Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah Dan Indeks Dow Jones Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

(1)

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN

INDEKS DOW JONES TERHADAP PERGERAKAN INDEKS

HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA

EFEK INDONESIA (BEI)

TESIS

Oleh

RAZALI

097017014/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S E K

O L

A

H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN

INDEKS DOW JONES TERHADAP PERGERAKAN INDEKS

HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA

EFEK INDONESIA (BEI)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAZALI

097017014/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN INDEK DOW JONES TERHADAP

PERGERAKAN INDEK HARGA SAHAM

GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA Nama Mahasiswa : Razali

Nomor Pokok : 097017014

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 06 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA

Anggota : 1. Dr. Murni Daulay, M.Si 2. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak

3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak 4. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa yang berjudul:

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN

INDEKS DOW JONES TERHADAP PERGERAKAN INDEKS

HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK

INDONESIA (BEI).

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juni 2011

Yang membuat pernyataan

Razali


(6)

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN INDEKS DOW JONES TERHADAP PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM

GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh inflasi, nilai tukar, dan Indek Dow Jones terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Data yang dipakai adalah data sekunder yaitu data Inflasi, Nilai Tukar, Indeks Dow Jones dan IHSG.

Penentuan jumlah data yang digunakan time series (bulanan) waktu penelitian yaitu Januari 2006 sampai dengan Juni 2010 dengan 54 pengamatan. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah metode pengamatan (observasi) dan data tersebut diolah dengan menggunakan SPSS ver 16. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode regresi berganda.

Hasil analisa data diketahui model yang digunakan dalam mengestimasi faktor yang mempengaruhi IHSG sudah baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik, juga karena variasi kemampuan variabel-variabel penjelas dalam menjelaskan IHSG tergolong tinggi. Dengan tingkat R2 = 0.64 dapat disimpulkan bahwa dari segi uji kesesuaian (Test of goodness of fit) cukup baik, dan hanya 0.36 persen dari determinan yang mempengaruhi IHSG dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Secara serempak (simultan) variabel-variabel eksplanatori yang digunakan sangat signifikan pada á =

5% terhadap IHSG. Dari koefisien masing-masing variabel, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengaruh variabel inflasi dan nilai tukar sangat signifikan mempengaruhi IHSG, sedangkan untuk variabel Indek Dow Jones tidak signifikan mempengaruhi IHSG.


(7)

ANALYZE THE INFLUENCE OF INFLATION, FOREIGN EXCHANGE, INDEX DOW JONES ON THE EXISTENCE OF IHSG

IN INDONESIA MARKET STOCK

ABSTRACT

The objective of this study is to analyze the influence of inflation, foreign exchange, Index Dow Jones on the existence of IHSG in Indonesia Market Stock. The data used comprising secondary data such as inflation, foreign exchange, Index Dow Jones and IHSG.

In determining number of data there is used time series (monthly) with the period of research from January 2006 throughout June 2010 with 54 surveillances. The method adopted in taking the data perhaps with observation and the data has been processed by SPSS version 6 program. The model applied with econometrical method in multiple regression method.

The result of data analysis with certain model has been applied with the intend to estimate the factors influencing IHSG known well, for the has been applied there model free of violating classic assumption, also on variation capability of variables explanation in describing the existence of IHSG was classified high, noted its rate of R2 = 0.64 and concluded that according to its Test of goodness of fit is sufficiently good, and it is only 0.36 percent by determinant influencing the IHSG clarified by other variable as not inserted into the research model. It is noted simultaneously variables explanatory used is very significantly on á = 5% on IHSG. By coefficient of each variable then concluded that influence of variables either inflation and foreign exchange is significantly over IHSG, whereas for variable of Index Dow Jones is not significantly influencing IHSG.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

“Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Indek Dow Jones terhadap Pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia”.

Dalam penyelesaian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kemudahan dalam proses pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, sebagai Pembimbing I, dan Ibu Dra. Sri Mulyani,

MBA sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.

4. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si.Ak dan Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA. Ak selaku Anggota Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan yang berguna untuk perbaikan tesis ini.


(9)

5. Seluruh Civitas Akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademik, khususnya rekan-rekan Program Studi Akuntansi.

6. Keluarga Besar (Alm) Abdul Gani dan Ibunda Saniah serta Keluarga Besar T. Abubakar dan Cut Chadidjah yang telah banyak memberikan doa serta dukungan moril sehingga selesainya penulisan tesis ini.

7. Isteri tersayang Cut Radhiah yang dengan segala keikhlasannya memberikan dukungan, waktu dan perhatiannya kepada penulis, serta anak-anakku tersayang Mirza Kurniawan, Nuril Maghfirah dan Salman Alfarisy yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Rekan-rekan Angkatan XVII khususnya Aston, Ambo, Sigit, Eky, Yani, Fitri, Uswa, dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberi motivasi dan semangat dalam penulisan tesis ini.

Semoga ALLAH SWT selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatian kepada Penulis ketika masa kuliah dan saat penulisan tesis. Penulis menyadari tesis ini belum sempurna, namun diharapkan akan dapat berguna bagi semua pihak khususnya bagi pengembangan serta penelitian dalam bidang Pasar Modal.

Medan, Juni 2011 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Razali

Tempat dan Tanggal Lahir : Sigli/02 Januari 1975 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah Nama Orang Tua

Ayah : Alm. Abdul Gani

Ibu : Saniah

Alamat Rumah : Jl. Suka Makmur No. 10 STM Medan Johor Medan

Pendidikan

1. Tahun 1982 – 1988 : SD Negeri No. 1 Andeu Sigli 2. Tahun 1988 – 1991 : SMP Negeri Mila Sigli 3. Tahun 1991 – 1994 : SMAN Jabal Ghafur Sigli

4. Tahun 1994 – 1997 : Politeknik USU Jurusan Akuntansi

5. Tahun 2000 – 2003 : Fakultas Ekonomi Ektension USU Jurusan Akuntansi 6. Tahun 2009 – 2011 : Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana USU


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 8

1.3. Tujuan Penelitian... 8

1.4. Manfaat Penelitian... 9

1.5. Originalitas... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…..……….... 10

2.1. Landasan Teori... 10

2.1.1. Inflasi...…...………... 10

2.1.2. Nilai Tukar... 13

2.1.3. Indeks Dow Jones... 16

2.1.4. Indek Harga Saham Gabungan... 17

2.1.4.1. Perhitungan indek harga saham gabungan…… 18

2.1.4.2. Pergerakan harga saham (volatilitas)....……… 19

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 23

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS...….………. 26

3.1. Kerangka Pemikiran... 26

3.1.1. Hubungan Inflasi dengan Indek Harga Saham Gabungan... 26

3.1.2. Hubungan Nilai Tukar dengan Indek Harga Saham Gabungan... 26

3.1.3. Hubungan Indeks Dow Jones dengan Indek Harga Saham Gabungan... 27


(12)

BAB IV METODE PENELITIAN……….... 29

4.1. Jenis Penelitian... 29

4.2. Lokasi Penelitian... 29

4.3. Data Sekunder...……... 29

4.4. Metode Pengumpulan Data...……….... 30

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel... 30

4.6. Metode Analisis Data... 31

4.6.1. Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)……….. 32

4.6.2. Uji Asumsi Klasik………..………... 33

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…... 36

5.1. Deskripsi Variabel Penelitian………... 36

5.1.1. Perkembangan Inflasi………... 36

5.1.2. Perkembangan Nilai Tukar...……….…..…... 38

5.1.3. Perkembangan Indeks Dow Jones...………... 41

5.1.4. Perkembangan IHSG……… 43

5.2. Hasil Analisis Data dan Pembahasan.………... 46

5.2.1. Deskripsi Data………..……... 46

5.2.2. Uji Asumsi Klasik………..……... 46

5.2.2.1. Uji normalitas data……….. 47

5.2.2.2. Uji multikolinieritas………..……... 47

5.2.2.3. Uji heteroskedastisitas.……….…... 49

5.2.2.4. Autokorelasi...………..……... 51

5.2.3. Pengujian Hipotesis... 52

5.2.3.1. Uji statistik F...………... 53

5.2.3.2. Uji statistik t...………... 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………... 61

6.1. Kesimpulan………..…... 61

6.2. Keterbatasan………..…... 62

6.3. Saran………... 62


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 25

4.1. Operasional Variabel... 31

5.1. Perkembangan Inflasi Januari 2006 s/d Juni 2010... 36

5.2. Perkembangan Nilai Tukar Januari 2006 s/d Juni 2010... 39

5.3. Perkembangan Indeks Dow Jones Januari 2006 s/d Juni 2010... 41

5.4. Perkembangan IHSG Januari 2006 s/d Juni 2010... 44

5.5. Rangkuman Statistik Deskriptif... 46

5.6. Hasil Uji Multikolinieritas... 48

5.7. Hasil Uji Heteroskedastisitas... 49

5.8. Hasil Uji Autokorelasi... 52

5.9. Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi (R2)... 53

5.10. Hasil Perhitungan Uji F... 54


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Indeks Perdagangan IHSG……… 2

