bahasa melayu riau di indonesia. doc

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi antar anggota masyarakat,
berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi atau alat perhubungan antar
anggota-anggota masyarakat. Bahasa Indonesia merupakan bahasa
nasional dan bahasa negara yang digunakan untuk mempersatukan seluruh
bangsa.
Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang
mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Perjalanan yang ditempuh
oleh bahasa indonesia tak terpisahkan dengan perjalanan yang ditempuh
oleh bangsa Indonesia untuk merdeka. Sejalan dengan hal tersebut, sejarah
perkembangan bahasa indonesia dapat ditinjau dari masa sebelum
Indonesia merdeka dan masa sesudah merdeka
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah rumpun bahasa Melayu?
2. Apa alasan pemilihan bahasa Melayu Riau?
3. Bagaimana sejarah perkembangan Bahasa Indonesia sebelum dan
sesudah kemerdekaan?
C. Tujuan Perumusan

1. Untuk mengetahui sejarah rumpun bahasa Melayu
2. Untuk mengetahui alasan pemilihan bahasa Melayu Riau
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia sebelum
dan sesudah kemerdekaan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Rumpun Bahasa Melayu

1

Orang-orang Austronesia yang memasuki wilayah Nusantara dan
kemudian menetap di Nusantara tersebut mendapat sebutan bangsa
Melayu Austronesia atau bangsa Melayu Indonesia. Austronesia mengacu
pada wilayah geografis yang penduduknya menuturkan bahasa-bahasa
Austronesia. Wilayah tersebut mencakup Pulau Formosa, Kepulauan
Nusantara (termasuk Filipina), Mikronesia, Melanesia, Polinesia, dan
Pulau Madagaskar. Secara harafiah, Austronesia berarti "Kepulauan
Selatan" dan berasal dari bahasa Latin austrālis yang berarti "selatan"
dan bahasa Yunani nêsos (jamak: nesia) yang berarti "pulau".

Menurut Teori Antropologi,

Bangsa

Melayu

berasal

dari

percampuran dua bangsa, yaitu Proto Melayu dan Deutero Melayu. Proto
Melayu adalah ras Mongoloid, diperkirakan bermigrasi ke Nusantara
sekitar tahun 2500-1500 SM, kemungkinan mereka berasal dari daerah :
Provinsi Yunnan di selatan Cina, New Guinea atau Kepulauan Taiwan.
Sementara Bangsa Deutero Melayu berasal dari dataran Asia Tengah dan
Selatan, yang datang ke Nusantara pada sekitar tahun 500 SM.
Diperkirakan kedatangan Deutero Melayu membawa pengaruh budaya
India yang kuat dalam sejarah Nusantara dan Asia Tenggara.
PROTO MELAYU
Bangsa Melayu Tua ini memasuki wilayah Indonesia sekitar tahun 1.500

hingga 500 SM. Mereka masuk melalui dua rute: jalan barat dan jalan
timur. Jalan barat adalah melalui Semenanjung Melayu kemudian terus ke
Sumatera dan selanjutnya menyebar ke seluruh Indonesia. Sementara jalan
timur adalah melalui Kepulauan Filipina terus ke Sulawesi dan kemudian
tersebar ke seluruh Indonesia. Para ahli memperkirakan bahwa bangsa
Melayu Tua ini peradabannya satu tingkat lebih tinggi dibandingkan
dengan manusia purba yang ada di Indonesia. Orang-orang Melayu Tua ini
berkebudayaan Batu Muda (Neolitikum). Benda-benda buatan mereka
masih menggunakan batu namun telah sangat halus. Kebudayaan kapak

2

persegi dibawa bangsa Proto Melayu melalui jalan barat, sedangkan
kebudayaan kapak lonjong melalui jalan timur. Sebagian dari mereka ada
yang bercampur dengan ras kulit hitam.
Pada perkembangan selanjutnya, mereka terdesak ke arah timur
karena kedatangan bangsa Melayu Muda. Keturunan Proto Melayu ini
sampai kini masih berdiam di Indonesia bagian timur, seperti di Dayak,
Toraja, Mentawai, Nias, dan Papua. Sementara itu, bangsa kulit hitam (Ras
Negrito) yang tidak mau bercampur dengan bangsa Proto Melayu lalu

