BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1.Definisi Pengetahuan - Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Terhadap Kanker Leher Rahim (Cervical Cancer) Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

  2.1.1.Definisi Pengetahuan

  Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). (Notoatmodjo, 2010).

  2.1.2. Tingkatan Pengetahuan

  Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni: 1.

  Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagiamana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

  Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekadar menyebutkan 3 M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air tersebut.

  3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

  4. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

  5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

  6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat (Notoatmodjo, 2010).

2.1.3.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

  Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

  1. Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

  2. Tingkat pendidikan Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

  3. Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun, baik keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

  4. Fasilitas Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan lain-lain.

  5. Penghasilan Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.

  6. Sosial budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.1.4. Pengukuran Pengetahuan

  Menurut Notoatmodjo (2007), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.

2.2. Karateristik Ibu yang Mempengaruhi Pengetahuan 2.2.1. Definisi Ibu

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2011), Ibu berarti wanita yang telah melahirkan seseorang, kata sapaan untuk wanita yang sudah bersuami, sapaan lazim pada perempuan baik yang sudah bersuami maupun yang belum.

2.2.2.Umur

  Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan- penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. (Notoatmodjo, 2007). Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan pembagian-pembagian umur sebagai berikut:

  1. Menurut tingkat kedewasaan, yaitu: 0 - 14 tahun : bayi dan anak-anak 15 - 49 tahun : orang muda dan dewasa 50 tahun keatas : orang tua

2. Interval 5 tahun

  < 1 tahun 1 – 4 tahun 5 – 9 tahun 10 – 14 tahun dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2007).

2.2.3.Pendidikan

  Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan terdiri dari tiga unsur utama, yaitu: 1.

  Input; sasaran pendidikan dan pendidik.

  2. Proses; upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain.

  3. Output; hasil yang diharapkan.

  2.3. Sumber Informasi

  Sumber informasi berhubungan dengan pengetahuan, baik dari orang maupun media. Dalam proses peningkatan pengetahuan agar diperoleh hasil yang efektif diperlukan alat bantu. Fungsi media dalam pembentukan pengetahuan seseorang menyampaikan informasi atau pesan-pesan (Notoatmodjo, 2003).

  2.4. Kanker Leher Rahim

  2.4.1.Definisi

  Kanker leher rahim merupakan tumor ganas yang tumbuh dalam leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim yang terletak antara rahim dan liang senggama. Pada tahap awal (prakanker) tidak menimbulkan gejala yang jelas, perjalanannya untuk menjadi kanker serviks atau leher rahim memakan waktu 10-20 tahun (Azwas, 2009).

  2.4.2.Epidemiologi

  Menurut laporan WHO selama periode tahun 1960-1980 di 28 negara di dunia mortalitas turun 30%. Di China insiden dan mortalitas kanker serviks uteri di beberapa daerah juga turun secara drastis. Seperti di Shanghai, insiden karsinoma serviks dari 26,7/100.000 pada periode 1972-1974 turun menjadi 2,5/100.000 pada periode 1993-1994, atau turun 56,0%. (Huang Xin, 2011).

  Di Indonesia sendiri, diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks terjadi setiap tahunnya, sedangkan angka kematiannya diperkirakan 7.500 kasus per tahun. Selain itu, setiap harinya diperkirakan terjadi 41 kasus baru kanker serviks dan 20 perempuan meninggal dunia karena penyakit tersebut. Pada tahun 2001, kasus baru kanker serviks berjumlah 2.429 atau sekitar 25,91% dari seluruh kanker yang ditemukan di Indonesia. Dengan angka kejadian ini, kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara

  2.4.3.Etiologi Sebab langsung dari kanker leher rahim belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang penting: jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (higiene seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus)-tipe 16 atau 18, dan akhirnya kebiasaan merokok (Sarwono, 2009).

  Human Papilloma Virus , sampai saat ini telah diketahui memiliki

  lebih dari 100 tipe, di mana sebagian besar di antaranya tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya. Dari 100 tipe HPV tersebut, hanya 30 di antaranya yang berisiko kanker serviks. Adapun tipe yang paling berisikon adalah HPV 16 dasn 18 yang sering ditemukan pada kanker maupun lesi prakanker serviks, yaitu menimbulkan kerusakan sel lendir luar menuju keganasan HPV tipe 16 mendominasi infeksi (50%-60%) pada penderita kanker serviks disusul dengan tipe 18 (10%-15%). (Wijaya, 2010).