2.1. Kurva Permintaan dan Penawaran Saham……… 20

3.1. Kerangka Penelitian... 27

5.1. Perkembangan Inflasi Januari 2006 s/d Juni 2010... . 37

5.2. Perkembangan Inflasi Tahun 2006 s/d Juni 2010... 37

5.3. Perkembangan Nilai Tukar Januari 2006 s/d Juni 2010 ... 39

5.4. Perkembangan Nilai Tukar Tahun 2006 s/d Juni 2010... 40

5.5. Perkembangan Indek Dow Jones Januari 2006 s/d Juni 2010... 42

5.6. Perkembangan Indek Dow Jones Tahun 2006 s/d Juni 2010... 42

5.7. Perkembangan IHSG Januari 2006 s/d Juni 2010... ... 44

5.8. Perkembangan IHSG Tahun 2006 s/d Juni 2010... 45


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

I. Data Inflasi, Nilai tukar, Indek Dow Jones dan IHSG……… 67 II. Data Hasil Pengujian SPSS Ver 16………...……... 69


(16)

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN INDEKS DOW JONES TERHADAP PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM

GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh inflasi, nilai tukar, dan Indek Dow Jones terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Data yang dipakai adalah data sekunder yaitu data Inflasi, Nilai Tukar, Indeks Dow Jones dan IHSG.

Penentuan jumlah data yang digunakan time series (bulanan) waktu penelitian yaitu Januari 2006 sampai dengan Juni 2010 dengan 54 pengamatan. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah metode pengamatan (observasi) dan data tersebut diolah dengan menggunakan SPSS ver 16. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode regresi berganda.

Hasil analisa data diketahui model yang digunakan dalam mengestimasi faktor yang mempengaruhi IHSG sudah baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik, juga karena variasi kemampuan variabel-variabel penjelas dalam menjelaskan IHSG tergolong tinggi. Dengan tingkat R2 = 0.64 dapat disimpulkan bahwa dari segi uji kesesuaian (Test of goodness of fit) cukup baik, dan hanya 0.36 persen dari determinan yang mempengaruhi IHSG dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Secara serempak (simultan) variabel-variabel eksplanatori yang digunakan sangat signifikan pada á =

5% terhadap IHSG. Dari koefisien masing-masing variabel, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengaruh variabel inflasi dan nilai tukar sangat signifikan mempengaruhi IHSG, sedangkan untuk variabel Indek Dow Jones tidak signifikan mempengaruhi IHSG.


(17)

ANALYZE THE INFLUENCE OF INFLATION, FOREIGN EXCHANGE, INDEX DOW JONES ON THE EXISTENCE OF IHSG

IN INDONESIA MARKET STOCK

ABSTRACT

The objective of this study is to analyze the influence of inflation, foreign exchange, Index Dow Jones on the existence of IHSG in Indonesia Market Stock. The data used comprising secondary data such as inflation, foreign exchange, Index Dow Jones and IHSG.

In determining number of data there is used time series (monthly) with the period of research from January 2006 throughout June 2010 with 54 surveillances. The method adopted in taking the data perhaps with observation and the data has been processed by SPSS version 6 program. The model applied with econometrical method in multiple regression method.

The result of data analysis with certain model has been applied with the intend to estimate the factors influencing IHSG known well, for the has been applied there model free of violating classic assumption, also on variation capability of variables explanation in describing the existence of IHSG was classified high, noted its rate of R2 = 0.64 and concluded that according to its Test of goodness of fit is sufficiently good, and it is only 0.36 percent by determinant influencing the IHSG clarified by other variable as not inserted into the research model. It is noted simultaneously variables explanatory used is very significantly on á = 5% on IHSG. By coefficient of each variable then concluded that influence of variables either inflation and foreign exchange is significantly over IHSG, whereas for variable of Index Dow Jones is not significantly influencing IHSG.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pasar modal merupakan salah satu tempat (media) yang memberikan kesempatan berinvestasi bagi investor perorangan maupun institusional. Oleh karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang menarik bagi para akademisi dan praktisi pasar untuk mempelajarinya.

Indeks Harga Saham Gabungan mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Hal ini ditunjukkan dari perkembangan nilai IHSG dan nilai transaksi. Nilai IHSG pada mengalami peningkatan hingga 400 persen dari tahun 2000 hingga 2008. Kondisi ini juga diikuti nilai transaksi yang terus semakin meningkat. Nilai IHSG yang semakin tinggi merupakan bentuk kepercayaan investor atas kondisi ekonomi Indonesia yang semakin kondusif.

Namun krisis ekonomi global mulai pertengahan tahun 2008 telah mendorong jatuhnya nilai IHSG sebesar 50 persen dalam kurun waktu yang relatif singkat (satu tahun). Krisis yang berasal dari Amerika Serikat telah meruntuhkan perekonomian di benua Eropa dan Asia, khususnya negara berkembang.

Pada periode sebelum 1990, pasar modal di Indonesia belum berkembang karena pada umumnya perusahaan menerima dana dari bank terutama bank pemerintah. Terbukti dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)


(19)

sampai akhir tahun 1988 baru 24 perusahaan. Pasar modal di Indonesia baru berkembang setelah pemerintah mengeluarkan Pakto 1988 dan Pakdes 1988 yang berisi tentang kebijakan-kebijakan untuk mendorong perkembangan pasar modal. Pada akhir 1989, sebanyak 56 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI dan terus meningkat dari tahun ke tahun hingga menjadi 330 perusahaan pada akhir 2005 (Sa’adah dan Panjaitan, 2006).

Setelah ikut terseret pada saat krisis pada pertengahan 2008 lalu, indeks perdagangan telah menguat signifikan dari low Desember 2008 di kisaran 128,647, mengiringi berlangsungnya pemulihan ekonomi global sampai tahun 2010 ini. Namun memasuki tahun 2010, muncul permasalahan baru yang berpotensi menghambat pemulihan ekonomi global, yaitu krisis hutang zona Eropa terutama berasal dari negara Yunani. Hal tersebut memberikan tekanan yang berarti di tengah bullish-nya bursa saham global, termasuk bursa saham Indonesia.

Gambar 1.1. Indeks Perdagangan IHSG


(20)

Setelah mencapai low 128,647 pada Desember 2008 lalu, indeks perdagangan seiring dengan IHSG melejit tajam di tahun 2009. Indeks perdagangan telah meroket sekitar 114% sampai akhir 2009 di kisaran 275,758 dan kembali menguat mencapai level tertingginya sementara ini di kisaran 358,73 di bulan April 2010 ini. Namun beberapa minggu terakhir, indeks perdagangan merosot cukup tajam, di mana tercatat per tanggal 20 Mei 2010 sempat mencapai kisaran 302,986 atau anjlok sekitar 5,54% dari level tertinggi April 2010.

Khususnya sektor perdagangan IHSG, prospeknya masih cukup bagus tahun ini karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat. Di tahun 2010, BI memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia dapat mencapai 5-5,5% setelah di tahun 2009 bertumbuh 4,4%.

Proyeksi World Bank juga tidak berbeda jauh, di mana mereka memproyeksi ekonomi Indonesia akan bertumbuh sebesar 5,6% di tahun 2010. Menurut mereka, pendorong utama pertumbuhan ekonomi 2010 diperkirakan berasal dari permintaan dalam negeri (domestik) didukung pemulihan di sektor eksternal. Daya beli masyarakat diperkirakan masih tetap tinggi. Dengan suku bunga yang rendah dan nilai tukar Rupiah yang stabil dan kuat maka pasar domestik masih bisa tumbuh lebih baik.

