatas). Kontrak sosial yang dibentuk atas kehendak bebas dari semua (the free will all), untuk mamantapkan keadilan dan pemenuhan moralitas yang tinggi.
Sementara Hobbes menyatakan secara kodrati manusia itu sama satu dengan lainnya. Masing-masing mempunyai hasrat dan keengganan yang menggerakkan tindakan mereka. Bagi Hobbes, hasrat manusia tidak terbatas dan untuk
21 Susilo Basis, Teori Kontrak Sosial dari Hobbes, Locke, dan Rousseau, dalam jurnal masyarakat, kebudayaan dan politik. (Surabaya: FISIP Unair, 1998), hlm. 16.
memenuhi hasrat itu, manusia mempunyai kekuatan. Dengan menggunakan kekuatannya, maka akan terjadi benturan
kekuatan antar sesama manusia. 22
Kontrak sosial Locke menyatakan kodrat manusia adalah sama antara satu dengan lainnya. Perbedaannya dengan Hobbes, Locke menyatakan bahwa ciri-ciri manusia tidaklah ingin memenuhi hasrat dengan kekuatan tanpa mengindahkan manusia lainnya. Menurut Locke, manusia dalam dirinya mempunyai akal yang mengajar prinsip bahwa untuk menjadi sama dan independen manusia tidak perlu melanggar dan merusak kehidupan manusia lainnya.
Selain teori kontrak sosial diatas, terdapat Deontologi Immanuel Kant yang juga menjadi dasar dari pemikiran Rawls. Kant menyebutkan bahwa semua orang harus memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai status yang diinginkan, karena ia memiliki suatu bakat, kemampuan industri, dan anugrah, maka dari itu orang lain tidak berhak menghalanginya dengan dalih hakistimewa
karena faktor keturunan. 23
Berangkat dari kontrak sosial, Rawls menyebutkan subyek utama dari prinsip keadilan sosial adalah struktur dasar masyarakat, tatanan institusi-institusi sosial utama dalam satu
22 John Rawls, 2011, op.cit., hlm. 35. 23 Ibid., hlm. 319.
skema kerja sama. 24 Sebagaimana pada umumnya, setiap teori kontrak pastilah memiliki suatu hipotesis dan tidak terkecuali
pada konsep Rawls mengenai keadilan. Dirinya berusaha untuk memposisikan adanya situasi yang sama dan setara antara tiap- tiap orang di dalam masyarakat serta tidak ada pihak yang memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, seperti misalnya kedudukan, status sosial, tingkat kecerdasan,
kemampuan, kekuatan, dan lain sebagainya. 25 Sehingga, orang- orang tersebut dapat melakukan kesepakatan dengan pihak
lainnya secara seimbang. Kondisi demikianlah yang dimaksud ol eh Rawls sebagai “posisi asali”. Dalam posisi asali, masyarakat memilih dari balik “selubung ketidaktahuan”. 26
Selubung ketidaktahuan diterjemahkan sebagai posisi di mana setiap orang harus mengesampingkan atribut-atribut yang membedakannya dengan orang-orang lain, seperti kemampuan, kekayaan, posisi sosial, pandangan religius dan filosofis,
maupun konsepsi tentang nilai. 27 Selubung ketidaktahuan berarti setiap pihak yang memilih prinsip-prinsip keadilan
tidak memiliki jenis pengetahuan tertentu yang dapat membuat proses tawar menawar berjalan tidak adil. 28 Untuk
mengukuhkan situasi adil tersebut perlu ada jaminan terhadap sejumlah hak dasar yang berlaku bagi semua, seperti
24 Ibid., hlm. 65. 25 Ibid., hlm. 66.
26 Karen Lebacqz, 2013, op.cit., hlm. 50. 27 Ibid., hlm. 51. 28 Ibid., hlm. 51.
kebebasan untuk berpendapat, kebebasan berpikir, kebebasan berserikat, kebebasan berpolitik, dan kebebasan di mata hukum.
