Makalah perkembangan islam di brunai.doc

MAKALAH
PERKEMBANGAN ISLAM DI BRUNAI DARUSSALAM

Disusun Oleh

MUSLIADI PASARIBU
11682100570

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2017

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji Syukur Alhamdulillah, tidak lupa penulis panjatkan atas kehadirat
Allah SWT. Karena atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya lah sehingga penulis
mampu menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktu yang telah di
tentukan.
Dengan pokok bahasan “Perkembangan Islam di Brunei Darusalam”.
Penulis menyadari bahwa sanya penyusunan makalah ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak sangat penulis harapkan. Guna melengkapi atau memperbaiki makalah ini
selanjutnya.
Semoga makalah ini berguna dalam memperdalam ilmu pengetahuan
kitasemua.Kritik dan saran sangat di butuhkan untuk penyempurnaan penyusunan
makalah ini.

Pekanbaru, April 2017

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A.

B.
C.
D.
E.
F.

Brunei Darussalam awal sejarah...............................................................2
Kedatangan Islam di Brunei Darussalam..................................................5
Islam di Brunei Darussalam sebelum Kolonial.........................................10
Pusat Perkembangan Islam di Brunei Darussalam...................................19
Konterporer Islam di Brunei Darussalam.................................................20
Pendidikan Islam di Brunei Darussalam...................................................22

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................27
B. Saran .........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Dalam perkembangannya Islam mengalami kemajuan yang sangat
signifikan, meskipun pada Negara tertentu mengalami fliktuasi, dan bahkan ada
yang hamper punah seperti halnya di Spanyol. Penyebaran islam terjadi dengan
berbagai cara, diantaranya ialah orang – orang islam yang pergi kesuatu daerah
dengan tujuan berdakwah, selain itu ada pula yang bertujuan berdagang tetapi
sambil mendakwahkan Islam sebagai agamanya.
Kemudian selain berdakwah dan berdagang, mereka juga melakukan
perkawinan dengan anak bangsawan, penguasa dan lain sebagainya. Karena Islam
masuk kesuatu daerah tidak dengan paksaan, Islam juga tidak mengenal
pembagian kasta dalam masyarakat karena menganggap kedudukan manusia itu
sama di mata Tuhan, dan proses masuknya Islam yang berusaha membaur dengan
suatu adat istiadat disuatu daerah, membuat proses masuknya Islam menjadi
mudah diterima oleh suatu masyarakat dimana proses penyebaran itu dilakukan.
Sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Asia Tenggara dikalangan
sejarawan, khususnya dalam aspek kebudayaan, masih belum terungkap secara
sempurna. Menurut Azyumardi Azra hal ini disebabkan antara lain karena kajian
sejarah islam dengan berbagai aspeknya di Asia Tenggara, baik itu dari kalangan
orang asing maupun dari kalangan orang pribumi belum mampu merumuskan
suatu paradigm sejarah yang dapat dijadikan pegangan bersama yang kadang –

kadang sulit untuk dipertemukan atau disatukan antara satu dengan yang lain.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Brunei Darussalam awal sejarah
2. Kedatangan Islam di Brunei Darussalam
3. Islam di Brunei Darussalam sebelum Kolonial
4. Pusat Perkembangan Islam di Brunei Darussalam
5. Konterporer Islam di Brunei Darussalam
6. Pendidikan Islam di Brunei Darussalam
C. TUJUAN
1. Menambah pengetahuan tentang bagaimana penyebaran islam di Asia Tenggara
khususnya di Brunei Darussalam.
2. Menumbuhkan kesadaran bahwa betapa beratnya penyebaran islam ke seluruh
dunia.
3. Mendorong orang agar menceritakan kepada yang lain yang belum tahu sejarah
islam di asia tenggara khususnya diBrunei Darussalam.

BAB II PEMBAHASAN

A.


BRUNEI DARUSSALAM AWAL SEJARAH
Negara Brunei Darussalam merupakan salah satu negara kecil di Asia

Tenggara jika dibandingkan dengan negara tetangganya (Malaysia dan Indonesia).
Secara geografis Brunei Darussalam terletak di pantai Barat Laut Kalimantan.
yang di bagian Baratnya merupakan daratan pantai yang berawa dan disebelah
Timurnya berbukit. Nama Brunei Darussalam mengandung arti suatu “negara
yang penuh dengan kedamaian” dan beribu kotakan Bandar Sri Bagawan. Brunei
terbagi atas empat distrik atau bagian yaitu : Distri Brunei, Distrik Tutong, Distrik
Belait, dan Distrik Temburong. Dari berbagai sumber seperti Catatan Arab, Cina,
dan Tradisi Lisan.
Banyak yang menyatakan bahwa Brunei merupakan Negara kerajaan tertua
di Malayu dan menjadikan Malayu sebagai bahasa utama. Dari berbagai catatan
China, Brunei dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan catatan arab
dikenal dengan istilah Dzabaj atau Ranjd.
Brunei zaman dahulu disebut dengan kerajaan Borneo dan kemudian berubah
menjadi Brunei, nama Borneo ini diduga merupakan nama lain dari pulau
Kalimantan. Ada versi lain yang mengatakan Brunei berasal dari kata Baru nah
yang dalam sejarah dikatakan bahwa pada awalnya ada rombongan Klan atau
suku sakai yang dipimpin oleh Patih Berbia yang pergi ke Sungai Brunei mencari

tempat untuk mendirikan negeri baru.
Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang kedudukannya sangat strategis
karena diapit oleh bukit dan air sehingga bisa untuk transportasi dan kaya akan
ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai. Dan merekapun
mengucapkan kata Baru nah yang artinya tempat itu sangat baik, berkenan dan
sesuai hati mereka untuk mendirikan suatu negeri yang sesuai dengan yang
mereka inginkan.
Klan atau suku Sakai yang dimaksudkan di atas merupakan serombongan
pedagang dari China yang gemar berniaga dari satu tempat ke tempat yang lain.
Dan konon katanya pada awalnya kerajaan Brunei merupakan pusat perdagangan
orang – orang China. Brunei merupakan negara termuda diantara negara – negara
rumpun Malayu, karena Brunei Darussalam baru diproklamatirkan sebagai suatu
negara merdeka pada tanggal 1 Januari 1984. Brunei Darussalam merupakan

negara yang bersendikan ajaran – ajaran “ahlu al sunnah wal jamaah” dan Mazhab
Syafi’i ditetapkan sebagai Mazhab resmi negara dalam perlambangan negara.
Bahkan didapatkan informasi bahwa itu telah ditetapkan jauh sebelumnya yaitu
sejak raja ke 24.
Sultan Abdul Momin pada tahun 1852 – 1885, sedangkan Mazhab lainnya
dianggap sebagai kegiatan akademik saja. Sehingga Brunei Darussalam