Pertambahan perusahaan yang mencatatkan saham (emiten) dan pertumbuhan ekonomi nasional sangat mendukung aktivitas di bursa saham. Pergerakan indek saham dapat dilihat lewat Indek Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada tahun 1985, IHSG hanya mencapai 66,53 poin dan terus meningkat sampai dengan akhir tahun


(21)

1996 yang mencapai 637,43 poin. Bahkan pada tahun 1988, peningkatan IHSG mencapai 269,48 persen. Hal ini dapat terjadi karena pada tahun tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan penting untuk mendorong pertumbuhan pasar modal di Indonesia. Peningkatan kegiatan di bursa saham memberikan prospek yang positif terhadap perekonomian nasional sehingga IHSG dapat dijadikan salah satu indikator positif ekonomi yang penting di Indonesia. Sejalan dengan kejatuhan Dow Jones harga saham-saham di BEI juga berguguran sebagaimana terlihat dari penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG yang pada awal 2008 memasuki masa keemasan pada level 2.830, akibat kepanikan investor indeks juga turun ke level 1.174 pada 30 Oktober 2008 atau telah terkoreksi 59persen.

Indonesia sebagai negara berkembang mendapat pengaruh yang cukup besar dari krisis finansial global. Berbagai kebijakan diambil pemerintah untuk meredam pengaruh buruk dari krisis, mulai dari menaikkan tingkat suku bunga, menaikkan bahan bakar minyak, maupun memperketat lalu lintas mata uang asing.

Pasar modal memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, di mana nilai Indeks Harga Saham Gabungan dapat menjadi leading indicator economic pada suatu negara. Pergerakan indeks sangat dipengaruhi oleh ekspektasi investor atas kondisi fundamental negara maupun global. Adanya informasi baru akan berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya akan berpengaruh pada IHSG. Secara garis besar, ada tiga faktor utama yang berpengaruh terhadap pergerakan IHSG yaitu: faktor domestik, faktor asing, dan faktor aliran modal ke Indonesia.


(22)

Faktor asing merupakan salah satu implikasi dari bentuk globablisasi dan semakin terintegrasinya pasar modal di seluruh dunia. Kondisi ini memungkinkan timbulnya pengaruh dari bursa-bursa yang maju (developed) terhadap bursa yang sedang berkembang. Krisis yang mengakibatkan jatuhnya bursa Amerika Serikat yang terjadi belakangan ini telah menyeret bursa di Asia pada krisis tahun 1997, termasuk bursa Indonesia.

Selama tiga periode terakhir, jumlah investor asing tetap mendominasi kepemilikan saham di Bursa Efek Indonesia. Walupun demikian, kepemilikan investor lokal mengalami peningkatkan pada dua periode terakhir. Kondisi ini yang membuat pasar modal Indonesia rentan atas aliran dana yang masuk-keluar Indonesia. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh faktor-faktor di atas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Selain itu, pasar modal Indonesia yang termasuk kategori berkembang (emerging) sangat dipengaruhi oleh kinerja indeks saham pada negara maju (Amerika Serikat dan Cina), sehingga perlu dilihat pengaruhnya terhadap IHSG.

Reaksi turunnya Indeks Dow Jones Amerika akan menurunkan IHSG dari 2.745 poin pada Desember 2007 juga menurun menjadi 1.1332 poin pada Januari 2009 atau menurun sebesar 48 persen. Jogiyanto (2000) menyatakan bahwa lemahnya fondasi perekonomian Indonesia yang menyebabkan krisis moneter di Indonesia berakibat lebih parah dan lebih lama dibandingkan dengan negara ASEAN. Ketidakseimbangan antara jumlah permintaan dan penawaran dollar Amerika dalam jumlah yang relatif besar menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika


(23)

terus melemah. Hal ini diperparah lagi pada akhir tahun 1997 dengan adanya penutupan 38 bank yang tentunya mempengaruhi pasar modal. Chalimah (1996) menyatakan bahwa dampak dari penutupan bank ini adalah sangat besar karena bank sebagai sektor tersendiri dalam pasar modal dan proporsi nilai yang disumbangkan perbankan terhadap IHSG cukup besar.

Pada periode setelah krisis, IHSG kembali mulai mengalami peningkatan. Tahun 1999 IHSG mencapai 676,92 poin dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan pada tahun 2005 IHSG dapat mencapai 1.029,61 poin. Hal ini dapat terjadi karena pada tahun 1999 Indonesia mulai membangun kembali perekonomian nasional yang terpuruk akibat krisis. Pemerintah berusaha memulihkan kondisi pasar modal dengan mengembalikan kepercayaan para investor baik domestik maupun asing agar mau menanamkan modalnya kembali.

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang berlangsung cukup tinggi, tidaklah secara otomatis mengakibatkan membaiknya situasi pasar modal. Tidak mungkin atau mustahil untuk melihat sebuah persamaan di mana indek harga saham menjadi fungsi dari pertumbuhan ekonomi, rendahnya tingkat suku bunga, tingkat Inflasi dan posisi pembayaran. Karena itu dibutuhkan penjelasan yang tidak bersifat persamaan atau bersifat ekonometris, namun tetap mengandung nalar, dalam pengertian masih dapat dijelaskan hubungan-hubungan tersebut dalam konsep ilmu ekonomi. Pertanyaan-pertanyaan yang langsung timbul adalah menyangkut segi-segi yang sulit dikategorikan sebagai konsep ekonomi atau ilmu ekonomi. Maksudnya bagaimana menempatkan regulasi, perlindungan hukum dan pengaturan transaksi dalam


(24)

kaitannya dengan perkembangan bursa. Jadi, bila IHSG merosot terus-menerus, sementara pertumbuhan ekonomi berlangsung cukup tinggi dan tingkat inflasi serta tingkat suku bunga deposito menurun, maka memerlukan faktor penjelas yang mungkin sekali berada di luar masalah ekonomi.

Faktor domestik yang mempengaruhi IHSG berupa faktor fundamental yaitu inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, suku bunga, maupun nilai tukar rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut dianggap dapat berpengaruh terhadap ekspektasi investor yang akhirnya berpengaruh pada pergerakan indeks (Pasaribu, Tobing, Manurung, 2008).

Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 2000). Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi.

Inflasi adalah keadaan di mana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi.

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000).


(25)

Bagaimana bursa merespon terhadap shock dari bursa lain, apabila terjadi shock di Amerika Serikat maka bursa-bursa regional tidak akan terlalu meresponnya. Hanya di Singapura, Hong Kong, Jepang dan Taiwan dan New Zealand yang akan langsung merespon, dan respon pun tidak cukup besar. Sebaliknya jika shock di Singapura, Australia atau Hong Kong, secara cepat shock tersebut akan ditransmisikan ke hampir semua bursa saham di Asia Pasifik, termasuk BEI.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk membuat penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pergerakkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan yang akan dilakukan pembahasan pada penelitian adalah Apakah ada pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan Indeks Dow Jones baik secara simultan maupun parsial terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan permasalahan di atas maka masalah yang akan diinvestigasi dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan Indeks Dow Jones baik secara simultan maupun parsial terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.


(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi penulis. Hasil penelitian dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

mengenai pergerakan IHSG terutama pengaruh tingkat inflasi, nilai tukar rupiah,dan Indeks Dow Jones terhadap pergerakan indeks IHSG. Selain itu juga dapat memberikan informasi dan masukan yang dibutuhkan oleh pemegang saham, kreditur dan pihak-pihak terkait lainnya.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan, pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dalam mengambil kebijakan yang akan ditempuh sehubungan dengan pergerakan IHSG di BEI.

3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan tambahan referensi dan informasi bagi masyarakat dan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

1.5. Originalitas

Penelitian tentang Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Indeks Dow Jones terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (ISHG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan hasil replikasi dengan berbagai modifikasi dari peneliti yang dilakukan oleh “Theresia” tahun 2002 dengan judul Analisis Pengaruh Nilai Tukar dan Suku Bunga terhadap IHSG di BEI. Penulis dalam penelitian ini menambah dua variabel independen yaitu Inflasi dan Indeks Dow Jones dan mengenai variabel suku bunga penulis tidak membuat acauan dalam penelitian ini, periode data yang diteliti dari bulan Januari 2006 samapai dengan 30 Juni 2010.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono, 2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama.

Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan kenaikan harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa (Pohan, 2008). Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar dan terus-menerus, bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 2000). Kenaikan sejumlah bentuk barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi.

Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan di mana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus-menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan


(28)

sesaat). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi.

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000).

1. Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect).

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang di mana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat.

2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effects).

Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa


(29)

barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang tertentu.

3. Efek terhadap Output (Output Effects).

Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.

Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak

saja”). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi - akan tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah.


(30)

Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar

daripada 5 persen setahun.

2.1.2. Nilai Tukar

Nilai tukar Rupiah atau disebut juga Nilai Tukar Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara di mana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut nilai tukar valuta asing atau nilai tukar (Salvatore, 2008).

Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nlai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain (Mankiw, 2006).

Nilai tukar valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan “kuat” apabila transaksi

autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing (Nopirin, 2000).