berpindah ke pedalaman atau pulau terpencil agar terhindar dari pertemuan
dengan suku atau bangsa lain yang mereka anggap sebagai “peganggu”.
Keturunan mereka hingga kini masih dapat dilihat meski populasinya
sedikit, antara lain orang Sakai di Siak, orang Kubu di Palembang, dan
orang Semang di Malaka.
DEUTRO MELAYU
Bangsa Melayu Muda memasuki kawasan Indonesia sekitar 500
SM secara bergelombang. Mereka masuk melalui jalur barat, yaitu melalui
daerah Semenanjung Melayu terus ke Sumatera dan tersebar ke wilayah
Indonesia yang lain. Kebudayaan mereka lebih maju daripada bangsa
Proto Melayu. Mereka telah pandai membuat benda-benda logam
(perunggu). Kepandaian ini lalu berkembang menjadi membuat besi.
Kebudayaan Melayu Muda ini sering disebut kebudayaan Dong Son.
Nama Dong Son ini disesuaikan dengan nama daerah di sekitar Teluk
Tonkin (Vietnam) yang banyak ditemukan benda-benda peninggalan dari
logam. Daerah Dong Son ini ditafsir sebagai tempat asal bangsa Melayu
Muda sebelum pergi menuju Indonesia. Hasil-hasil kebudayaan perunggu
yang ditemukan di Indonesia di antaranya adalah kapak corong (kapak
sepatu), nekara, dan bejana perunggu.


3

Benda-benda logam ini umumnya terbuat dari tuangan (cetakan).
Keturunan bangsa Deutro Melayu ini selanjutnya berkembang menjadi
suku-suku tersendiri, misalnya Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Minang, dan
lain-lain. Kern menyimpulkan hasil penelitian bahasa yang tersebar di
Nusantara adalah serumpun karena berasal dari bahasa Austronesia
Perbedaan bahasa yang terjadi di daerah-daerah Nusantara seperti bahasa
Jawa, Sunda, Madura, Aceh, Batak, Minangkabau, dan lain-lainnya,
merupakan akibat dari keadaan alam Indonesia sendiri yang dipisahkan
oleh laut dan selat. Semula bahasa bangsa Deutro Melayu ini sama, namun
setelah menetap di tempat masing-masing mereka pun mengembangkan
bahasa tersendiri. Kosakata yang dulu dipakai dan masih diingat tetap
digunakan, sedangkan untuk menamai benda-benda yang baru dilihat di
tempat tinggal yang baru (Indonesia) mereka membuat kata-kata mereka
sendiri. Jadi, jangan heran, bila ada sejumlah kata yang terkadang sama
bunyinya di antara dua suku namun memiliki arti yang berbeda sama
sekali, tak ada hubungan.
Ahli bahasa telah membagi perkembangan bahasa Melayu menjadi
tiga tahap utama yaitu; Bahasa Melayu Kuno, Bahasa Melayu Klasik, dan

Bahasa Melayu Modern.
Ciri-ciri bahasa Melayu kuno :
1.
2.
3.
4.

Terdapat unsur-unsur pinjaman daripada bahasa Sanskrit.
Bunyi b ialah w dalam Melayu kuno (Contoh: bulan – wulan)
Tidak wujud bunyi e pepet (Contoh dengan - dngan atau dangan)
Awalan ber- ialah mar- dalam Melayu kuno (contoh: berlepas-

marlapas)
5. Awalan di- ialah ni- dalam bahasa Melayu kuno (Contoh: diperbuat niparwuat)
6. Ada bunyi konsonan yang diaspirasikan seperti bh, th, ph, dh, kh, h
(Contoh: sukhatshitta)
7. Huruf h hilang dalam bahasa moden (Contoh: semua-samuha, saya:
sahaya)

4


Ciri-ciri bahasa Melayu klasik:
1. Ayatnya panjang, berulang, berbelit-belit dan banyak menggunakan
struktur ayat pasif.
2. Menggunakan bahasa istana: contoh tuanku, baginda, bersiram,
mangkat dsb.
3. Kosa kata arkaik dan jarang digunakan ; ratna mutu manikam, edan
kesmaran (mabuk asmara), sahaya, masyghul (bersedih)
4. Banyak menggunakan perdu perkataan (kata pangkal ayat): sebermula,
alkisah, hatta, adapun.
5. Banyak menggunakan ayat songsang: pendepanan predikat
6. Banyak menggunakan partikel ``pun' dan `lah'