Melalui dua teori tersebut, Rawls mencoba menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip kesamaan yang adil. Itulah sebabnya mengapa Rawls menyebut teorinya tersebut sebagai “justice as fairness”. Rawls memahami keadilan sebagai fairness, yaitu suatu teori keadilan yang menggeneralisasikan dan mengangkat konsepsi tradisional
tentang kontrak sosial ke level abstraksi yang lebih tinggi. 29 yang dimaksudkan dengan fairness oleh Rawls adalah posisi
asali dan selubung ketidaktahuan.
Berkaitan dengan kedua aspek keadilan tersebut Rawls mengemukakan bahwa
kondisi asali dan ketidakberpengetahuan tidak seorangpun tahu tempatnya, posisi atau status sosialnya dalam masyarakat, tidak ada pula yang tahu kekayaannya, kecerdasasannya, kekuatannya, tidak
dalam
seorangpun diuntungkan atau dirugikan. 30 Setiap orang dalam kondisi seperti itu memiliki peluang yang sama.
Rawls menjelaskan bahwa para pihak di dalam posisi asali akan memilih dua prinsip yang agak berbeda, pertama, adanya kesetaraan dalam penerapan hak dan kewajiban dasar;
29 John Rawls, 2011, op.cit., hlm. 156. 30 Karen Lebacqz, 2013, opi.cit., 51.
kedua , ketimpangan sosial dan ekonomi, misalnya ketimpangan kekayaan dan kekuasaan hanyalah jika mereka menghasilkan kompensasi keuntungan bagi semua orang, khususnya bagi anggota masyarakat yang paling tidak
beruntung. 31
Prinsip pertama tersebut dikenal dengan persamaan yang adil atas kesempatan. Prinsip ini memerlukan persamaan atas hak dan kewajiban dasar, sementara pada prinsip kedua dikenal dengan prinsip perbedaan yang berpijak dari hadirnya kondisi ketimpangan sosial dan ekonomi yang kemudian dalam mencapai nilai-nilai keadilan dapat diperkenankan jika memberikan manfaat bagi setiap orang, khususnya terhadap kelompok masyarakat yang kurang beruntung (the least
advantage 32 ).
Artinya, orang-orang yang memiliki kompetensi, kualitas dan mobilitas yang sama dapat menikmati kesempatan yang sama pula, tidak boleh ada sistem yang mendiskriminasi seseorang untuk mendapatkan kesempatan yang sama. Inti dari teori ini, melekat pada profesi dan posisi yang terbuka bagi semua orang dan menjamin persamaan peluang yang adil. Ide tersebut berawal dari bantahan bahwa keturunan menentukan posisi seseorang secara turun temurun. Prinsip perbedaan
31 John Rawls, op.cit., hlm. 16. 32 Ibid., hlm. 72.
berangkat dari prinsip ketidaksamaan yang dapat dibenarkan melalui kebijaksanaan terkontrol sepanjang menguntungkan kelompok masyarakat yang lemah.
Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip tersebut, Rawls meneguhkan adanya aturan prioritas ketika antara prinsip satu dengan lainnya saling berhadapan. Jika terdapat konflik di antara prinsip-prinsip tersebut, prinsip pertama haruslah ditempatkan di atas prinsip kedua, sedangkan prinsip persamaan kesempatan harus diutamakan dari prinsip
perbedaan. 33 Dengan demikian, untuk mewujudkan masyarakat yang adil Rawls berusaha untuk memposisikan kebebasan akan
hak-hak dasar sebagai nilai yang tertinggi dan kemudian harus diikuti dengan adanya jaminan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menduduki jabatan atau posisi tertentu. Pada akhirnya, Rawls juga menisbatkan bahwa adanya pembedaan tertentu juga dapat diterima sepanjang meningkatkan atau membawa manfaat terbesar bagi orang- orang yang paling tidak beruntung.
