Pembelajaran pada Anak Usia Dini Kajian

Pembelajaran pada Anak Usia Dini: Kajian Teoretik Pragmatis
Abstrak
Pendidikan harus melibatkan lingkungan sosial anak atau komunitas dimana ia
berada. Pendidikan berlangsung baik bila ada kerjasama yang baik dengan
lingkungan disekitar dan orangtua anak. Kondisi kekinian menunjukkan bahwa terjadi
berbagai permasalahan,
yang hal ini dapat berpengaruh pada perkembangan
pendidikan anak. Jadi, perlu dipahami dengan benar khususnya bagi para pendidik dan
umunya bagi masyarakat secara umum tentang pembelajaran yang efektif pada anak
usia dini. Pembelajaran ini dapat mengacu pada teori-teori belajar yang telah terbukti
efektif, juga pada penerapannya di lapangan. Teori-teori psikologi dapat dipergunakan
untuk pembelajaran pada anak usia dini. Terlepas dari perbedaan masing-masing,
selain telah terbukti efektif, teori-teori ini juga dapat diterapkan sesuai dengan kondisi
dan dituasi pembelajaran pada anak usia dini.
1. Pendahuluan
Anak merupakan subjek dan bukanlah sebagai objek pendidikan, yang berarti
baik pendidik maupun anak bersifat aktif dan selalu berkomunikasi. 3) Pendidikan harus
melibatkan lingkungan sosial anak atau komunitas dimana ia berada. Artinya, proses
pendidikan berlangsung baik bila ada kerjasama yang baik dengan lingkungan
disekitar dan orangtua anak. Selain itu, contoh program kegiatan yang diberikan
hendaknya mencerminkan kehidupan anak sehari-hari.

Kondisi kekinian menunjukkan bahwa terjadi berbagai permasalahan, yang hal
ini dapat berpengaruh pada perkembangan pendidikan anak. Thomas Lickona, seorang
pakar pendidikan karakter dari Courtland University mengungkapkan bahwa ada
sepuluh tanda zaman yang harus diwaspadai 1. Jika suatu bangsa sudah memiliki
kesepuluh tanda itu, maka berarti sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda
yang dimaksud adalah: meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, membudayanya
ketidakjujuran, sikap fanatik terhadap kelompok (peer-group) dalam tindak kekerasan;
rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, semakin kaburnya moral baik dan
buruk; penggunaan bahasa yang buruk, meningkatnya perilaku merusak diri seperti
penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas, menurunnya ethos kerja, adanya rasa
saling curiga dan kurangnya kepedulian antar sesama.
Pendapat senada juga disampaikan oleh Semiawan bahwa pengaruh negatif
dapat terjadi apabila mengandung unsur kekerasan, seks, dan anti sosial yang akan
meracuni kehidupan kejiwaan anak.2 Hal tersebut hampir sempurna dimiliki bangsa
Indonesia.
Berkaitan dengan hal ini, perlu dipahami dengan benar khususnya bagi para
pendidik dan umunya bagi masyarakat secara umum tentang pembelajaran yang
efektif pada anak usia dini. Pembelajaran ini dapat mengacu pada teori-teori belajar
yang telah terbukti efektif, juga pada penerapannya di lapangan.
1


Thomas Lickona, Educating Character: How Our Schools can Teach Respect and Responsibility (USA;
Bantam Book, 1992), pp. 12-22
2
Conny R. Semiawan. Landasan Pembelajaran dalam Perkembangan Manusia. (Jakarta: Pusat
Pengembangan Kemampuan Manusia, 2007) . p. 38.

2. Hakikat Belajar
Berbagai teori tentang belajar terkait dengan penekanan terhadap pengaruh
lingkungan dan pengaruh potensi yang dibawa sejak lahir. Potensi itu biasanya
merupakan kemungkinan kemampuan umum. Seseorang secara genetis anak lahir
dengan suatu organ yang disebut kemampuan umum (intelegensi) yang bersumber dari
otaknya. Apabila struktur otak telah ditentukan secara biologis, berfungsinya otak
tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungannya 3.
Proses
pembelajaran yang akan disiapkan oleh seorang guru hendaknya terlebih dahulu harus
memperhatikan teori-teori yang melandasinya, dan bagaimana implikasinya dalam
proses pembelajaran. Pembahas tentang teori-teori belajar dan implikasinya dalam
proses pembelajaran, di antaranya :
1. Teori Gagne

Belajar menurut Gagne adalah suatu proses yang mampu dilakukan oleh
organisme hidup seperti manusia dan hewan bukan tanaman, yang memungkinkan
organisme tersebut memodifikasi perilakunya secara relatif cepat dan permanen,
sehingga modifikasi yang sama tidak berulang kali terjadi pada situasi baru. 4 Gagne
beranggapan bahwa hirarki belajar itu ada, sehingga penting bagi guru untuk
menentukan urutan materi belajar yang harus diberikan. Materi-materi yang berfungsi
prasyarat harus diberikan terlebih dahulu. Keberhasilan siswa belajar kemampuan yang
lebih tinggi, ditentukan oleh apakah siswa itu memiliki kemampuan belajar yang lebih
rendah atau tidak.
Menurut Gagne dalam Pamungkas ada 8 tipe belajar5, yaitu: (1.) belajar isyarat; (2)
belajar stimulus respon; (3) belajar merangkaikan; (4) belajar aosisasi verbal; (5) belajar
diskriminasi; (6) belajar konsep; (7) belajar prinsip/hukum; (8) belajar pemecahan
masalah.
Kemampuan manusia sebagai tujuan belajar menurut Gagne 6 dibedakan
menjadi 5 kategori, yaitu: (a) keterampilan intelektual; (b) informasi verbal; (c) strategi
kognitif; (d) keterampilan motorik; dan (e) sikap. Implikasi teori Gagne di dalam proses
pembelajaran. Untuk mencapai hasil belajar yang demikian maka proses belajar
mengajar harus memperhatikan kejadian instruksional yang meliputi (1) menarik
perhatian, (2) menjelaskan tujuan, (3) mengingat kembali apa yang telah dipelajari, (4)
memberikan materi pelajaran, (5) memberi bimbingan belajar, (6) memberi

