Budaya Konsumsi Simbol oleh Masyarakat M

Tugas Sosiologi Budaya
Konsumsi Simbol oleh Masyarakat Modern

Nama : Yoga Liberiawan Ganis Yazid

NIM : 11/311994/SP/24471
Mata Kuliah : Sosiologi Budaya
Dosen Pengampu: Muhammad Supraja, M.Si., Prof. Dr. Heru Nugroho
Saya akan mengawali tulisan saya dengan mendefinisikan konsumsi, lalu saya lanjutkan
dengan budaya konsumen, budaya konsumsi simbol dan juga peranan media dalam
pelanggengan budaya konsumsi simbol.

Konsumsi
Konsumsi, menurut Don Slater (1997) adalah cara bagaimana manusia dan aktor sosial
dengan kebutuhan yang dimilikinya berhubungan dengan sesuatu (dalam hal ini material,
barang simbolik, jasa atau pengalaman) yang dapat memuaskan mereka. Jadi, cara
memuaskan diri mereka dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti, menonton, melihat,
menghabiskan, mendengar, memperhatikan, dan lainnya. Dan saya berasumsi bahwa
konsumsi di masa modern ini tidak lagi berupa hal-hal yang sifatnya membeli, konsumsi di
masa modern ini bisa tidak mengeluarkan uang cukup melihat dan mendengarkan apabila
manusia sudah merasa senang dan puas maka itu bisa disebut sebagai konsumsi.

Dengan definisi yang dijelaskan oleh Slater tersebut bisa dikatakan bahwa kegiatan
konsumsi secara keseluruhan mengacu pada aktifitas sosial. Tindakan konsumsi tidak lagi
dipahami hanya makan, minum, sandang dan papan saja (kebutuhan primer) tetapi juga
berbagai fenomena seperti, mendengarkan lagu, menonton film dibioskop, melihat barangbarang bermerek di mall, atau bahkan hanya sekedar jalan-jalan dengan sepeda sudah
menjadi satu kepuasan.
Karl Marx (1884-1891) pun banyak membahas konsumsi dalam karnya tentang
komoditas. Dalam membahas komoditas Marx membedakannya menjadi dua, yaitu: pertama,
alat alat produksi (means of production) sebagai “komoditas yang dimiliki suatu bentuk di
mana komoditas memasuki konsumsi produktif” dan kedua, alat alat konsumsi (means of
consumption) dapat didefinisikan sebagai “komoditas yang memiliki suatu bentuk di mana
komoditas itu memasuki konsumsi individual dari kelas kapitalis dan pekerja.”

Max Weber (1922-1978) menyatakan bahwa tindakan konsumsi dapat dikatakan sebagai
tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku dari individu lain dan
oleh karena itu diarahkan pada tujuan tertentu.
Konsumsi, menurut Yasraf (2004) dapat dimaknai sebagai sebuah proses objektifikasi,
yaitu proses eksternalisasi atau internalisasi diri lewat objek-objek sebagai medianya.
Maksudnya, bagaimana kita memahami dan mengkonseptualisasikan diri maupun realitas di
sekitar kita melalui objek-objek material. Disini terjadi proses menciptakan nilai-nilai melalui
objek-objek dan kemudian memberikan pengakuan serta penginternalisasian nilai-nilai

tersebut.

Budaya Konsumen
Dari budaya konsumsi inilah timbul budaya konsumen dan untuk mengerti budaya
konsumen sebagai fenomena sosial di masyarakat modern, Slater mengidentifikasikan
beberapa karakteristik yang dimiliki oleh budaya konsumen, yaitu antara lain:
a. Budaya Konsumen Merupakan Suatu Budaya dari Konsumsi.
Ide dari budaya konsumen adalah, dalam dunia modern, praktek sosial dan nilai
budaya inti, ide-ide, aspirasi dan identitas didefinisikan dan diorientasikan pada
konsumsi daripada kepada dimensi sosial lainnya seperti kerja kewarganegaraan,
kegiatan keagamaan, dan seterusnya.
b. Budaya Konsumen sebagai Budaya dari Masyarakat Pasar.
Dalam konteks ini budaya konsumen berkembang sebagai bagian dari sistem
kapitalis. Dalam konteks ini konsumen membeli sesuatu yang diproduksi oleh pasar
seperti, barang-barang, jasa-jasa dan pengalaman.
c. Budaya Konsumen adalah, Prinsip, Universal dan Impersonal.
Budaya konsumen bisa dipandang sebagai prinsip apabila menghasilkan barang
dalam jumlah besar untuk dijual bagi khalayak umum dari pada kepada diri sendiri,
bagi kepentingan rumah tangga atau komunitas lokal.
Budaya konsumen bersifat universal dalam masyarakat kapitalis dan pascakapitalis

apabila barang atau jasa yang diproduksi dijual kepada siapa saja, tanpa melihat
perbedaan status sosial ekonomi atau diferensiasi lainnya.
Budaya konsumen dipandang sebagai sesuatu yang impersonal apabila barang atau
jasa didistribusikan tanpa memperhatikan secara individual, orang-perseorangan atau
personal.
d. Budaya Konsumen Merupakan Media Bagi Hak Isrimewa dari Identitas dan Status
dalam Masyarakat Pascatradisional.