2.4.4.Faktor Risiko

  Adapun faktor-faktor risiko terjadinya kanker leher rahim, meliputi: 1. Aktivitas Seksual Pertama Kali

  Wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Wanita yang berhungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat. (Rasjidi, Irwanto, Wicaksono, 2008).

  2. Kebiasaan berganti Pasangan Berganti-ganti pasangan seks dan pola kehidupan seksual yang menyimpang menyebabkan wanita rentan terhadap penyakit hubungan seksual dan menjadi mudah terinfeksi HPV. (Sari, Indrawati, Harjanto, 2012).

  3. Umur Menurut Aziz M.F.(2006), umumnya insidens kanker serviks sangat rendah di bawah umur 20 tahun dan sesudahnya menaik dengan cepat dan menetap pada usia 50 tahun.

  4. Infeksi HPV Infeksi HPV umumnya terjadi setelah wanita melakukan hubungan seksual. Selama hidupnya, hampir setengah wanita dan laki-laki pernah terkena infeksi HPV, dan 80% dari wanita terkena infeksi sebelum umur 50 tahun. Sebagian infeksi HPV bersifat hilang-timbul, sehingga tidak terdeteksi dalam kurun waktu dua tahun setelah infeksi. Hanya sebagian kecil saja dari infeksi tersebut yang menetap dalam jangka lama, sehingga menimbulkan kerusakan lapisan lendir menjadi prakanker. (Wijaya, 2010).

  5. Paritas Proses melahirkan sedikit banyak akan melukai dan merusak leher rahim.

  Semakin sering melahirkan, semakin banyak perlukaan dan kerusakan sel yang terjadi. Penelitian menunjukkan wanita yang melahirkan lebih dari tiga kali mempunyai risiko terkena kanker servuks dibandingkan mereka yang melahirkan kurang dari tiga kali. (Sari, Indrawati, Harjanto, 2012).

  6. Merokok Menurut Nurwijaya (2010), wanita yang merokok memiliki risiko dua kali lebih besar terhadap kanker serviks dari pada wanita yang tidak merokok. Bahan-bahan kimia yang ditemukan dalam rokok setelah terhisap melalui paru-paru dapat terdistribusi luas ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Beberapa senyawa tersebut dapat dijumpai pada

  7. Kontrasepsi Hormonal Penggunaan kontrasepsi hormonal, yakni metode kontrasepsi yang menggunakan hormone estrogen dan progesteron dalam jangka waktu lama akan meningkatkan risiko kanker serviks. Penggunaan 10 tahun meningkatkan risiko sampai 2 kali. (Sari, Indrawati, Harjanto, 2012).

  8. Ras Ras sedikit banyak juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya kanker serviks. Pada ras Afrika-Amerika kejadian kanker serviks meningkat sebanyak dua kali dari ras Amerika-Hispanik. Sementara, untuk ras Asia- Amerika memiliki angka kejadian kanker serviks yang sama dengan warga Amerika. Hal ini berkaitan dengan faktor sosio-ekonomi. (Wijaya, 2010).

2.4.5.Gejala Kanker Leher Rahim

  Menurut Huang Xin (2011), adapun gejala-gejala terjadinya kanker leher rahim, meliputi:

  1. Perdarahan per vaginam: pada stadium awal terjadi perdarahan sedikit pascakontak, sering terjadi pasca koitus atau periksa dalam.

  2. Sekret per vaginam: pada stadium awal berupa keputihan bertambah, disebabkan iritasi oleh lesi kanker, disebabkan hipersekresi.

  3. Gejala sistemik: semangat melemah, letih, demam, mengurus, anemia, udem.

  4. Nyeri: Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung, hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal. (Wijaya, 2010).

  2.4.6.Stadium Klinik Kanker Leher Rahim Stadium klinik yang sering digunakan adalah klasifikasi menurut

  FIGO (Federation International of Gynecologists and Obstetricians), sebagai berikut:

Gambar 2.1. Klasifikasi Stadium Klinik menurut FIGO

2.4.7.Diagnosa Kanker Leher Rahim

  Metode untuk membantu diagnosis yang sering digunakan adalah:

  1. PAP SMEAR a.

  Kapankah Tes Pap Smear dilakukan? Tes Pap merupakan salah satu pemeriksaan sel serviks untuk mengetahui perubahan sel, sampai mengarah pada pertumbuhan sel kanker sejak dini. Apusan sitologi pap diterima secara universal sebagai alat skrining kanker serviks. Metode ini peka terhadap pemantauan derajat perubahan pertumbuhan epitel serviks. Pemeriksaan Tes Pap dianjurkan secara berkala meskipun tidak ada keluhan terutama bagi yang berisiko (1-2 kali setahun). Berkat teknik Tes Pap, angka kematian turun sampai 75% (Rasjidi Imam, 2008).

  b.