kesempatan, (7) memberi umpan balik tentang benar tidaknya tindakan yang dilakukan,
(8) menilai hasil belajar, dan (9) mempertinggi retensi dan transfer.
2. Teori Piaget
Prinsip teori Piaget, (a) manusia tumbuh beradaptasi, dan berubah melalui
perkembangan fisik, kepribadian, sosioemosional, kognitif, dan bahasa; (b)
pengetahuan datang melalui tindakan; (c) perkembangan kognitif sebagian besar
tergantung seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungan.
3

Semiawan C, 1997

4
5
6

Pamungkas Dudi. www.diecoach.com/pdf/2009070682/teori-belajar-yang-melandasi-rosespembelajaran

Ibit

Piaget dalam Semiawan7 mengatakan bahwa

perkembangan kognitif anak
terjadi melalui priode: (1) tahap sensori motor, (2) tahap praoperasi, (3) tahap operasi
konkrit, dan (4) tahap operasi formal.
Piaget dalam Foreman dan Kuschener, 8
menjelaskan bahwa otak manusia tahu bagaimana mengendalikan benda melalui input
dari indera seperti mata, telinga, kulit, hidung dan mulut yang secara langsung dalam
menunjukkan reaksi tertentu terhadap lingkungan sekitar.
Konsep-konsep dasar proses organisasi dan adaptasi intelektual menurut Piaget,
yaitu :
- skemata, dipandang sebagai sekumpulan konsep;
- asimilasi, peristiwa mencocokkan informasi baru dengan informasi lama yang
sudah dimiliki oleh seseorang;
- akomodasi, terjadi apabila antara informasi baru dan lama yang semula tidak
cocok kemudian dibandingkan dan disesuaikan dengan informasi lama; dan
- equilibrium (keseimbangan), bila keseimbangan tercapai maka siswa mengenal
informasi baru
Implikasi teori Piaget dalam Proses Pembelajaran, yaitu :
- Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar
kepada hasilnya tetapi juga prosesnya
- mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif dalam

pembelajaran, penyajian pengetahuan jadi tidak mendapat tekanan
- memaklumi adanya perbedaan individual, maka kegiatan pembelajaran diatur
dalam bentuk kelompok kecil
- peran guru sebagai seorang yang mempersiapkan lingkungan yang
memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman yang luas.
3. Teori Bruner
Teori Bruner hampir serupa dengan teori Piaget, Di dalam teorinya Bruner dalam
Pamungkas,9 mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak mengikuti 3 tahap
representasi yang berurutan, yaitu: (a) enactive representation, segala pengertian anak
tergantung kepada responnya; (b) iconic representation, pola berfikir anak tergantung
kepada organisasi visual (benda-benda yang konkrit) dan organisasi sensorisnya; dan
(c) simbolic reprentation, anak telah memiliki pengertian yang utuh tentang sesuatu hal,
pada priode ini anak telah mampu mengutarakan pendapatnya dengan bahasa.
Berbeda dengan Piaget, Bruner memiliki pandangan yang lain tentang peranan
bahasa dalam perkembangan intelektual anak. Bruner berpendapat meskipun bahasa
dan pikiran berhubungan, tetapi merupakan dua sistem yang berbeda. Bahasa
merupakan alat berfikir dalam yang berbentuk pikiran. Dengan kata lain proses berfikir
adalah akibat bahasa dalam yang berlangsung dalam benak siswa.
Bruner juga berpendapat bahwa kesiapan adalah penguasaan keterampilan
sederhana yang memungkinkan seseorang menguasai keterampilan lebih tinggi.

Menurut Bruner kita tidak boleh menunggu datangnya kesiapan, tetapi harus membantu
tercapainya kesiapan itu. Tugas orang dewasalah mengajarkan kesiapan itu pada anak.
7

8

Semiawan Conny R. Pendidikan Tinggi. Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayatb Seoptimal
Mungkin (Jakarta: PT. Gasindo 1999) h. 121-122
George E. Forman. Davids, Kuchener. The Child’s Construction Of Knowledge: Peaget: For Teaching children
(Washington DC: NAECY, 1993). h.h 50-55