Budaya konsumen bukan diwariskan seperti layaknya posisi sosial yang mellekat
karen akelashiran dalam masyarakat tradisional, tetapi ia dinegosiasi dan dikonstruksi
oleh individu dalam hubungannya dengan orang lain.
Dalam percakapan sehari-hari banyak ditemukan adalanya rasa bangga jika
seseorang memperoleh suatu “hal yang baru” dari acara liburan mereka. Tanpa
mereka sadari, sebenarnya, mereka yang sedang melakukan percakapan tersebut
sedang melakukan negosiasi tentang identitas dan stastus mereka dalam masyarakat.
e. Budaya Konsumen Merepresentasikan Pentingnya Budaya dalam Penggunaan
kekuatan Modern.
Budaya konsumen mencakup tanda, gambaran, dan publisitas. Karena itu pula, ia
meliputi estisisasi komoditas dan lingkungan seperti penggunaan iklan, pengepakan,
tata letak barang di toko, desain barang, penggunaan etalase, dan seterusnya.

f. Kebutuhan Konsumen Secara Prinsip Tidak Terbats dan Tidak Terpuaskan
Dalam budaya konsumen, kebutuhan yang tidak terbats dipandang tidak hanya suatu
hal yang normal tetapi juga diperlukan bagi tuntutan dan perkembangan sosial
ekonomi.

Konsumsi Simbol
Di masa modern sekarang ini budaya konsumen atau budaya konsumsi sudah menjadi
gaya hidup masyarakatnya, tetapi yang dikonsumsi sekarang bukan lagi komoditas yang
dijual. Mengapa demikian? Karena aktifitas konsumsi masyarakat sekarang mulai bergeser
kepada komoditas yang mereka inginkan. Dalam arti sederhana, “butuh” berarti “ingin”,
namun “ingin” belum bisa diartikan sebagai “butuh”. Keinginan mendorong aktor untuk
mengkonsumsi simbol dan citra bukan lagi mengkonsumsi bentuk komoditas dalam arti yang
sebenarnya. Keadaan seperti inilah yang melanda manusia modern dan ‘seperti’ dimanfaatkan
oleh para pemilik modal untuk melanggengakan kondisi pasar.
Kebutuhan mungkin dapat dipenuhi dengan konsumsi objek, sebaliknya, hasrat justru
tidak akan pernah terpenuhi. Yasraf

mengemukakan, satu-satunya objek yang dapat

memenuhi hasrat adalah objek hasrat yang muncul dari alam bawah sadar secara imajiner.

Dan objek hasrat ini telah menghilang dan hanya mampu mencari substitusi-substitusinya
dalam dunia objek dari simbol-simbol yang dikonsumsi.
Dalam Yasraf, Gilles Deleuze dan Felix Guattari menyatakan bahwa hasrat atau hawa
nafsu tidak pernah terpenuhi, karena ia selalu direproduksi dalam bentuk yang lebih tinggi.
Orang mempunyai hasrat akan sebuah objek tidak disebabkan kekurangan alamiah dari objek
tersebut, akan tetapi perasaan kekurangan dan ketidakpuasan yang diproduksi dan
direproduksi dalam diri masing-masing.

Logika tersebut beroperasi dalam masyarakat konsumen saat ini. Yang dikonsumsi
adalah simbol-simbol yang melekat pada suatu objek. Sehingga, objek-objek konsumsi
banyak yang terkikis nilai guna dan nilai tukarnya. Nilai simbolis menjadi komoditas. Untuk
menjadi objek konsumsi, suatu objek harus menjadi tanda. Karena hanya dengan cara
demikian, objek tersebut bisa dipersonalisasi dan dapat dikonsumsi. Itu pun bukan semata
karena materialnya, melainkan karena objek tersebut berbeda dari lainnya.

Peran Media Massa dan Mall
Dan sekarang pun konsumsi simbol ini didorong dengan bantuan media. Surat kabar, TV,
dan media lainnya banyak membuat suatu bagian atau program yang khusus di desain untuk
channel komersial. Kita masyarakat modern semakin mudah menemukan pembahasan khusus
tentang barang-barang konsumsi, tempat-tempat belanja, tips belanjadan berbagai cerita