Posisi asali merupakan status quo awal yang menegaskan bahwa kesepakatan fundamental yang dicapai di
dalammnya adalah fair. 34 Dalam posisi asali berbagai pihak
33 Ibid., hlm. 74. 34 Ibid., hlm. 74.
adalah setara. 35 Semua orang memiliki hak yang sama dalam prosedur memilih prinsip; setiap orang bisa mengajukan usul,
menyampaikan penalaran atas penerimaan mereka. Dasar dari kesetaraan adalah bahwa setiap orang memiliki konsepsi mengenai kebajikan dan memiliki rasa keadilan. Oleh karena itu, masing-masing orang dianggap memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk memahami dan bertindak di atas prinsip apapun yang digunakan. Salah satu bentuk keadilan sebagai farirness adalah memandang berbagai pihak dalam situasi awal
sebagai rasional dan sama-sama netral. 36
Menurut peneliti, kedua prinsip tersebut seperti dua mata koin yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Peran dari prinsip perbedaan pada prinsip persamaan yang adil atas kesempatan adalah untuk menjamin bahwa sistem kerja sama adalah salah satu keadilan prosedural murni untuk membangun distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil. Kedua prinsip tersebut bermutualisme dan saling mengisi kekurangannya. Dimana Rawls mencoba menjadi mediator antara golongan kiri dan kanan, dan tidak ingin keadilan di dominasi secara ekstrim oleh kapitalisme, tetapi tidak juga mau memberikannya begitu saja kepada sosialisme.
35 Ibid., hlm. 75. 36 Karen Lebacqz, 2013, op.cit., hlm. 59.
Rawls juga menjelaskan mengenai keadilan distributif. Menurutnya keadilan harus dapat disalurkan dalam bentuk pendapatan dan kekayaan, serta bukan merupakan target
individual. 37 Masyarakatlah yang memiliki tugas untuk mendistribusikan pendapatan dan kekayaan mereka kepada
orang-orang yang terikat kerja sama dengan mereka tanpa memperhatikan mereka miskin atau tidak. Ide awal keadilan distributif berangkat dari kondisi kesenjangan sosial yang
sangat tinggi antara pekerja dan majikan. 38 Kaum-kaum sosialis menyatakan bahwa kesenjangan sosial tersebut
berawal karena pekerja telah memiliki peran yang sangat besar sebagai faktor produksi, sehiingga mereka memiliki hak atas hasil produksi dan bukannya upah yang rendah.
Prinsip-prinsip keadilan yang disampaikan oleh John Rawls pada umumnya sangat relevan bagi negara-negara dunia yang sedang berkembang, seperti Indonesia. Relevansi tersebut semakin kuat tatkala hampir sebagian besar populasi dunia yang menetap di Indonesia masih tergolong sebagai masyarakat kaum lemah yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Akan tetapi, apabila dicermati jauh sebelum terbitnya karya-karya Rawls mengenai keadilan sosial, bangsa Indonesia
37 John Rawls, 2011, op.cit., 334. 38 Ibid., hlm. 335.
sebenarnya telah menancapkan dasar kehidupan berbangsa dan bernegaranya atas dasar keadilan sosial. I stilah “keadilan sosial” disebutkan di dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD
1945. 39 Dengan demikian, keadilan sosial telah diletakkan menjadi salah satu landasan dasar dari tujuan dan cita negara
sekaligus sebagai dasar filosofis bernegara yang termaktub pada sila kelima dari Pancasila. Artinya, memang sejak awal the founding parents mendirikan Indonesia atas pijakan untuk mewujudkan keadilan sosial baik untuk warga negaranya
sendiri maupun masyarakat dunia. 40
Apabila disejajarkan antara prinsip keadilan Rawls dan konstitusi, maka dua prinsip keadilan yang menjadi premis utama dari teori Rawls juga tertera dalam konstitusi Indonesia. Prinsip kebebasan yang sama tercermin dari adanya ketentuan mengenai hak dan kebebasan warga negara yang dimuat di dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, di antaranya yaitu Pasal 28E UUD 1945. Begitu pula dengan prinsip kedua bagian pertama sebagai prinsip perbedaan, Konstitusi Indonesia mengadopsi prinsip yang sama pada Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. Dari sinilah dasar penerapan affirmative action
39 A. Suryawasita S.J., Asas Keadilan Sosial, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm. 86. 40 Ibid., hlm. 86.