(31)

Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro (Pohan, 2008).

Menurut Sukirno (2002) besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan Nilai tukar mata uang asing. Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara lain, di mana masing-masing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lain.

Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank central terhadap pasar uang. Nilai tukar yang lazim disebut nilai tukar, mempunyai peran penting dalam rangka stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank central pada waktu-waktu tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak yang


(32)

berlebihan. Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dollar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per dollar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dollar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki dollar akan membayar 120 yen untuk setiap dollar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “Nilai Tukar” di antara kedua negara, mereka biasanya mengartikan

nilai tukar nominal (Mankiw, 2006).

Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai tukar (exchange rate) atau Nilai tukar adalah harga satu mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2006). Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:

*

P P S

Q

di mana Q dalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri.


(33)

Nilai tukar inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya Nilai Tukar Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003). Turunnya nilai tukar menurunkan kemampuan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing salah satu dampaknya terhadap impor.

2.1.3. Indeks Dow Jones

Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indek pasar saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan pendiri Dow Jones & Company Charles Dow. Dow membuat indek ini sebagai suatu cara untuk mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika. Saat ini DJIA merupakan indek pasar AS tertua yang masih berjalan.

Sekarang, bursa saham ini terdiri dari 30 perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang sudah secara luas go public. Untuk mengkompensasi efek pemecahan saham dan penyesuaian lainnya, sekarang ini menggunakan weighted average. bukan rata-rata aktual dari harga saham komponennya.

Adapun perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Indeks Dow Jones adalah: 3M (konglomerat, manufaktur), Alcoa (aluminium), Altria Group American International Group American Express, Boeing, Caterpillar, Citigroup, Coca-Cola, DuPont, Exxon Mobil, General Electric, General Motors, Hewlett-Packard, Home Depot, Honeywell International, Intel, International Business Machines, J.P. Morgan Chase, Johnson & Johnson, McDonald's, Merck & Co, Microsoft, Pfizer, Procter


(34)

and Gamble, SBC Communications, United Technologies, Verizon, Wal-Mart, Walt Disney Company.

Indeks Dow Jones merupakan rata-rata indek saham terbesar di dunia oleh karena itu pergerakan Indeks Dow Jones dapat mempengaruhi hampir seluruh indek saham dunia termasuk IHSG. Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG diperkirakan positif dalam arti kenaikan Indeks Dow Jones akan mengakibatkan naiknya IHSG di Bursa Efek Indonesia hal ini disebabkan oleh adanya sentimen positif dari para investor terhadap kondisi ekonomi dunia.

2.1.4. Indek Harga Saham Gabungan

Indek harga adalah suatu angka yang digunakan untuk melihat perubahan mengenai harga dalam waktu dan tempat yang sama ataupun berlainan. Indek adalah ukuran statistik yang biasanya digunakan menyatakan perubahan-perubahan perbandingan nilai suatu variabel tunggal atau nilai sekelompok variabel. Menurut Jogiyanto (2000), Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) sebenarnya merupakan angka indek harga saham yang sudah disusun dan dihitung sehingga menghasilkan trend, di mana angka indek adalah angka yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan membandingkan kejadian yang dapat berupa perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Dalam perhitungan angka indek ini digunakan waktu dasar (base period) dan waktu yang sedang berjalan (given/parent period).

Adapun jenis-jenis Indek Harga Saham Gabungan adalah:

1. Seluruh saham, adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham yang tercatat di suatu bursa efek.


(35)

2. Kelompok saham, adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja kelompok saham yang tercatat di suatu bursa efek.

a. Indek LQ 45 adalah indek atas 45 emiten yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, dengan tolak ukur likuiditas dan nilai kapitalisasi pasar.

b. Indek JII (Jakarta Islamic Index) indek yang digunakan sebagai tolak ukur (bencmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah.

3. Jenis usaha (sektoral) adalah suatu nilai untuk mengukur kinerja kelompok saham yang sudah diklasifikasikan ke dalam 9 sektor yaitu sektor pertanian, pertambangan, industri dasar dan kimia, industri barang konsumsi, properti dan real estate, transportasi dan infrastruktur, Keuangan, perdagangan, jasa dan investasi

2.1.4.1. Perhitungan indek harga saham gabungan

Perhitungan harga saham gabungan dilakukan untuk mengetahui perkembangan rata-rata seluruh saham yang tercatat di bursa. Untuk menghitung indek harga saham gabungan, digunakan formula sebagai berikut:

IHSG = 100

perdana Harga x tercatat saham Jumlah Dasar Nilai terakhir Harga x tercatat saham Jumlah Pasar Nilai    Keterangan:


(36)

Nilai Pasar = Rata-rata tertimbang nilai pasar (jumlah lembar tercatat di bursa dikali dengan harga pasar per lembarnya) dari saham umum dan saham preferen pada hari ke-t.

Nilai Dasar = Sama dengan nilai pasar tetapi dimulai dari tanggal 10 Agustus 1982.

Untuk mengeliminir pengaruh faktor-faktor yang bukan harga saham, nilai dasar selalu disesuaikan bila terjadi corporate action seperti split saham, dividen saham, saham bonus, penawaran terbatas dan sebagainya. Dengan demikian indek akan benar-benar mencerminkan pergerakan saham saja.

2.1.4.2. Pergerakan harga saham (volatilitas)

Penilaian kinerja saham perusahaan dari luar perusahaan dilakukan oleh pasar melalui pola perilaku pergerakan harga saham dari waktu ke waktu. Harga saham (market price) merupakan nilai pasar (market value) dari setiap lembar saham perusahaan. Pergerakan harga saham ditentukan oleh dinamika penawaran (supply) dan permintaan (demand).


(37)

Harga Saham (P)

So

E1

P1

Po Eo D1

Do

Qo Kuantitas Saham (Q) Sumber: Satiningsih dkk, 2005

Gambar 2.1. Kurva Permintaan dan Penawaran Saham

Gambar 2.1 menunjukkan ilustrasi pergerakan IHSG dengan menggunakan kurva permintaan dan penawaran saham. Pada suatu periode tertentu, penawaran suatu saham adalah tetap sehingga kurvanya vertikal seperti ditunjukkan oleh kurva So. Permintaan pasar (market demand) merupakan permintaan agregat dari seluruh investor, sehingga kurvanya relatif horizontal seperti ditunjukkan oleh kurva Do. Keseimbangan harga terjadi saat kurva penawaran dan permintaan agregat berpotongan yang terjadi pada titik Eo. Karena kurva penawaran bersifat tetap maka pergerakan harga saham diakibatkan oleh pergerakan (pergeseran) kurva permintaan. Ketika kurva permintaan naik dari Do menjadi D1, maka keseimbangan baru terjadi pada harga yang lebih tinggi (harga naik) yaitu P1. Jadi perilaku harga suatu saham merupakan cermin permintaan agregat dari para investor.


(38)

Oleh karena pergerakan harga saham disebabkan oleh pergerakan kurva demand, maka faktor-faktor penggeser demand seperti harga saham-saham lainnya, pendapatan investor dan jumlah investor saham menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham.

Investor dalam membentuk portofolio aset-aset investasinya akan mempertimbangkan risiko dan tingkat keuntungan. Apabila seorang investor membentuk suatu portofolio maka investor akan mendapat keuntungan sebesar rata-rata terbobot dari masing-masing tingkat keuntungan aset, dengan risiko portofolio yang lebih kecil dari risiko terbobot dari masing-masing risiko aset. Besarnya tingkat keuntungan dan risiko portofolio tergantung dari jumlah aset yang membentuk portofolio tersebut. Risiko portofolio tergantung dari korelasi tingkat keuntungan antar aset, sedangkan rata-rata tingkat keuntungan portofolio tidak tergantung dari korelasi tingkat keuntungan antar aset. Sifat portofolio ini menguntungkan bagi investor karena investor dapat melakukan diversifikasi untuk mengurangi risiko portofolionya (Bodie, Kane dan Marcus, 2002).

Secara umum pergerakan harga saham dipengaruhi oleh faktor internal (lingkungan mikro) dan faktor eksternal (lingkungan makro).

Lingkungan mikro yang mempengaruhi volatilitas harga saham antaralain:

a. Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti pengiklanan, rincian kontrak, produk baru, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan produksi, laporan keamanan produk, dan laporan penjualan.