9

Pamungkas. Op,cit. 3

Berhubungan dengan proses belajar Bruner dikenal dengan belajar penemuannya
(discovery learning).
Implikasi Teori Bruner dalam proses pembelajaran adalah: (a) menghadapkan
anak pada suatu suatu masalah; (b) anak akan berusaha membandingkan realita di luar
dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan (c) dengan pengalamannya

anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur
idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam benaknya. Untuk itu
siswa akan mencoba melakukan sintesis, analisis, menemukan informasi baru dan
menyingkirkan informasi yang tak perlu.
4. Teori Ausubel
Ausubel berpendapat bahwa belajar penemuan itu penting, tetapi dalam
beberapa situasi tidak efisien, ia lebih menekankan guru sentral, yaitu verbal yang
bermakna (meaningful verbal instruction). Suhenah merumuskan definisi belajar
merupakan suatu aktivitas menimbukan perubahan yang relatif permaqnen sebagai
akibat dari upaya-upaya yang dikakukannya. 10
Menurut Ausubel,11 setiap ilmu mempunyai struktur konsep-konsep yang
membentuk dasar sistem informasi ilmu tersebut. Semua konsep berhubungan satu
sama lain (organiser). Struktur konsep dari setiap bidang dapat diidentifikasi dan
diajarkan kepada semua siswa dan menjadi sistem proses informasi mereka yang
disebut dengan peta intelektual. Peta intelektual ini dapat digunakan untuk menganalisa
domain tertentu dan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan erat
dengan aktivitas domain tersebut. Belajar adalah mencocokkan konsep dalam suatu
pokok bahasan ke dalam sistem yang dimilikinya untuk kemudian menjadi milikinya dan
berguna baginya.
5. Teori Vygotsky

Teori Vygotsky beranggapan bahwa pembelajaran terjadi apabila anak-anak
bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas
itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya, atau tugas-tugas itu berada dalam
zone of proximal development. Vigostsky dalam Berk dan Winsher, 12mendefinisikan
ZPD sebagai jarak/ kesenjangan antara level perkembangan yang aktual ditujukan
dalam pemecahan masalah secara mandiri dan level perkembangan potensialyang
ditujukan oleh perkembangan pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa
atau kerjasama dengan teman sebaya yang lebuh mampu ( the distance between the
aktual development level as determinecl by independent problem solving under adult
guidence or in colaboration with more capeble press). Zone of proximal development
maksudnya adalah perkembangan kemampuan siswa sedikit di atas kemampuan yang
sudah dimilikinya.
Van de Stuyf13 mengatakan bahwa strategi pembelajaran pentahapan
(scoffolding) memberkan bantuan secara peragaan berdasarkan ZPD pembelajaran. Di
dalam pembelajaran soffolding banyak pengetahuan lain yang memberikan scoffold
atau bantuan yang memfasilitasi perkembangan pembelajaran artinya memfasilitasi
10

Ana Suhenah S. Membangun Kompetensi Belajar ( Jakarta; Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas.
2009) p.2


11
12

Pamungkas. Op.cit .h.5
L. E. Berk dan A. Winsler. Scffoldind Children Learning: Vigotsky and Early Childhood Education. (Washington
DC: NAECY, 1995). h.h 26

13

Rachel R.Van De Stuyf, Scoffolding as a Teaching Strategy (http//condor.admin.ceny.edu).

kemampuan anak untuk membangun petetahuan sebelumnya dan menginternalisasi
informasi baru.
Selanjunya Vygorsky lebih menekankan scoffolding, yaitu memberikan bantuan
penuh kepada anak dalam tahap-tahap awal pembelajaran yang kemudian berangsurangsur dikurangi dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih
tanggung jawab semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya.
6. Teori Konstruktivis
Ide-ide Piaget, Vygotsky, Bruner, Jhon Dewey dan lain-lain membentuk suatu
teori pembelajaran yang dikenal dengan teori konstruktivis. Semiawan berpendapat 14

bahwa pendekatan kontruktifisme bertolak dari suatu keyakinan bahwa belajar adalah
membangun (to construct) pengetahuan itu sendiri, setelah dicernakan dan kemudian
dipahami dalam diri individu, dan merupakan perbuatan dr dalam diri seseorang.
Ide utama teori ini adalah: (a) siswa secara aktif membangun pengetahuannya
sendiri; (b) agar benar-benar dapat memahami dan dapat menerapkan pengetahuan
siswa harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya
sendiri; (c) belajar adalah proses membangun pengetahuan bukan penyerapan atau
absorbsi; dan (d) belajar adalah proses membangun pengetahuan yang selalu di ubah
secara berkelanjutan melalui asimilasi dan akomodasi informasi baru.
Implikasi teori konstruktivis dalam proses pembelajaran adalah :
- memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar
hasilnya saja.
- Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif dalam
kegiatan pembelajaran
- Menekankan pembelajaran top-down mulai dari yang komplek ke sederhana, dari
pada bottom-up dari yang sederhana bertahap berkembang ke komplek
- Menerapkan pembelajaran koperatif
7. Teori Behaviorisme
Belajar menurut visi adalah perubahan perilaku yang terjadi melalui proses
stimulus dan respon yang bersifat mekanis. Oleh karena itu lingkungan yang sistematis,
teratur dan terencana dapat memberikan pengaruh (stimulus) yang baik sehingga
manusia bereaksi terhadap stimulus tersebut dan memberikan respon yang sesuai.
Aliran Behaviorisme adalah aliran yang percaya bahwa manusia terutama belajar
karena pengaruh lingkungan.
Dua tokoh terkenal dalam Behaviorisme yang mempelopori teori ini dan
mempunyai perbedaan dalam menjelaskan proses terjadinya belajar adalah Pavlov 15
yang berbicara tentang stimulus yang dipersyaratkan (conditioning reflex) untuk
memberikan respons yang diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan tuntutan
lingkungan (refleks yang dikondisikan) selanjutnya disebut classical conditioning, kedua
adalah Skinner yang agak berbeda pendiriannya dengan Pavlov. Skinner beranggapan
bahwa perilaku manusia yang dapat diamati secara langsung, adalah akibat
konsekuensi dari perbuatan sebelumnya. Kalau konsekuensinya menyenangkan maka
hal tersebut akan diulanginya lagi. Konsekuensi-konsekuensi tersebut adalah kekuatan
pengulang (reinforcement) untuk berbuat sekali lagi. Teori ini dikenal dengan sebutan
operant conditioning.
14
15