Bahasa Melayu modern dikatakan bermula pada abad ke-19. Hasil
karangan Munsyi Abdullah dianggap sebagai permulaan zaman bahasa
Melayu modern kerana sifatnya yang dikatakan agak menyimpang dengan
bentuk bahasa Melayu klasik. Sebelum penjajahan British, bahasa Melayu
mencapai kedudukan yang tinggi, berfungsi sebagai bahasa perantaraan,
pentadbiran, kesusasteraan, dan bahasa pengantar di pusat pendidikan
Islam. Selepas Perang Dunia Kedua, British merubah dasar menjadikan

bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam sistem pendidikan.
Ada beberapa faktor yang mendasar mengapa bahasa melayu
menjadi bahasa asli dari bahasa indonesia yaitu bahasa melayu telah
digunakan sebagai lingua franca ( bahasa perhubungan ) selama berabadabad sebelumnya diseluruh kawasan tanah air. Bahasa melayu masih
berkerabat dengan bahasa-bahasa nusantara lainnya sehingga tidak
dianggap sebagai bahasa asing, dan bahasa melayu bersifat sederhana,
tidak mengenal tingkat-tingkat kebahasaan sehingga mudah dipelajari.
B. Alasan Pemilihan Bahasa Melayu Riau

5

Bahasa Indonesia merupakan dialek baku dari Bahasa Melayu
Riau. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam
Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah sebagai
berikut.
“jang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang
soenggoehpoen pokoknja berasal dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang
soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman
dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat
di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi

bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam
baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia.”
Saat itu, pemerintah menyetujui pemilihan bahasa Indonesia yang
berasal dari bahasa Melayu tuturan Riau. Presiden Soekarno tidak memilih
bahasa Jawa yang merupakan bahasanya sendiri dan juga bahasa mayoritas
pada saat itu. Adapun pertimbangan Presiden Soekarno atas pilihan bahasa
Melayu tuturan Riau sebagai berikut.
1. Suku-suku lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku
Jawa jika menggunakan bahasa Melayu tuturan Jawa.
2. Bahasa Melayu Riau lebih mudah dipelajari dibanding bahasa Jawa
yang memiliki tingkatan bahasa (halus, biasa, dan kasar) sesuai usia,
derajat, ataupun pangkat dan sering memunculkan kesan negatif jika
pemakai bahasa Jawa kurang memahami budaya Jawa.
3. Suku Melayu berasal dari Riau dan bahasa Melayu Riau paling sedikit
terpengaruh bahasa lainnya.
4. Menumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara tetangga,
seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura yang juga menggunakan

6


bahasa Melayu dan nasibnya sama dengan Indonesia, yaitu dijajah
Inggris.
5. Para pejuang kemerdekaan diharapkan bersatu lagi dengan tujuan
persatuan dan kebangsaan.
C. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
1. Sebelum Kemerdekaan
Pada zaman Sriwijaya bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa
penghubungan antar suku di nusantara dan sebagai bahasa yang
digunakan dalam perdagangan antara pedagang dari nusantara dan dari
luar nusantara. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa melayu
tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan-peninggalan, misalnya :
1. Tulisan yang terdapat pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh pada
tahun 1380 M
2. Prasesti Kedukan Bukit, di Palembang, pada tahun 683
3. Prasasti Talang Tua, di Palembang, pada tahun 684
4. Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686
5. Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok nusantara bersama dengan
menyebarnya agama islam di nusantara. Serta semakin berkembang
dan kokoh keberadaannya. Masuknya islam ke Indonesia sekitar abad

ke-14 atau sebelum membawa pengaruh pada tradisi tulis dalam
bahasa Melayu. Huruf Arab mulai digunakan untuk menulis bahasa
Melayu. Tradisi penulisan bahasa Melayu dengan huruf Arab atau
dikenal dengan tulisan Jawi masih berlangsung sampai abad ke-19.
Bahasa jawi adalah bahasa arab yang diubah ke bahasa melayu.
Abjad ini di gunakan sebagai salah satu tulisan resmi di Brunai,
malaysia dan indonesia untuk keperluan religius keagamaan. Kata
jawi berasal dari kata sifat untuk kata benda jawa dalam bahasa arab.
Kedua istilah tersebut mungkin berasal dari kata “ javadwipa” yaitu
nama kuno untuk pulau jawa.

