Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah Uin

PENULISAN KARYA ILMIAH
Dalam menghasilkan karya ilmiah dituntut adanya keterampilanketerampilan terentu bagi penulisnya. Keterampilan tersebut adalah keterampilan
bahasa, keterampilan penyajian, dan keterampilan perwajahan. Penguasaan
keterampilan bahasa meliputi penguasaan ejaan, penguasaan pembentukan kata,
penguasaan pemilihan kata (diksi), dan dan penguasaan pembentukan kalimat
efektif.
Yang termasuk ke dalam keterampilan penyajian adalah penguasaan
keterampilan pembentukan paragraf, penguasaan pembagian pokok bahasan ke
dalam sub-sub pokok bahasan, serta yang terpenting adalah penguasaan topik
yang disajikan. Penguasaan keterampilan perwajahan menyangkut bagaimana
penulis menuangkan penguasaan keterampilan bahasa dan penyajian keterampilan
di atas kertas. Dalam hal ini penulis dituntut menguasai tentang teknik-teknik
penulisan karangan ilmiah dan pengetahuan tentang jenis kertas, ukuran kertas,
tipe kertas, dan sebagainya.
Secara ringkas pengetahuan yang terkait dengan penulisan karya ilmiah
menyangkut bahasa, isi, dan format.
A. Bahasa Karya Ilmiah
Karya ilmiah disampaikan dengan bahasa Indonesia ragam baku tulis,
bukan ragam lisan. Dalam ragam ini bahasa karya ilmiah harus menggunakan
kata-kata yang baku, lazim, hemat, dan cermat. Kalimat yang digunakan haruslah


kalimat efektif karena bahasa karya ilmiah merupakan ragam tulis. Penggunaan
ejaan yang tepat menjadi syarat yang penting.
Kata membikin, lantaran, dan ngikutin, misalnya, merupakan kata-kata
yang tidak baku. Kata yang tepat untuk ketiganya adalah membuat, sebab, dan
mengikuti. Setiap kalimat efektif haruslah memiliki gagasan yang jelas. Kejelasan
gagasan terlihat pada adanya satu ide pokok. Keberadaannya dalam kalimat dapat
diamati pada hadirnya subjek (S) dan predikat (P) ataupun diikuti objek (O) dan
keterangan (K) kalimat. Gagasan dalam kalimat biasanya menjadi kabur bila
kedudukan S atau P tidak jelas karena kesalahan penggunaan kata depan tertentu.
Dalam kenyatan, ejaan sering diabaikan. Kata kerja sama, terima kasih,
dan tanggung jawab, misalnya, sering dituliskan secara salah, yakni kerjasama,
terimakasih, dan tangguangjawab. Kata atlet, apotek, dan hierarki juga sering di
tuliskan salah, yakni atlit, apotik, dan hirarki.
Bahasa karya ilmiah menunjukkan ciri bahasa yang lugas. Dalam hal ini
karya ilmiah tidak mengizinkan adanya kalimat yang berbunga-bunga, seperti
yang sering digunakan dalam dunia sastra. Bahasa yang lugas tidak mengizinkan
hadirnya makna kias. Bahasa yang lugas juga menghindari adanya makna yang
taksa (mendua), baik dalam struktur frasa maupun kalimat. Kecermatan pilihan
kata dan penggunaan ejaan yang tepat menjadi sangat penting dalam mengatasi
ketaksaan tersebut.

Bahsa laporan menuntut adanya konsistensi pemakaian kata atau istilah.
Apabila suatu kata atau istilah dipilih karena pertimbangan tertentu, sebaiknya
kata-kata tersebut dipertahankan untuk seluruh halaman karya ilmiah. Sinonim