mengesankan tentang pengalaman berbelanja. Selain pada media massa, perkembangan yang
pesat juga terjadi pada bidang pemasaran dan periklanan (advertising) produk-produk
konsumsi, yang mana budget belanja iklan dan penciptaan brand pada perusahaan-perusahaan
juga semakin besar.
Iklan menciptakan simulasi untuk menanamkan simbol-simbol dari objek dalam
masyarakat. Pada awalnya, barang-barang ditampilkan berdasarkan kualitas material dan
fungsinya. Kemudian secara bertahap, iklan akan menciptakan ”cara” untuk membuat
asosiasi dari tanda yang berasal dari objek dengan suatu gaya hidup atau dengan kehidupan
sosial masyarakat. Sehingga yang ditekankan dalam iklan adalah, asosiasi objek dengan
sesuatu yang diinginkan atau hasrat-hasrat dari masyarakat. Oleh karena itu, iklan sangat
persuasif karena seringkali secara langsung mampu membidik hasrat-hasrat manusia.
Tak hanya media massa yang berperan dalam mendorong budaya konsumsi simbol tapi
juga hadirnya Mall pun itu sangat mendorong. Karena Mall menyatukan toko dengan
komoditas-komoditas yang berbeda ke dalam satu tempat berbentuk bangunan fisik. Toko
yang tadinya terpisah-pisah mulai ‘dipindahkan’ ke satu tempat dengan konsep Mall.
Mall memungkinkan aktor mengkonsumsi barang yang mereka butuhkan dan inginkan
dalam waktu yang sangat cepat dan efisien. Cepat, karena aktor tidak perlu
mempertimbangan jarak antara toko satu dengan toko lainnya. Karena toko-toko yang
berbeda tersebut sudah disatukan dalam satu tempat. Justru kondisi ini yang semakin
memanjakan aktor dalam mengkonsumsi merek dagang yang bisa jadi tidak mereka

butuhkan.

Pandangan Baudrillard tentang Konsumsi Simbol
Menurut Baudrillad, pola konsumsi masyarakat modern ditandai dengan bergesernya
orientasi konsumsi yang semula ditujukan untuk “kebutuhan hidup”, menjadi “gaya hidup”.
Bagi Baudrillafenomena tersebut tidak lepas dari munculnya kelas menengah pasca-Perang
Dunia II secara masif akibat diterapkannya konsep ekonomi keynesian. Sejalan dengan
pernyataan Veblen, kelas menengah merupakan “kelas penikmat” yang dapat mengkonsumsi
produk-produk kapitalis di pasaran. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari ekonomi
keynesian di mana pelonggaran anggaran pemerintah pada sektor publik menyebabkan
masyarakat dapat menabung dan membeli berbagai produk konsumtif yang ditawarkan.
Namun demikian, patut disayangkan, lambat laun pola konsumsi masyarakat pun
mengalami perubahan, konsumsi yang mereka lakukan tak lagi berorientasi pada kebutuhan
hidup melainkan gaya hidup. Contoh konkret sekarang ini masyarakat lebih memilih produk
“bermerek” daripada produk sejeni lain yang memiliki guna yang sama dan punya memiliki
harga yang lebih murah. Bagi Baudrillad, hal terkait menunjukkan betapa dewasa ini
masyarakat ini lebih terpaku pada konsumsi simbol ketimbang nilai gunanya.

Daftar Referensi
-


Amir Piliang, Yasraf, 2004, Dunia yang dilipat : Tamasya Melampaui Batas-Batas
Kebudayaan, Bandung : Jalasutra.

-

Damsar. Prof. Dr., dan Dr. Indrayani, S.E., M.M., 2013. Pengantar Sosiologi
Ekonomi Edisi Kedua, Jakarta: Kencana.

-

Ritzer, G, dan Douglas J. Goodman, 2011, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi
Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, Yogyakarta: Kreasi
wacana.

-

http://kolomsosiologi.blogspot.com/2011/09/sketsa-pemikiran-jean-pbaudrillard.html diakses tanggal 24/10/2013 pukul 21:53

-


http://eprints.undip.ac.id/9820/1/POSMODERNISME_DAN_BUDAYA_KONSUM
EN.doc diakses tanggal 24/10/2013 pukul 22:30

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

PENGARUH DAYA TARIK BERITA METRO XIN WEN TERHADAP INTENSITAS ETNIK TIONGHOA MENONTON METRO XIN WEN Studi pada Masyarakat Etnik Tionghoa di Pecinan Malang

1 28 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Dari Penangkapan Ke Budidaya Rumput Laut: Studi Tentang Model Pengembangan Matapencaharian Alternatif Pada Masyarakat Nelayan Di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur

2 37 2

Perilaku Konsumsi Serat pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Tahun 2012

21 162 166

Analisis Pengaruh Lnflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Sbi, Dan Harga Emas Terhadap Ting Kat Pengembalian (Return) Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Pada Bei

14 85 113

Peranan Hubungan Masyarakat (Humas) Mpr Ri Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa Tahun 2014

4 126 93

Asas Motivasi kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Mensosialisasikan hasil Perhitungan Suara Pada Pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2008 Melalui Website

1 54 171

Modul TK E 2016 150 hlm edit Tina M imas

2 44 165