(39)

b. Pengumuman pendanaan (financing announcement), seperti pengumuman yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang, sekuritas yang hybrid, leasing, kesepakatan kredit, pemecahan saham, pembelian saham, joint venture, dan lainnya.

c. Pengumuman badan direksi manajemen (manajement-board of director announcement), seperti perubahan dan penggantian direktur, manajemen, dan stuktur organisasi.

d. Pengumuman penggabungan pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan merger, investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisi dan diakuisisi, laporan divestasi dan lainnya.

e. Pengumuman investasi (investment announcement), seperti melakukan ekspansi pabrik, pengembangan riset dan pengembangan, penutupan usaha dan lainnya. f. Pengumuman ketenagakerjaan (labor announcement), seperti negosiasi baru,

kontrak baru, pemogokan dan lainnya.

g. Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba sebelum akhir tahun fiskal dan setelah akhir tahun fiskal, earning pershare (EPS) dan dividen per share (DPS), price earnings ratio, book ratio, net profit margin, return on assets (ROA), ROE, dan lain-lain.

Lingkungan ekonomi makro yang mempengaruhi volatilitas harga saham antara lain: a. Pengumuman dari pemerintah, seperti perubahan suku bunga tabungan dan

deposito, nilai tukar valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan pemerintah.


(40)

b. Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan karyawan terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap manajernya.

c. Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti laporan pertemuan tahunan, insider trading, volume/harga saham perdagangan, pembatasan/penundaan trading.

d. Gejolak sosial politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya volatilitas harga saham di bursa efek suatu negara.

e. Berbagai issue baik dari dalam dan luar negeri, seperti issue lingkungan hidup, hak asasi manusia, kerusuhan massal, yang berpengaruh terhadap perilaku investor.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Analisis hasil dari beberapa peneliti sebelumnya akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini yang berkaitan dengan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG). Berikut ini penelitian terdahulu yang dikemukakan sebagai berikut:

Thresia Puji Rahayu (2002) telah melakukan analisis mengenai pengaruh nilai tukar dan suku bunga terhadap Indek Harga Saham Gabungan di BEI. Hasilnya adalah nilai tukar dan SBI berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG.


(41)

Tandelilin, (2007) telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi resiko sistemik beberapa saham di Indonesia dengan menggunakan variable inflasi, suku bunga dan perubahan GDP. Hasilnya diperoleh adalah secara serempak variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap resiko saham.

Haryanto dan Riyanto, (2007) telah melakukan analisis mengenai pengaruh suku bunga SBI dan nilai nilai tukar terhadap resiko sistematik saham perusahaan di BEI. Hasilnya diperoleh adalah SBI dan nilai nilai tukar secara serempak variabel tersebut mempengaruhi resiko sistematis saham, namun tidak secara signifikan pada dua karakteristik industri yang berbeda.

Mansyur, (2005) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh indek bursa global terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia. Hasilnya diperoleh adalah indek bursa global secara serempak memberi pengaruh yang signifikan terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia.


(42)

Tabel 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Variabel

Dependen

Variabel

Independen Hasil/Temuan

1 Tandelilin (1997)

Determinant of Systematic Risk: The Experience of Some Indonesia Common Stock Risiko Saham Tingkat inflasi, suku bunga, dan perubahan GDP Secara bersama-sama variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko sistematik namun tingkat suku bunga secara parsial terbukti berpengaruh signifikan terhadap risiko sistematis 2 M.Y. Dedy

Haryanto dan Riyatno (2007)

Pengaruh Suku Bunga SBI dan Nilai Nilai Tukar Terhadap Risiko Sistematik Saham Peusahaan di BEI

Risiko Saham

SBI dan Nilai Tukar

SBI dan Nilai Tukar terbukti mempengaruhi risiko sistematis saham namun hasilnya tidak signifikan pada dua karakteristik yang berbeda

3 Moh. Mansyur (2005) Pengaruh Indek Bursa Global terhadap Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) Pada Bursa Efek Jakarta (BEI) Peiode Tahun 2000-2002

IHSG Indek Kospi, Hang Seng, Nikkei, TAIEX, Dow Jones FTSE, ASX Ketujuh indek tersebut secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap IHSG di BEI

4 Theresia Puji Rahayu (2002)

Analisis Pengaruh Nilai Tukar dan Suku Bunga

terhadap IHSG di BEI

IHSG Nilai Tukar, SBI Variabel-variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen


(43)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Pemikiran

Kerangka konseptual menjelaskan hubungan masing-masing variabel secara teoritis dan empiris sehingga menjadi suatu kesatuan konsep yang utuh yang memberikan makna dalam penelitian.

3.1.1. Hubungan Inflasi dengan Indek Harga Saham Gabungan

Inflasi berpengaruh negatif terhadap return pasar, keadaan ini terjadi karena jika inflasi bergerak naik menyebabkan biaya operasional perusahaan yang terdaftar di BEI menjadi membengkak, karena naiknya harga bahan baku, gaji karyawan, dan lain-lain. Akibatnya, laba bersih para emiten dikhawatirkan akan turun. Sehingga harga sahamnya pun turun. Jika hal ini terjadi pada banyak saham, maka IHSG secara keseluruhan juga akan turun, begitu juga sebaliknya.

3.1.2. Hubungan Nilai Tukar dengan Indek Harga Saham Gabungan

Indeks nilai tukar berpengaruh negatif terhadap return pasar (IHSG), hal ini dikarenakan peningkatan indeks nilai tukar (rupiah menguat), menyebabkan investor lebih memilih untuk investasi dalam bentuk dollar (harga dollar semakin rendah). Permintaan terhadap saham menjadi turun, harga saham turun yang diikuti oleh penurunan indeks harga saham; pada akhirnya return pasar juga turun.


(44)

3.1.3. Hubungan Indeks Dow Jones dengan Indek Harga Saham Gabungan

Peranan investor domestik makin meningkat akan tetapi terdapat kebiasaan dari investor domestik untuk melakukan strategi mengekor pada investor asing atau setidaknya investor domestik menggunakan perilaku investor asing sebagai acuan. Sehingga saat investor asing melepas sahamnya, investor domestik pun ikut-ikutan, akibatnya indeks dapat turun semakin tajam oleh tindakan panic selling. maka pergerakan IHSG akan cenderung mengikuti pergerakan Indeks Dow Jones dan sebaliknya.

Berdasarkan landasan teoritis dan hasil penelitian terdahulu, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependem

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian

Indek Harga Saham Gabungan

(Y) Inflasi

(X1)

Indeks Dow Jones (X3)

Nilai Tukar (X2)


(45)

3.2. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka/teori dan kajian empiris yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat ditarik hipotesis penelitian “Ada Pengaruh Inflasi, Pengaruh Nilai Tukar Rupiah dan Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia secara Simultan dan Parsial”.


(46)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu hanya mengambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi mengenai pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan Indeks Dow Jones terhadap pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG), dengan tujuan untuk menguji hipotesis-hipotesis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

4.2. Lokasi Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di bursa efek Indonesia melalui situs www.bei.co.id, www.bi.co.id dan www.idx.co.id sedangkan waktu penelitian dimulai Nopember 2010 sampai dengan selesai. Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi pergerakan Indek Harga Saham Gabungan, dan faktor-faktor tersebut yaitu inflasi, nilai tukar rupiah dan Indeks Dow Jones. Jangka waktu dalam penelitian yang digunakan selama 54 bulan, mulai bulan Januari 2006 sampai bulan Juni 2010.

4.3. Data Sekunder

Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi pergerakan Indek Harga Saham Gabungan, dan


(47)

faktor-faktor tersebut yaitu inflasi, nilai tukar rupiah dan Indeks Dow Jones. Jangka waktu dalam penelitian yang digunakan selama 54 bulan, mulai bulan Januari 2006 sampai bulan Juni 2010 yang bersumber dari Bank Indonesia (BI), data pergerakan dan inflasi bersumber dari Bursa Efek Indonesia (BEI).

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang diambil meliputi inflasi, nilai tukar rupiah, Indeks Dow Jones dan IHSG yang bersumber dari Bank Indonesia (BI) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data runtun Jangka waktu penelitian yang digunakan selama 54 bulan, mulai bulan Januari 2006 sampai bulan Juni 2010 yang bersumber dari Bank Indonesia (BI), data pergerakan dan inflasi bersumber dari Bursa Efek Indonesia (BEI).

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel

Berdasarkan pada masalah dan hipotesis yang akan diuji, maka variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel IHSG adalah nilai indeks gabungan seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Satuannya adalah basis point perbulan.

2. Variabel Inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Inflasi diukur dalam persen (persen) perbulan.

3. Variabel nilai tukar, adalah rasio/perbandingan antara mata uang rupiah terhadap dollar Amerika. Satuannya adalah Rp/$ perbulan.