merupakan satu – satunya negara di dunia yang menetapkan dasar negara tidak
hanya Islam tetapi juga Ahlussunnah Wal Jamaah bermazhab Syafi’i. Islam masuk
ke Brunei pada masa Raja ke 5, Sultan Bolkiah pada tahun 1485 – 1524setelah
jatuhnya Malaka ke Portugis.
Sebahagian ahli sejarah mengatakan bahwa Brunei sudah ada sejak abad ke-7
atau abad ke-8 M. Kerajaan ini kemudian ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya
pada awal abad ke-9 dan kemudian dijajah lagi oleh Majapahit. Ketika Majapahit
mulai runtuh, Brunei kemudian berdiri sendiri dan mencapai masa kejayaannya
pada masa pemerintahan Sultan ke Lima Bolkiah yang berkuasa pada tahun 1473
sampai 1521. Brunei pernah menguasai seluruh Pulau Kalimantan dan Filipina.
Pada tahun 1888 Inggris yang pada saat itu merupakan negara terkuat, masuk
dan menjajah Brunei. dan mulai saat itu Brunei menjadi sekutu Inggris dan pada
saat yang bersamaan pula, Malaysia juga dikuasai Inggris. Kemudian kedua
penduduk dari negara tersebut bersatu dan mengadakan perlawanan dan dalam
rentan waktu yang panjang, kemudian kedua Negara tersebut merdeka.
Malaysia merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957, dan ketika itu Brunei masih
dinyatakan bergabung dengan dengan Malaysia. Setelah kemerdekaannya keadaan
Malaysia belum belum begitu stabil terutama pada tahun 1960-an karena orang –
orang China sering konflik dengan masyarakat Malayu. Dan Brunei dan Malayu
yang penduduknya rumpun melayu berusaha keras dalam mengamankan

negaranya. Setelah betul – betul aman, barulah Brunei memisahkan diri dari
Malaysia.

PM Syarifuddin sebagaimana yang dikutip oleh Ajid Thohir mengatakan
dalam tulisannya yang sangat menarik bahwa Brunei pada (lima abad lalu)

warganya yang bermukim di Jerudong disebut orang Kedayan, dan berasal dari
Jawa. Leluhur mereka tiba di Brunei dimasa daulat Sultan Bolkiah. Inilah suku
pertama di Brunei. Situasi politik di Brunei sangat tenang dan sumber kekayaan
utama dihasilkan adlah minyak mentah, dan gas cair yang begitu melimpah.
Tanahnya pun subur dan lahan pertanian seperti karet, merica, dan rempah –
rempah cukup menjanjikan. Kepala pemerintahannya dipimpin oleh Raja
PM Syarifuddin sebagaimana yang dikutip oleh Ajid Thohir mengatakan dalam
tulisannya yang sangat menarik bahwa Brunei pada (lima abad lalu) warganya
yang bermukim di Jerudong disebut orang Kedayan, dan berasal dari Jawa.
Leluhur mereka tiba di Brunei dimasa daulat Sultan Bolkiah. Inilah suku pertama
di Brunei. Situasi politik di Brunei sangat tenang dan sumber kekayaan utama
dihasilkan adlah minyak mentah, dan gas cair yang begitu melimpah. Tanahnya
pun subur dan lahan pertanian seperti karet, merica, dan rempah – rempah cukup
menjanjikan. Kepala pemerintahannya dipimpin oleh Raja.

Profil Negara Brunai Darussalam
1.

Nama resmi

2.

Lagu kebangsaan

3.

Motto

4.

Ibu kota (terbesar)

5.

Bahasa resmi


6.

Pemerintahan : Monarki absolut Islam

7.

Nama Sultan

: Hassanal Bolkiah

8.

Luas wilayah

: Total : 5.765 km2 – Air (%) : 8.6%

9.

Penduduk


: Perkiraan Juli 2008 : 381,371 jiwa dengan jumlah

Kepadatan
10.

Mata Uang

: Negara Brunei Darussalam
: Allah Peliharakan Sultan

: Selalu menuruti arahan Tuhan
: Bandar Seri Begawan

: Melayu

: 66/km2
: Brunei dollar (BND)

B. KEDATANGAN ISLAM DI BRUNEI DARUSSALAM
Berkaitan dengan masuknya Islam di Brunei ditemukan beberapa sumber
yang berbeda yaitu :
a) Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa Islam mulai diperkenalkan di
Brunei pada tahun 977 melalui jalur timur Asia Tenggara oleh pedagang-pedagang
dari negeri Cina. Islam menjadi agama resmi negara semenjak Raja Awang Alak
Betatar masuk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Shah (1406-1408).
Perkembangan Islam semakin maju setelah pusat penyebaran dan kebudayaan
Islam Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511) sehingga banyak ahli agama Islam
pindah ke Brunei. Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa
pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5), yang wilayahnya meliputi Suluk,
Selandung, kepulauan Suluk, kepulauan Balabac samapai ke Manila.
Masuknya Islam di Brunei didahului oleh tahap perkenalan. Islam masuk
secara nyata ketika raja yang berkuasa pada saat itu menyatakan diri masuk Islam,
lalu diikuti oleh penduduk Brunei dan masyarkat luas. Sehingga cukup beralasan
jika Islam mengalami perkembangan yang begitu cepat.
b) Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia dikatakan bahwa agama Islam
masuk ke Brunei pada abad ke-15. Sejak itu, kerajaan Brunei berubah menjadi
kesultanan Islam. Pada abad ke-16 Brunei tergolong kuat di wilayahnya, dan
daerah kekuasaannya meliputi pula beberapa pulau di Filipina selatan.
Perubahan nama dari kerajaan menjadi kesultanan memberi informasi bahwa
Islam di Brunei mendapat perhatian yang serius dari pihak pemerintah. Hal ini
menjadi salah satu faktor sehingga penganut agama Islam semakin bertambah
banyak.
c) Di sumber lain dikatakan bahwa silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada
Batu Tarsilah yang menuliskan silsilah raja-raja Brunei yang dimulai dari Awang
Alak Batatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada
Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804
dan 1804-1807). Data ini menunjukkan sistim pemerintahan di Brunei adalah
kesultanan atau monarki mutlak Islam, dan semuanya sangat memeperhatikan
Islam sebagai agama resmi negara.