Conny Semiawan, Pembelajaran Pada Taraf Pendidikan Anak Usia Dini ( Jakarta: Prikalindo.2002). h. 3-4
Robert A. Slavin. Educational Psychology, Theory and Practice (Allyn and Bacon A divion of Paramout Publishing.
1986), p155

Belajar adalah akibat (konsekuensi, kekuatan pengulang) dari suatu perbuatan
yang menghadirkan perbuatan tersebut kembali. Apabila perbuatan tersebut
menyenangkan. (apabila seseorang lapar kemudian makan dan kenyang, maka
selanjutnya jika lapar maka ia akan makan (positive reinforcement. Sebaliknya, apabila
akibatnya adalah tidak nikmat (contoh: jika terlalu kenyang), maka tidak akan terdorong
untuk diperbuatnya lagi (negative reinforcement).16
Beranjak dari berbagai teori dan pemikiran para pakar pendidikan seperti yang
telah diuraikan sebelumnya, teori belajar yang di gunakan dalam model pendidikan
anak usia dini berbasis budaya Aceh adalah teori konstruktivisme. (1) Aliran
konstruktivisme menyakini bahwa pembelajaran terjadi saat anak berusaha memahami
dunia sekeliling mereka, anak membangun pemahaman mereka sendiri tehadap dunia
sekitar dan pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan teman sebaya,,
orang dewasa dan linkungan. (2) Setiap anak membangun pengetahuannya sendiri
berkat pengalaman-pengalaman dan interaktif aktif dengan lingkungan sekitar dan
budaya di mana mereka berada.
3. Pembelajaran pada Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang paling mendasar menempati posisi
strategis dalam pengembangan sumber daya manusia.17 The National for the Educational
of Young Children (NAEYC) mendefinisikan pendidikan anak usia dini adalah
pendidikan yang melayani anak usia lahir hingga 8 tahun untuk kegiatan setengah hari
maupun penuh, baik di rumah ataupun institusi luar 18. Asosiasi para pendidik yang
berpusat di Amerika tersebut mendefinisikan rentang usia berdasarkan perkembangan
hasil penelitian di bidang psikologi perkembangan anak mengindikasikan bahwa
terdapat pola umum yang dapat diprediksikan menyangkut perkembangan yang terjadi
selama 8 tahun pertama kehidupan anak.
Pembagian rentang usia berdasarkan keunikan dalam tingkat pertumbuhan dan
perkembangannya di Indonesia, tercantum dalam buku kurikulum dan hasil belajar
anak usia dini yang terbagi ke dalam rentang tahapan 19: (1).Masa bayi berusia lahir
0– 12 bulan (2), Masa “toddler” atau batita usia 1-3 tahun (3). Masa prasekolah usia 36 tahun (4). Masa kelas B TK usia 4-5/6 tahun20:
Rentang anak usia lahir sampai dengan 6 tahun merupakan rentang usia kritis dan
sekaligus strategis dalam proses pendidikan yang dapat mempengaruhi proses serta hasil
pendididkan pada tahap selanjutnya. Artinya periode ini merupakan periode kondusif untuk
menumbuh kembangkan berbagai kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosioemosional dan
spiritual.
Teori perkembangan pada Piaget dengan konsep kecerdasan seperti halnya
sistem biologi membangun struktur untuk berfungsi, pertumbuhan kecerdasan ini
dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial, kematangan dan ekuilibrasi. Semua
organisme dilahirkan dengan kecenderungan untuk beradaptasi (menyesuaikan diri)
16

Ibid, 156
Depdiknas. Direktorat PAUD, Dirjen PLSP. Acuan Menuju Pembelajaran pada Kelompok Bermain, Jakarta.
2005.p.1
18
Carol Seefeldt & Nita Barbour. Early Childhood Education. (New Jersey:PrenticeHall.1998)p.13
19
Depdiknas . Kurikulum Hasil Belajar Anak Usia Dini (Jakarta: Puskur.2002),p.1
20
Cathy Malley. National Network for Child Care. Avalaible at: http://www.nncc.org/child.dev.html
17