kata-kata yang dipilih hendaknya tidak digunakan. Karya ilmiah yang kurang baik
akan menghadirkan kata-kata bersinonim secara bergantian. Apabila kata
penilaian yang digunakan, sebaiknya kata ini dipertahankan pemakaiannya.
Jangan sampai kata tersebut pada suatu ketika dituliskan evaluasi dan pada
halaman yang lain di tulis asesmen untuk makna yang sama.
Konsistensi juga berlaku untuk menyebut atau penggunaan singkatan.
Apabila pada bagian awal karya ilmiah sudah disebutkan bahwa kata tertentu
disingkat dengan bentuk tertentu, pada halaman-halaman berikutnya yang perlu
dituliskan hanyalah bentuk singkatannya, bukan disebutkan sama untuk
selamanya atau bahkan bentuk lengkapnya.
B. Isi Karya Tulis Ilmiah
Karya tulis ilmiah dapat disajikan dalam dua bentuk: bentuk konvensional
dan bentuk popular. Pada bentuk konvensional ditemukan bab-bab dan penulisan
yang khas. Ada banyak bagian yang diulang-ulang, yang semata-mata untuk
memenuhi bagian suatu bab. Bentuk konvensioanal dapat berupa skripsi, tesis,
dan disertasi. Sementara itu, pada bentuk popular penyajiannya tidak berupa babbab. Meskipun teknik penulisannya juga bersifat khas, pengulangan yang sering

ditemukan seperti pada bentuk konvensional, sudah tidak tanpak lagi. Contohnya
dapat diamati pada artiklel di jurnal-jurnal ilmiah.
Karya tulis ilmiah dalam bentuk konvensional memerlukan berhalamanhalaman sehingga disajikan dalam ukuran buku. Pada bentuk ini banyak aturang
penulisan yang mengikatnya.isi bagian-bagiannya tertentu dan sering sekali

rumusannya terasa kaku. Bagian-bagian tersebut disajiikan dalam bentuk bab-bab.
Bentuk perwajahannya juga tertentu. Ini yang disebut dengan gaya selingkung.
Pada artikel dalam jurnal ilmiah, gay bahasa dan bentuk pemaparan yang
ditampilkan lebih fleksibel, tidak terlalu kaku. Tidak ada bab-bab dal artikel.
Sistematika yang secara umum digunakan adalah sebagaui berikut: judul, abstrak,
pendahuluan, metodologi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, penutup
(simpulan), dan daftarn pustaka. Untuk sistimatika artikel hasil pemikiran (bukan
hasil penelitian) adalah sebagai berikut: judul, abstrak, pendahuluan, pemaparan
pokok-pokok pikiran, penutup (simpulan), dan daftar pustaka.
Pada kesempatan ini akan difokuskan pada penulisan karya tulis ilmiah
bentuk konvensional.

1. Sistimatika Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI)
Secara umum KTI terdiri atas bagian utama, yaitu bagian pembuka, bagian
inti, dan bagian penutup. Secara berturut-turut bagian pembuka terdiri atas (1)

kulit luar, (2) lembar judul, (3) lembar identitas dan pengesahan, (4) abstrak, (5)
daftar isi, (6) daftar table, (7) daftar grafik, bagan, gambar (jika ada) dan (8) daftar
lampiran (jika ada). Bagian inti (digunakan nomor berurutan) terdiri atas
4). Abstrak
Absrak menguraikan dengan ringakas unrur-unsur permasalahan, tujuan,
prosedur dan hasil penelitian. Abstrak paling banyak terdiri atas dua halaman dan
diketik dengan spasi rapat (jarak satu spasi)
5). Daftar Isi

Untuk KTI yang lebih dari sepuluh halaman, daftar isi diperlukan
kehadirannya. Daftar ini memuat judul-judul bab, anak-anak bab, dan tajuk-tajuk
lain, serta nomor halamannya.
Berikut contoh penulisan daftar isi…………………………………
5). Daftar Tabel, Daftar Grafik, dan Daftar Gambar
Dafrat table, grafik, gambar, maupun skema pada prinsipnya memiliki
kesamaan dalam penyusunannya. Yang termuat dalam daftar jenis ini adalah nama
table, grafik, gambar atau skema yang diikuti penunjukan nomor halaman masingmasing.
B. Bagian Inti Laporan
1. Bab Pendahuluan
Bab pendahuluan KTI bermaksut mengantarkan pembaca kepada pokok

