BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - Pengaruh Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Nilai Tukar Rupiah, Dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

  Zuhri (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Inflasi, Jumlah Uang Beredar, Exchange Rate, dan Interest Rate terhadap Indeks JII (Jakarta

  

Islamic Index ) pada tahun 2002-2005” menyatakan bahwa inflasi berpengaruh pada

  indeks JII meskipun tidak signifikan pada level 5%, naiknya inflasi tiap satu persen akan menaikkan indeks JII sebesar 0,0147, sedangkan inflasi pada periode t-1 juga akan menaikkan indeks JII sebesar 0,00681. Jumlah uang beredar juga berpengaruh positif pada indeks JII.

  Exchange rate juga berpengaruh negatif 2,16 poin tiap kenaikan satu rupiah

  kurs terhadap indeks JII, sedangkan kurs pada periode t-1 akan mempengaruhi sebaliknya sebesar positif 2,38. Interest rate atau suku bunga SBI berpengaruh negatif 0,710 persen terhadap indeks JII tiap kenaikan satu persen SBI, tapi suku bunga SBI pada periode t-1 akan memberikan pengaruh yang sebaliknya yaitu positif 0,503.

  Ny dan Hertanto (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Keseimbangan Jangka Panjang dan Hubungan Simultan antara Variable Ekonomi Makro terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Kointegrasi dan Vector Auto Regression (VAR)” menyatakan bahwa adanya M2, suku bunga deposito 1 bulan, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan tingkat inflasi) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) diuji melalui uji keseimbangan jangka panjang dengan menggunakan metode kointegrasi (cointegration test).

  Di samping itu, pengujian ini juga menunjukkan suatu persamaan yang menyatakan bahwa variable suku bunga Sertifikat Bank Indonesia merupakan variable ekonomi makro yang paling berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Selanjutnya apabila nilai tular/kurs rupiah terhadap dolar Amerika mengalami kenaikan (yang berarti bahwa nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika) akan mengakibatkan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) mengalami penurunan.

2.2 Teori tentang Suku Bunga (Interest Rate)

  Suku bunga adalah harga yang harus dibayar karena meminjam uang untuk suatu jangka tertentu (Samuelson, 1986). Menurut Kamus Lengkap Ekonomi (2000), kepada yang meminjamkan. Bagi peminjam, suku bunga merupakan biaya pinjaman atau harga yang dibayar atas uang yang dipinjam, yang merupakan tingkat pertukaran dari konsumsi sekarang untuk konsumsi masa mendatang, atau harga rupiah sekarang dalam ukuran rupiah masa mendatang. Biasanya diekspresikan sebagai presentase per tahun yang dibebankan atas uang yang dipinjam atau dipinjamkan. Menurut Weston dan pasar merupakan harga sepanjang waktu, dimana harga tersebut merupakan hasil dari pengembalian yang menyamakan pinjaman dan pemberian pinjaman dalam kegiatan ekonomi. Tingkat suku bunga akan cenderung mengalami peningkatan apabila jumlah uang yang beredar lebih kecil daripada permintaan uang. Sebaliknya, tingkat bunga akan cenderung mengalami penurunan apabila jumlah uang beredar lebih besar daripada permintaan akan uang. Tingkat bunga bisa bersifat variabel atau tetap. Suku bunga penyimpanan dapat dilihat dari dua aspek, yaitu nominal dan riil. Suku bunga penyimpanan nominal adalah suku bunga penyimpanan per tahun yang dipublikasikan oleh bank-bank setiap harinya, sedangkan suku bunga penyimpanan riil adalah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi pada saat yang bersangkutan.

  Dalam kaitannya dengan saham, kenaikan tingkat bunga pinjaman memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba per saham juga menurun dan akhirnya akan berakibat turunnya harga saham di pasar. saham dan kemudian menabung hasil penjualan itu dalam deposito. Penjualan saham secara besar-besaran akan menjatuhkan harga saham di pasar. Oleh karena itu, kenaikan suku bunga pinjaman atau suku bunga deposito akan mengakibatkan turunnya harga saham. Sebaliknya, penurunan tingkat bunga pinjaman atau tingkat bunga deposito akan menaikkan harga saham di pasar dan laba bersih per saham, mendorong investor mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal. Investor akan memborong saham sehingga harga saham terdorong naik akibat meningkatnya permintaan saham (Samsul, 2006).