  Bagaimana Prosedur Pemeriksaan Pap Smear? Untuk melakukan Pap smear, pasien berbaring telentang dengan paha terbuka dan lutut ditekuk. Kemudian, sebuah alat yang bernama spekulum dimasukkan ke dalam vagina untuk menahan vagina agar tetap terbuka sehingga leher rahim terlihat jelas. Setelah itu, dilakukan usapan pada leher rahim menggunakan alat spatula untuk mendapatkan sel-sel serviks. Hasil usapan dioleskan pada kaca objek dan disemprot suatu bahan kimia untuk memfiksasinya. Sediaan tersebut dikirim ke laboratorium untuk selanjutnya dilihat melalui mikroskop. (Sari, Indrawati, Harjanto, 2012).

  2. IVA

  IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) adalah tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan larutan lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim. Interpretasi Tes

  IVA adalah IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih (acetowhite) dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi. (Rasjidi, Irwanto, Sulistyanto, 2008).

  3. Biopsi Karsinoma serviks stadium dini lesinya tidak jelas, untuk dapat memperoleh jaringan kanker secara akurat, harus dilakukan biopsi dari multipel titik, secara terpisah diperiksa patologinya. Untuk meningkatkan akurasi biopsi, kini sering digunakan reagen iodium, lampu fluorosensi vagina, kolposkopi dan cara lain untuk membantu pengambilan sampel biopsi. (Huang Xin, 2011).

  4. Thin Prep (Liquid Base Cytology) Thin Prep adalah skrining sel-sel abnormal dengan cara visualisasi, seperti halnya Pap Smear. Thin Prep juga berfungsi mendeteksi kelainan pada leher rahim dengan berbasis cairan (Liquid Base Cytology). Cairan, seperti getah pada leher rahim, dijadikan sampel dan dimasukkan ke dalam suatu cairan lalu dibawa ke laboratorium. (Wijaya, 2010).

  5. Kolposkopi Di bawah cahaya kuat dan kaca pembesar secara visual binokular langsung melalui kolposkop mengamati lesi di serviks uteri dan vagina.

  Terhadap pasien dengan hasil sitologik abnormal atau kecurigaan klinis perlu dilakukan kolposkopi. (Huang Xin, 2011). Indikasi Kolposkopi antara lain: Adanya temuan positif dan pemeriksaan skrining, tes Pap,

  IVA, dan HPV DNA. Lalu lesi serviks yang mencurigakan, dan sebagainya (Rasjidi. Irwanto, Sulistyanto, 2008).

2.4.8.Terapi Kanker Leher Rahim Pengobatan kanker serviks tergantung pada tingkatan stadium klinis.

  Secara umum dapat digolongkan ke dalam tiga golongan terapi (Setiati, 2009) yaitu:

  1. Operasi Operasi sederhana dilakuka pada tingkat stadium awal (prakanker) dari nol hingga 1A. Jika kanker berada pada stadium 2A/2B, maka histerektomi radikal akan dilakukan. Seluruh rahim diangkat berikut sepertiga vagina dan penggantung rahim akan dipotong sedekat mungkin dengan dinding panggul. Indung telur dapat diangkat ataupun tidak; tergantung usia pasien. Bila pasien masih mengalami menstruasi, indung telur akan ditinggal. Walaupun vagina dipotong, tidak berarti pasien tidak bisa berhubungan seks. Awalnya, penderita hanya akan merasa tidak nyaman karena vagina menjadi lebih pendek.

  2. Radioterapi Terapi ini dilakukan jika kanker serviks ini sudah berada dalam stadium

  2B ke atas. Operasi sudah tidak dapat dilakukan lagi dan cara yang dapat ditempuh adalah dengan radiasi atau penyinaran.