(48)

4. Indeks Dow Jones adalah rata-rata indek saham yang ada di Amerika Serikat. Satuannya adalah basis point perbulan.

Variabel-variabel tersebut di atas diukur dengan skala pengukuran sebagai berikut:

Tabel 4.1. Operasional Variabel

Jenis Variabel

Nama Variabel Definisi Variabel Skala

Pengukuran

Independen Inflasi (X1)

Nilai Tukar (X2)

Indeks Dow Jones (X3)

Kecendrungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Perbandingan antara mata uang rupiah terhadap dollar Amerika.

Menghitung rata-rata indek saham yang ada di Amerika Serikat.

Rasio

Rasio

Rasio

Dependen Indek Harga Saham Gabungan (Y)

Menghitung nilai indeks gabungan seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Rasio

4.6. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Metode Regresi Berganda (multiple regression analysis). Hal ini digunakan untuk melihat elastisitas Variabel Independen (inflasi, nilai tukar dan Indeks Dow Jones) terhadap Variabel Dependen (indeks harga saham gabungan/IHSG). Dan sebagai alat analisis untuk mengolah data adalah dengan menggunakan program SPSS versi 16.


(49)

Untuk melihat seberapa besar pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah, dan Indeks Dow Jones terhadap pergerakan IHSG di BEI selama kurun waktu bulan Januari 2006 sampai bulan Juni 2010, dianalisa dengan menggunakan metode Regresi Berganda (multiple regression analysis). Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel terikat terhadap variabel bebas. Persamaan/model regresi berganda yang diperoleh adalah:

Di mana:

Y = Indek Harga Saham Gabungan (basis point/bsp) X1 = Inflasi secara umum (%)

X2 = Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar US (Rp/$) X3 = Indeks Dow Jones (basis point/bsp)

a = Konstanta

b1, b2, b3 = Koefisien Regresi e = Error Term

4.6.1. Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)

Estimasi terhadap model dilakukan dengan mengguanakan metode yang tersedia pada program statistik SPSS versi 17. Koefisien yang dihasilkan dapat dilihat pada output regresi berdasarkan data yang dianalisis untuk kemudian diinterpretasikan serta dilihat signifikansi tiap-tiap variabel yang diteliti.


(50)

a. R² (koefisien determinasi) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel bebas (independent variable) menjelaskan variabel terikat (dependent variabel).

b. Uji parsial (t-test), dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial. Jika thit > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.

c. Uji serempak (F-test), dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara serempak. Jika Fhit > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.

4.6.2. Uji Asumsi Klasik

Setelah dilakukan pengujian regresi, maka dilakukan evaluasi. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah penggunaan model regresi linier berganda dalam menganalisis telah memenuhi asumsi klasik yang dipersyaratkan.

Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

a. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linear diantara variabel-variabel dalam model regresi. Interprestasi dari persamaan regresi linier secara emplisit bergantung bahwa variabel-variabel beda dalam persamaan tidak saling berkorelasi. Bila variabel-variabel bebas berkorelasi dengan sempurna,


(51)

maka disebut multikolinieritas sempurna. Multikolinieritas dapat dideteksi dengan besaran-besaran regresi yang didapat yaitu:

1. Variasi besar.

2. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar, maka standar error besar sehingga interval kepercayaan lebar).

3. Uji-t tidak signifikan. Suatu variabel bebas secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana bias tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standar error terlalu besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi tidak signifikan.

4. R² tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari t-test.

5. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan substansi sehingga dapat menyesatkan interprestasi.

b. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara residual (anggota) pada serangkaian observasi tertentu dalam suatu periode tertentu. Dalam model regresi linier berganda juga harus bebas dari autokorelasi. Ada berbagai metode yang digunakan untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi. Dalam penelitian ini digunakan metode Uji Durbin Watson. Menurut Durbin Watson, besarnya koefisien Durbin Watson adalah antara 0-4. Kalau koefisien Durbin Watson sekitar 2, maka dapat dikatakan tidak ada korelasi, kalau besarnya mendekati 0, maka terdapat autokorelasi positif dan jika besarnya mendekati 4 (empat) maka terdapat autokorelasi negatif (Gujarati, 2006).


(52)

c. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi karena perubahan situasi yang tidak tergambarkan dalam spesifikasi model regresi yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan tingkat keakuratan data. Dengan kata lain, heteroskedastisitas terjadi jika residual tidak memiliki varian yang konstan. Dalam model regresi diharapkan tidak terjadi heteroskedastisitas. “Heteroskedastisitas dapat diuji dengan menggunakan uji metode Grafik, yaitu dengan melihat ada tidaknya pola tertentu yang tergambar pada scatterplot” (Umar, 2008).

Dasar pengambilan keputusan adalah:

a. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka telah terjadi heteroskedastisitas.

b.Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Umar, 2008).

d. Uji Normalitas Data

Sebelum dilakukan pengolahan data dengan menggunakan uji regresi, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Uji normalitas data dilakukan untuk menganalisis apakah syarat persamaan regresi sudah dipenuhi atau belum. Output dari uji normalitas data adalah berupa gambar visual yang menunjukkan jauh-dekatnya titik-titik pada gambar tersebut dengan garis diagonal.


(53)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Variabel Penelitian

5.1.1. Perkembangan Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. Inflasi diukur dalam persen (persen) data mulai Januari 2006 s/d Juni 2010. Berikut data inflasinya:

Tabel 5.1. Perkembangan Inflasi Januari 2006 s/d Juni 2010

No. Bulan Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1 JANUARI 17.03 6.26 7.36 9.17 3.72

2 FEBRUARI 17.92 6.30 7.40 8.60 3.81

3 MARET 15.74 6.52 8.17 7.92 3.43

4 APRIL 15.40 6.29 8.96 7.31 3.91

5 MEI 15.60 6.01 10.38 6.04 4.16

6 JUNI 15.53 5.77 11.03 3.65 5.05

7 JULI 15.15 6.06 11.90 2.71

8 AGUSTUS 14.90 6.51 11.85 2.75

9 SEPTEMBER 14.55 6.95 12.14 2.83

10 OKTOBER 6.29 6.88 11.77 2.57

11 NOPEMBER 5.27 6.71 11.68 2.41

12 DESEMBER 6.60 6.59 11.06 2.78

Rata-rata 13.33 6.40 10.31 4.90 4.01


(54)

PERKEMBANGAN INFLASI 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

BULAN THN 2006 THN 2007 THN 2008 THN 2009 THN 2010

Gambar 5.1. Perkembangan Inflasi Januari 2006 s/d Juni 2010

13.33 6.40 10.31 4.90 4.01 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 BULAN

2006 2007 2008 2009 2010

PERKEMBANGAN INFLASI TAHUN 2006 - JUNI 2010

Gambar 5.2. Perkembangan Inflasi Tahun 2006 s/d Juni 2010

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui tingkat inflasi yang terendah terjadi pada awal tahun 2010 sedangkan inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2006 dan awal tahun 2008. Naiknya inflasi disebabkan adanya kenaikan jumlah uang beredar, turunnya


(55)

suku bunga dan permintaan masyarakat akan barang juga meningkat. Inflasi yang paling tinggi terjadi pada awal tahun 2006 hingga mencapai level di atas 17,92 persen dengan rata-rata mencapai 13,33 persen pertahun. Tingginya inflasi tersebut disebabkan adanya adanya peningkatan dari permintaan masyarakat akan barang sehingga nilai uang akan menurun, pergerakan harga-harga yang secara terus-menerus mendorong terjadinya inflasi.

Turunnya inflasi pada tahun 2010 dengan rata-rata 4,01 persen pertahun akibat membaiknya kondisi ekonomi, di mana tidak terjadi penyebab naiknya inflasi seperti pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang terpenuhi dan daya beli yang tidak signifikan mengalami peningkatan, oleh sebab itu rendahnya inflasi dapat dikatakan sebagai efek membaiknya kondisi ekonomi baik dalam permintaan maupun penawaran barang yang relatif seimbang.