permasalahan utama, memberikan gambaran umum kepada pembaca tentang
permasalahan utama can cara pemecahannya. Karena itu, bagian ini haruslah
merangsang dan memudahkan pembaca memahasi seluruh isi tulisan.
Bab pendahuluan berisi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3)
rumusan masalah, (4) tujuan, (5) manfaat penelitian, serta (6) definisi istilah (bila
diperlukan).
Latar belakang memuat alasan pentingnya KTI, penting saat ini atau
permasalahan yang terkait dengan situasi awal saat itu, serta manfaat
pemecahannya secara sekilas. Pada bagian ini harus ada data awal tentang
permasalahan tersebut, yang diperoleh melalui studi pendahuluan. Data ini bisa

diperoleh melalui observasi, wawancara, ataupun dokumentasi. Kapan data itu
diperoleh perlu dijelaskan pada bagian ini.
Identifikasi maslah memuat permasalahan dengan berbagai submasalah
yang dipandang dari sudut beberapa teori atau satu teori tertentu. Pemfokusan
masalah itu menghasilkan rumusan masalah yang dapat dipertanggunjawabkan
secara rasional dan teoretis. Tujuan penelitian yang ada juga mengacu kepada
rumusan masalh tersebut.
Disamping tujuan, perlu disajikan manfaat penelitian, baik secara teoretis
maupun praktis. Apabila dianggap perlu, definisi isltilahdapat disajikan dengan

mengemukakan istilah-istilah pada variable penelitian (bukan istilah yang dipakai
pada judul).
2. Bab Kajian Pustaka
Bagian ini menguraikan teori terkait dan temuan penelitian yang relevan
yang memberikan arah ke pelaksanaan KTI dan usaha peneliti membangun
argument teoretis bahwa dengan tindakan tindakan tertentu dimungkinkan dapat
meningkatkan mutu dan hasil, bukan untuk membuktiakan teori. Bab ini diakhiri
dengan hipotesis tindakan.
Dalam bab ini akan banyak terdapat kutipan, baik kutipan langsung
maupun kutipan rtak langsung. Kutipan langsung berisi uraian yang sama benar
dengan buku atau tulisan aslinya, sedangkan tak langsung berisi ungkapan dengan
bahasa dan gaya penulis.
Untuk menuliskan ungkapan, baik kutipan langsung maupun kutipan tak
langsung, diperlukan aturan-aturan yang disebut catatan pustaka. Catatan pustaka

dicantumkan di dalam uraian (teks). Singkatan ibid. dari (ibidem, yang artinya pad
tempat yang sama), op.cit. (dari opera citato, yang berate telah dikutip lebih
dahulu), ataupun loc.cit. (dari loco citato, yang berarti pada tempat yang dikutip)
sebaiknya tidak digunakan.
Aturan penulisan catatan pustaka yakni (1) kutipan langsung yang kuranga

dari empat baris langsung dimasukkan dalam uraian, berarti berjarak dua spasi,
dan diapit oleh tanda petik, (2) kutipan langsung yang terdiri atas empat barisatau
lebih ditempatkan secar terpisah, yaitu dibawah uraian yang ditulis satu spasi
antarbaris dan menjorok ke dalam sepanjang lima ketik dari margin kiri.
a. Jika dalam uraian nama pengarang disebutkan, nama tersebut langsung
diikuti tahun penerbitan pustaka ataupun diikuti nomor halaman yang
ditempatkan diantara tanda kurung. Antara tahun dan nomor halaman
dipisahkan oleh tanda titik dua, tanpa jarak satu ketukan. Penulisan
nama pengarang dilakukan dengan menyebut nama akhir, kecuali
nama-nama Tionghoa, seperti berikut.
(1) Menurut Yani (1999), masalah yang….
(2) Hal ini secara tegas disampaikan oleh Yani (1999:19) sebagai berikut.
Stilistika adalah studi keragaman bahasa yang sifatnya menempatkan
bahasa tersebut dalam konteks. Sebagai contoh, bahasa iklan, politik, agama,
pengarang individual, dll, atau bahasa sebuah masa, semuanya digunakan secara
khusus dan milik situasi khusus.

b. Jika nama pengarang tidak disebutkan sebelumnya, nama pengarang
disebutkan dibelakang sesudah uraian yang dikutip. Nama itu diikuti
tahun terbit buku yang dipisahkan dengan tangda koma, kemudian jika

diperlukan dapat diikuti nomor halaman yang dipisahkan dengan titik
dua. Selurhnya dituliskan diantara tandas kurung.