7

Kemunculan bahasa jawi berasal dari kedatangan pedagang arab
yang masuk ke Indonesia pada abad ke 14 M. Abjad Jawi adalah salah
satu dari abjad pertama yang digunakan untuk menulis bahasa Melayu,
dan digunakan sejak zaman Kerajaan Pasai, sampai zaman Kesultanan
Malaka, Kesultanan Johor, dan juga Kesultanan Aceh serta Kesultanan
Patani pada abad ke-17. Bukti dari penggunaan ini ditemukan di Batu
Bersurat Terengganu, bertarikh 1303 Masehi (atau 702H pada
Kalendar Islam). Penggunaan alfabet Romawi pertama kali ditemukan
pada akhir abad ke-19. Abjad Jawi merupakan tulisan resmi dari
Negeri-negeri Melayu Tidak Bersekutu pada zaman kolonialisme
Britania.
Contoh abjad jawi yang ada di Indonesia :
‫چ‬
‫ڠڠ‬
‫ݢ‬
‫ڠڽ‬
‫ۏ‬

‫ﭺ‬
‫ڠڠ‬
‫ݢ‬
‫ڠڽ‬
‫ۏ‬

‫ﭼ‬
‫ڠڠـ‬
‫ڬڬـ‬
‫ڠڽـ‬

‫ـﭽ‬
‫ـ ڠڠـ‬
‫ـڬڬـ‬
‫ـڠڽـ‬

‫ـﭻ‬
‫ـ ڠڠ‬
‫ـݢ‬
‫ـڠڽ‬
‫ـۏ‬

ca
nga
ga
nya
va

Huruf huruf tersebut merupakan rekaan yang hanya didapati
dalam bahasa melayu dan tidak didapati di huruf arab yang sebenarya.
Tulisan Jawi berkembang pesat sejajar dengan penyebaran
Islam, setelah bangsa Melayu mendapati bahawa tulisan Pallava yang
digunakan mereka selama ini tidak sesuai sekali sebagai wahana
penyebaran Islam. Orang Melayu memandang tinggi tulisan Jawi
sebagai gerbang kepada pemahaman Islam dan kitab sucinya, alQur'an. Penggunaan tulisan Jawi merupakan faktor utama yang
memangkin kebangkitan bahasa Melayu sebagai serantau di samping
penyebaran agama Islam. Tulisan Jawi digunakan secara meluas di
negeri-negeri kesultanan Melaka, Johor, Brunei, Sulu, Patani, Ache
dan Ternate seawal abad ke-15, untuk tujuan surat-menyurat diraja,

8

titah-perintah, puisi dan juga kaedah perhubungan utama sesama
saudagar di pelabuhan Melaka.
Bahasa Indonesia Lahir Pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam
Kongres pemuda yang dihadiri oleh aktivis dari berbagai daerah di
Indonesia, bahasa Melayu diubah namanya menjadi bahasa Indonesia
yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan atau
bahasa nasional. Sebagai wujud perhatian yang besar terhadap bangsa
Indonesia, pada tahun 1938 diselenggarakan Konggres bahasa
Indonesia pertama di Solo.
2. Sesudah Kemerdekaan
Bahasa indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara
pada sehari sesudah proklamasi kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus
1945 karena pada saat itu ditetapkan Undang-Undang dasar 1945 yang
didalamnya terdapat pasal, yaitu pasal 36, yang menyatakan bahwa
’’Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.”
Sesudah

kemerdekaan,

bahasa

Indonesia

mengalami

perkembangan yang pesat. Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru
menruh perhatian yang besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia
diantaranya melalui pembentukan lembaga yang mengurus masalah
kebahasaan yang sekarang menjadi pusat bahasa dan penyelenggaraan
Konggres bahasa Indonesia. Perubahaan ejaan bahasa Indonesia dari
Ejaan Van Ophuijsen ke ejaan Soewandi hingga ejaan yang
disempurnakan (EYD) selalu mendapat tanggapan dari masyarakat.
Ejaan Van Ophuysen ditetapkan pada tahun 1901 dan diterbitkan
dalam sebuah buku Kitab Logat Melajoe. Sejak ditetapkannya itu,
Ejaan Van Ophuysen pun dinyatakan berlaku. Sesuai dengan namanya
ejaan itu disusun oleh Ch.A.Van Ophuysen, yang dibantu oleh Engku
Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Sebelum Ejaan Van Ophuysen disusun para penulis pada umumnya