d) Menurut Azyumardi Azra bahwa awal masuknya Islam di Brunei yaitu
sejak tahun 977 kerajaan Borneo (Brunei) telah mengutus P’u Ali ke istana Cina.
P’u Ali adalah seorang pedagang yang beragama Islam yang nama sebenarnya
yaitu Abu Ali. Pada tahun itu juga diutus lagi tiga duta ke istana Sung, salah
seorang di antara mereka bernama Abu Abdullah. Peran para pedagang muslim
dalam penyebaran Islam di Brunei telah terbukti dalam catatan sejarah.
e) John L. Esposito seorang orientalis yang pruduktif banyak menulis tentang
sejarah Islam, menurutnya bahwa Islam pertama kali datang di Brunei pada abad
ke-15 dan yang pertama kali memeluk Islam adalah raja Berneo.
Pendapat Esposito ini sejalan dengan pendapat lainnya bahwa pihak raja atau
sultan yang lebih awal menyatakan diri masuk Islam, lalu kemudian diikuti oleh
masyarakatnya. Data dan informasi di atas memberi penegasan bahwa raja Brunei
sejak dahulu besar perhatiannya terhadap Islam dan dapat diterima oleh lapisan
masyarakat. Mereka dapat menerima Islam dengan baik ditandai dengan sambutan
positifnya terhadap kedatangan pedagang Arab Muslim.
Islam masuk di Brunei melalui suatu proses yang panjang tidak pernah
berhenti. Menurut Ahmad M. Sewang ada suatu proses yang dinamakan adhesi,
yaitu proses penyesuaian diri dari kepercayaan lama kepada kepercayaan baru
(Islam). Proses tersebut juga disebut proses islamisasi yang dapat berarti suatu
proses yang tidak pernah berhenti.
Kedatangan Islam di Brunei membolehkan rakyat menikmati sistem
kehidupan lebih tersusun dan terhindar dari adat yang bertentangan dengan akidah
tauhid. Awang Alak Betatar adalah raja Brunei pertama yang memeluk Islam
dengan gelar Paduka Seri Sultan Muhammad Shah (sultan ke-1 tahun 1383-1402).
Ia dikenal sebagai penggagas kerajaan Islam Brunei.
Awang penganut Islam sunni lebih dipecayai dari pada Syarif Ali yang
berketurunan ahl al-bait, yang bersambung dengan keluarga Nabi Muhammad saw
melalui pjalur cucunya Sayidina Hasan. Syarif Ali dikawinkan dengan putri
Sultan Muhammad Shah, setelah itu ia dilantik menjadi raja Brunei atas
persetujuan pembesar dan rakyat. Sebagai raja dan ulama, Syarif Ali gigih
memperjuangkan Islam dengan membangun masjid dan penerapan hukum Islam.
Satu hal yang menarik untuk diketahui bahwa meskipun Syarif Ali
berketurunan ahl al-bait, tetapi tidak menjadikan pola pemerintahan yang
berdasarkan pola kepemimpinan Syiah yang dikenal immah, justru ia melanjutkan

konsep kepemimpinan yang sudah ada yaitu sunni. Raja-raja Brunei sejak dahulu
kala secara turun temurun adalah kerajaan Islam dan setiap raja bergelar sultan. Di
samping itu, kerajaan Brunei dalam kunstitusinya secara tegas menyatakan bahwa
kerajaan Brunei adalah negara Islam yang beraliran sunni (ahl al-sunnah wa aljama‘ah).
Islam berkembang di Brunei karena pihak kesultanan menjadikan sunni
sebagai prinsip ketatanegaraan dan pemerintahan dalam Islam. Menurut Hussin
Mutalib bahwa pihak Sultan pernah memperingatkan agar hati-hati terhadap
Syiah. Aliran Syiah di Brunei tidak mendapat posisi penting untuk berkembang
bahkan menjadi ancaman bagi Sultan. Pada masa Sultan Hassan (sultan ke-9
tahun 1582-1598), dilakukan beberapa hal yang menyangkut tata pemerintahan:
1) menyusun institusi-institusi pemerintahan agama, karena agama memainkan
peranan penting dalam memandu negara Brunei ke arah kesejahtraan,
2) menyusun adat istiadat yang dipakai dalam semua upacara, di samping itu
menciptakan atribut kebesaran dan perhiasan raja, 3) menguatkan undang-undang
Islam.
Pada tahun 1967, Omar Ali Saifuddin III (sultan ke-28 tahun 1950-1967)
telah turun dari tahta dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah menjadi
sultan Brunei ke-29 (1967-sekarang). Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri
Brunei Town telah diubah namanya menajdi Bandar Seri Begawan untuk
mengenang jasa Baginda yang meninggal dunia tahun 1986.
Usaha-usaha pengembangan Islam diteruskan oleh Yang Mulia Paduka
Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Wadaulah. Di antara
usahanya yaitu pembinaan masjid, pendidikan agama, pembelajaran al-Qur’an
dan perundang-undangan Islam. Setelah Brunei merdeka penuh tanggal 1 Januari
1984, Brunei menjadi sebuah negara Melayu Islam Braja.
Melayu diartikan sebagai negara Melayu yang memiliki unsur-unsur
kebaikan dan menguntungkan. Islam diartikan sebagai suatu kepercayaan yang
dianut negara yang bermazhab ahl al-sunnah wa al-jama’ah sesuai dengan
kontitusi cita-cita kemerdekaan, sedang Braja diartikan sebagai suatu sistem
tradisi Melayu yang telah lama ada.
Penduduk Brunei yang mayoritas Melayu dan penganut agama Islam
terbesar di Brunei tentu saja merekalah yang menentukan tatanan negara dengan
tetap memperhatikan kemajuan Islam yang berhaluan ahl al-sunnah wa al-jama‘ah
dan menjaga kelestarian dan mempertahanakan adat istiadat yang berlaku. Islam

sebagai agama resmi negara Brunei dan agama mayoritas, namun agama lain tidak
dilarang.
Kementerian