dengan lingkungannya. Cara beradaptasi berbeda bagi setiap individu, begitu juga
proses dari tahap yang satu ke tahap yang lain dalam satu individu.
Piaget selain meneliti tentang proses berpikir di dalam diri seseorang ia juga
dikenal dengan konsep bahwa pembangunan struktur berfikir melalui perkembangan
kognitif anak menjadi empat tahap 21: (1) tahap sensori motor (lahir-2 tahun); (2) tahap
praoperasi (usia 2-7 tahun); (3) tahap operasi konkrit (usia 7-11 tahun), dan (4) tahap
operasi formal (usia 11-15 tahun).
Tahapan ini sudah baku dan saling berkaitan, tidak dapat ditukar atau dibalik
karena tahap sesudahnya melandasi terbentuknya tahap sebelumnya. Akan tetapi
terbentuknya tahap tersebut dapat berubah-ubah menurut situasi sesorang,
perbedaaan antar tahap sangat besar, karena ada perbedaan kualitas pemikiran yang
lain. Meskipun demikian unsur dari perkembangan sebelumnya tetap tidak dibuang.
Jadi ada kesinambungan dari tahap ke tahap, walaupun ada juga perbedaan yang
sangat mencolok.
Adaptasi terjadi dalam proses asimilasi dan akomodasi. Kita merespon dunia
dengan menghubungkan pengalaman yang diterima dengan pengalaman masa lalu kita
(asimilasi), sedangkan setiap pengalaman itu berisi aspek yang mungkin saja baru
sama sekali. Aspek yang baru inilah yang menyebabkan terjadinya dalam struktur
kognitif (akomodasi)22.
Asimilasi adalah proses merespon pada lingkungan yang sesuai dengan struktur
kognitif seseorang. Tetapi proses pertumbuhan intelektual tidak akan ada apabila
pengalaman yang ditangkap tidak berbeda dengan skemata yang ada oleh sebab itu
diperlukan proses akomodasi, yaitu proses yang merubah struktur kognitif. Konsep ini
menjelaskan tentang perlunya guru memilih dan menyesuaikan materi berpijak dari ide
dasar yang diketahui anak, untuk kemudian dikembangkan dengan stimulasi lebih luas
misalnya dalam bentuk pertanyaan sehingga kemampuan anak meningkat dalam
menghadapi pengalaman yang lebih kompleks.
Vigotsky memandang bahwa sistem sosial sangat penting dalam perkembangan
kognitif anak. Orangtua, guru dan teman berinteraksi dengan anak dan berkolaborasi
untuk mengembangkan suatu pengertian. Jadi belajar terjadi dalam konteks sosial, dan
muncul suatu istilah zone of Proximal development (ZPD)23. ZPD diartikan sebagai
daerah potensial seorang anak untuk belajar, atau suatu tahap dimana kemampuan
anak dapat ditingkatkan dengan bantuan orang yang lebih ahli. Daerah ini merupakan
jarak antara tahap perkembangan aktual anak yaitu ditandai dengan kemampuan
mengatasi permasalahan sendiri batas tahap perkembangan potensial dimana
kemampuan pemecahan masalah harus melalui bantuan orang lain .
Sebagai contoh Anak usia 5 tahun belajar mengunting kertas dengan bantuan
pengarahan dari orangtua atau guru bagaimana caranya secara bertahap, sedikit demi
sedikit bantuan akan berkurang sampai ZPD berubah menajdi tahap perkembangan
aktual saat anak dapat menggunting sendiri.
Oleh karena itu dalam mengembangkan setiap kemampuan anak diperlukan
21

22

23

Vasta Ross, Haith Marshall M, Miller Scott A, Child Psychology (The Modern Science)John Wiley & Sons Inc,
USA 1999, p 30
Mclnerney, Dennis M., Mclnerney Valentine, Educational Psychology (Constructing Learning), Prentice Hall,
Australia 1998. P 21

Solso Robert L, Maclin M.Kimberly, Maclin Otto H, Cognitive Psychology, Pearson Education, Boston,
2005 p391

scaffolding atau bantuan arahan agar anak pada akhirnya menguasai keterampilan
tersebut secara independen 24. Dalam mengajar guru perlu menjadi mediator atau
fasilitator dimana pendidik berada disana ketika anak-anak membutuhkan bantuan
mereka. Mediatoring ini merupakan bagian dari scaffolding. Jadi walaupun anak
sebagai pembelajar yang aktif dan ingin tahu hampir segala hal, tetapi dengan bantuan
yang tepat untuk belajar lebih banyak perlu terus distimuluasi sehingga proses belajar
menjadi lebih efektif.
Vigotsky meyakini bahwa pikiran anak berkembang melalui 25: mengambil bagian
dalam dialog yang kooperatif dengan lawan yang terampil dalam tugas di luar zone
proximal development dan menggunakan apa yang dikatakan pendidik yang ahli
dengan apa yang dlakukan.
Berbeda dengan Piaget yang memfokuskan pada perkembangan berfikir dalam
diri anak (intrinsik), Vigotsky menekankan bahwa perkembangan kognitif seorang anak
sangat dipengaruhi oleh sosial dan kebudayaan anak tersebut. Setiap kebudayaan
memberikan pengaruh pada pembentukan keyakinan, nilai, norma kesopanan serta
metode dalam memecahkan masalah sebagai alat dalam beradaptasi secara
intelektual. Kebudayaanlah yang mengajari anak untuk berfikir dan
apa yang
seharusnya dilakukan.
John Dewey mendalami dunia pendidikan dan menjadi salah satu dari ahli yang
selalu memberikan gerakan-gerakan pembaharuan dalam dunia pendidikan. Ada
beberapa pendapat dari Dewey 26 di dalam memberikan kontribusi besar pada
pendidikan di Taman Kanak-kanak, yaitu: 1) Pendidikan harus dipusatkan pada anak. Artinya
dalam proses pembelajaran, fokusnya ada pada anak dari kebutuhan, perkembangan,
dan proses yang sedang dijalaninya. Hal senada juga dikatan oleh Santoso, bahwa
pendidikan perlu mengikuti sifat bawaan anak, sehingga pengaruh yang diberikan
kepada anak tidak bertentangan dengan kemauan dan bakat anak yang berkembang. 27
Hal senada juga dikemukan oleh Santoso, bahwa pendidikan perlu mengikuti sifat
bawaan anak, sehingga pengaruh yang diberikan kepada anak tidak bertentangan
dengan kemauan dan bakat anak yang berkembang. 28 Pendidik merupakan fasilitator
yang aktif dalam mendorong dan mengembangkan potensi yang ada pada diri anak. 2)
Pendidikan harus aktif dan interaktif. Hal ini berarti dalam proses pendidikan harus
berlangsung dua arah. Adanya komunikasi antara pendidik dan anak merupakan
faktor penting dalam menjalankan program kegiatan dan tujuan pendidikan.
Adapun teori mengenai perkembangan dan pendidikan anak usia dini dari Dewey
adalah:29 Pertama, Dewey percaya bahwa proses belajar anak berlangsung paling baik
ketika mereka berinteraksi dengan orang lain, baik bekerja sendiri ataupun bersama-sama
dengan teman sebaya dan orang dewasa. Dalam setiap proses perkembangan anak
sangat didukung oleh luasnya perkembangan sosial anak-anak tersebut.
24

