Isi Kuliah: 1. Pendahuluan - Handouts_Analisis Rangkaian Listrik di Kawasan Waktu

===

Isi Kuliah:

Sudaryatno Sudirham

1. Pendahuluan

2. Besaran Listrik dan Peubah Sinyal

3. Model Sinyal

Analisis 4. Model Piranti Analisis Analisis Analisis Rangkaian Rangkaian Rangkaian Listrik Rangkaian Listrik Listrik Listrik

5. Hukum-Hukum Dasar

di 6. Kaidah-Kaidah Rangkaian di Kawasan di di Kawasan Kawasan Kawasan Waktu Waktu Waktu Waktu

7. Teorema Rangkaian

8. Metoda Analisis

9. Aplikasi Pada Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah)

10. Aplikasi Pada Rangkaian Pemroses Sinyal (Dioda & OpAmp)

11. Analisis Transien Rangkaian Orde-1

12. Analisis Transien Rangkaian Orde-2

Pembahasan Analisis Rangkaian Listrik Mencakup

Analisis di

Analisis di

Analisis di

Kawasan Waktu

Kawasan Fasor

Kawasan s (Transf. Laplace)

Sinyal Sinus &

Bukan Sinus

Sinyal Sinus

Sinyal Sinus & Bukan Sinus

Keadaan Mantap

Keadaan Mantap

Keadaan Mantap

Keadaan Transien

Keadaan Transien

Penyediaan Energi Listrik

Banyak kebutuhan manusia, seperti:

Energi yang dibutuhkan manusia tersedia di alam,

Sandang

tidak selalu dalam bentuk yang dibutuhkan

Pangan Papan

Energi di alam terkandung dalam berbagai bentuk sumber

energi primer:

Kesehatan Keamanan

Sajian pelajaran ini

• air terjun,

Energi

terutama terkait

• batubara, • minyak bumi,

Informasi

pada upaya pemenuhan

• panas bumi,

Pendidikan

kebutuhan energi dan

• sinar matahari,

Waktu Senggang

• gelombang laut, • dan lainnya.

sumber energi juga tidak selalu berada di tempat

ia dibutuhkan

Diperlukan konversi (pengubahan bentuk) energi. Energi di alam yang biasanya berbentuk non listrik,

dikonversikan menjadi energi listrik.

Penyediaan energi listrik dilakukan melalui

serangkaian tahapan:

Energi listrik dapat dengan lebih mudah • disalurkan • didistribusikan

Berikut ini kita lihat salah satu contoh, mulai

• dikendalikan

dari pengubahan energi, penyaluran, sampai pendistribusian ke tempat-tempat

Di tempat tujuan ia kemudian dikonversikan kembali ke

yang memerlukan

dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan, energi • mekanis,

• panas, • cahaya, • kimia.

Penyediaan Informasi

energi kimia diubah menjadi energi panas

energi listrik

pengguna tegangan

ditransmisikan

tinggi

• informasi ada dalam berbagai bentuk

energi panas diubah menjadi energi

• tersedia di di berbagai tempat

mekanis • tidak selalu berada di tempat di mana ia dibutuhkan

Berbagai bentuk informasi dikonversikan ke dalam bentuk sinyal listrik

Sinyal listrik disalurkan ke tempat ia dibutuhkan

BOILER GENERATOR

TURBIN

Sampai di tempat tujuan sinyal listrik dikonversikan

kembali ke dalam bentuk yang dapati ditangkap oleh energi mekanis

TRANSFORMATOR

indera manusia ataupun dimanfaatkan untuk suatu diubah menjadi

pengguna

GARDU DISTRIBUSI

keperluan lain (pengendalian misalnya). energi listrik

energi listrik diubah menjadi

tegangan menengah

energi listrik pada tegangan yang

pengguna

lebih tinggi

tegangan rendah

Penyediaan Informasi Jika dalam penyediaan energi kita memerlukan

mesin-mesin besar untuk mengubah energi yang tersedia di alam menjadi energi listrik, dalam penyediaan informasi kita memerlukan rangkaian elektronika untuk mengubah informasi menjadi sinyal-sinyal listrik agar dapat dikirimkan dan didistribusikan untuk berbagai keperluan.

Untuk mempelajari perilaku suatu rangkaian listrik

Pemrosesan Energi dan

kita melakukan analisis rangkaian listrik

Pemrosesan Informasi

Untuk keperluan analisis:

dilaksanakan dengan memanfaatkan

rangkaian listrik dipindahkan ke atas kertas dalam

rangkaian listrik bentuk gambar.

piranti-piranti dalam rangkaian listrik dinyatakan dengan menggunakan simbol-simbol

untuk membedakan dengan piranti yang nyata, simbol ini kita sebut elemen

Rangkaian listrik merupakan interkoneksi berbagai piranti yang secara bersama melaksanakan tugas tertentu

Gambar rangkaian listrik disebut

diagram rangkaian ,

Struktur Dasar Rangkaian Listrik

Piranti

Struktur suatu rangkaian listrik pada

Elemen

dasarnya terdiri dari tiga bagian, yaitu

Perubahan besaran fisis

(Simbol Piranti)

Sumber

yang terjadi dalam rangkaian kita nyatakan

Saluran

dengan model matematis

Beban

yang kita sebut model sinyal nyatakan dengan model

Perilaku piranti kita

matematis yang kita sebut

model piranti

Dalam kenyataan, rangkaian listrik tidaklah sederhana

+ − Jaringan listrik perlu dilindungi dari berbagai kejadian

tidak normal yang dapat menyebabkan kerusakan

piranti.

Jaringan perlu sistem proteksi untuk mencegah kerusakan Bagian yang aktif

Jaringan listrik juga memerlukan sistem pengendali untuk memberikan daya

Penyalur daya

Bagian yang pasif

menyerap daya

mengatur aliran energi ke beban.

(sumber)

(beban)

Keadaan transien

Pada jaringan penyalur energi listrik, sumber mengeluarkan daya sesuai dengan permintaan beban. Saluran energi juga menyerap daya. Kondisi operasi rangkaian tidak selalu mantap. Pada rangkaian penyalur informasi, daya sumber terbatas. Oleh karena itu alih daya ke beban perlu diusahakan semaksimal mungkin.

Pada waktu-waktu tertentu bisa terjadi keadaan peralihan atau

keadaan transien

Alih daya ke beban akan maksimal jika tercapai matching Misal: pada waktu penutupan saklar (kesesuaian) antara sumber dan beban.

Hukum-Hukum Rangkaian Kaidah-Kaidah Rangkaian Teorema Rangkaian

Metoda-Metoda Analisis

Landasan Untuk Melakukan Analisis

Hukum Ohm

Hukum Kirchhoff

Proporsionalitas Superposisi

Thevenin kita memerlukan pengetahuan dasar sebagai

Untuk melakukan analisis rangkaian

Norton pendukung.

Rangkaian Ekivalen

Kaidah Pembagi Tegangan

Kaidah Pembagi arus

Substitusi Milmann

Pengetahuan dasar yang kita perlukan ada empat

Tellegen kelompok.

Transformasi Sumber

Alih Daya Maksimum

Metoda Analisis Dasar:

Metoda Analisis Umum:

Reduksi Rangkaian

Unit Output

Metoda Tegangan Simpul

Superposisi

Metoda Arus Mesh

Rangkaian Ekivalen Thevenin Rangkaian Ekivalen Norton

Dua besaran fisika yang menjadi besaran dasar dalam kelistrikan adalah

Muatan [satuan: coulomb]

Energi [satuan: joule]

Akan tetapi kedua besaran dasar ini tidak dilibatkan langsung dalam

pekerjaan analisis

Yang dilibatkan langsung dalam pekerjaan analisis adalah

ketiga besaran ini mudah diukur sehingga sesuai dengan praktik engineering dan akan kita pelajari lebih lanjut ketiga besaran ini mudah diukur sehingga sesuai dengan praktik engineering dan akan kita pelajari lebih lanjut

Sinyal Waktu Kontinyu & Sinyal Waktu Diskrit

Sinyal waktu kontinyu

0 t Sinyal listrik pada umumnya merupakan fungsi waktu, t , dan dapat kita

(sinyal analog)

bedakan dalam dua macam bentuk sinyal yaitu

sinyal waktu kontinyu atau sinyal analog sinyal waktu diskrit

v (t)

Sinyal waktu diskrit

Sinyal waktu kontinyu mempunyai

Sinyal waktu diskrit mempunyai nilai

nilai untuk setiap t dan t sendiri

hanya pada t tertentu yaitu t n dengan

mengambil nilai dari satu set

t n mengambil nilai dari satu set

bilangan riil

bilangan bulat

Dalam pelajaran ini kita akan mempelajari rangkaian dengan sinyal waktu kontinyu atau sinyal analog, dan rangkaiannya kita sebut rangkaian analog.