2.3 Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

  Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adala SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilaiengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihayang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI

  " (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang

  rate

  diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.

  

2.4 Nilai Tukar/Kurs (Exchange Rate) a. Definisi Nilai Tukar/Kurs

  Menurut Kamus Istilah Keuangan dan Investasi (2001) exchange rate (kurs tukar) adalah harga dimana mata uang suatu negara dapat dikonversikan menjadi mata uang negara lain. Kurs tukar antara dolar AS dan pound Inggris berbeda dari kurs tukar antara dolar dan mark Jerman, misalnya. Kisaran faktor yang luas mempengaruhi kurs tukar yang pada umumnya agak berubah setiap hari. Beberapa kurs tukar ditetapkan oleh suatu perjanjian.

  Menurut Sukirno (1998), nilai tukar/kurs merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumlah mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing.

b. Tipe-Tipe Nilai Tukar/Kurs

  Menurut Dominick dalam Ny dan Hertanto (2006), macam-macam sistem nilai tukar/kurs antara lain: Floating Exchange Rate

  Pada floating exchange rate, tingkat exchange rate ditentukan oleh kekuatan demand dan supply dari mata uang asing.

2. Fixed Exchange Rate

  Pada sistem fixed exchange rate, tingkat exchange rate ditentukan oleh pemerintah, biasanya disetarakan dengan mata uang utama seperti Dolar Amerika

c. Faktor-faktor yang Memengaruhi Nilai Tukar/Kurs 1.

  Perbedaan tingkat inflasi antar dua negara Kenaikan tingkat inflasi yang mendadak dan besar di suatu negara akan menyebabkan meningkatnya nilai impor negara tersebut terhadap barang dan jasa luar negeri, sehingga makin diperlukan banyak valuta asing untuk membayar transaksi impor tersebut. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan akan valuta asing, sehingga nilai tukar di negara tersebut cenderung melemah. Inflasi yang meningkat secara mendadak tersebut juga memungkinkan tereduksinya kemampuan ekspor nasional negara yang bersangkutan. Hal ini akan menurunkan jumlah penawaran valuta asing di dalam negeri.

2. Perbedaan tingkat suku bunga antar dua negara

  Perbedaan tingkat suku bunga antar negara ini akan berpengaruh terhadap perubahan jumlah permintaan dan penawaran akan uang di pasar uang domestik.

  Dalam kaitannya dengan saham, kenaikan kurs US$ yang tajam terhadap rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki utang dalam dolar sementara produk emiten tersebut dijual secara lokal. Sementara itu, emiten yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari kenaikan kurs US$ tersebut.

  Ini berarti harga saham emiten yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa Efek, sementara emiten yang terkena dampak positif akan meningkat harga sahamnya. Sebagian emiten yang tercatat di Bursa Efek akan terkena dampak negatif dan sebagian lagi terkena dampak positif dari perubahan kurs US$ yang tajam. Selanjutnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga akan terkena dampak negatif atau positif tergantung pada kelompok yang dominan dampaknya. Oleh karena itu, investor harus ekstra hati-hati dalam menggunakan IHSG sebagai acuan untuk menganalisis saham individu (Samsul, 2006).

2.5 Inflasi

  Menurut Kamus Istilah Keuangan dan Investasi (2001) inflasi adalah kenaikan dalam harga barang dan jasa, yang terjadi jika pembelanjaan bertambah dibandingkan dengan penawaran barang di pasar – dengan kata lain, terlalu banyak uang yang memburu barang yang terlalu sedikit.

  Istilah inflasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah suatu kondisi dimana terdapat kenaikan harga-harga barang umum secara terus menerus. Kenaikan harga ini diukur dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau consumer price

  (CPI). Indeks harga konsumen mengukur biaya/pengeluaran untuk membeli

  index

  aneka barang dan jasa lainnya) yang dibeli oleh konsumen untuk keperluan hidup (Samuelson dan Nordhaus dalam Ny dan Hertanto (2006). Laju inflasi dari IHK dihitung sebagai berikut: Laju inflasi dari harga konsumen (%) = IHK – IHK x 100

  tahun ini tahun lalu

  IHK Inflasi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan kenaikan harga-harga barang dan jasa dalam sauatu periode tertentu. Bagi sebuah negara, keadaan perekonomian yang baik umumnya diwakili dengan tingkat inflasi yang relative rendah dan terkendali.

a. Jenis-Jenis Inflasi menurut Faktor-Faktor Penyebabnya

  Dua kekuatan pokok dalam perekonomian yang dapat menyebabkan inflasi adalah sebagai berikut:

1. Demand - Pull Inflation

  Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (aggregate demand) yang melebihi jumlah yang bias dihasilkan oleh suatu perekonomian, sedangkan produksi berada pada keadaan penggunaan tenaga kerja penuh. Dalam keadaan tersebut jumlah yang dimiliki masyarakat akan berhadapan langsung dengan jumlah penawaran barang yang terbatas. Akibatnya adalah harga-harga akan mengalami kenaikan.