Santrock. John W, Life-Span Development, Brown & Benchmark, Dallas 1997 p 187
Solso, Op ci.t p 390
26
Santrock, John W.L, op cit, 300
25

27

28

29

Robet M. Gagne, Prenciple of Intructional Design second Edition (New York: Florida Stateb University) p.3-4
Santoso Soegeng. Pendidikan Anak Usia Dini, Citra Pendidikan, Jakarta.2004. hal 1
Melnerney & Melnerney Op. cit. p 233

Dari perkembangan sosial yang baik, anak akan belajar untuk mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya dalam berbagai macam area perkembangan seperti
kognitif,emosi, dan keterampilan sosial. Kedua, adanya minat anak-anak yang
mendasari untuk mepersiapkan perencanaan kurikulum. la percaya bahwa minat
dan latar belakang tiap anak dan kelompok harus dipertimbangkan ketika pendidik
merencanakan pengalaman pembelajaran.
Ketiga, Dewey percaya bahwa pendidikan merupakan bagian dari hidup. la percaya
bahwa selama orang hidup akan selalu belajar, dan pendidikan akan mengarahkan apa
yang orang perlu ketahui pada saat itu, bukan mempersiapkannya untuk masa mendatang.
Dewey berpikir bahwa kurikulum akan berkembang melampaui situasi-situasi rumah yang
riil, dan situasi kehidupan lainnya. Hal ini berarti kurikulum atau program kegiatan belajar
merupakan sarana pengembangan keterampilan hidup bagi anak-anak di luar situasi yang
biasa dihadapinya di rumah.
Dengan melihat beragam perilaku dalam konteks yang lebih luas, anak-anak
diharapkan dapat mempunyai cara pandang yang luwes dan mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan di luar rumah. Untuk mewujudkan ini, Dewey berpikir bahwa pendidik harus
peka pada nilai-nilai dan kebutuhan keluarga. Nilai-nilai dan budaya dari keluarga dan
masyarakat akan tercermin dalam situasi-situasi yang terjadi di sekolah dalam bentuk
contoh pelaksanaan program kegiatan. Keempat, pendidik bukan hanya mengajarkan
pelajaran, tetapi juga mengajarkan bagaimana hidup di dalam masyarakat. Selain itu, Dewey
juga berpikir bahwa pendidik bukan hanya mengajar anak-anak secara individu tetapi juga
membentuk masyarakat.
Kelima, pendidik perlu memiliki keyakinan tentang keterampilan dan kemampuannya.
Dewey menjelaskan bahwa penting bagi pendidik untuk mengamati anak-anak dan untuk
mengetahui keadaan anak. Hasil observasi atau pengamatan, pendidik dapat
mengetahui jenis-jenis pengalaman apa yang menjadi minat dan siap dilalui anak-anak. Hal
ini menuju pendidikan yang bermutu adalah mengenal anak-anak dengan baik,
membangun pengalaman mereka atas pembelajaran yang lalu, menjadi terorganisir,
dan merencanakannya dengan baik. la juga percaya bahwa tuntutan atas metode baru
ini membuat pengamatan, dokumentasi dan pencatatan kejadian di ruang kelas menjadi
lebih penting daripada jika digunakan metode tradisional.
Menurut Dewey, suatu pengalaman hanya dapat disebut “pendidikan” jika memenuhi
kreteria: 1) Didasarkan pada minat anak-anak dan berkembang dari pengetahuan dan
pengalaman mereka yang ada. 2) Mendukung pengembangan anak-anak. 3) Membantu
anak-anak mengembangkan keterampilan baru. 4) Menambah pemahaman anak
mengenai dunia mereka. 5) Mempersiapkan anak-anak untuk lebih siap beradaptasi
dalam berbagai macam lingkungan30.
Montessori percaya bahwa pembelajaran anak-anak berlangsung dengan baik
melalui pengalaman sensory (panca indera) 31. la berpikir bahwa pendidik memiliki
tanggung jawab untuk memberikan pengenalan tekstur, bunyi, dan bau yang luar biasa
bagi anak-anak. la juga percaya bahwa bagian dari pengalaman panca indera untuk
anak-anak adalah mengenalkan alat dan perkakas yang cocok dengan tangan mereka dan
30
31