5.1.2. Perkembangan Nilai Tukar

Nilai tukar merupakan satuan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS yang berarti nilai yang mencerminkan harga mata uang Dollar AS dalam satuan Rupiah, data mulai Januari 2006 sampai dengan Juni 2010. Berikut penjelasan perkembangan nilai tukar:


(56)

Tabel 5.2. Perkembangan Nilai Tukar Januari 2006 s/d Juni 2010

No. Bulan Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1 JANUARI 9395.00 9090.00 9291.00 11355.00 9365.00

2 FEBRUARI 9230.00 9160.00 9181.15 11980.00 9335.00

3 MARET 9075.00 9118.00 9184.94 11575.00 9115.00

4 APRIL 8775.00 9083.00 9208.64 10713.00 9012.00

5 MEI 9220.00 8828.00 9290.80 10340.00 9180.00

6 JUNI 9300.00 9054.00 9225.00 10225.00 9083.00

7 JULI 9070.00 9186.00 9118.00 9920.00

8 AGUSTUS 9100.00 9410.00 9153.00 10060.00

9 SEPTEMBER 9235.00 9137.00 9378.00 9681.00

10 OKTOBER 9110.00 9103.00 10995.00 9545.00

11 NOPEMBER 9165.00 9376.00 12151.00 9480.00

12 DESEMBER 9020.00 9419.00 10950.00 9400.00

Rata-rata 9141.25 9163.67 9760.54 10356.17 9181.67

Sumber: www.bi.co.id PERKEMBANGAN KURS 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 14000.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

BULAN THN 2006 THN 2007 THN 2008 THN 2009 THN 2010


(57)

9141.25 9163.67

9760.54

10356.17

9181.67

8500.00 9000.00 9500.00 10000.00 10500.00

BULAN

2006 2007 2008 2009 2010

PERKEMBANGAN KURS TAHUN 2006 - JUNI 2010

Gambar 5.4. Perkembangan Nilai Tukar Tahun 2006 s/d Juni 2010

Berdasarkan Tabel 5.2 di atas diketahui perkembangan nilai tukar yang paling tinggi terjadi pada tahun 2006 pada posisi rata-rata di atas Rp. 9.144,25 per dollar sedangkan nilai nilai tukar yang paling rendah terjadi pada tahun 2009 terdepresisi ke level Rp. 10.356,47 per dollar. Peningkatan nilai tukar terjadi karena adanya kapital inflow yang masuk ke Indonesia dan sebaliknya. Titik nilai tukar yang paling tertinggi terjadi pada bulan Mei tahun 2007 yang mencapai di bawah Rp. 8.828 per dollar Amerika Serikat. Apresiasi tersebut terjadi akibat adanya berbagai faktor yang terjadi khususnya terhadap menguatnya kondisi makro ekonomi Indonesia dan pasca pemilu yang aman dan damai sehingga direspon oleh kalangan ekonomi dengan positif. Kuatnya fundamental ekonomi Indonesia mendorong masyarakat untuk memegang rupiah dibandingkan dengan dollar Amerika Serikat. Sedangkan depresiasi rupiah yang paling tertinggi terjadi pada bulan Nopember tahun 2008 dan Februari tahun 2009 hingga mencapai titik terendah yaitu di atas Rp. 11.900 per US dollar. Depresiasi tersebut terjadi akibat krisis keuangan global yang melanda


(58)

Amerika Serikat dan dunia sehingga menurunkan berbagai indikator ekonomi Indonesia seperti pasar saham dan turunnya ekspor-impor Indonesia. Banyak investor yang menarik uangnya dari sektor keuangan ke sektor riil sehingga dapat menurunkan nilai tukar rupiah sebagai salah satu sumber pasar keuangan.

5.1.3. Perkembangan Indeks Dow Jones

Indeks Dow Jones merupakan indeks harga saham terbesar di Eropa yaitu indeks harga saham Amerika, data mulai Januari 2006 sampai dengan Juni 2010. Indeks Dow Jones merupakan indeks harga saham terbesar di Eropa yaitu indeks harga saham Amerika, data mulai Januari 2006 sampai dengan Juni 2010.

Tabel 5.3. Perkembangan Indeks Dow Jones Januari 2006 s/d Juni 2010

No. Bulan Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1 JANUARI 10864.86 12621.69 12650.36 8000.86 10067.73

2 FEBRUARI 10993.41 12268.63 12266.39 7062.93 10325.26

3 MARET 11109.32 12354.35 12262.89 7608.91 10856.63

4 APRIL 11367.14 13062.91 12820.13 8168.12 11008.61

5 MEI 11168.31 13627.64 12638.32 8500.33 10136.63

6 JUNI 11150.22 13408.62 11350.01 8447.01 9774.02

7 JULI 11185.68 13211.99 11378.02 9171.61

8 AGUSTUS 11381.15 13357.74 11543.55 9496.28

9 SEPTEMBER 11679.07 13895.63 10850.66 9712.27

10 OKTOBER 12080.73 13930.01 9325.01 9712.73

11 NOPEMBER 12221.93 13371.72 8829.04 10344.83

12 DESEMBER 12463.15 13264.82 8776.39 10428.04

Rata-rata 11472.08 13197.98 11224.23 8887.83 10361.48 Sumber: www.idx.id


(59)

PERKEMBANGAN INDEK DOW JONES 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 14000.00 16000.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

BULAN THN 2006 THN 2007 THN 2008 THN 2009 THN 2010

Gambar 5.5. Perkembangan Indek Dow Jones Januari 2006 s/d Juni 2010

11472.08 13197.98 11224.23 8887.83 10361.48 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 14000.00 TAHUN

2006 2007 2008 2009 2010

PERKEMBANGAN INDEK DOW JONES TAHUN 2006 - JUNI 2010

Gambar 5.6. Perkembangan Indek Dow Jones Tahun 2006 s/d Juni 2010

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui perkembangan Indeks Dow Jones pada awal tahun 2004 sampai akhir tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan.


(60)

Naiknya Indeks Dow Jones disebabkan adanya peningkatan terhadap fundamental makro ekonomi Amerika Serikat dan dunia sehingga dapat meningkatkan indikator ekonomi Amerika Serikat seperti naiknya PDB, turunnya pengangguran, naiknya kepercayaan investor terhadap perusahaan dan neraca pembayaran yang terus surplus. Kemudian setelah krisis Subprime Morgage terjadi menyebabkan Indeks Dow Jones mengalami penurunan secara signifikan. Peningkatan Indeks Dow Jones pada tahun 2004 disebabkan kondisi ekonomi Amerika dan dunia yang membaik sedangkan penurunan Indeks Dow Jones terjadi karena kondisi krisis global yang menyebabkan krisis kepercayaan finansial di Amerika dan di dunia. Kirisis subprime morgage mendorong turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan Amerika Serikat sehingga saham-saham hampir semua mengalami penurunan.

5.1.4. Perkembangan IHSG

IHSG adalah indeks rata-rata saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) berdasarkan bulan, yaitu IHSG data mulai Januari 2006 sampai dengan Juni 2010. Berikut data perkembangan IHSG:


(61)

Tabel 5.4. Perkembangan IHSG Januari 2006 s/d Juni 2010

No. Bulan Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1 JANUARI 1232.32 1757.26 2627.25 1332.67 2610.79

2 FEBRUARI 1230.66 1740.97 2721.94 1285.48 2549.03

3 MARET 1322.97 1830.92 2447.30 1434.07 2777.30

4 APRIL 1464.41 1999.17 2304.52 1722.76 2971.25

5 MEI 1330.00 2084.32 2444.35 1916.83 2796.96

6 JUNI 1310.26 2139.28 2349.11 2026.78 2913.68

7 JULI 1351.65 2348.67 2304.51 2323.24

8 AGUSTUS 1431.26 2194.34 2165.94 2341.54

9 SEPTEMBER 1534.61 2395.63 1832.51 2467.59

10 OKTOBER 1582.73 2643.49 1256.70 2367.70

11 NOPEMBER 1718.96 2688.33 1241.54 2415.84

12 DESEMBER 1805.52 2745.83 1355.41 2534.36

Rata-rata 1442.95 2214.02 2087.59 2014.07 2769.84

Sumber: www.idx.id PERKEMBANGAN IHSG 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

BULAN THN 2006 THN 2007 THN 2008 THN 2009 THN 2010


(62)

1442.95

2214.02

2087.59 2014.07

2769.84

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

TAHUN

2006 2007 2008 2009 2010

PERKEMBANGAN TAHUN 2006 - 2010 IHSG

Gambar 5.8. Perkembangan IHSG Tahun 2006 s/d Juni 2010

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui perkembangan IHSG pada awal tahun 2006 sampai akhir tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kemudian setelah krisis Subprime Morgage terjadi menyebabkan Indeks Dow Jones mengalami penurunan signifikan. Peningkatan IHSG pada tahun 2006 hingga tahun 2007 disebabkan kondisi ekonomi Amerika dan dunia yang membaik sedangkan penurunan IHSG pada tahun 2008 dan awal tahun 2009 terjadi karena kondisi krisis global yang menyebabkan krisis kepercayaan finansial di Amerika dan di dunia. Efek turunnya pasar keuangan dunia menyebabkan IHSG terus tertekan hingga level yang paling terendah mencapai di bawah 1241,54 pada bulan Nopember tahun 2008 yang sebelumnya pada level tertinggi yaitu pada bulan Februari tahun 2008 mencapai 2721,94 point. Pada akhir tahun 2009 dan awal tahun 2010 IHSG mulai naik kembali, hal ini sehubungan dengan membaiknya kondisi ekonomi dunia.