agama

Brunei

berperan

besar

dalam

menentukan

kebijaksanaan dan aturan bagi penduduknya. Buku-buku keagamaan harus lebih
dahulu melalui sensor kementerian itu sebelum boleh beredar di masyarakat.
Segala bentuk patung dilarang, walaupun patung Winston Churuchil dibangun di
perempatan utama di ibu kota Bandar Seri Begawan.
Hukum Islam berpengaruh besar pada undang-undang di negara itu.
Kementerian agama sangat berhati-hati terhadap unsur-unsur yang dapat merusak
akidah tauhid, sehingga buku pun harus disensor dan tidak lagi diizinkan
pembangunan patung yang dianggap juga dapat merusak iman seseorang. Selain
itu, yang perlu juga diketahui bahwa Brunei sebagai negara Islam di bawah
pemimpin sultan ke-29 yaitu Sultan Hassanal Bolkiah. Sultan ini telah banyak
melakukan usaha penyempurnaan pemerintahan antara lain dengan melakukan
pembentukan majelis Agama Islam atas dasar Undang-Undang Agama dan
Mahkamah Kadi.
Majelis ini bertugas menasehati Sultan dalam masalah agama Islam. Usaha
lain yang dilakukan yaitu menjadikan Islam benar-benar berfungsi sebagai
pandangan hidup rakyat Brunei dan satu-satunya idiologi negara. Untuk itu,
dibentuklah jabatan Hal Ehwal Agama yang bertugas menyebarkan paham Islam.
Untuk kepentingan penelitian agama Islam.
Pada tanggal 16 September 1985 didirikan pusat dakwah, yang juga
bertujuan melaksanakan program dakwah serta pendidikan kepada pegawaipegawai agama dan masyarakat luas dan pusat pameran perkembangan dunia
Islam. Atas dasar itu, sehingga secara kuantitas masyarakat Muslim di Brunei
semakin hari semakin bertambah banyak.
Brunei sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim dan Sultan
menjadikan Islam sebagai idiologi negara, telah banyak melakukan aktifitas baik
bersifat nasional maupun internasioal. Di bulan Juni 1991, Brunei sebagai tuang
rumah penyelenggaraan Pertemuan Komite Eksekutif Dewan Dakwah Islam Asia
Tenggara dan Pasific, di bulan Oktober 1991, Sultan menghadiri pembukaan
Budaya Islam di Jakarta, di bulan Desember 1991, Sultan menghadiri pertemuan
Organisasi Konfrensi Islam (OKI) yang diselenggarakan di Qatar, di bulan
September 1992, didirikan lembaga yang bergerak di bidang finansial yaitu

Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB), lembaga keuangan ini dikelola secara
profesional sesuai dengan prnsip dasar Islam.
Data sejarah ini menunjukkan bahwa Sultan memiliki perhatian dan
semangat besar untuk mengembangkan Islam dan menyejahtrakan kehidupan
umat Islam Brunei. Untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan umat Islam
Brunei, Sultan dalam sambutannya dalam peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi
Muhammad saw. tahun 1991 mengeluarkan dekrit yang isinya melarang
organisasi al-Arqm melakukan aktifitas keagamaan.
Sultan memerintahkan seluruh jajaran pemerintahannya agar melarang
organisasi asing melakukan kegiatan yang dapat mengancam keutuhan dan
keharmonisan umat Islam yang selama ini sudah terbina dengan baik. Organisasi
al-Arqm dianggap organisai yang akan memeceh belah umat Islam dan berusaha
menghilangkan tradisi Melayu di Brunei.
Dalam satu sumber dikatakan bahwa di Brunei seluruh pendidikan rakyat
mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi ditanggung oleh
negara atau diberikan secara gratis. Perhatian negara terhadap peningkatan sumber
daya manusia menjadi prioritas, utamanya pengembangan sumber daya manusia
islamik.
Salah satu langkah yang ditempuh dalam peningkatan ini yaitu negara
mengirim sejumlah kaum muda untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri
atas biaya negara, sehingga jumlah siswa yang dikirim setiap tahunnya mencapai
angka 2000 orang. Pendidikan gratis di semua tingkatan, menunjukkan bahwa
Brunei adalah negara kaya. Meskipun Brunei yang luas wilayahnya tergolong
kecil, menempati urutan 148 di dunia (setelah Siprus dan sebelum Trinidad dan
Tobago) sebanding dengan luas wilayah kabupaten Aceh Tengah.
Anggota ASEAN ini merupakan salah satu negara makmur di dunia
dengan tingkat income percapita masuk 10 besar dunia. Karena itu, sangat
beralasan bila agama Islam di negara ini mengalami perkembangan yang cepat
dan mempunyai istana besar dan megah. Perdagangannya yang maju antara lain
menjadikan negara nomor satu dalam angka “Export per capita”
C. ISLAM DI BRUNEI DARUSSALAM SEBELUM KOLONIAL
Kerajaan Brunei merupakan salah satu kerajaan tertua di antara kerajaankerajaan lain di tanah Melayu. Keberadaan Kerajaan Brunei diperoleh
berdasarkan catatan Cina, Arab, dan tradisi lisan. Dalam catatan sejarah Cina,

Brunei pada jaman dahulu dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan
Bunlai. Dalam catatan Arab, Brunei disebut dengan Zabaj atau Randj. Sedangkan
pada catatan tradisi lisan Syair Awang Semaun (SAS), kata Brunei berasal dari
perkataan baru nah yang bermakna ”tempat yang sangat baik”. Sumber-sumber
dari berbagai bangsa yang meriwayatkan Brunei amat beragam.
Kerajaan Brunei dapat disebut sebagai kerajaan Melayu yang paling lama
bertahan. Dengan eksistensinya yang cukup lama, maka perunutan sejarahnya
juga memerlukan sistematika penulisan yang komprehensif, mencakup fase-fase
penting kepemimpinan. Dalam hal ini, sejarah Kerajaan Brunei dapat ditelusuri
melalui dua fase, yaitu fase pra-Islam pada masa Kerajaan Brunei Tua, dan fase
Islam pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah dengan nama Kerajaan
Brunei.
1. Kerajaan Brunei Pra-Islam
Data tentang sejarah Kerajaan Brunei pra-Islam tidak banyak ditemukan.
Beberapa sumber, termasuk berbagai buku dari Pusat Sejarah Brunei sendiri
hanya menyentil sedikit data. Catatan-catatan mengenai Kerajaan Brunei praIslam yang ditemukan hanya diperoleh melalui secuil manuskrip yang bersumber
dari sejarah Cina. Namun, catatan sejarah tersebut lebih banyak bercerita tentang
Kerajaan Puni. Hal itu dapat dimaklumi, karena Kerajaan Puni merupakan
kerajaan terakhir sebelum berubah menjadi Kerajaan Brunei dengan tata
pemerintahan Islam. Mengacu pada sejarah Cina, Kerajaan Brunei telah ada
semenjak abad ke-6 M. Hal itu terbukti dengan adanya hubungan perdagangan
Brunei dengan Dinasti Liang (502-566 M) di Cina. Kala itu, Brunei lebih dikenal
dengan nama Po-li. Penyebutan nama Kerajaan Brunei berbeda-beda sesuai
dengan sebutan yang digunakan oleh masing-masing Dinasti Cina.
Selanjutnya, Kerajaan Brunei tetap dikenal dengan sebutan yang sama pada
masa Dinasti Tang (618-906 M), dan berubah menjadi Po-lo saat terjadi hubungan
perdagangan dengan Dinasti Sung (960-1279 M), dan kemudian menjadi Po-ni
(Puni) semasa Dinasti Ming (1368-1643 M). Letak geografis Kerajaan Brunei praIslam, jika mengacu pada sejarah Cina ialah sebelah tenggara Canton dengan
jarak pelayaran dari Canton ke Brunei sejauh tiupan angin biasa berjarak 60 hari.