atau positive discrimination dapat dibenarkan secara konstitusional. 41
Berdasarkan penjabaran di atas, penulis memilih teori Rawls dalam menganalisis perkara ini adalah karena Rawls memandang berbagai pihak dalam situasi awal sebagai rasional dan sama-sama netral. Di samping itu, Rawls juga menegaskan prinsip perbedaan yang berangkat dari ketimpangan sosial ekonomi. Dalam kasus ini, teori Rawls dianggap cocok karena dalam menegakkan keadilan haruslah berdimensi kerakyatan. Hal itu dapat diwujudkan dengan memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi setiap orang. Selain itu keadilan harus mampu mengatur kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik bagi setiap orang, baik bagi mereka yang berasal dari kelompok beruntung ataupun tidak.
Terhadap prinsip persamaan kesempatan sebagai prinsip kedua bagian kedua dari teori keadilan Rawls, Konstitusi Indonesia secara tegas juga memberikan jaminan konstitusi yang serupa, sebagaimana salah satunya termuat
pada Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. 42 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terlepas dari adanya kesengajaan ataupun
tidak, Indonesia secara nyata telah memasukkan prinsip-
41 Ibid.,hlm. 87. 42 Ibid.,hlm. 88.
prinsip keadilan yang digagas oleh John Rawls ke dalam batang tubuh Konstitusi.
2.2. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini di dasarkan pada data sekunder yaitu Putusan Tingkat 1 Nomor 05/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Pbr dan Putusan Tingkat Kasasi Nomor 667 K/Pdt.Sus-PHI/2016, yang akan diuraikan sebagai berikut:
2.2.1. Kasus Posisi PHK terhadap Sdr. Erikson Situmorang oleh PT. Inti Komparindo Sejahtera
Adapun duduk perkara dalam kasus ini yaitu Sdr. Erikson Situmorang selaku Penggugat telah bekerja di PT. Inti Komparindo Sejahtera, dalam hal ini Tergugat, selama 5 tahun 11 bulan dengan jabatan terakhir karyawan pemanen, dengan jumlah upah Rp. 1.875.000,- (Satu Juta Delapan Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah) per bulan, ditambah tunjangan tetap berupa Natura Beras sebesar 31,5 Kg/bulan, dengan harga beras Rp.8000,- /Kg sebagaimana Peraturan Gubernur Riau No.29 Tahun 2014 tentang Upah Minimum Sub Sektor Pertanian/Perkebunan Kelapa dan Kelapa Sawit Serta Tanaman Karet Provinsi Riau Tahun 2014 Jo Kesepakatan Bersama antara Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan-SPSI Propinsi Riau dengan BKSPPS dan GAPKI Cabang Riau.
Kemudian pada tanggal 16 November 2013 Sdr. Erikson mendapatkan Surat dari Tergugat agar yang bersangkutan yang telah di mutasikan dari Afdeling 7.A ke Afdeling 2.A pindah rumah. Bahwa pada dasarnya Penggugat tidak keberatan pindah rumah ke Afdeling 2.A tempat Penggugat Kemudian pada tanggal 16 November 2013 Sdr. Erikson mendapatkan Surat dari Tergugat agar yang bersangkutan yang telah di mutasikan dari Afdeling 7.A ke Afdeling 2.A pindah rumah. Bahwa pada dasarnya Penggugat tidak keberatan pindah rumah ke Afdeling 2.A tempat Penggugat
7.A sudah berbeda dengan Lokasi Sekolah di Afdeling 2.A, dimana Afdeling
7.A bersekolah ke SD Danau Lancang Kec. Tapung Hulu, Kab. Kampar, Provinsi Riau. Sedangkan Afdeling 2.A bersekolah ke SD Kota Baso, Kecamatan baso, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, yang mempunyai jarak + 15 KM, begitu juga angkutan sekolah yang ada dari Afdeling 7.A hanya ke SD Danau Lancang, sedangkan angkutan sekolah dari Afdeling 2.A hanya ke SD Kota Baso, namun aspirasi yang disampaikan tidak disetujui oleh Tergugat.