Rangkaian dengan sinyal diskrit akan kita pelajari tersendiri.

Peubah Sinyal Besaran yang dilibatkan langsung dalam pekerjaan analisis

Arus

disebut peubah sinyal yaitu:

Simbol: i, Satuan: ampere [ A ]

arus

Arus adalah laju perubahan muatan:

dengan simbol: i satuan: ampere [ A ] (coulomb/detik)

tegangan

i = dq

dengan simbol: v

satuan: volt [ V ]

dt

(joule/coulomb)

daya

dengan simbol: p

Apabila melalui satu piranti mengalir muatan

satuan: watt [ W ]

(joule/detik)

sebanyak 1 coulomb setiap detiknya, maka arus yang mengalir melalui piranti tersebut adalah 1 ampere

Tiga peubah sinyal ini tetap kita sebut sebagai sinyal, baik untuk

1 ampere = 1 coulomb per detik

rangkaian yang bertugas melakukan pemrosesan energi maupun pemrosesan sinyal.

Tegangan

Daya

Simbol: v Satuan: volt [ V ]

Simbol: p, Satuan: watt [ W ]

Tegangan adalah energi per satuan muatan:

Daya adalah laju perubahan energi:

v dw =

p = dw

dt

Apabila suatu piranti menyerap energi sebesar 1 Apabila untuk memindahkan 1 satuan muatan

dq

joule setiap detiknya, maka piranti tersebut dari satu titik ke titik yang lain diperlukan energi

menyerap daya 1 watt

1 joule, maka beda tegangan antara dua titik tersebut adalah 1 volt

1 watt = 1 joule per detik

1 volt = 1 joule per coulomb

p = dw dw dq dt = dq dt = vi

Referensi Sinyal

Konvensi Pasif:

Perhitungan-perhitungan dalam analisis bisa Referensi tegangan dinyatakan dengan tanda menghasilkan bilangan positif ataupun negatif,

“+” dan “ − ”

tergantung dari pemilihan referensi sinyal

di ujung simbol piranti;

tegangan diukur antara dua ujung piranti

piranti

piranti

Arah arus digambarkan masuk ke elemen pada titik

yang bertanda “+”.

arus melewati piranti

Titik Referensi Tegangan Umum

Referensi tegangan dinyatakan dengan tanda “+” dan “ − ” di ujung simbol piranti; ujung dengan tanda “+” dianggap memiliki tegangan (potensial) lebih

Suatu simpul (titik hubung dua atau lebih piranti) dapat dipilih sebagai tinggi dibanding ujung yang bertanda “ − ”. Jika dalam perhitungan diperoleh

titik referensi tegangan umum dan diberi simbol “pentanahan”. Titik ini angka negatif, hal itu berarti tegangan piranti dalam rangkaian sesungguhnya

dianggap memiliki tegangan nol. Tegangan simpul-simpul yang lain dapat lebih tinggi pada ujung yang bertanda “ − ”.

dinyatakan relatif terhadap referensi umum ini.

referensi

Referensi arus dinyatakan dengan anak panah. Arah anak panah dianggap

arus

menunjukkan arah positif arus. Jika dalam perhitungan diperoleh angka

negatif, hal itu berarti arus pada piranti dalam rangkaian sesungguhnya berlawanan dengan arah referensi.

G referensi tegangan

referensi tegangan

umum (ground)

Dengan konvensi pasif ini maka:

Muatan

daya positif berarti piranti menyerap daya

Simbol: q Satuan: coulomb [ C ]

daya negatif berarti piranti memberikan daya Muatan, yang tidak dilibatkan langsung dalam (isilah kotak yang kosong)

analisis, diperoleh dari arus

Piranti v [V]

i [A]

p [W]

menerima/ memberi

daya

dq

Arus i

A 12 5

dt

B 24 -3

C 12 72

Muatan 2 q = idt

D -4

E 24 72

CONTOH: Tegangan pada suatu piranti adalah 12 V (konstan) dan arus yang mengalir padanya adalah 100 mA. a). Berapakah daya yang diserap ? b). Berapakah

Energi

energi yang diserap selama 8 jam? c). Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan melalui piranti tersebut selama 8 jam itu?

Simbol: w Satuan: joule [ J ]

Energi, yang tidak dilibatkan langsung dalam analisis,

a). p = vi = 12 × 100 × 10 3 = 1 , 2 W diperoleh dari daya

= 12 v V −

dw

i = 100 mA

Daya p =

8 t [ jam ]

dt

w t 2 pdt

= 1 , 2 dt = 1 , 2 t ∫ 8 t 1 ∫ 0 0 = 1 , 2 ( 8 − 0 ) = 9 , 6 Wh

Energi w = ∫ pdt

c). i [mA] 2 Ini adalah luas bidang yang dibatasi oleh garis p = 1,2 W, dan t antara 0 dan 8 jam

t 100

Ini adalah luas bidang yang dibatasi oleh garis

0 8 t [ jam ]

i = 100 mA , dan t antara 0 dan 8 jam

q = t 2 idt = 8 100 × 10 − 3 dt = 100 × 10 − 3 t ∫ 8 t 1 ∫ 0 0 = 0 , 1 ( 8 − 0 ) = 0 , 8 Ah

CONTOH: Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan 200V (konstan). Berapakah besar arus yang mengalir dan berapakah energi yang diserap selama 8 jam ?

CONTOH: Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu +

200 v V = sebagai i(t) = 0,05t ampere. Berapakah jumlah muatan yang − dipindahkan melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ? piranti

i = p 100

v = 200 = 0 , 5 A q =

idt =

0 ∫ 0 0 , 05 tdt = 2 t = 2 = 0 , 625 coulomb

= 100 W

t 2 w 8 = ∫ t pdt = ∫ 0 100 dt = 100 8 = 800 Wh = 0 ,

1 t 0 8 kWH

CONTOH: Tegangan pada suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai v = 220cos400t dan arus yang mengalir adalah i = 5cos400t A.

CONTOH: Tegangan pada suatu piranti berubah terhadap waktu a). Bagaimanakah variasi daya terhadap waktu ? b). Berapakah nilai

sebagai v = 220cos400t V dan arus yang mengalir adalah i = 5sin400t A. daya maksimum dan daya minimum ?

a). Bagaimanakah variasi daya terhadap waktu ? b). Tunjukkan bahwa piranti ini menyerap daya pada suatu selang waktu tertentu dan

a). p = v × i = 220 cos 400 t × 5 cos 400 t = 10 cos 2 400 t

memberikan daya pada selang waktu yang lain. c). Berapakah daya maksimum yang diserap ? d). Berapa daya maksimum yang diberikan ?

= 550 ( 1 + cos 800 t ) = 550 + 550 cos 800 t W

a). p = 220 cos 400 t × 5 sin 400 t = 10 sin 400 t cos 400 t = 550 sin 800 t W

b). daya merupakan fungsi sinus. Selama setengah perioda daya bernilai

posisitif dan selama setengah perioda berikutnya ia bernilai negatif. Jika pada

waktu daya bernilai positif mempunyai arti bahwa piranti menyerap daya,

maka pada waktu bernilai negatif berarti piranti memberikan daya

c). p maks diserap = 550

b). Nilai daya : p maksimum = 550 + 550 = 10

d). p maks diberikan = 550

p minimum = 550 − 550 = 0 W

PernyataanSinyal

Sinyal kausal, berawal di t =0

perioda

Kita mengenal berbagai pernyataan

tentang sinyal v (t)

v (t)

0 Sinyal periodik & Sinyal Aperiodik t Sinyal Kausal & Non-Kausal

periodik

aperiodik

Nilai sesaat Amplitudo value) Nilai amplitudo puncak ke puncak (peak to peak

Sinyal non-kausal, berawal di t = −−−− ∞

Nilai puncak

Nilai rata-rata

v (t)

v (t)

Nilai efektif ( nilai rms ; rms value)

Nilai-Nilai Sinyal

Perioda dan Amplitudo Sinyal

Selang waktu dimana

Nilai sesaat

atau amplitudo maksimum Sinyal ini berulang

sinyal akan berulang

yaitu nilai sinyal pada

Nilai puncak

Sinyal periodik

disebut

saat tertentu

perioda

v (t)

secara periodik v (t)

setiap selang waktu tertentu

Amplitudo minimum

amplitudo puncak ke puncak

Nilai Rata-Rata Sinyal

Nilai efektif (rms)