Hsu Yun-tsiau, sejarawan Cina, meneliti bahwa kerajaan ini mungkin terletak di
pantai timur tanah Melayu, yakni Kelantan.
Sebelum menjadi Kerajaan Brunei seperti sekarang ini, oleh Pusat Sejarah
Brunei, lebih banyak disebut sebagai Kerajaan Brunei Tua dibandingkan dengan
nama-nama Cina sebagaimana yang dikenal dalam sejarah Cina. Sebab beberapa
istilah Cina seperti Po-li, Po-lo maupun Puni tidak terlalu dekat dengan kata
”Brunei” saat ini. Mengingat bahwa Po-li, Po-lo, Puni, dan Brunei merujuk pada
tempat yang sama, maka boleh jadi mereka memiliki adat kebiasaan yang sama.
Sayangnya, rekam sejarah tentang Kerajaan Brunei Tua yang ditemukan saat
ini sangat minim, sehingga gambaran peristiwa masa silam tak dapat terekam
dengan jelas kecuali beberapa aktivitas penduduk di Kerajaan Puni berikut ini.
Aktivitas Ekonomi, Sosial, dan Budaya Sejauh ini, gambaran sejarah yang
ditemukan baru mengungkapkan adat kebiasaan orang Puni (Brunei di masa
Dinasti Ming, tahun 1368-1643 M).
Orang Puni pada masa itu sering melakukan hubungan perniagaan (pertukaran
barang) dengan Negeri Cina. Disebutkan bahwa berlangsungnya perniagaan akan
dimulai setelah kapal Cina berlabuh selama tiga hari, baru kemudian Raja Puni
memulai menaksir harga tiap-tiap barang. Selama berunding masalah harga, Raja
Puni akan menjamu para tamunya dengan beragam masakan. Setelah harga
ditetapkan, maka dipukullah gong sebagai pertanda peradagangan dimulai.
Konon, jika harga barang belum ditetapkan, maka siapapun tidak diperbolehkan
untuk memulai membeli. Barang siapa yang melanggar ketetapan tersebut maka
akan dihukum mati, kecuali saudagar, hukumannya akan diringankan. Ketika
dinasti Ming berkuasa, beberapa barang perniagaan yang ditukarkan pada masa itu
berupa tikar emas, tembikar, porselen, plumbun (lead), barang perak, emas, kain
sutera, kain kasa, dan kiap.
Adapun barang-barang yang diperoleh dari Cina di antaranya yaitu berupa
kapur barus, tanduk rusa, timah, gelang dari gading gajah, kulit kura-kura, sarang
burung, wangi-wangian, kayu cendana, lilin lebah, dan rempah-rempah. Selain
dengan Cina, Kerajaan Puni memiliki hubungan perdagangan dengan Kochin,
Jawa, Singapura, Pahang, Terengganu, Kelantan, serta negeri-negeri sekitar Siam.

Adat kebiasaan orang Puni di masa lalu juga terekam dalam jejak sejarah yang
bercerita tentang kebiasaan orang Puni dalam melangsungkan pemakaman.
Pada masa itu, jika ada orang yang mati, maka mayatnya akan dimasukkan
keranda yang dibuat dari buluh, kemudian dibawa ke hutan dan ditinggalkan
begitu saja. Dua bulan kemudian, barulah pihak keluarga mulai bercocok tanam
(dalam kisah ini tidak diceritakan tempat keluarga tersebut bercocok tanam,
apakah di tempat mayat atau di tempat lain). Selain itu, orang-orang Puni juga
biasa mengadakan kenduri setiap tahun hingga tujuh tahun. Selama itu, mereka
mengadakan jamuan, bersuka ria, menari dan menyanyi dengan diiringi gendang
seruling dan bunyi-bunyian seperti gong, canang, tawak-tawak, dan gulingtangan.
Jamuan makanan diletakkan di atas daun yang kemudian mereka buang setelah
makan. Orang-orang Puni juga mempunyai tradisi yang khas terutama dalam hal
meracik obat luka yang dikenal dengan nama pokok. Obat luka itu berasal dari
akar. Oleh orang Puni, akar itu digoreng sampai hangus lalu abunya digosokkan
ke bagian yang luka. Menurut riwayatnya, meski luka itu dapat menyebabkan
kematian, namun mereka yakin bahwa luka itu tetap dapat disembuhkan dengan
obat tersebut.
Dalam hal agama, beberapa penduduk Puni menganut agama Buddha.
Walaupun menganut agama Buddha, namun mereka tidak memiliki arca. Tetapi,
mereka membangun rumah Buddha yang bertingkat-tingkat, dengan atap yang
berbentuk menara. Sementara, di bawah menara terdapat dua buah rumah kecil
berisi mutiara yang dinamakan Sen Fu (Sacred Buddha). Pada saat hari Buddha
tiba, Raja Puni berangkat ke upacara untuk memuja bunga dan buah yang
diadakan selama tiga hari bersama penduduk negeri itu. Meskipun banyak
penduduk Puni menganut agama Buddha, terdapat segelintir orang yang sudah
menganut agama Islam.
Hal ini terbukti dengan ditemukannya makam-makam Islam serta beberapa
orang muslim yang menjadi utusan Raja Puni dalam melakukan pertukaran niaga
ke Cina. Raja-raja Puni sebelum tahun 1368 M disinyalir beragama Buddha,
kecuali Raja Puni yang bernama Ma-ha-mo-sha yang seorang muslim. Hal ini
tersirat dari perbekalan yang diberikan oleh Raja Cina kepada Raja Puni Ma-hamo-sha, berupa daging-daging yang bukan babi. Selain itu, kata ”Ma” dalam