Pada tanggal 12 Desember 2013 dan tanggal 2 Januari 2014 Sdr. Erikson menerima Surat Peringatan I dan II dari Tergugat dengan alasan tidak pindah rumah, dan atas Surat Peringatan tersebut, maka Penggugat mencoba menjumpai dan berkonsultasi dengan Wali kelas dan Kepala Sekolah SD Danau Lancang tempat anaknya bersekolah, namun Wali Kelas dan Guru Kepala Sekolah menyarankan agar anaknya tidak dipindahkan karena sebentar lagi akan dilaksanakan Ujian Nasional dimana Nomor Induk Sekolah Nasional (NISN), Nomor Ujian dan juga lokasi tempat ujian Nasional sudah ditentukan oleh Dinas Pendidikan.
Penggugat kembali menjumpai Tergugat agar sampai anaknya selesai melaksanakan Ujian Nasional tetap diperbolehkan menempati rumah yang sedang ditempati dan berangkat kerja dengan melaju pakai sepeda motornya, namun permohonan Penggugat tersebut tetap tidak disetujui oleh Tergugat. Kemudian tepatnya tanggal 8 Januari 2014 Tergugat kembali menyampaikan Surat Peringatan III kepada Penggugat dimana alasannya tetap karena tidak bersedia pindah rumah, padahal selama Penggugat bekerja melaju pakai sepeda motornya, tidak pernah terlambat atau mengganggu pekerjaannya.
Pada tanggal 26 April 2014, Tergugat justru menyampaikan Surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada Penggugat dengan alasan tidak pindah rumah maka Penggugat dianggap membangkang terhadap pimpinan dan di PHK terhitung tanggal 28 April 2014. Bahwa atas permasalahan tersebut, Penggugat dan Tergugat telah melakukan Perundingan Bipartit, namun tidak menghasilkan suatu kesepakatan, karena Tergugat tetap tidak mau lagi untuk mengerjakan Penggugat. Atas dasar tersebut, Sdr. Erikson Situmorang menggugat PT. Inti Komparindo Sejahtera ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Bahwa dalam gugatannya Penggugat menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat adalah perjanjian kerja yang sah menurut UUK. Menyatakan bahwa tindakan Tergugat telah nyata-nyata bertentangan dengan hukum yang berlaku, yaitu:
1. Memberikan Surat Peringatan terhadap pekerja yang telah bekerja 7 (tujuh) Jam sehari 40 (empat puluh) jam seminggu, dan melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja karena tidak pindah rumah karena menunggu anak Penggugat selesai Ujian Nasional, tanpa memberikan solusi dan jalan keluar tentang Transportasi atau Pengangkutan anak Penggugat dari tempat Mutasi ketempat sekolah yang seharusnya halangan tersebut masih dapat dihindari oleh Tergugat;
2. Melakukan Pemutusan Hubungan Kerja sepihak tanpa adanya perundingan dan proses serta Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial bertentangan dengan Pasal 151, 155, dan Pasal 170 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
3. Tidak melakukan Kewajibannya selaku pengusaha dengan melarang Penggugat untuk melaksanakan pekerjaan sebagaimana biasanya, sampai ada keputusan yang berkekuatan tetap tentang perselisihan antara Tergugat dengan Penggugat;
4. Menghentikan Upah, dan melarang Penggugat untuk melakukan Pekerjaan, dan tanpa memberikan hak-hak Penggugat berupa Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Penggantian Hak 15% dari jumlah Pesangon dan Uang Penghargaan masa kerja serta sisa Cuti Tahunan yang belum dijalani Penggugat sebanyak 6 (enam) hari di tahun 2013 dan 4 (empat) hari tahun 2014. Menyatakan bahwa PHK yang dilakukan Tergugat batal demi hukum
dan mengumumkan PHK berlaku sejak putusan dibacakan. Selain itu, Penggugat menuntut hak untuk memperoleh Upah sebelum Putusan PHI ditetapkan Bulan Februari s/d Juli 2014 sebesar 6 (enam) bulan Upah (Sebesar