T ∫ [ v ( t )] 2 Definisi: dt V rr =

Definisi:

V rms =

0 ( ) dx Integral sinyal selama satu

Akar dari integral kuadrat sinyal selama satu perioda dibagi perioda

perioda yang dibagi oleh perioda

CONTOH: CONTOH: nilai efektif dari sinyal pada contoh sebelumnya

V 1 rr 3 = 3 ∫ 0 v ( t ) dt = 1 3 2 ∫ 0 6 dt

∫ 0 v ( t ) dt = 3   ∫ 0 6 dt − ∫ 2 6 dt  

V rr 3 = 1 1  2 3 

= 3 () 6 t 2 = 1 ( 12 − 0 ) = 4 V 1 2 3 2  2 0 3 3  =

3 { ()() 6 t 0 − 6 t 2 } = 4 − 2 = 2 V

V rms =

1 ∫ 6 2 dt = 1

3 3 () 36 t 0 2 = 72 3 V V rms = 1   ∫ 6 2 dt + ∫ 4 2 dt   = 0 1 3  0 2  3 ( 72 + 16 ) = 88 3 V

CONTOH: Tentukanlah nilai, tegangan puncak (V p ), tegangan puncak- CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (V p ), tegangan puncak- puncak (V pp ), perioda (T), tegangan rata-rata (V rr ), dan tegangan efektif dari

puncak (V pp ), perioda (T), tegangan rata-rata (V rr ), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini.

bentuk gelombang tegangan berikut ini.

V p = 6 V ; V pp = 10 V ; T = 3 s

V = 1 rr 2 3    ∫ 0 6 dt + 3 0   ∫ 1 2 dt  = 3 ( 6 × 2 + 0 ) = 4 V

V = 1  2 rr 3 3  ∫ 0 6 dt + ∫ 2 − 4 dt   = 1 3 ( 6 × 2 − 4 × 1 ) = 2 , 66 V

rms = 1 2 3 2 ∫ 0 6 dt +

∫ 2 0 dt   = 3 ( 36 × 2 + 0 ) = 4 , 9 V

V rms = 1  2 3 2  ∫ 6 0 3 dt + 2 ∫ 2 ( − 4 ) dt  1  = 3 ( 36 × 2 + 16 × 1 = 5 , 42 V   )

CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (V p ), tegangan CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (V p ), tegangan

puncak-puncak (V pp ), perioda, tegangan rata-rata, dan tegangan puncak-puncak (V pp ), perioda (T), tegangan rata-rata (V rr ), dan

efektif dari bentuk gelombang tegangan sinus ini

tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini

2 π ∫ sin ω td ω t

d sin x cos x

1 − d (sin x cos x ) dx = 2 sin 2 x

dx

V p = 6 V ; V pp = 6 V ; T = 4 s 1 = sin 2 x + cos 2 x

= − sin 2 x + cos 2 x

⇒ dx − d (sin x cos x ) 2 = sin 2 xdx

⇒ ∫ dx − d (sin x cos x ) = 2 2 ∫ sin xdx

V rr = 1  4 2  ∫ 0 3 tdt + 3 ∫ 2 ( 6 − 6 ( t − 2 )) dt + 4 0 dt  = 1   6 × 3   = 2 , 25 V 2 π

V rms =

2 π ∫ sin ω td ω t = 1 2 π ×   ω t − 1  2 2 sin ω t cos ω t  

V rms = 4  ∫ 0 9 t dt + ∫ 2 ( 6 − 6 ( t − 2 )) 2 dt + 2 ∫  3 0 dt  = 3 , 0 V  π

CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (V p ), tegangan CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (V p ), tegangan puncak-puncak (V pp ), perioda (T), tegangan rata-rata (V rr ), dan

puncak-puncak (V pp ), perioda (T), tegangan rata-rata (V rr ), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini

tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini v

v = sin t ω V 1

v = sin t ω V

V rr = 1 ∫ π sin ω t d ω t = 1 × ( cos ω t ) π 0 = 1 × ( − 1 + 1 ) = 1 1 2 π

V rr = 2 π ∫ 0 sin ω t d ω t = π ∫ 0 sin ω t d ω t = π × ( cos ω t ) 0 = 2 π × ( − 1 + 1 ) = π V

1 ∫ sin 2 ω td ω t = 2 × 1 ∫ sin 2 ω td ω t = 2 × 1  1

0 2 π 0 π 0 π ×   2 − 2 sin ω t cos ω t    0

Bentuk gelombang sinyal adalah suatu persamaan atau suatu grafik yang menyatakan sinyal sebagai fungsi dari waktu.

Ada dua macam bentuk gelombang, yaitu:

3. Model 3. Model 3. Model 3. Model Sinyal Sinyal Sinyal Sinyal

Bentuk Gelombang Dasar

Bentuk Gelombang Komposit

Hanya ada 3 macam bentuk

Bentuk gelombang komposit

gelombang dasar yaitu:

merupakan kombinasi

Anak tangga (step)

(penjumlahan, pengurangan, perkalian) dari bentuk gelombang

Bentuk Gelombang Dasar

Tiga Bentuk Gelombang

Contoh Bentuk Gelombang

Dasar

Komposit

Fungsi Anak-Tangga ( Fungsi Step )

v = u ( t ) = 0 untuk t < 0 Amplitudo = 1

v 1,2 v

Muncul pada t= 0 t

= 1 untuk 0 0 0 t ≥

0 t 20 -1,2 0 t Anak tangga 20 Sinus teredam

Eksponensial ganda

v 1,2

v = V A u ( t ) = 0 untuk

t < 0 Amplitudo = V A

= V A untuk t ≥ 0 Muncul pada t =0 Sinus

0 20 t v

v 1,2 Deretan pulsa

Gelombang persegi

A u ( t − T s ) = 0 untuk t < 0

= V untuk t ≥ T t

A s Eksponensial

0 0 0 20 v

Gigi gergaji

Segi tiga

Amplitudo = V A Muncul pada t = T s

57 Atau tergeser positif sebesar T s 58

Bentuk Gelombang Eksponensial

Contoh

Amplitudo = V A 10

Konstanta waktu = 2

v ==== [ V A e −−−− t / τ u ] ( t )

τ : konstanta waktu

v [V]

0.368V A

3 v 2 t ) = 10 e / 2 u ( t ) V

v 1 Konstanta waktu = 2

0 1 2 3 4 5 t/ τ

0 0 5 t [detik]

10 v 3 ( t ) = 10 e − t / 4 u ( t ) V

Pada t = τ sinyal sudah menurun sampai 36,8 % V A .

Konstanta waktu = 4

Pada t = 5 τ sinyal telah menurun sampai 0,00674V A , kurang dari 1% V A .

Makin besar konstanta waktu, makin lambat gelombang menurun

Kita definisikan durasi (lama berlangsungnya) suatu sinyal eksponensial adalah 5 τ . Makin besar konstanta waktu, makin lambat sinyal menurun.

Gelombang Sinus Bentuk Gelombang Komposit

V A v T 0 V 1,2 A v

T 0 Fungsi Impuls

− V -1,2 A − V -1,2 T A S

v =V A cos(2 π t /T

v = V A cos[ 2 π ( t − T s ) / T o ]

Dipandang

sebagai terdiri

( Nilai puncak pertama

dari dua

terjadi pada t =0)

( Nilai puncak pertama

Dapat ditulis

terjadi pada t = T

gelombang

anak tangga

v ==== Au (((( t −−−− T 1 ))))

v ==== V A cos[ 2 π t / T o −−−− φ ]

dengan φ = 2 π T s T ( sudut fasa)

0 Muncul pada t = T 0 1 t

Karena frekuensi siklus f 0 v ==== 1 = − Au ( t − T 2 T ) 0 v = V A cos[ 2 π f 0 t − φ ] atau

− A Muncul pada t = maka T 2

dan frekuensi sudut ω 0 ==== 2 π f 0 ==== 2 π

v = V A cos[ ω 0 t − φ ]

T 0 v ==== Au (((( t −−−− T 1 )))) −−−− Au (((( t −−−− T 2 ))))

Impuls Satuan

Fungsi Ramp

Amplitudo ramp berubah secara linier thd sumbu tegak

Impuls simetris thd sumbu tegak

Impuls simetris

dengan lebar impuls diperkecil

Ramp muncul pada t =0 Luas = 1

namun dipertahankan luas tetap 1

r (t)

0 Kemiringan = 1

Lebar impuls terus diperkecil

Fungsi Ramp Tergeser

sehingga menjadi impuls satuan dengan definisi:

δ ramp berubah secara linier (t)

v T = δ ( t ) = 0 untuk t ≠ 0 r (t) muncul pada = 0

= 1 untuk t = 0 t

r ( t ) = K ( t − T 0 )( u t − T 0 )

Kemiringan fungsi ramp

Pergeseran sebesar T 0

Sinus Teredam

CONTOH: (bentuk gelombang anak tangga dan kompositnya)

v = sin( ω t ) V A e − t / ( τ u ( ) V A ) Maksimum pertama t fungsi sinus < V A a). v 1 v 1 = 4 u(t) V

b).