  Cost – Push Inflation Inflasi ini biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi.

  Keadaan ini timbul biasanya dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikanbiaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini dapat timbul karena beberapa factor, di antaranya yaitu adanya kenaikan upah buruh, industri yang bersifat monopolistis (dimana penguasa memiliki kekuasaan untuk menentukan harga), serta karena adanya kenaikan harga bahan baku industri (Ny dan Hertanto, 2006).

b. Bentuk-Bentuk Inflasi

  Menurut Samuelson and Nordhaus dalam Ny dan Hertanto (2006), inflasi dibedakan dalam 3 kategori pokok, yaitu:

  1. Inflasi moderat Bentuk inflasi ini terjadi ketika harga-harga barang dan jasa meningkat secara perlahan-lahan. Inflasi dikatakan moderat apabila angkanya masih berada di bawah 10 persen per tahun. Dalam situasi inflasi moderat dan stabil, harga-harga barang dan jasa relatif tidak akan bergerak jauh menyimpang.

  2. Inflasi Ganas (Galloping Inflation) Bentuk inflasi ini terjadi ketika harga-harga mulai melonjak 20, 100, hingga 200 persen per tahun.

  3. Hiperinflasi Bentuk inflasi ketiga yang paling mematikan ini ditandai dengan meningkatnya harga-harga barang dan jasa hingga berlipat-lipat kali.

  Dalam kaitannya dengan saham, tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif tergantung pada derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang berlebihan dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu dapat membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Jadi dapat disimpulkan bahwa inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang sangat rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi menjadi sangat lamban, dan pada akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban. Pekerjaan yang sulit adalah menciptakan tingkat inflasi yang dapat menggerakkan dunia usaha menjadi semarak, pertumbuhan ekonomi dapat menutupi pengangguran, perusahaan memperoleh keuntungan yang memadai, dan harga saham di pasar bergerak normal (Samsul, 2006).

2.6 Saham

  Secara sederhana, saham sapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Saham dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: a.

  Saham biasa Di antara surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, saham biasa (common stock) merupakan saham yang paling dikenal masyarakat. Di antara emiten (perusahaan yang menerbitkan surat berharga), saham biasa paling banyak digunakan untuk menarik dana dari masyarakat. Maka dari itu, saham biasa merupakan saham yang paling menarik bagi pemodal maupun emiten.

  b.

  Saham preferen Meskipun tidak sepopuler saham biasa, namun saham preferen (preferred stock) cukup berkembang. Saham preferen merupakan gabungan (hybrid) antara obligasi dan saham biasa. Artinya, di samping memiliki karakteristik seperti obligasi, misalnya saham preferen memberikan hasil yang tetap, seperti bunga obligasi. Biasanya saham preferen memberikan pilihan tertentu atas hak pembagian dividen yang besarnya tetap setiap tahun, ada pula yang menghendaki didahulukan dalam pembagian dividen. Maka dari itu, saham preferen adalah saham yang memberikan prioritas pilihan (preferen) kepada pemegangnya.

2.7 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

  Indeks harga saham gabungan (composite stock price index = CSPI) merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek.

  Indeks harga saham gabungan (IHSG) diterbitkan oleh bursa efek. Sementara itu, pihak di luar bursa efek tidak tertarik menerbitkan IHSG karena indeks tersebut masih kalah manfaatnya dengan indeks harga saham parsial, seperti untuk keperluan

  

hedging . Cara penghitungan IHSG sama seperti indeks harga saham parsial, yang

  berbeda hanya jumlah emitennya. IHSG dihitung setiap hari atau setiap detik selama jam perdagangan sesuai dengan kebutuhan. hari dan (2) adanya saham tambahan. Pertambahan jumlah saham beredar berasal dari emisi baru, yaitu masuknya emiten baru yang tercatat di Bursa Efek, atau terjadi tindakan corporate action berupa split, right, waran, dividen saham, saham bonus, dan saham konversi.