9

mempunyai aturan sendiri-sendiri dalam menuliskan konsonan, vokal,
kata, kalimat, dan tanda baca. Oleh karena itu, sistem ejaan yang
digunakan pada waktu itu sangat beragam. Terbitnya Ejaan Van
Ophuysen sedikit banyak mengurangi kekacauan ejaan yang terjadi
pada masa itu.
1. Huruf y ditulis dengan j

4. Huruf j ditulis dengan dj

Misalnya :

Misalnya :

Sayang : Sajang

Jakarta : Djakarta

Yakin : Jakin

Raja : Radja

Saya : Saja
2. Huruf u ditulis dengan oe

3.

Jalan : Djalan
5. Huruf c ditulis dengan tj

Misalnya :

Misalnya :

Umum : Oemoem

Pacar : Patjar

Sempurna : Sempoerna
Huruf k pada akhir kata atau

Cara : Tjara

suku kata ditulis dengan tanda

Curang : Tjurang
6. Gabungan konsonan kh ditulis

koma diatas

dengan ch

Misalnya :

Misalnya :

Rakyat : Ra’yat

Khawatir : Chawatir

Bapak : Bapa’

Akhir : Achir

Rusak : Rusa’

Makhluk : Machloe’

Ejaan Republik ialah ejaan baru yang disusun oleh Mr. Soewandi.
Penyusunan ejaan baru dimaksudkan untuk menyempurnakan ejaan yang
berlaku

sebelumnya

yaitu

Ejaan

Van

Ophuysen

juga

untuk

menyederhanakan sistem ejaan bahasa Indonesia. Pada tanggal 19 Maret
1947, setelah selesai disusun ejaan baru itu diresmikan dan ditetapkan
berdasarkan surat keputusan menteri pendidikan, pengajaran, dan
kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A, tanggal 19 Maret
1947. ejaan baru itu diresmikan dengan nama Ejaan Republik. Namun
lazim disebut Ejaan Soewandi karena nama itu disesuaikan dengan nama
orang yang memprakarsainya. Seperti kita ketahui, Soewandi merupakan
10

nama Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika ejaan itu
disusun oleh karena itu, kiranya wajar jika ejaan yang disusunnya juga
dikenal sebagai Ejaan Soewandi.
Beberapa perbedaan yang tampak mencolok dalam kedua ejaan itu
dapat diperhatikan dalam uraian di bawah ini :
1. Gabungan huruf oe dalam Ejaan Van Ophuysen diganti dengan u
dalam Ejaan Republik.
2. Bunyi hamzah (‘) dalam Ejaan Van Ophuysen diganti dengan k dalam
Ejaan Republik.
3. Kata ulang boleh ditandai dengan angka dua dalam Ejaan Republik.
4. Huruf e taling dan pepet dalam Ejaan Republik tidak dibedakan.
5. Tanda trema (“) dalam Ejaan Van Ophuysen dihilangkan dalam Ejaan
Republik.

Ejaan Yang disempurnakan (EYD) diresmikan oleh Presiden
Republik indonesia Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1972. Merupakan
lanjutan dari ejaan baru atau ejaan LBK. Pedoman ejaan bahasa Indonesia
di sebut pedoman umum, karena dasarnya hanya mengatur hal-hal yang
bersifat umum. Namun ada hal-hal lain yang bersifat khusus, yang belum
di atur dalam pedoman itu, yang di sesuaikan dengan bertitik tolak pada
pedoman umum itu. Ejaan Yang Disempurnakan merupakan hasil
penyempurnaan dari beberapa ejaan yang di susun sebelumnya, terutama
ejaan republik yang di padukan pula dengan konsep konsep ejaan
pembaharuan, ejaan melindo dan ejaan baru.
Hal-hal apa sajakah yang terdapat dalam EYD?