V sin ω t e − t / τ u ( t ) A 4V t

0 − 3V

Faktor yang menyebabkan

2) V penurunan secara eksponensial

3 u(t −

0 5 10 15 20 t 25 c). v 3 v

3 = 4u(t) − 3u(t −

2) V

v 3 4V 4V

Fungsi sinus beramplitudo 1

dipandang

v a = 4u(t) V

Fungsi eksponensial beramplitudo V 0 t

1V sebagai tersusun

dari dua

gelombang anak

v b = − 3u(t −

2) V

tangga

CONTOH: (fungsi ramp dan kompositnya)

Dipandang sebagai tersusun dari

a). v 1

d).

tiga gelombang anak tangga

4V v 1 = 2t u(t) V

v b). 2

v 4 v 4 = 4u(t) − 7u(t − 2)+3u(t −

5) V

v 4 v a = 4u(t) V

4V 4V 0 1 2 3 4 5 6

v c = 3u(t −

5) V

− 4V

2) V − 1 2 3 4 5 6

− 2(t − − 2) u(t

3V 2tu(t) V

c).

v b = − 7u(t −

4V

2) V

v 3 2tu(t) − 2(t −

2) u(t −

2) V

− 7V 4V Dipandang

sebagai tersusun

dari dua fungsi

ramp

1 2 3 4 5 6 − 2(t −

2) u(t −

2) V

CONTOH: (fungsi ramp dan kompositnya)

CONTOH: sinus teredam

d).

2tu(t) V

4V 4V 2tu(t) − 2(t −

2) u(t −

2) V

0 1 2 3 4 5 6 0.2 -5 -5

0 0 t [detik]

− 2(t −

2) u(t −

2) V

-10 -10

2tu(t) − 4(t − 2)u(t-2) V v

sinus v 1 = 10 cos ( 50 ( t − 0 , 020 ) ( ) V

e).

5 2tu(t)

− 2(t − 2)u(t − 2) 4V − 4u(t − 5)

f). v 6 4V 2tu(t) − 2(t − 2)u(t − 2)

sinus teredam v 2 = 10 cos ( 50 ( t − 0 , 020 ) ) e u ( t ) V

4u(t − 2)

yang dapat diabaikan nilainya pada t > 0,5 detik

Spektrum Sinyal

Contoh : Susunan sinyal sinus yang membentuk

Gelombang Persegi

Suatu sinyal periodik dapat diuraikan atas komponen-komponen penyusunnya. Komponen-komponen penyusun tersebut merupakan sinyal sinus.

Kita juga dapat menyatakan sebaliknya, yaitu susunan sinyal- sinyal sinus akan membentuk suatu sinyal periodik.

Komponen sinus dengan frekuensi paling rendah disebut komponen sinus dasar, sedang komponen sinus dengan frekuensi lebih tinggi disebut komponen-komponen harmonisa.

sin dasar + harmonisa 3 sin dasar + harmonisa 3 + 5 Komponen harmonisa memiliki frekuensi yang merupakan

sinus dasar

kelipatan bulat dari frekuensi sinus dasar. Jika sinus dasar memiliki frekuensi f 0 , maka harmonisa ke-3 mempunyai

frekuensi 3f 0 , harmonisa ke-7 memiliki frekuensi 7f 0 , dst.

Berikut ini adalah suatu contoh penjumlahan sinyal sinus yang akhirnya membentuk gelombang persegi.

71 sin dasar + harmonisa 3 + 5 + 7

sin dasar + harmonisa 3 s/d 21

Berikut ini kita melihat suatu penjumlahan sinyal sinus yang kemudian kita analisis komponen per komponen.

40 Spektrum Amplitudo

Spektrum Sudut Fasa

Sinyal: 90 v = 10 + 30 cos ( 2 π f

0 t ) + 15 sin ( 2 π ( 2 f 0 ) t ) − 7 , 5 cos ( 2 π ( 4 f 0 ) t )

Uraian: Frekuensi

0 f 0 2f 0 4f 0 m 10 A S u d -90

Amplitudo (V)

Sudut fasa −

Frekwensi [ x f o ]

Frekwensi [ x f o ]

Dalam spektrum ini, frekuensi sinyal terendah adalah Uraian amplitudo setiap komponen membentuk

nol, yaitu komponen arus searah

spektrum amplitudo Frekuensi komponen sinus terendah adalah f Uraian sudut fasa setiap komponen membentuk

spektrum sudut fasa Frekuensi komponen sinus tertinggi adalah 4f 0. Kedua spektrum tersebut digambarkan sebagai berikut:

Spektrum sinyal periodik merupakan uraian bentuk gelombang sinyal menjadi deret Fourier

Lebar Pita (band width)

Deret Fourier

Suatu fungsi periodik

dapat dinyatakan

f ( t ) = a 0 + ∑ [ a n cos( 2 π nf 0 t ) + b n sin( 2 π nf 0 t ) ]

Lebar pita adalah selisih dari frekuensi tertinggi dan terendah

sebagai:

a n = tan ϕ n diabaikan

Frekuensi tertinggi adalah batas frekuensi dimana amplitudo dari

b harmonisa-harmonisa yang frekuensinya di atas frekuensi ini dapat

atau

( ) = a 0 + ∑  a n 2 + b n  2 cos( n ω 0 t − ϕ n ) 

 n

Batas frekuensi terendah adalah frekuensi sinus dasar jika bentuk

Sudut Fasa gelombang yang kita tinjau tidak mengandung komponen searah.

Komponen searah

Amplitudo

komponen sinus Jika mengandung komponen searah maka frekuensi terendah adalah nol

komponen sinus

0 − T 0 / 2 f ( t ) dt

dimana:

T 0 ∫ 2 − T 0 / 2 f ( t ) cos( 2 π nf 0 t ) dt

yang disebut sebagai

koefisien Fourier

75 0 ∫ − T 0 ( ) sin( 2 π nf 0 t ) dt

Jika sinyal simetris terhadap sumbu-y, banyak koefisien

Contoh: simetri ganjil - Penyearahan Setengah Gelombang

Fourier bernilai nol

Simetri Genap y ( t ) = y ( − t )

a n = 2 A / 1 π − n 2 n genap; a n = 0 n ganjil y ( t )

- T 0 /2 T 0 /2 t

y ( t ) = a o + ∑ [ a n cos( n ω 0 t )

Contoh: simetri genap - Sinyal Segitiga

T 0 a 0 = Simetri Ganjil 0

T ( n π ) 2 n ganjil; a n = 0 n genap

y(t)

0 0 dan a n

0 b n = 0 untuk

semua n

[ b sin( n ω t ) ]

Contoh: Uraian Penyearahan Setengah Gelombang

Koefisien Fourier Amplitudo ϕ [rad]

a 2 -0,212 0,212

b 2 0 Uraian ini dilakukan hanya

a 4 -0,042 0,042

0 sampai pada harmonisa ke-6

harmonisa

0 Dan kita mendapatkan spektrum

b 4 0 Jika dari spektrum yang hanya sampai harmonisa ke-6 ini

kita jumlahkan kembali, kita peroleh bentuk gelombang:

a 6 -0,018 0,018

b 6 0 amplitudo sebagai berikut:

[V] 0.6 1.2 0.8 v hasil penjumlahan

0.4 Terdapat cacat pada bentuk gelombang

A 4 = 0 , 042 V ; A 6 = 0 , 018 V 0.4 0 0.3 Sinus dasar [ o ] hasil penjumlahan

0 0 Sampai harmonisa ke berapa kita harus menguraikan suatu bentuk gelombang 1 2 3 4 harmonisa 5 6 periodik, tergantung seberapa jauh kita dapat menerima adanya cacat yang mungkin terjadi pada penjumlahan kembali spektrum sinyal

Piranti Listrik dikelompokkan ke dalam 2 katagori

Piranti

4. Model 4. Model 4. Model 4. Model Piranti Piranti Piranti Piranti

pasif

aktif

menyerap

memberi

daya

daya

Resistor

nyata

batas daerah

Perilaku suatu piranti dinyatakan oleh karakteristik i-v yang

model dimilikinya, yaitu hubungan antara arus yang melalui

linier

piranti dengan tegangan yang ada di antara terminalnya. v

Simbol:

tegangan diukur antara dua ujung piranti

Kurva i terhadap v tidak linier

v R = R i R atau i R = G v R

linier

benar namun ada bagian yang

sangat mendekati linier, sehingga dapat dianggap linier.

dengan G = 1

piranti −−−−

tidak linier

Di bagian inilah kita bekerja.