istilah Cina biasanya merujuk kepada orang Islam. Ma-ha-mo-sha inilah yang
menjadi Raja Puni semasa pemerintahan Hung-wu dalam Dinasti Ming, yang
dalam sejarah Brunei tak lain adalah Sultan Muhammad Shah atau Sultan Brunei.
Di sinilah sesungguhnya pemerintahan Islam di Kerajaan Brunei dimulai.
2. Kerajaan Brunei Islam
Rentang sejarah pemerintahan Islam di Kerajaan Brunei diawali semenjak
dipimpin oleh Raja Puni Ma-ha-mo-sha tahun 1363 M. Pada masa pemerintahan
Islam, terjadilah rentetan peristiwa sejarah yang mencatat bahwa Kerajaan Brunei
Islam ini mengalami pasang surut yang disebabkan oleh penaklukan kerajaan lain
serta munculnya kolonialisme di Asia Tenggara yang kemudian mempengaruhi
situasi politik di dalam negeri. Rentetan sejarah itu digambarkan dalam beberapa
fase pemerintahan, yaitu:
a) Fase kerajaan Brunei Islam sebelum kolonialisme yang terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad shah atau Sultan Brunei I hingga Sultan
Bolkiah alias Sultan Brunei ke lima.
b) Fase kerajaan Brunei Islam masa kolonialisme yang terjadi saat tampuk
pemerintahan dijalankan oleh Sultan Abdul Kahar alias Sultan Brunei ke
enam. ü Fase kerajaan Brunei Islam pascakolonialisme yang terjadi pada
masa pemerintahan Sultan Hassanal Bolkiah hingga saat ini.
1) Kerajaan Brunei Islam Sebelum Kolonialisme
Perkembangan agama Islam di Brunei tidak lepas dari pengaruh para musafir,
pedagang Arab, serta mubaligh-mubaligh yang berdatangan silih berganti sejak
sebelum tahun 977 M. Pada masa itu, agama Islam belum menjadi agama resmi di
Kerajaan Brunei. Agama Islam baru menjadi agama resmi pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Shah (1363-1482). (Al-Sufri, 1992; 2000), dan
berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Syarif Ali atau Sultan Brunei
2)

Kerajaan Brunei Islam pada Masa Kolonialisme
Kolonialisme di Kerajaan Brunei terjadi pada tahun 1578 M pada masa

pemerintahan Sultan Abdul Kahar. Sebenarnya, penjajah sudah lama ingin
menaklukkan Brunei semenjak mengetahui keelokan negeri ini pada tahun 1521
M silam. Pada tahun 1578 M terjadi perselisihan di kalangan internal istana yang
melibatkan Sultan Saiful Rijal dengan dua pengiran Brunei yang dikenal dengan

”Perang Kastila”. Situasi istana yang tidak kondusif itu dimanfaatkan oleh
Spanyol untuk menaklukkan Brunei.
Upaya penaklukan Kerajaan Brunei bermula ketika pihak kolonial Spanyol
menyampaikan surat yang berisi permohonan kepada baginda raja Sultan Saiful
Rijal agar memberi keleluasaan kepada para misionaris untuk turut menyebarkan
ajaran Kristiani dan memberikan jaminan keselamatan bagi mereka di Brunei.
Bahkan, isi surat tersebut menghina kesucian dan kemuliaan Islam serta Nabi
Muhammad Saw. Surat tersebut menjadikan baginda Sultan marah besar. Bulan
April 1578 M, terjadilah pertempuran antara Kerajaan Brunei dengan pihak
penjajah yang memakan banyak korban jiwa dari pihak tentara Brunei.
Selain itu, terjadi perampasan harta benda milik istana dan pembesar-pembesar
kerajaan oleh kolonial Spanyol. Kendati sempat porak-poranda akibat
pertempuran itu, namun semangat juang dan nasionalisme rakyat Brunei berhasil
memukul mundur musuhnya pada bulan Juli 1578 M. Sultan Saiful Rijal mangkat
pada tahun 1581 M dan digantikan oleh Sultan Shah Brunei. Masa pemerintahan
Sultan Shah Brunei terbilang paling singkat yaitu pada tahun 1581 hingga 1582 M
saja. Saking singkatnya, tak banyak cerita yang didapat dari masa pemerintahan
beliau ini.
Tampuk kepemimpinan Kerajaan Brunei kemudian diteruskan oleh Sultan
Mohammad Hasan (1582-1598 M) yang sukses mengembalikan masa kejayaan
Brunei di masa lalu. Pada masa ini, terlihat kemajuan di berbagai bidang, di
antaranya bidang pendidikan, keagamaan, serta perdagangan. Kemajuan di bidang
pendidikan ditandai dengan banyaknya sekolah-sekolah Islam yang didirikan. Di
bidang keagamaan, kegiatan dakwah Islam ramai dikunjungi orang. Saat itu,
perdagangan juga berjalan dengan sangat baik sehingga kemashuran Brunei
terdengar dimana-mana. Masa kejayaan itu terenggut ketika Kerajaan Brunei
berada di bawah kolonial Inggris.
James Brooke datang dari Inggris pada tahun 1839 ke Serawak dan menjadi
raja disana. Ia menyerang Kerajaan Brunei sehingga Kerajaan Brunei kehilangan
kekuasaannya atas Serawak. Sedikit demi sedikit kekuasaan Kerajaan Brunei
mulai terkikis. Khawatir akan kehilangan yang lebih besar dari wilayah
kekuasaannya, maka pada tahun 1888 M, Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin

meminta perlindungan pihak Great Britain (Inggris). Kerajaan Brunei kemudian
menyepakati Perjanjian Persahabatan dan Perniagaan dengan Inggris. Sayangnya,
perjanjian tersebut tidak memberikan keuntungan bagi Brunei.
Kerajaan Brunei kemudian memperbaharui perjanjian baru dengan Inggris
yang disebut dengan Perjanjian Naungan dan Perlindungan yang sekali lagi tidak
menguntungkan Brunei. Bahkan, akibat perjanjian ini, Brunei kehilangan wilayah
Limbang dan serta merta mempersempit wilayah kekuasaan Kerajaan Brunei.
Perjanjian demi perjanjian kemudian dibuat susul menyusul pada tahun 1905,
kemudian, 1906, 1959, 1971, hingga perjanjian tahun 1979 M yang merupakan
perjanjian tambahan untuk merevisi perjanjian tahun 1888. Perjanjian-perjanjian
tersebut dibuat guna mengakhiri perjanjian istimewa antara Kerajaan Brunei
dengan Inggris yang bertentangan dengan tanggung jawab antar bangsa sebagai
negara yang berdaulat. Pada tahun 1960an terjadi beberapa peristiwa penting
terkait dengan pembentukan negara Malaysia, yang saat itu mencakup wilayah
Persekutuan Tanah Melayu, Sabah, Sarawak, Singapura, dan Brunei. Karena
beberapa perundingan terkait jaminan masa depan Brunei tidak disepakati, maka
Brunei mengambil keputusan untuk tidak masuk ke dalam negara Malaysia dan
membentuk kedaulatan sendiri.
Demi mewujudkan kedaulatan yang mandiri, maka pada tahun 1962, Kerajaan
Brunei mengadakan pemilihan umum pertama, yang sayangnya terkotori oleh
penghianatan beberapa pemimpin-pemimpin yang tergabung dalam Tentera
Nasional Kalimantan Utara (TNKU) untuk menggulingkan kerajaan yang sah.
Peristiwa itu sempat memakan korban jiwa yang tidak sedikit, namun banyak
memberi pelajaran bagi Kerajaan Brunei di masa depan. Keadaan sempat
membaik hingga pada tahun 1967 ketika Sultan Haji Omar ‘Ali Saifuddin
menurunkan diri dan mengangkat putra sulungnya, Sultan Hassanal Bolkiah
menjadi Sultan Brunei ke-29. Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei
Town, diubah namanya menjadi Bandar Seri Begawan guna mengenang jasa
baginda. Baginda mangkat pada tahun 1986.
3) Kerajaan Brunei Islam Pasca Kolonialisme
Sultan Hasanal Bolkiah diangkat menjadi Sultan semenjak tahun 1967 ketika
Kerajaan Brunei belum merdeka. Namun, ia telah berhasil memajukan negeri