  Perubahan harga saham individu di pasar terjadi karena faktor permintaan dan penawaran, baik yang rasional maupun yang irrasional. Pengaruh yang sifatnya rasional mencakup kinerja perusahaan, tingkat bunga, tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan, kurs valuta asing, atau indeks harga saham dari negara lain. Pengaruh yang irrasional mencakup rumor di pasar, mengikuti mimpi, bisikan teman, atau permainan harga. Pada umumnya, kenaikan harga atau penurunan harga dapat terjadi secara bersama-sama. Oleh karena itu, jika kenaikan atau penurunan berlangsung terus menerus salama beberapa hari, maka hal itu akan diikuti oleh arus baik (reversal). Hal ini membuktikan bahwa dalam kenaikan atau penurunan selalu ada kesalahan yang dinamakan overreaction atau mispriced. Jika harga terus naik, maka akan diikuti dengan penurunan harga pada periode berikutnya.

  Overreaction atau reaksi yang berlebihan mengandung makna terlalu

  optimistis atau pesimistis dalam menanggapi suatu peristiwa yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan di masa datang. Sikap optimistis atau pesimistis telah mempercepat kenaikan atau penurunan harga saham sehingga ada unsur mispriced selama periode bersangkutan, dan segera akan berbalik arah harus berhati-hati terhadap harga saham yang terlalu cepat naik atau terlalu cepat turun.

  Naiknya IHSG tidak berarti seluruh jenis saham mengalami kenaikan harga, tetapi hanya sebagian yang mengalami kenaikan sementara sebagian lagi mengalami penurunan. Demikian juga turunnya IHSG dapat diartikan bahwa sebagian saham naik harganya tetapi IHSG turun, maka berarti saham tersebut berkorelasi negatif dengan IHSG. Pengetahuan mengenai korelasi antara perubahan harga suatu jenis saham dan perubahan indeks harga pasar (IHSG ataupun LQ45) sangat penting untuk menghitung resiko dari jenis saham terhadap resiko pasar, atau biasa disebut dengan beta saham i, ( ).

  β

1 Pada tanggal 1 April 1983, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

  diperkenalkan untuk pertama kalinya sebagai indikator pergerakan harga saham di Bursa Efek Jakarta, sekarang Bursa Efek Indonesia. Indeks ini mencakup seluruh pergerakan harga saham biasa dan saham preferen yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Hari dasar untuk perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal tersebut, indeks ditetapkan dengan nilai dasar 100.

  Dasar perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah jumlah nilai pasar dari total saham yang tercatat pada tanggal 10 Agustus 1982. Jumlah nilai pasar adalah total perkalian setiap saham tercatat (kecuali perusahaan yang berada dalam Perhitungannya adalah sebagai berikut:

  NilaiPasar

  IHSG = x 100

  arg

  H aDasar

  Dengan:

  • NPL NPSB

  NDB = xNDL NPL Keterangan: NDB : Nilai Dasar Baru NPL : Nilai Pasar Lama NPSB : Nilai Pasar Saham Baru NDL : Nilai Dasar Lama

  Perhitungan indeks mempresentasikan pergerakan harga saham di pasar/bursa yang terjadi melalui system perdagangan lelang. Nilai dasar akan disesuaikan secara cepat bila terjadi perubahan modal emiten atau terdapat faktor lain yang tidak terkait dengan harga saham.

2.8 Pasar Modal

  Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.

  Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan

  Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.

  Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrument (www.idx.co.id)

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 – 2013

3 36 96

Pengaruh Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Nilai Tukar Rupiah, Dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia

1 37 92

Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah Dan Indeks Dow Jones Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 18 83

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah /Us$ Dan Tingkat Suku Bunga Sbi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Jakarta Tahun 2007 – 2009

1 35 78

Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi Dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004 – 2008

2 70 81

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, SBI, Dan Indeks Dow Jones Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 33 99

Pengaruh Kurs Mata Uang Rupiah Atas Dollar As, Tingkat Suku Bunga Sbi Dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pada Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2007-2011

1 18 141

Pengaruh Tingkat Inflasi dan Harga Minyak Dunia Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia 2006-2015

1 21 66

Pengaruh Tingkat Inflasi dan Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia

0 2 8

BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Nilai Tukar - Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 – 2013

0 0 21