R R disebut resistansi

arus melewati piranti

G disebut konduktans i

2 2 v Daya 2 pada R : p R = v R i R = i R R = v R G = R R

CONTOH:

Kapasitor

Resistor :

R = 4 Ω v R = 40 sin 314 t V i C

i R = 10 sin 314 t A p R = 400 sin 2 3 14 t W

t ∫ 20 dt 0

Konstanta proporsionalitas

0 0.01 0.02 0.03 0.04 C disebut kapasitansi

Daya pada C : p C = v C i C = Cv C dv C dt = d  1 -40  dt 2 Cv C  2 

t [detik]

Daya adalah turunan terhadap waktu dari energi. Maka apa yang ada dalam tanda kurung adalah energi Bentuk gelombang arus sama dengan bentuk gelombang tegangan Energi : w C = 1 2 C v C 2 + konstanta

Energi awal

CONTOH:

Induktor

Kapasitor : C = 2 µ F = 2 × 10 − 6 F dv C dt = 80000 cos 400 t V di L dt

v C = 200 sin 400 t V i L

C = 0 , 16 cos 400 t A simbol

L = i L ( t 0 ) + 1 L ∫ v L dt

mA 100 t 0 W

dt

Konstanta proporsionalitas

0 0.01 0.02 C 0.03 0.04 t L [detik] 0.05 disebut induktansi

Daya pada L : p L = v L i L = Li L di L = d  1 2 Li 2 

dt dt  L 

-200 Daya adalah turunan terhadap waktu dari energi. Maka apa yang ada dalam tanda kurung adalah energi

Bentuk gelombang arus sama dengan bentuk gelombang tegangan

namun i C muncul lebih dulu dari v C . Arus 90 o mendahului tegangan

Energi : w L = 1 Li L 2 2 + konstanta

Energi awal

CONTOH: Induktor : L = 2,5 H v L = 200sin400t Volt

v L = L di L dt → i L = 1 L ∫ v L dt = − 0 , 2 cos 400 t + i L 0 A

p L = v L i L = − 20 sin 800 t

Resistansi, kapasitansi, dan induktansi, dalam analisis rangkaian listrik merupakan suatu

V 200

konstanta proporsionalitas

mA 100

Secara fisik, mereka merupakan besaran

dimensional

-100 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 t [detik]

Bentuk gelombang arus sama dengan bentuk gelombang tegangan namun i L muncul lebih belakang dari v L . Arus 90 o di belakang tegangan

Induktansi Bersama

Resistor Kapasitor

Induktor

dv

di

Dua kumparan terkopel

secara magnetik

dt 2 dt 1 v

konstanta proporsionalitas

L 1 = k 1 N 1 2 L 2 = k 2 N 2 2 Induktansi sendiri kumparan-2 Terdapat kopling magnetik antar kedua kumparan yang dinyatakan dengan: M

Induktansi sendiri

kumparan-1

Secara Fisik

Kopling pada kumparan-1 oleh

M 12 = k 12 N 1 N 2 M 21 = k 21 N 2 N 1 kumparan-2 oleh Kopling pada

R = ρ L C ε A = kumparan-2 L = kN 2 Jika medium magnet linier : k 12 =k 21 =k M

kumparan-1

A d M 12 = M 21 = k M N 1 N 2 = M = k L 1 L 2

di 1 di 2 di 2 di 1 Persamaan tegangan L: panjang konduktor

resistivitas konstanta dielektrik

konstanta

Persamaan tegangan

A: luas penampang elektroda

N: jumlah lilitan

di kumparan-1

v 1 = L 1 dt ± M dt v 2 = L 2 dt ± M dt di kumparan-2

A: luas penampang

d: jarak elektroda Tanda ± tergantung dari apakah fluksi magnet yang ditimbulkan oleh kedua kumparan saling membantu atau saling berlawanan

Kopling magnetik bisa positif (aditif) bisa pula negatif (substraktif)

Transformator Ideal

Untuk memperhitungkan kopling magnetik

digunakan L 1 = k 1 N 1 2 L 2 = k 2 N 2 2

Arus i yang masuk M 12 = k 12 N 1 N 2 M 21 = k 21 N 2 N 1

Konvensi Titik:

ke ujung yang φ 2 bertanda titik di

φ aditif

φ substraktif

di 1 di 2  membangkitkan

salah satu

Jika kopling magnet terjadi

kumparan,

secara sempurna, artinya

v 1 = L 1 di 1 di 2 

dt ± M dt = N 1   k M N 1 dt ± k M N 2 dt  

2 fluksi magnit melingkupi

tegangan berpolaritas positif

 2  ± k M N 2 dt + k M N 1 dt   pada ujung

v 1 v 2 v 1 v 2 kedua kumparan tanpa terjadi

dt = N

v 2 = L 2 di kebocoran, maka 2 dt ± M di 1 ± 2 

di di 1 

bertanda titik = ± N . 1

kumparan lain

k 1 =k 2 =k 12 =k 21 =k M

1 = L 1 1 − M di 2 v 2 N Besarnya 2 dt dt dt dt tegangan yang

yang juga

v 1 = L 1 di 1 + M di 2 v

di

terbangkit adalah

v 1 i 1 + v 2 i 2 = 0 i 1 = − v 1 = m N 1 M di/dt .

Jika susut daya

v = L di 2 + M di 1 v = L di 2 − M di 1 adalah nol:

CONTOH:

Saklar

v 1 v 2 50 Ω

simbol

simbol

v v 1 = 120sin400t V

N 1/N2 = 0,1

v 2 = ( N 2 / N 1 ) v 1 = 1200 sin 400 t V saklar terbuka

saklar tertutup

i 2 = v 2 / 50 = 24 sin 400 t A i = 0 , v = sembarang

v = 0 , i = sembarang

i 1 = ( N 2 / N 1 ) i 2 = 240 sin 400 t A p L = v 2 i 2 = 28 . 8 sin 2 400 t kW.

Sumber Arus Bebas Ideal

Sumber Tegangan Bebas Ideal

Sumber arus bebas memiliki kemampuan memberikan arus yang ditentukan Sumber tegangan bebas memiliki tegangan yang ditentukan oleh

oleh dirinya sendiri, tidak terpengaruh oleh bagian lain dari rangkaian. dirinya sendiri, tidak terpengaruh oleh bagian lain dari rangkaian.

i =i s (tertentu) dan v = sesuai kebutuhan v =v s (tertentu) dan i = sesuai kebutuhan

ii

−−−− _ s

I ,i

+ Karakteristik i - v

Simbol konstan

Simbol sumber

Simbol sumber

sumber tegangan tegangan

tegangan bervariasi

Karakteristik

konstan

terhadap waktu

sumber arus ideal

sumber arus ideal

CONTOH:

Sumber Praktis

Sumber praktis memiliki karakteristik yang mirip dengan keadaan dalam praktik. Sumber ini digambarkan dengan menggunakan sumber ideal

+ − 40V

beban

5A beban

tetapi tegangan ataupun arus sumber tergantung dari besar pembebanan.

Sumber Tegangan

Sumber Arus

v v beban =v sumber = 40 V

i beban =i sumber =5A

p beban = 100 W → i = 2,5 A

p beban = 100 W

= 20 V

Sumber tegangan praktis terdiri dari

sumber ideal v dan resistansi seri R

Sumber arus praktis terdiri dari

sumber ideal i s dan resistansi paralel R p p beban = 200 W

→ i =5A

p beban = 200 W

= 40 A

sedangkan tegangan keluarannya

adalah v.

sedangkan tegangan keluarannya adalah v.