Westbrook,loc cit, p7
Tina Bruce & Carolyn Maggit, Child Care & Education (Hodder & Stoughton, London,2005) p 326

meja kursi yang sesuai dengan tubuh yang kecil lingkungan yang indah, teratur, permainan
sensory merupakan bagian dari warisan buah pemikiran Montessori.
Secara tegas, Montessori menekankan pentingnya pendidikan motorik, sensori, dan
bahasa bagi anak prasekolah. Gerakan-gerakan motorik akan membuat anak
mengarahkan kebebasan yang berarti dan membuat anak menjadi lebih tenang, gembira,
dan merasakan kepuasan. Pada pengembangan sensori anak, pendidikan diarahkan
mampu meletakkan dasar kemampuan intelektual anak melalui pengamatan dan
latihan yang terus menerus sambil melakukan perbandingan dan penilaian.
Para pendidik anak usia dini hendaknya terlibat aktif dalam proses pendidikan anak.
Pemberian kesempatan yang luas untuk anak-anak mengenali lingkungannya dengan cara
bereksplorasi merupakan tugas utama para pendidik. Pemaksaan dan pengekangan
daya eksplorasi dapat mematikan pengembangan potensi anak bahkan dapat
menyebabkan anak mengalami tekanan dan kebingungan dalam melakukan sesuatu
bila ia tidak menyukainya. Hal yang menjadi fokus utama bagi para pendidik adalah
mengelola proses pendidikan dalam pelaksanaan program kegiatan yang membuat setiap
anak merasa senang dengan apa yang dilakukannya dan baik pendidik maupun anakanak selalu mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang baru.
Untuk itu, Montessori menyatakan,32 bahwa pendidik anak-anak usia dini harus
memberikan pengenalan alat yang ril yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti; pisau, gunting, alat-alat kebersihan dan alat-alat pertukangan. Hal ini
dimaksudkan agar anak-anak secara bertahap mengenali alat-alat yang membantu
kelancaran proses kehidupan, selain itu dalam memberikan akses yang mudah bagi
anak, maka apabila menyimpan dan meletakkan bahan-bahan serta peralatan di tempat
yang dapat dijangkau anak-anak dan ditata secara teratur, sehingga mereka dapat
menemukan dan mengambil apa yang mereka butuhkan.
Merancang ruang kelas dengan rak-rak yang rendah dan terbuka berarti anakanak dapat melihat apa yang ada dan mendapatkan apa yang diinginkan tanpa
bantuan dari pendidik. Mereka tidak perlu mengganggu pekerjaan mereka untuk
mendapatkan perhatian dari pendidik yang sibuk atau meminta ijin untuk
menggunakan bahan-bahan yang mereka butuhkan. Seringkali dalam anak-anak usia dini di
Amerika, persediaan bahan-bahan kegiatan disimpan di tempat yang tidak terjangkau oleh
anak-anak.
Pendidik yang mengikuti pedoman Montessori memiliki banyak sekali
perbekalan yang tersedia untuk penggunaan anak-anak. Dengan bantuan dari anakanak, mereka menyimpan perbekalan tersebut secara teratur sehingga pilihan dan
kesempatan secara terus-menerus mengundang anak-anak untuk menjadi kreatif.
Montessori juga sangat memperhatikan bagaimana menciptakan keindahan dan kerapian
di ruang kelas. Menurut Montessori, mengetahui bagaimana merancang lingkungan yang
indah dan menarik bagi anak-anak sama pentingnya dengan bagian pengajaran seperti
mengetahui bagaimana memilih buku anak-anak yang baik untuk perpustakaan.
Dari pikiran Montessori di atas, secara umum pada dasarnya pendidik anak usia dini
adalah mempersiapkan lingkungan, kondusif atau yang mendukung proses belajar,
pertumbuhan pengembangan diri anak. Dalam hal ini pendidik tidak perlu memaksa atau
membuat peraturan-peraturan yang mengikat anak tidak bebas dalam berekspresi.
Montessori percaya bahwa anak-anak ingin membutuhkan perhatian bagi diri dan
32

Tina Bruce & Carolyn Maggit, op.cit. p 329

lingkungan sekitarnya. Montessori berpendapat bahwa anak-anak belajar yang terbaik
adalah dengan sesuatu dan melalui pengulangan. Anak-anak akan mampu melakukan
segala hal yang mereka mampu. la yakin bahwa salah satu tanggung jawab pendidik adalah
untuk meningkatkan kompetensi atau kecakapan anak semaksimal mungkin.
Pakar Psikologi perkembangan Erikson memfokuskan pada perkembangan
psikososial sejak kecil hingga dewasa dalam delapan tahap. Setiap orang akan
melewati tahapan dan setiap tahapan akan mendapatkan pengalaman positif dan
negatif. Kepribadian yang sehat akan diperoleh apabila seseorang dapat melewati
krisis dalam tugas perkembangan dengan baik. Bagi anak usia dini, inisiatif vs merasa
bersalah (3-6 tahun)33.
Anak memerlukan pengasuhan yang penuh perhatian dan
bimbingan yang baik sehingga ia merasa aman baginya. Ketidak konsistenan dan
penolakan pada masa usia dini pada pengasuhnya berlanjut pada orang lain dan
lingkungan yang lebih luas. Pada masa usia dini banyak hal yang menarik dia sehingga
akan menjadikan dia ingin selalu mencoba terkadang berbahaya. Pada tahap ini orang
dewasa harus memberikan dukungannya dan Erikson mengingatkan pembatasan dan
kritik yang berlebihan akan menyebabkan tumbuh rasa ragu, tidak percaya terhadap
kemampuan dirinya.
Penelitian tentang kecerdasan lebih jauh lagi diungkapkan Gardner yang dikenal
konsep kecerdasan Jamak atau Multiple Intelegence (MI)34 ia mengidentifikasikan
kecerdasan sebagai kemampuan untuk menemukan dan mencari pemecahan masalah
serta membentuk suatu produk yang mempunyai nilai di pandang dari kebudayaan
seseorang. Kesembilan kecerdasan tersebut adalah: Linguistik, logika, matematika,
spasial, kinestetik, musik, intrapersonal, interpersonal serta naturalis. Tambahan dari
ketujuh kecerdasan ini adalah Spiritual, di mana anak juga memiliki kecerdasan yang
sifatnya vertikal, yaitu kecerdasan yang terkait dengan Tuhan. Setiap orang mempunyai
berbagai potensi tersebut dan masing-masing dapat dikembangkan ke tahap tertentu.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan. Untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memilikii kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut.
4. Penutup
Berbagai teori tentang belajar terkait dengan penekanan terhadap pengaruh lingkungan
dan pengaruh potensi yang dibawa sejak lahir. Potensi itu biasanya merupakan
kemungkinan kemampuan umum. Artinya, proses pendidikan berlangsung baik bila
ada kerjasama yang baik dengan lingkungan disekitar dan orangtua anak. Selain itu,
contoh program kegiatan yang diberikan hendaknya mencerminkan kehidupan anak
sehari-hari. Proses pembelajaran yang akan disiapkan oleh seorang guru hendaknya
terlebih dahulu harus memperhatikan teori-teori yang melandasinya, dan bagaimana
implikasinya dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan .
33