Brunei dan memprakarsai kemerdekaan Brunei melalui pembaharuan perjanjianperjanjian Brunei dengan Inggris.
Pada tahun 1961, Sultan Hassanal Bolkiah diangkat menjadi Duli Pengiran
Muda Mahkota pada usia 15 tahun. Beliau kemudian dinobatkan menjadi Sultan
Brunei ke-29 di usia 21 tahun. Semenjak menjadi Duli Pengiran Muda Mahkota,
baginda telah memberikan kecenderungan terhadap kemajuan dan pembangunan
negara di bidang agama, ekonomi, pendidikan, sosial, kebudayaan, hingga
keamanan. Pada masa pemerintahannya, pada tanggal 1 Januari 1984, Kerajaan
Brunei merdeka dan menjadi kerajaan yang berdaulat.
Usaha menuju ke arah kemerdekaan ini sebelumnya telah dirintis oleh
ayahanda beliau, Sultan Haji Omar ‘Ali Saifuddin Sa‘adul Khairi Waddien yang
dengan penuh kebijakan menandatangani Perjanjian Perlembagaan Bertulis
Negeri Brunei tahun 1959. Sejak awal pengangkatannya, Sultan Hassanal Bolkiah
merombak sistem kementrian dan berusaha mewujudkan tata pemerintahan yang
bersih, jujur, amanah, sesuai dengan konsep dan falsafah negara, sebagai ”Negara
Melayu Islam Beraja”.
Pada masa ini, Sultan Hassanal Bolkiah juga mendirikan sebuah masjid
termegah dan terbesar di Brunei, yang ia beri nama ”Masjid Jami‘ Asr-Hassanil
Bolkiah”. Masjid yang dibangun tahun 1988 ini tidak hanya menaungi kurang
lebih 3.000 umat Islam untuk sholat berjamaah, melainkan juga menjadi tempat
yang istimewa karena dilengkapi dengan ruang perpustakaan, ruang pertemuan
serta lounge yang sangat indah.
Model arsitektur dan interior masjidnya menjadi kebanggaan kaum muslim dan
keluarga besar Kesultanan Brunei Darussalam. Arsitektur Masjid Jami‘ AsrHassanil Bolkiah mampu menyaingi arsitektur dan interior Masjidil Haram di
Makkah. Kini, masa kejayaan Kerajaan Brunei dapat dikatakan terulang kembali
semenjak dipimpin oleh Sultan Hassanal Bolkiah Mu‘izzaddin Waddaulah (1967kini).
Sebagai negeri kaya minyak dan dengan penerapan ekonomi syariah, limpahan
rejeki seakan tak pernah surut di bumi Brunei Darussalam. D. Kerajaan Islam
Melayu ; Fenomena Malayu Islam Braja (MIB) Sri Baginda Sultan Haji Hassanal
Bolkiah Mu’izzaddin Wadaulah, Sultan dan yang di-pertuan Brunei Darussalam

yang mengawali bagaimana pentingnya MIB pada tahun 1991. Menurutnya, MIB
merupakan “identitas dan citra yang kokoh ditengah-tengah Negara-negara nonsekuler lainnya di dunia”. Maka wajar, ketika kerajaan ini menyambut tahun 1991,
diiringi dengan berbagai perayaan peristiwa-peristiwa keagamaan.
Oleh karena itu, ideology resmi Negara atau falsafah kehidupan bernegara
tercantum dalam MIB tersebut. Hal ini, bisa dilihat dengan pernyataan sebuah
surat kabar resmi pemerintah yang menggambarkan sebagai berikut”..Kerajaan
Islam Melayu menyerukan kepada masyarakat untuk setia kepada Rajanya,
melaksanakan Islam dan menjadikannya sebagai jalan hidup serta jalan kehidupan
dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat dasar bangsa Melayu sejati Brunei
Darussalam, termasuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa Utama..”.
Munculnya MIB ini, barangkali sangat berpengaruh oleh kentalnya ajaran islam
yang diamalkan masyarakatnya, sehingga berpengaruh sampai dalam kehidupan
bernegara.
Sejak awal kemerdekaannya, Brunei dikenal sebagai Negara yang berpenduduk
mayoritas muslim. Terkait dengan ini, Islam di Brunei sejak awal kedatangannya
sampai saat ini masih eksis. Atau hal ini, muncul karena peran yang sangat
dominan dari etnis Melayu dalam mengembangkan institusi-institusi Islam dan
Kesultanan Melayu. Karena hal ini, bisa dilihat dari semakin menguatnya
beberapa bukti bahwa inti dari MIB adalah hasil elaborasi dari lembaga adat dan
tradisi Melayu Brunei.
Dari sebuah hasil penelitian pada tahun 1984 oleh Departemen Sastra Melayu
Universitas Brunei Darussalam, menyebutkan bahwa beberapa perubahan social
yang terjadi di Brunei dapat dikategorikan sebagai berikut: Penduduk Brunei
Darussalam seluruhnya, baik secara cultural maupun psikologis, sedang mengatasi
keragaman yang ada ditengah-tengah mereka, disebabkan oleh kondisi geografis
dan histories di Brunei Darussalam sendiri.
Kebijakan-kebijakan

pemerintah

mengenai

hukum

dan

ketertiban,

kesejahteraan, pendidikan, dan pembangunan ekonomi telah mendominasi
kehidupan seluruh rakyat Brunei Darussalam. Sebagai akibat dari proses-proses
social diatas, penduduk Brunei Darussalam semakin memilih pola hidup bersama.
Pada poin pertama diatas, yaitu adanya pluralitas etnik, diakui oleh Neville dalam