(1) ... secara stilistika berbeda. “Gaya pada dasarnya berbeda dari dialek dan
dari tingkat nada, pembicara dialek tidak standar bisa menerapkan gaya
formal, dan pembicara standar bisa menggunakan gaya informal” (Yani,
1999:17).
(2) Perbendaharaan kata yang sangat informal seringkali
diacu sebagai slang (Yulianto, 1979).
(3) Berkaitan dengan kedwibahasaan tersebut berikut dikemukakan

pendapat tentang kedwibahasaan.
Sosiolinguis setuju bahwa kedwibahasaan tersebar luas di dunia sehingga
mungkin banyak orang di dunia ini yang dwibahasa, setidaknya dalam arti yang
kedua, daripada yang berbahasa tunggal. Banyak sosiolinguis menggunakan
istilah kedwibahasaan untuk mengacu pada individual, bahkan meski mereka
berbahasa tiga, empat, dan seterusnya dan menyimpan istilah multibahasa untuk
negara atau masyarakat, bahkan meski hanya ada dua bahasa yang terlibat
(Trudgill, 2003:15)


c. Jika terdapat dua pengarang pada buku yang diacu, yang ditulis oleh
seorang pengarang pada tahun yang sama di belakang tahun terbitan
dipakai huruf a,b,c, dan seterusnya (bukan kapital). Penulisan ini harus
sesuai dengan daftar pustaka (uraian dibelakang).

PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Sebagai Acuan
Urutan penyebutan unsur-unsur pustaka dalam daftar pustaka sebaga
berikut. (1) nama pengarang, (2) tahun penerbitan, (3) judul buku, (4) kota
penerbitan, (5) nama penerbit. Di antara bagian-bagian tersebut terdapat tanda
titik kecuali setelah (4) digunakan tanda titik dua. Setelah (5) diakhiri dengan
tanda titik pula.
a. Jika nama pengarang tidak tercantum maka, urutan yang digunakan
adalah (1) nama lembaga penerbit/nama penerbit, (2) tahun terbit, (3)
judul buku, dan (4) kota penerbitan.
b. Jika pengarang buku itu seorang editor.
Haliam, Amran (Ed.).

c. Jika pengarang buku tersebut dua orang

Yani, Ahmad dan Yulianto, bambang.

d. Jika pengarang lebih dari dua orang, nama pengarang pertama dibalik
dan diikuti singkatan dkk.
Yani, Ahmad dkk.

e. Jika

dari seseorang pengarang diacu beberapa bukunya, nama

pengarang tetap dituliskan sama dengan sebelumnya.
Yani, Ahmad
Yani, Ahmad

1. Tahun Penerbitan
a. Tahun terbit buku ditulis dengan angka arab diletakkan setelah nama.

Yani, Ahmad. 2010

b. Jika beberapa buku acuan ditulis oleh seorang pengarang dan

diterbitkan dalam tahun yang sama.
Yani, Ahmad. 2010a.
Yani, Ahmad 2010b.

c. Jika beberapa buku acuan ditulis oleh seorang pengarang dan
diterbitkan berbeda tahun.
Yani, Ahmad. 2010.
Yani, Ahmad 2011.

d. Jika tidak terdapat tahun penerbitan
Yani, Ahmad. Tanpa tahun

2.