1. Perubahan huruf
- Ejaan lama :
Dj → djika, wadjar
Tj →tjakap,pertjaja

Nj → njata,sunji
Ch → achir, chawatir
- EYD :
J → jika, wajar
C → cakap, percaya
11

Ny → nyata, sunyi
Kh → akhir, khawatir
2. Huruf f, v dan z yang merupakan
unsur serapan dari bahasa asing
diresmikan pemakaiannya.
Misalnya :
Khilaf

sedangkan di sebagai kata depan
ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya.Misal :
Awalan → didicuci
dibelikan
dilatarbelakangi

Fisik

Kata depan → Di

Zakat

Di kantor

Universitas
3. Huruf q dan x yang lazim di
gunakan dalam bidang ilmu
pengetahuan tetap di gunakan
misalnya pada kata furqan dan
xenon.
4. Penulisan di- sebagai awalan di
bedakan dengan di yang
merupakan kata depan. Sebagai
awalan, di- di tulis serangkai
dengan unsur yang menyertainya,

Di belakang
Di tanah
5. Kata Ulang ditulis penuh dengan
mengulang unsur-unsurnya.angka
dua tidak digunakan sebagai
penanda perulangan.
Misalnya :
Anak-anak, bukan anak2
Bersalam-salaman, bukan
bersalam2an

Hal hal yang di atur dalam EYD yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pemakaian huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
Penulisan kata
Penulisan tanda baca
Penulisan singkatan dan akronim
Penulisan angka dan lambang bilangan
Penulisan unsur serapan.
Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan

bahasa Indonesia dapat dirinci sebagai berikut :
1. Tahun 1801 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van
Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan

12

Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat
Melayu.
2. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit
buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur
(Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah
menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel,
seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok
tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kayo menggunakan bahasa
Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang
Volksraad (dewan rakyat), seseorang berpidato menggunakan bahasa
Indonesia.
4. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi pengokohan bahasa indonesia
menjadi bahasa persatuan.
5. Tahun

1933 berdiri

sebuah

angkatan

sastrawan

muda

yang

menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan
Takdir Alisyahbana.
6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru
Bahasa Indonesia.
7. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I
di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan
secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
8. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar
1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara.
9. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan
soewandi) sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku
sebelumnya.
13

10. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan
tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa
Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan
sebagai bahasa negara.
11. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik
Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang
DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun
1972.
12. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan

Pedoman

Umum

Ejaan

Bahasa

Indonesia

yang

Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi
berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
13. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak
tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
14. Tanggal 21 – 26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua
warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
15. Tanggal 28 Oktober – 3 November 1988 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira

14

tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta
tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani
dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia.
16. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1993 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa
dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi
Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia,
Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.
Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia,
serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
17. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan
dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

15

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahasa Indonesia sekarang ini telah melewati waktu yang sangat
lama dan telah terukir beberapa peristiwa-peristiwa penting dan bersejarah
bagi Negara Indonesia. Bahasa Indonesia yang dikenal sampai sekarang
ini ternyata berasal dari bahasa Melayu karena bahasa Melayu sering
digunakan sebagai lingua franca atau bahasa perhubungan dalam bentuk
misalnya, perdagangan, politik, keagamaan dan lain-lain. Bahasa Melayu
Riau disebarkan ke seluruh Indonesia

dengan sebutan Bahasa

Perdagangan di Selat Malaka pertama kalinya.
Alasan bangsa Indonesia memilih bahasa Melayu sebagai bahasa
Indonesia karena bahasa Melayu bersifat sederhana sehingga mudah
dipelajari dan tidak terikat pada perbedaan, hal ini diikuti oleh 5 negara
seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Indonesia dan Timor Timur.
Semenjak kelahiran bahasa Indonesia baik secara sosiologis pada
tanggal

28 oktober 1928, maupun kelahiran secara yuridis disahkan

tanggal 18 agustus 1945 pada UUD 1945 pasal 36 “Bahasa Negara adalah
Bahasa Indonesia, maka status bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa
Persatuan (bahasa Nasional) dan sebagai bahasa Negara (bahasa Resmi).
Ejaan merupakan hal yang sangat penting di dalam pemakaian
bahasa terutama dalam ragam bahasa tulis. hal-hal yang mencakup
penulisan huruf, penulisan kata, termasuk singkatan, akronim, angka dan
lambang bilangan serta penggunaan tanda baca. Perubahaan ejaan bahasa

Indonesia dari Ejaan Van Ophuijsen ke ejaan Soewandi hingga ejaan yang
disempurnakan (EYD) selalu mendapat tanggapan dari masyarakat.