Slavin, Educational Psychology (Theory and Practice), p.55
Thomas Amstrong, Multiple Intelligences (California:
Development,1995),p.39
34

Association

for

Supervision

and

curriculum

Untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memilikii
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Daftar Catatan Kaki
1
2
3

4
5
6
7

Thomas Lickona, Educating Character: How Our Schools can Teach Respect and Responsibility
(USA; Bantam Book, 1992), pp. 12-22
Conny R. Semiawan. Landasan Pembelajaran dalam Perkembangan Manusia. (Jakarta: Pusat
Pengembangan Kemampuan Manusia, 2007) . p. 38.
Semiawan C, 1997
Pamungkas Dudi. www.diecoach.com/pdf/2009070682/teori-belajar-yang-melandasi-rosespembelajaran

Ibid
Semiawan Conny R. Pendidikan Tinggi. Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayatb Seoptimal
Mungkin (Jakarta: PT. Gasindo 1999) h. 121-122
George E. Forman. Davids, Kuchener. The Child’s Construction Of Knowledge: Peaget: For Teaching children
(Washington DC: NAECY, 1993). h.h 50-55

8
9

Pamungkas. Op,cit. 3
Ana Suhenah S. Membangun Kompetensi Belajar ( Jakarta; Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Depdiknas. 2009) p.2

10
11
12
13
14
15

16
17

18
19
20

21

Pamungkas. Op.cit .h.5
L. E. Berk dan A. Winsler. Scffoldind Children Learning: Vigotsky and Early Childhood Education.
(Washington DC: NAECY, 1995). h.h 26
Rachel R.Van De Stuyf, Scoffolding as a Teaching Strategy (http//condor.admin.ceny.edu).
Conny Semiawan, Pembelajaran Pada Taraf Pendidikan Anak Usia Dini ( Jakarta: Prikalindo.2002). h. 34
Robert A. Slavin. Educational Psychology, Theory and Practice (Allyn and Bacon A divion of Paramout
Publishing. 1986), p155
Ibid, 156
Depdiknas. Direktorat PAUD, Dirjen PLSP. Acuan Menuju Pembelajaran pada Kelompok Bermain, Jakarta.
2005.p.1
Carol Seefeldt & Nita Barbour. Early Childhood Education. (New Jersey:PrenticeHall.1998)p.13
Depdiknas . Kurikulum Hasil Belajar Anak Usia Dini (Jakarta: Puskur.2002),p.1
Cathy Malley. National Network for Child Care. Avalaible at: http://www.nncc.org/child.dev.html
Vasta Ross, Haith Marshall M, Miller Scott A, Child Psychology (The Modern Science)John Wiley & Sons
Inc, USA 1999, p 30
Mclnerney, Dennis M., Mclnerney Valentine, Educational Psychology (Constructing Learning), Prentice Hall,
Australia 1998. P 21

22

Solso Robert L, Maclin M.Kimberly, Maclin Otto H, Cognitive Psychology, Pearson Education,
Boston, 2005 p391

23

Santrock. John W, Life-Span Development, Brown & Benchmark, Dallas 1997 p 187
Solso, Op ci.t p 390
Santrock, John W.L, op cit, 300
Robet M. Gagne, Prenciple of Intructional Design second Edition (New York: Florida Stateb University) p.3-4
Santoso Soegeng. Pendidikan Anak Usia Dini, Citra Pendidikan, Jakarta.2004. hal 1
Melnerney & Melnerney Op. cit. p 233
Westbrook,loc cit, p7
Tina Bruce & Carolyn Maggit, Child Care & Education (Hodder & Stoughton, London,2005) p 326
Tina Bruce & Carolyn Maggit, op.cit. p 329
Slavin, Educational Psychology (Theory and Practice), p.55
Thomas Amstrong, Multiple Intelligences (California: Association for Supervision and curriculum
Development,1995),p.39

24
25
26
27
28
29

30
31
32
33

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4