Tegangan sumber tetap, arus

i sumber berubah sesuai tertentu, akan tetapi arus

Arus sumber tetap, tegangan

sumber berubah sesuai

v s tertentu, akan tetapi tegangan

keluarannya adalah pembebanan

pembebanan

keluarannya adalah

Sumber Tak-Bebas (Dependent Sources) Sumber tak bebas digunakan untuk memodelkan Penguat

Sumber tak-bebas memiliki karakteristik yang ditentukan oleh besaran di

Operasional (OP AMP)

bagian lain dari rangkaian. Ada empat macam sumber tak-bebas, yaitu:

+V CC v o

CCVS

i Top

VCVS

+V CC : catu daya positif

v P = tegangan masukan non-inversi;

1 _ ri

1 CC + _ 1 _

V : catu daya negatif

v N = tegangan masukan inversi;

µ v 1 1 2 3 4 v o = tegangan keluaran;

− V CC

Sumber tegangan dikendalikan

Sumber tegangan dikendalikan

Model Sumber Tak Bebas OP AMP

oleh arus

oleh tegangan

Diagram rangkaian

catu daya positif

CCCS

VCCS

non-inversi masukan

i 1 β i 1 v 1 gv 1 R

keluaran

masukan Sumber arus dikendalikan

µ (v P − v N )

inversi oleh arus

Sumber arus dikendalikan

catu daya negatif

oleh tegangan

OP AMP Ideal

Contoh: Rangkaian Penyangga (buffer)

Suatu OPAMP ideal digambarkan dengan

diagram rangkaian yang disederhanakan:

masukan non-inversi v p i p

masukan inversi

keluaran

Jika OpAmp dianggap ideal maka terdapat relasi yang mudah pada sisi masukan

CONTOH:

Contoh: Rangkaian Penguat Non-Inversi

p B Ω =?

v o =? i B =?

2k

5V +

2k Ω +

v B 2 R B =1k Ω

1k Ω

i P = i N = 0 = 5 − v 2000 N → v N = 5 V

3 o = 5 V → v o = 15 V umpan balik

Rangkaian dengan OP AMP yang lain akan kita pelajari dalam pembahasan tentang rangkaian pemroses sinyal

Pekerjaan analisis rangkaian listrik

berbasis pada dua Hukum Dasar yaitu

1. Hukum Ohm

2. Hukum Kirchhoff

CONTOH:

Hukum Ohm

Seutas kawat terbuat dari tembaga dengan resistivitas 0,018 Ω .mm2/m. Jika kawat ini mempunyai penampang 10 mm2 dan panjang 300 m, hitunglah resistansinya.

• Relasi Hukum Ohm

Jika kawat ini dipakai untuk menyalurkan daya (searah), hitunglah tegangan jatuh pada saluran ini (yaitu beda tegangan antara ujung kirim dan ujung terima saluran)

v jika arus yang mengalir adalah 20 A. Jika tegangan di ujung kirim adalah 220 V, = iR

berapakah tegangan di ujung terima? Berapakah daya yang diserap saluran ?

resistansi

Diagram rangkaian adalah: ∆

Resistansi saluran kirim : R ==== ρ l ==== 0 , 018 ×××× • 300 Resistansi konduktor A 10 ==== 0 , 054 Ω – Suatu konduktor yang memiliki luas penampangn merata, A,

V saluran Saluran kirim

Sumber

+ − Beban i

mempunyai resistansi R

220 V

Karena ada saluran balik, R saluran ==== 2 ×××× 0 , 054 ==== 0 , 108 Ω

i = 20 A

Saluran balik

ρ l ρ resistivit : as bahan konduktor

Saluran dialirai arus 20 A, terjadi

tegangan

jatuh antara sumber dan beban :

dengan satuan

[ Ω .mm 2 / m]

∆ V saluran ==== iR saluran ==== 20 ×××× 0 , 108 ==== 2 , 16 V

A l panjang : konduktor dengan satuan [m] Tegangan di beban ==== tegangan sumber −−−− tegangan jatuh di saluran :

luas v : penampang konduktor dengan satuan [mm 2 ] terima ==== 220 −−−− 2 , 16 ==== 217 , 84 V

Daya yang 2 diserap saluran, 2 merupakan susut

daya di saluran

p saluran ==== i R ==== ( 20 ) ×××× 0 , 108 ==== 43 , 2 W

Hukum Kirchhoff

Ada beberapa istilah yang perlu kita fahami lebih dulu

Ada dua hukum Kirchhoff, yaitu

1. Hukum Tegangan Kirchhoff

Rangkaian : beberapa piranti yang dihubungkan pada terminalnya. Formulasi dari kedua hukum tersebut adalah sebagai berikut: Simpul (Node) : titik sambung antara dua atau lebih piranti.

Terminal : ujung akhir sambungan piranti atau rangkaian.

2. Hukum Arus Kirchhoff

• Hukum Arus Kirchhoff (HAK) -Kirchhoff's Current Law (KCL)

sebuah titik tetapi kawat-kawat yang terhubung langsung ke titik – Setiap saat, jumlah aljabar arus di satu simpul adalah nol simpul itu merupakan bagian dari simpul; jadi dalam hal ini kita mengabaikan resistansi kawat.

Catatan : Walaupun sebuah simpul diberi pengertian sebagai

Simpai (Loop) : rangkaian tertutup yang terbentuk apabila kita berjalan mulai

• Hukum Tegangan Kirchhoff (HTK) Kirchhoff's Voltage Law (KVL)

dari salah satu simpul mengikuti sederetan piranti dengan melewati – Setiap saat, jumlah aljabar tegangan dalam satu loop adalah nol tiap simpul tidak lebih dari satu kali dan berakhir pada simpul tempat kita mulai perjalanan.

Relasi-relasi kedua hukum Kirchhoff

+v 1 −

2 B 4 + − v s R 1 R 2 v 2 −−−− v s ++++ v 1 ++++ v 2 ==== 0 → v s = i 1 R + i 2 − R 1 2 +

A a). +

+v 1 −

v 1 1 loop 1

5 v 5 b).

v s R 1 − + − v L − v s + v 1 + v L = 0 → v = i R + L di L

3 loop 2

loop 3

dt

C +v 1 −

c).

1 C v v C − + v 1 + v = 0 → v = i R + 1 i − dt s C s 1 1 C ∫ C

HAK untuk simpul :

HTK untuk loop :

simpul A − : i 1 − i 2 = 0 loop 1 − : v 1 + v 2 + v 3 = 0

simpul B + : i 2 − i 3 − i 4 = 0 loop 2 − : v 3 + v 4 + v 5 = 0 +

simpul C + : i + i + i = 0 loop 3 − : v 1 + v 2 + v 4 + v 5 = 0 −

→ v s = i 1 R L di L + 1

1 + dt

C ∫ i C dt 114

Pengembangan HTK dan HAK

i 1 R 1 b).

1 − 2 + − R R 2 L ∫ v L dt = 0 Hukum Kirchhoff dapat dikembangan, tidak hanya berlaku

+v 1 − +v 2 −

untuk simpul ataupun loop sederhana saja, akan tetapi berlaku pula untuk simpul super maupun loop super

c).

+v 1 − + R +v 3 C −

− dv dt − R = 0

simpul super merupakan gabungan dari beberapa simpul

loop super merupakan gabungan dari beberapa loop

− d).

+v 1 − +v C −

i − i C − i L = 0 → v 1 − C dv C + 1 1 R 1 dt − L ∫ v L dt = 0

simpul super AB

CONTOH:

2 4 v =?

C i 3 = 8A −

v 1 1 3 5 v 5 i 1 = 5A B i 2 = 2A

loop 3

simpul super

ABC

simpul super AB

loop 3 = mesh super

Simpul C

loop ACBA

− v + 3 i 5 − 4 i 2 = 0 ⇒ v = 3 × 6 − 4 × 2 = 10 V

Hubungan Seri dan Paralel

1 2 i 2 2 v − 2 − Hubungan paralel

Hubungan seri v 1 =v 2 i 1 =i 2

Dua elemen atau lebih

Dua elemen dikatakan terhubung seri

dikatakan terhubung paralel

jika mereka hanya mempunyai satu

jika mereka terhubung pada

simpul bersama dan tidak ada elemen

dua simpul yang sama

lain yang terhubung pada simpul itu

Rangkaian Ekivalen Resistor Seri Rangkaian Ekivalen Resistor Paalel

Dua rangkaian disebut ekivalen jika antara dua terminal tertentu, mereka mempunyai karakteristik i-v yang identik

Dua rangkaian disebut ekivalen jika antara dua terminal tertentu, mereka mempunyai karakteristik i-v yang identik

R 1 R 2 R ekiv

i total

i total

V total −

G ekiv Resistansi G Seri :

R ekiv ==== R 1 ++++ R 2 ++++ R 3 ++++ ⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅ ⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅

1 ++++ G 2 ++++ G 3 ++++ ⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅ ⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅ total = R 1 + R 2 + ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅⋅ =

Konduktans i Paralel : G ekiv ==== G

1 + R 2 i + ⋅ ⋅⋅ ⋅⋅

= ( R 1 + R 2 + ⋅⋅ ⋅⋅ ) i = R ekivalen i .