Judul buku
a. Dicetak tebal pada awal kata dan dicetak miring.
Yani, Ahmad. 2010. Fonologi Bahasa Indonesia.

b. Laporan penelitian, artikel, makalah, kripsi, tesis, disertasi yang
diterbitkan tampa garis bawah dan diapit oleh tanda petik. Hal ini
berlaku pula bagi artikel dalam antologi, majalah, dan koran.
Sapir, Edward. 1989. “Unsur Mitos dan Legenda Kitab Sejarah
Melayu dan kaitannya dengan Pengajaran Sastra Lamadi SMA
Kelas II”
c. Keterangan-keterangan, seperti jilid, edisi ditempatkan setelah judul
bukudan dituliskan dengan huruf capital pada masing-masing awal
katanya. Angka dituliskan dengan huruf.
Yani, Ahmad. 1999. Pendidikan Dasar. Jilit Ketiga

d. Keterangan-keterangan dari buku yang berbahasa asing harus
diindonesiakan, seperti Edition dan volume masing-masing menjadi
edisi dan jilid.
Bloomfied, Leonard. 1987. Language. Edisi Kedua.

3.

Kota Penerbitan
a. Kota penerbitan dipisahkan dengan titik dua terhadap dama penerbit
yang mengikutinya.
Hamka. 1991. Air Kehidupan. Jakarta: Bekisar Merah.

b. Nama penerbit tidak dituliskan dibelakang kota penerbitan jika
lembaga penerbitan dijadikan pengganti nama pengarang.
Lempenas. 1981. Krisis – Bersama Urata Selan. Jakarta
B. Majalah Sebagai Sumber Acuan
Urutan penyebutan unsure-unsur pustaka yang bersumber dari majalah
adalah (1) nama pengarang, (2) tahun penerbitan, (3) judul artikel, (4) nama
majalah, (5) nomor majalah, (6) bulan penerbitan (bila ada), (7) tahun penerbitan
yang ke berapa/nomor urut tahun penerbitan (bila ada), (8) kota penerbitan. Judul
artikel diapit tanda petik, sedangkan nama majalah digaris bawahi dan didahului
oleh kata dalam.
Suparno. 1987. “manfaat Logika Matematika bagi Orang Teknik untuk
Komunikasi Sehari-hari” Dalam Media Pendidikan dan Ilmu
Pengetahuan. 26 (januari, XI). Surabaya.
C. Koran Sebagai Sumber Acuan
Unsure-unsur pustaka yang harus dicantumkan dalam daftar pustaka yang
bersumber pada Koran adalah (1) nama pengarang, (2) tahun penerbitan, (3) judul

artikel, (4) nama koran, (5) tanggal penerbitan, dan (6) kota penerbitan. Setiap
unsur diakhiri dengan tanda titik. Judul artikel diapit oleh tanda petik, dan nama
Koran dicetak miring yang didahului kata dalam seperti di bawah ini.
Laksono, Haryanto, Noor. “Hubungan Stress dengan Kegemukan”. Dalam
Jawa Pos. 5 November 1999. Surabaya.
D. Antologi Sebagai Sumber Acuan
Urutan penyebutan unsure-unsur pustaka dari antologi adalah (1) nama
pengarang, (2) tahun penerbitan Karangan, (3) judul karangan, (4) nama Editor,
(5) tahun penerbitan antologi, (6) judul antologi, (7) kota penerbitan, dan (8) nama
penerbit.
Highel, Gilbert. 1971. “Pikiran Manusia yang Tak Tertundukkan”. Dalam
Suriasumantri, Jujun S. (Ed.). 1992. Ilmu dalam Perspektif.
Jakarta: Gramedia.
E. Internet sebagai Sumber Acuan
Jika terdapat nama penyusunya, urutannya adalah (1) nama pengarang, (2)
tahun mengakses, (3) judul artikel, (4) alamat situs, dan (5) tanggal pengaksesan.
Setiap unsur diakhiri dengan tanda titik. Judul artikel diapit dengan tanda petik
dan alamat situs digarisbawahi. Sementara itu, apabila nama penyusun artikel
tidak ada, urutannya adalah (1) alamat situs, (2) tahun pengaksesan, (3) judul
artikel/berita, dan (4) tanggal pengaksesan.
Jamluddin, akhmad. 2007. “Manajemen Pendidikan Masa Kini”.
www.wikipidia. 2 Desember.
www. Wikipidia. 2009. “korban Pesawat Mulai Ditemukan”. 7 Juli.