  3. Kemoterapi Jika dalam waktu satu tahun pasien sudah pernah diradiasi, maka proses radiasi tidak mungkin lagi dilakukan karena dikhawatirkan akan terjadi dengan operasi. Meskipun sepertiga vagina harus diangkat, tetapi penderita masih dapat melakukan hubungan seks. Umumnya diberikan pada Stadium klinis ІV B dan hanya bersifat paliatif.

2.4.9.Upaya Pencegahan

  Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui: 1. Pencegahan Primer a.

  Menunda onset aktivitas seksual Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami akan mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan.

  b.

  Penggunaan kontrasepsi barier Dokter merekomendasikan kontrasepsi netode barier (kondom, diafragma, dan spermisida) yang berperan un tuk proteksi terhadap agen virus.

2. Pencegahan Sekunder a.

  Pencegahan Sekunder – Pasien dengan Risiko Sedang Hasil tes Pap yang negative sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih waktu antarpemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui, dianjurkqan untuk melakukan tes Pap tiap tahun).

  b.

  Pencegahan Sekunder – Pasien dengan Risiko Tinggi Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang mempunyai banyak partner (multiple partner) seharusnya melakukan tes Pap tiap tahun. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang.

  c.

  Pencegahan Tersier Pencegahan dilakukan untuk mencegah komplikasi klinik dan penyuluhan terhadap pasangan penderita kanker serviks khususnya yang telah menjalani histerektomi total agar tetap memperlakukan pasangannya sebagaimana biasanya, sehingga keharmonisan hubungan suami istri tetap terjaga. Konseling dapat dilakukan terhadap penderita stadium lanjut agar faktor psikologis tidak memperburuk keadaan.

  Menurut Delia Wijaya (2010), adapun upaya pencegahan, meliputi: 1.

  Mengurangi Faktor Resiko Virus papilloma ini dapat menular dari seorang penderita kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut. Penularannya dapat melalui kontak langsung dan lewat hubungan seks. Oleh karena itu, jangan melakukan hubungan intim dengan pasangan yang berganti-ganti.

  2. Melakukan Pemeriksaan Skrining Secara Teratur Uji skrining kanker serviks dapat digunakan untuk mengetahui apakah seorang wanita memiliki serviks normal atau tidak. Skrining dapat mendeteksi kanker yang terjadi pada fase awal sebelum kanker tersebut memberikan gejala-gejala atau keluhan-keluhan secara klinis.

  3. Vaksinsi HPV Vaksin HPV sebaiknya diberikan sebelum kontak seksual pertama atau sebelum wanita terpapar dengan HPV. Vaksin diberikan sebanyak 3 dosis dalam periode 6 bulan, yaitu pemberian awal, 2, dan 6 bulan berikutnya. Mekanisme kerja Vaksin HPV dengan cara meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk menangkap dan menghancurkan HPV tipe 16 dan 18 (merupakan penyebab utama 70% kasus kanker serviks) sebelum memasuki tubuh dan menginfeksi sel-sel serviks. Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi Human Papilloma Virus, karena mempunyai kemampuan proteksi >90%. (Rasjidi, Irwanto, Wicaksono, 2008).

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Pemakaian Botol Minuman Berplastik di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir Kecamatan Medan Deli Kota Medan 2015

4 52 139

Gambaran Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Tentang Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kelurahan Tanjung Sari Kota Medan

0 32 67

Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Terhadap Kanker Leher Rahim (Cervical Cancer) Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan

0 44 79

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Serviks - Analisis Pengetahuan Dan Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Pelaksanaan Pap’smear Untuk Deteksi Dini Kanker Serviks Di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2013

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Leher Rahim 2.1.1. Anatomi Leher Rahim - Tingkat Pengetahuan Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Angkatan 2011 Universitas Sumatera Utara Tentang Pencegahan Kanker Leher Rahim

0 0 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan - Pengetahuan lansia tentang Posyandu Lansia di Lingkungan XII Kelurahan Pangkalan Mashyur Kecamatan Medan Johor

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian kontrasepsi - Hubungan Pengetahuan KB pada Ibu-ibu Rumah Tangga Terhadap Penggunaan Kontrasepsi Di Kelurahan Gedung Johor Lingkungan X Kecamatan Medan Johor Tahun 2012

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1.Definisi Pengetahuan - Gambaran Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Tentang Manfaat Vitamin A bagi Kesehatan Mata di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan - Pengetahuan Ibu Tentang Penggunaan Kontrasepsi IUD Pascasalin Di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 1 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang - Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Wanita Terhadap Kanker Payudara Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2012

0 0 19