(63)

5.2. Hasil Analisis Data dan Pembahasan 5.2.1. Deskripsi data

Data dalam penelitian ini didapatkan sumber data sekunder atau jenis data time series dari Januari 2006 sampai dengan Juni 2010. Deskripsi data dilakukan pada variabel-variabel yang akan diuji, yaitu inflasi, nilai tukar rupiah dan Indeks Dow Jones serta IHSG. Berikut hasil deskripsi datanya:

Tabel 5.5. Rangkuman Statistik Deskriptif Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

IHSG_Y 2.0319E3 537.16569 54

Inflasi_X1 8.2102 4.31243 54

Nilai Tukar_X2 9.5583E3 792.00158 54 DowJones_X3 1.1103E4 1744.60822 54

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa nilai-nilai deskripsi seperti mean, standar deviasi, median, variance, range, maksimum dan minimum. Nilai rata-rata, inflasi 8,21 persen, nilai tukar sebesar Rp. 9558,30, Indeks Dow Jones 11103 poin dan IHSG rata-rata 2031 point. Jumlah variabel selama observasi dengan standar deviasi untuk inflasi sebesar 4,31 persen, nilai tukar 792,01, Dow Jones sebesar 1744,61 dan IHSG sbesar 537,17. Nilai deskripsi data menggambarkan secara umum karakteristik variabel yang akan diteliti.

5.2.2. Uji Asumsi Klasik

Untuk menghasilkan analisis data yang akurat, maka model regresi linier berganda harus memenuhi beberapa asumsi klasik. Asumsi-asumsi klasik yang harus


(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada Bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Model yang digunakan dalam mengestimasi faktor yang mempengaruhi IHSG sudah baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik, juga karena variasi kemampuan variabel-variabel penjelas dalam menjelaskan IHSG tergolong tinggi. Dengan tingkat R2 = 0.64 dapat disimpulkan bahwa dari segi uji kesesuaian (Test of goodness of fit) cukup baik, dan hanya 0.36 persen dari determinan yang mempengaruhi IHSG dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian.

2. Pengujian secara parsial dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabael, dan hasil pengujian diperoleh variabel probabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah < t-tabel sehingga inflasi dan nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan terhadap IHSG sedangkan Indeks Dow Jones probabilitas > dari t-tabel sehingga Indeks Dow Jones tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG.

3. Secara serempak (simultan) variabel-variabel eksplanatori yang digunakan sangat signifikan pada á = 5 persen terhadap IHSG. Dari koefisien masing-


(2)

masing variabel, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengaruh variabel inflasi dan nilai tukar sangat signifikan mempengaruhi IHSG, sedangkan untuk variabel Indeks Dow Jones tidak signifikan mempengaruhi IHSG.

6.2. Keterbatasan

Analisis pergerakan indek harga saham gabungan di Bursa Eefek Indonesia (BEI) pada penelitian ini hanya menganalisis tiga variabel yaitu inflasi, nilai tukar dan Indeks Dow Jones saja dengan periode observasi selama 54 bulan yaitu dari Januari 2006 sampai dengan Juni 2010, maka diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menyajikan seluruh variabel yang mempengaruhi pergerakan indek harga saham gabungan dan dengan periode penelitan yang lebih panjang, sehingga hasil analisisnya lebih menyeluruh.

6.3. Saran

1. Sebaiknya otoritas moneter dalam mengendalikan kestabilan IHSG memprioritaskan pada kebijakan inflasi, di mana besarnya inflasi akan memperkuat pengendalian dan stabilitas pasar saham di bursa efek.

2. Kebijakan yang diperlukan dalam meningkatkan IHSG harus didasarkan atas aspek ekonomi seperti aspek inflasi dan nilai tukar, yaitu inflasi merupakan aspek atau variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap pergerakan IHSG.


(3)

3. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat menambah variabel lainnya, dalam menganalis variabel-variabel yang mempengaruhi pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG).


(4)

DAFTAR PUSTAKA

--- (http//:www.google.co.id). --- (http//:www.jsx.co.id). --- (http//:www.bi.co.id).

---. 2006. Indonesian Capital Market Directory. ---. 2007. Indonesian Capital Market Directory. ---. 2008. Indonesian Capital Market Directory.

Bodie, Z., Kane, A., and Marcus, A. J. 2002. Essentials Investment. McGraw-Hill: New York.

________. 2005. Investments. Buku 1. Edisi 6. Cetakan Pertama. Salemba Empat: Jakarta.

Boediono. 2000. Ekonomi Moneter. Edisi 3. BPFE: Yogyakarta.

Chalimah. 1996. Pengaruh Informasi Laporan Keuangan Perusahaan yang Dipublikasikan terhadap Fluktuasi Harga (Ancangan Strategi Investasi Sahamdi Pasar Modal Indonesia). Thesis. Magister Managemen UNDIP: Semarang.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS, Edisi Ketiga, Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.

Gujarati, Damodar R. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Jilid 1. Alih Bahasa Julius Mulyadi. Erlangga: Jakarta.

Haryanto, M.Y Dedi, Riyatno. 2007. Pengaruh Suku Bunga, Sertifikat Bank Indonesia, dan Nilai Tukar terhadap Resiko Sistemis Saham Perusahaan di BEJ. Jurnal Keuangan dan Bisnis.

Jogiyanto, Hartono. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE: Yogyakarta.


(5)

Pasaribu, Pananda, Wilson L Tobing, Adler Haymans Manurung. 2008. Pengaruh Variabel Makro Ekonomi terhadap IHSG. Jurnal. Universitas Indonesia: Jakarta.

Mankiw, Gregory N. 2006. Principles of Economics, Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Alih Bahasa Chriswan Sungkono. Salemba Empat: Jakarta. Mansyur, Moh. 2005. Pengaruh Indek Bursa Global terhadap Indek Harga

Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) Periode 2000-2002. Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran: Bandung.

Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Buku II. Edisi ke 1. Cetakan Kesepuluh. BPFE UGM: Yogyakarta.

Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Cetakan Pertama. PT. Raja Grafindo: Jakarta.

Sa’adah dan Yunia Panjaitan. 2006. Interaksi Dinamis Antara Harga Saham dengan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Jurnal Ekonomi dan Bisnis.

Salvatore, Dominick. 2008. Theory and Problem of Micro Economic Theory,

3rdEdition. Alih Bahasa oleh Rudi Sitompul. Erlangga: Jakarta.

Satiningsih, Antik Darmayanti dan Teddy Oswari. 2005. Pergerakan Harga Sahamdan Pengukuran Pengembalian Risiko Saham BUMN. Universitas Gunadharma: Jakarta.

Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari. 2003. Indikator-indikator Pasar Saham dan Pasar Uang yang Saling Berkaitan Ditinjau dari Pasar Saham Sedang Bullish dan Bearish. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. Vol. 3 No. 3.

Sukirno, Sadono. 2002. Teori Makro Ekonomi. Cetakan Keempat Belas. Rajawali Press: Jakarta.

Tandelilin, Eduadus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. BPFE: Yogyakarta.


(6)

Theresia, Puji Rahayu. 2002. Analisis Pengaruh Nilai Tukar dan Suku Bunga terhadap IHSG di BEI. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia 15 (Juli). Umar, Husein, 2008, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh The Fed Rate, Indeks Dow Jones Dan Nikkei 225 Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2013

9 83 85

Pengaruh Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Nilai Tukar Rupiah, Dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia

1 37 92

Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

6 70 84

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006-2009

2 39 90

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, SBI, Dan Indeks Dow Jones Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 33 99

PENGARUH INFLASI,SUKU BUNGA, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)DI BURSA EFEK INDONESIA

2 27 51

Analisis pengaruh harga emas dunia, variabel makro ekonomi dan indeks dow Jones terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia ( BEI)

0 7 135

Pengaruh indeks Dow Jones dan kurs mata uang Rupiah terhadap perkembangan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI0

0 15 1

Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, dan Suku Bunga terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2008 - 2012.

0 0 24

Pengaruh Indeks Dow Jones, Indeks Hang Seng, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Suku Bunga Deposito terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009-2015 - UNS Institutional Repository

0 1 15