i total = i G 1 + i G 2 + ⋅ ⋅⋅ ⋅⋅ = G 1 v + G 2 v + ⋅ ⋅⋅ ⋅⋅

= ( G 1 + G 2 + ⋅ ⋅⋅ ⋅⋅ ) v = G ekivalen v

Kapasitansi Ekivalen Kapasitor Paralel Induktansi Ekivalen Induktor Seri

Seri : _ C 1 C 2 C N

Kapasitor Paralel :

Kapasitansi Ekivalen Kapasitor Seri Induktansi Ekivalen Induktor Paralel

Induktor Paralel : v

C Kapasitor Seri :

CONTOH:

ii

=? C 1 =100 µ F Sumber Ekivalen

i v = 30 sin(100 t) V

R v bagian

− 4 Sumber tegangan

Sumber arus

→ i = C tot dv dt = 10 3 × 3000 cos 100 t = 0 , 1 cos 100 t A

2 ==== R 1 Jika kapasitor dihubungkan paralel :

Dari sumber tegangan menjadi

sumber arus

C tot = 100 + 50 = 150 µ F = 0 , 15 × 10 − 3 F

→ i = C tot dv

dt = 0 , 15 × 10 × 3000 cos 100 t = 0 , 45 cos 100 t A v

Dari sumber arus menjadi s = i s R 2 R 1 = R 2 sumber tegangan

Transformasi Y - ∆∆∆∆

CONTOH:

Rangkaian mungkin terhubung ∆ atau Y. Menggantikan hubungan dengan hubungan Y yang ekivalen, atau sebaliknya, dapat mengubah rangkaian menjadi ∆

C 30V

C hubungan seri atau paralel.

A B Hubungan Y R 2 R 1

i s Ekivalen ∆ dari Y Ekivalen Y dari ∆

Dalam keadaan seimbang, R Y ==== R ∆ R A ==== R B ==== R C atau R 1 ==== R 2 ==== R 3 3

R ∆ ==== 3 R Y 128

Kaidah Pembagi Tegangan

Kaidah Pembagi Arus

  G total i   total  R total 

Pembagi Tegangan : v k =  R k  v total Pembagi Arus :

v 1 = 10 V ; v 2 = 20 V ; v 3 = 30 V i 2 = G 2

Proporsionalitas

Keluaran dari suatu rangkaian linier adalah proporsional terhadap masukannya

Penjelasan:

masukan

R 2 v o keluaran −

R 1 + R 2  

  R 1 + R 2  

CONTOH:

Prinsip Superposisi

(a ) v in

Keluaran dari suatu rangkaian linier yang dicatu oleh lebih dari satu sumber adalah jumlah keluaran dari masing-masing sumber

B jika masing-masing sumber bekerja sendiri-sendiri (b ) A +

+ Suatu sumber bekerja sendiri apabila v

AB 80 Ω 40 Ω v o2 − v o2 = 

 40 + 80    v AB = ( 1 / 3 ) v AB → K 2 = 1 / 3 sumber-sumber yang lain dimatikan

Cara mematikan sumber:

  40 + 80    v AB sumber itu menjadi nol, artinya sumber ini menjadi hubungan singkat . v in

a. Mematikan sumber tegangan berarti membuat tegangan (c )

adalah membuat arus sumber menjadi −

b. Mematikan

sumber arus

nol, artinya sumber ini menjadi hubungan terbuka .

CONTOH:

Teorema Millman

Apabila beberapa sumber arus i k yang masing-masing memiliki

v 1 =12V

matikan v 2 − +

+ − v 2 =24V

resistansi paralel R k dihubungkan seri, maka hubungan seri

matikan v 1 tersebut dapat digantikan dengan satu sumber arus ekivalen i ekiv dengan resistansi paralel ekivalen R ekiv sedemikian sehingga

i ekiv R ekiv = ∑ R k i k dan

R ekiv = ∑ R k

Contoh:

i ekiv × 20 = 1 × 10 + 2 × 10

i ekiv =1,5A v o 1 =

Keluaran v o jika kedua sumber bekerja bersama adalah:

R 1 =10 Ω

R 2 =10 Ω

R ekiv =20 Ω

v o = v o1 + v o 2 = 6 + 1 2 = 18 V R ekiv = 10 + 10

Teorema Thévenin Rangkaian ekivalen Thévenin

Seksi sumber dari suatu rangkaian dapat digantikan oleh Suatu rangkaian bisa

Jika rangkaian seksi sumber pada hubungan

dipandang terdiri dari dua-terminal adalah linier, maka sinyal pada

terminal interkoneksi tidak akan berubah jika

Rangkaian ekivalen Thévenin

dua seksi

yaitu rangkaian yang terdiri dari satu sumber tegangan V T yang i

rangkaian seksi sumber itu diganti dengan

rangkaian ekivalen Thévenin

terhubung seri dengan resistor R T

Teorema Norton

R Seksi

Jika rangkaian seksi sumber pada hubungan

seksi

Seksi

dua-terminal adalah linier, maka sinyal pada

sumber

v ht

sumber beban

terminal interkoneksi tidak akan berubah jika

rangkaian seksi sumber itu diganti dengan

rangkaian ekivalen Norton

Cara Menentukan V T dan R T

Untuk mencari V T : lepaskan beban sehingga seksi sumber menjadi terbuka.

Cara lain mencari R T

Tagangan terminal terbuka v ht inilah V T i= 0 i= 0 Cara lain yang lebih mudah untuk menentukan R T adalah dengan melihat +

seksi + resistansi dari terminal beban ke arah seksi sumer dengan semua sumber sumber

− v ht

V T −−−− +

v ht =V T

− dimatikan.

Penjelasan:

Untuk mencari R T : hubung singkatlah terminal beban sehingga seksi sumber menjadi terhubung singkat dan mengalir arus hubung singkat i hs . R T adalah

Dengan

V T dibagi hi

1 mematikan

R 2 sumber maka

seksi sumber

i hs =V T /R T

R T = R 1 paralel dengan R 2

Jadi dalam Rangkaian ekivalen Thevenin : V T =v ht dan R T =v ht /i hs

Rangkaian ekivalen Norton

Seksi sumber suatu rangkaian dapat digantikan dengan

Rangkaian ekivalen Thévenin

Rangkaian ekivalen Norton

yaitu rangkaian yang terdiri dari satu sumber arus I N yang terhubung

paralel dengan resistor R ht

=v

R T =v ht /i hs

R T = R yang dilihat seksi

dari terminal ke arah sumber

Rangkaian ekivalen Norton

seksi sumber dengan semua sumber mati

I N =I hs

R T =R N

Rangkaian ekivalen Norton dapat diperoleh dari rangkaian ekivalen Thevenin

R N =v ht /i hs

dan demikian juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan kaidah ekivalensi sumber.

CONTOH: Rangkaian Ekivalen Thévenin

Alih Daya Maksimum

A'

Ada empat macam keadaan hubungan +

−−−− antara seksi sumber dan seksi beban

B B Sumber tetap, beban bervariasi Sumber bervariasi, beban tetap Sumber bervariasi, beban bervariasi

V T = V AB = V A ' B =

20 + 20 × 24 = 12 V Sumber tetap, beban tetap Dalam membahas alih daya maksimum, yaitu daya R T = 10 + 20 × 20

20 + 20 = 20 Ω maksimum yang dapat dialihkan ( ditransfer ) kebeban, kita hanya meninjau keadaan yang pertama

Kita menghitung alih daya maksimum melalui rangkaian

CONTOH:

ekivalen Thévenin atau Norton

A terjadi alih daya X

Hitung R agar

A Rangkaian sumber tegangan dengan

maksimum

memberikan daya maksimum kepada T

resistansi Thévenin R akan

Lepaskan R X hitung R T ,V T

R T = 10 + 20 × 20 = 20 Ω sumber

R B resistansi beban R B bila R B =R T

B beban

p maks ====   V T   V T 

V T 2 B 20 + 20

 2     2 R T   ==== 4 R T

20 + 20 × 24 = 12 V

Rangkaian sumber arus dengan resistansi Norton R akan memberikan

Hubungkan kembali R x

daya maksimum kepada resistansi N

Alih daya ke beban akan maksimum jika R X =R T = 20

R B beban R B bila R

B =R N

p X maks = ( 12 ) B 2 = 1 , 8 sumber

dan besar daya

2 2 maksimum yang bisa

beban

p maks ====

  I N 

B N 2 N  R ==== I 4 R dialihkan adalah

Teorema Tellegen

Dalam suatu rangkaian, jika v k mengikuti hukum tegangan Kirchhoff (HTK) dan i N

∑ v k × i k = 0 Teorema Substitusi

mengikuti hukum arus Kirchhoff (HAK), maka:

k = 1 Suatu cabang rangkaian antara dua simpul dapat disubstitusi oleh cabang

Teorema ini menyatakan bahwa di setiap rangkaian listrik harus ada

baru tanpa mengganggu arus dan tegangan di cabang-cabang yang lain

perimbangan yang tepat antara daya yang diserap oleh elemen asalkan tegangan dan arus antara kedua simpul tersebut tidak berubah pasif dengan daya yang diberikan oleh elemen aktif. Hal ini sesuai

dengan prinsip konservasi energi.

R ≡ sub

CONTOH: R 1 =2 Ω

v sub

i s R 2 =3 Ω v sub = v k − R sub × i k

10 V _

p sumber = v s i s = − 2 0 W (memberi daya) p beban = p 1 + p 2

= i 2 R 1 + i 2 R 2 (menyerap daya) = 8 + 12 = 2 0 W

Metoda Reduksi Rangkaian ?

6V +

0,4 A

Metoda Unit Output

i 1 i 3 i 5 Metoda Superposisi

V =?

v o = 1 V i 5 = v o = 0 , 1 A v B = 0 , 1 ( 30 + 10 ) = 4 V + 20 Ω

10 30 V Ω Ω V o1

Misalkan

1,5A

10 o2 −−−−

i 4 = v B = 4 = 0 , 2 A i 3 = i 4 + i 5 = 0 , 3 A v A = v B + i 3 × 20 = 10 V

v s ==== v A ++++ i 1 ×××× 20 V o 1 =

× 30 = 10 V V   20 1 . 5  o  2 = × × 10 = 10 V

20 = 0 , 5 A 1 2 3 ==== 10 ++++ 0 , 8 ×××× 10 ==== 18 V

A i = i + i = 0 , 8 A 10 + 20  20 + 10 

V o = V o 1 + V o 2 = 20 V

K = v = v = 18 v o ( seharusnya ) = K × 36 = 2 V

Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin

i 1 i 3 Aplikasi Metoda Analisis Dasar pada Rangkaian Dengan Sumber

Tak-Bebas Tanpa Umpan Balik

R L v o =?

10 Lepaskan beban di AB, sehingga −

v o = 10 20 × 15 = 5 V

AB terbuka, i 3 =0

V T = v AB ht = v A ' B A R 1 + R s

v 0 v o = µ v 1 = µ 1 v 10 Ω + s

15 V

R T = 10 + 20 × 20 20 + 20 = 20 Ω B

Metoda Tegangan Simpul (Node Voltage Method)

Dasar

Arus yang mengalir di cabang rangkaian dari suatu simpul M ke simpul X adalah

i MX =G (v M − v X )

Menurut HAK, jika ada k cabang yang terhubung ke simpul M, maka jumlah arus yang keluar dari simpul M adalah

Kasus-Kasus

CONTOH:

3 2 C v A ( G 1 + G 2 + G 3 ) − v B G 1 − v C G 2 − v D G 3 = 0 0,4

v A () G 1 − 0 . 4 − v B () G = 0     1  

B ( G 1 + G 2 + G 3 ) − v A () G 1 − v C () G 3 = 0   

( G + G + G ) − v () G − v () G = 0    − 1     1 + 1 + 1 

v B A v C C 3 4 5 B 3 D 5  20   20  20  10  

  − 10   0   v B   0 

C v A ( G 1 + G 2 ) − I s − v B G 1 − v C G 2 = 0 v D ( G 5 + G 6 ) − v C () G 5 = 0  0  − 1  1 1 1   1       =    B  G 1 G 2   + +  (nilai  arus langsung dimasukkan ke persamaan) 

G 2 C v A −−−− v D ==== V s (persamaan simpul super AD)

E G D G v F F A (((( G 1 ++++ G 2 )))) (((( ++++ v D G 3 ++++ G 4 )))) −−−− v B G 1 −−−− v C G 2 −−−− v E G 3 ) −−−− v F G 4 ==== 0 → v D = 16 = 1 V → v C = 16 + 6 × v

CONTOH:

Simpul super R

Metoda Arus Mesh

A 1 B 15 V R 5

C D (Mesh Current Method)

Arus mesh bukanlah pengertian

yang berbasis pada sifat fisis

I A I B rangkaian melainkan suatu peubah Simpul

v B ( G 1 + G 2 ) + v C ( G 4 + G 5 ) − v A G 1 − v D G 5 = 0   0 0 − 14 6     v C     − 75  

yang digunakan dalam analisis

arus

rangkaian.

super v B − v

C = − 15  0 0 0 22   v D   75 

G 0 D Metoda ini hanya digunakan untuk ( 5 + 6 ) − C 5 = I I D

mesh D E F

C rangkaian planar; referensi arus

  0  mesh di semua mesh mempunyai       10 + 20  

G H I arah yang sama (misalnya dipilih 

searah putaran jarum jam). 

Kasus-Kasus

Dasar

Tegangan di cabang yang berisi resistor R y yang menjadi

R 1 R 3 R 6 Mesh BCEFB :

anggota mesh X dan mesh Y adalah

v xy =R y (I x − I y )

R 2 I X I R Z 5 R 4 R 7 Mesh CDEC :

F E I Z ( R 4 + R 6 + R 7 ) − I X R 4 = 0 Sesuai dengan HTK, suatu mesh X yang terbentuk dari m

cabang yang masing-masing berisi resistor, sedang sejumlah

n dari m cabang ini menjadi anggota dari mesh lain, berlaku

A B v + 2 −−−− C D Mesh

ABFA :

0 = I X ∑ R x + ∑ R y ( I X − I y ) = I X  ∑ R

Mesh BCEFB :

R  5

mesh super

I x = arus mesh X; R

x = resistansi cabang mesh X yang tidak

mesh super ABCEFA :

I Y R 1 + I X ( R 3 + R 4 + R 5 ) − v 1 − I Z R 4 = 0 cabang mesh Y.

menjadi anggota mesh Y; I

y = arus mesh Y; R = resistansi

cabang BF :

CONTOH:

CONTOH:

Mesh ABEA :

I A ( 20 + 20 ) − I Mesh ABEA :

B 20 − 30 = 0 A

Mesh BCEB :

I B ( 20 + 10 + 20 ) − I A 20 − I C 20 = 0 Mesh BCEB :

I B ( 20 + 10 + 20 ) − I A () 20 − I C () 20 = 0

I C ( 20 + 10 + 10 ) − I B 20 = 0 Mesh CDEC : I C ( 20 + 10 + 10 ) − I B () 20 = 0

Mesh CDEC :

 1 0 0   I A   1   − 20 50 − 20   I  B    =

  40 − 20 0     I A     30  

 0 5 − 2   I B  =  2   0 − 20 40   I C 

 − 20 50 − 20     I B  = 

  0 − 20 40     I C     0  

I C = 0,25 A I B = 0,5 A I A =1A

I C = 0,25 A

I B = 0,5 A

I A =1A

CONTOH: mesh super

Aplikasi Metoda Analisis Umum pada

D Rangkaian Sumber Tak-Bebas Dengan Umpan Balik

Tidak seperti rangkaian tanpa umpan balik yang dapat dianalisis menggunakan

1A 20 Ω

I A I B I C metoda dasar, rangkaian jenis ini dianalisis dengan menggunakan metoda

tegangan simpul atau arus mesh

10k Ω B R F =?

C 5k A Ω D A : v A = 1 V

I A ( 20 + 20 ) + I B ( 10 + 20 ) − I C 20 = 0 +

mesh super

10 R F = 0 I A − I B = − 1 1V v 1 D

I C ( 20 + 10 + 10 ) − I B () 20 = 0 −

− + 100v 1 − 10V

1k Ω

C : v C = − 100 v 1

  0 0 12     I C     4  

= − 0 , 06 v

D Agar v D = −

10 V, maka v 1 = 0 , 6 V

I C = 1/3 A

I B = 2/3 A

I A = − 1/3 A

= 0 R F = 1515 k Ω ≈ 1 , 5 M Ω

10 R

F 166

Alat Ukur

Alat pengukur tidak bisa dibuat besar karena harus ringan agar dapat bereaksi dengan cepat. Alat ukur yang kecil ini harus ditingkatkan kemampuannya, dengan mempertahankan massanya tetap kecil.

Pengukur Tegangan Searah

Bagian pengukur hanya mampu menahan tegangan