penelitiannya “Penduduk yang diakui sebagai Melayu, meliputi : Melayu Lokal,
Dusun, Murut, Kedayah, Bisayah, dan komunitas-komunitas lainnya dalam warga
pribumi Brunei Darussalam, ditambah dengan warga Malaysia dan Indonesia”.
Sementara pada poin kedua, mempertegas adanya proses birokratisasi dalam
pemerintahan Brunei Darussalam. Sedangkan pada poin ketiga, memunculnya
fenomena bahwa perlunya pembangunan sebuah ideology nasional dan
mengartikulasikan budaya Nasional. Sebagai sebuah kesimpulan dalam penelitian
tersebut, ditulis bahwa “Karena pemerintahan mendukung kuat terhadap konsep
Kerajaan Islam Melayu, maka kultur khas Brunei Darussalam harus diusahakan
dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip ini”.
Ada hal yang menarik di Negara Brunei Darussalam ini, misalnya Pertama,
larangan gerakan Islam al-Arqam, Kedua, larangan kepada orang-orang asing
manapun yang menjadi ancaman keharmonisan system keagamaan di Brunei
Darussalam. Darul Arqam yang berpusat di Suburd, Malaysia, maka mulanya
dilarang oleh pemerintahan Malaysia, tetapi pada kenyataannya kelompok ini
telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan ekonomi umat
islam.
Usaha ini, juga mengindikasikan semakin kuatnya keinginan pemerintah
Brunei Darussalam untuk membedakan diri antara “islam Brunei” dengan “islam
Bukan Brunei”. Atau dapat diinterpretasikan bahwa Pemerintah Brunei
Darussalam ingin menciptakan garis pemisah antara yang dipandang sebagai
islam pribumi dengan islam yang dianggap dari luar dan tidak sama dengan Islam
Pribumi. Pada perkembangan selanjutnya, Islam menjadi posisi yang sangat
penting dalam Pemerintah Brunei Darussalam, baik sebagai ideology nasional
maupun sebagai prinsip hidup yang mengatur kehidupan sehari-hari.
Larangan

pemerintah

atas

peredaran

minum-minuman

keras

hingga

perhatiannya terhadap proses Islamisasi melalui berbagai aktifitas keislaman,
mengindikasikan perhatian komitmen Pemerintah Brunei Darussalam terhadap
islam, baik sebagai agama maupun sebagai kultur Melayu Pemerintah Brunei
Darussalam. Akan tetapi, pelarangan ajaran-ajaran islam “sempalan” maupun
ajaran islam dari “luar”, menempatkan sampai saai ini, hanya satu anggota cabinet
yang berasal dari kelompok Islam, dan amat minim yang bisa duduk di parlemen,

akibat dari pemerataan penduduk Melayu-muslim dengan China sehingga sulit
bagi muslim untuk menjadi calon legislative. Secara umum dapat dikatakan
bahwa dari sisi politik muslim Singapura masih menyisakan persoalan.
Namun demikian, dilihat dari realitas yang terjadi ditengah masyarakat, isu
politik boleh dikatakan tidak terlalu menarik bagi mereka, karena mereka berada
pada posisi minoritas. Strategi perjuangan politis masih dianggap belum dapat
membawa banyak keuntungan bagi masa depan mereka.
D.

PUSAT PERKEMBANGAN ISLAM DI BRUNEI DARUSSALAM
Perkembangan Islam semakin maju setelah pusat penyebaran dan

kebudayaan Islam Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511) sehingga banyak ahli
agama Islam pindah ke Brunei. Kemajuan dan perkembangan Islam semakin
nyata pada masa pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5), yang wilayahnya
meliputi Suluk, Selandung, kepulauan Suluk, kepulauan Balabac samapai ke
Manila.
Masuknya Islam di Brunei didahului oleh tahap perkenalan. Islam masuk
secara nyata ketika raja yang berkuasa pada saat itu menyatakan diri masuk Islam,
lalu diikuti oleh penduduk Brunei dan masyarkat luas. Sehingga cukup beralasan
jika Islam mengalami perkembangan yang begitu cepat.

E.

KONTERPORER ISLAM DI BRUNEI DARUSSALAM
Brunei memperoleh kemerdekaannya dari inggris pada tahun 1984.

Konstitusi Brunei menegaskan bahwa Agama resmi Brunei adalah Islam
mengikuti mazhab Syafi’i. Meski Agama lain seperti kristen, budha, dan hindu
dapat di anaut dan dilaksanakan secara damai dan harmonis, namun pemerintah
menegaskan sejumlah batasan bagi pemeluk agama non-Islam, antara lain seperti
pelarangan bagi non muslim untuk menyebarkan agamanya. Akhir tahun 2000 dan
2001 pemerintah menahan beberapa orang kristen, karena dugaan aktivitas
subtivitas (bawah tanah).
Mereka akhirnya dilepaskan pada bulan Oktober 2001 setelah bersumpah
setia pada sultan. Tidak dibenarkan satu sekolah pun, termasuk sekolah
mengajarkan agama selain agama Islam, termasuk perbandingan antar agama.
Selain itu, seluruh sekolah termasuk sekolah Cina dan Kristen Diharuskan
mengajarkan ajaran agama Islam kepada Siswanya.

Berbagai pememluk agama hidup berdampingan secara damai, namun
interaksi gereja terhalang oleh etos Islam yang dominan yang tidak
memperbolehkan pemeluk Islam mempelajari ajaran agama lain. Pada saat yang
sama, tokoh-tokoh Islam mengorganisir sejumlah kegiatan untuk mengajarkan dan
menyebarkan Islam yang mereka istilahkan dengan “dialog” meski dalam
kenyataannya hanya merupakan interaksi satu arah.
Kerajaan Brunei Darussalam dikenal menganut ideologi jerajaan Islam
melayu atau melayu islam beraja (MIB). Berbagai pertemuan dan seremonial
ditutup dengan doa. Pada setiap acara kenegaraan, non-muslim harus memakai
pakaian nasional yang mencakup tudung kepala bagi perempuan dan kopiah bagi
laki-laki, kostum yang identik dengan muslim.
Seperti yang ditegaskan oleh Sultan Haji Hassanal Bolkiah Muizzaddin wa
Daulah mengawali tahun 1991 : “melayu islam beraja harus menegaskan identitas
dan citra Brunei Darussalam yang kokok di tengah-tengan negara non-sekuler
lainnya di dunia”.
Sebuah surat kabar resmi pemerintah menjelaskan tentang melayu islam
beraja sebagai berikut :“kerajaan ilam melayu menyerukan kepada masyarakat
untuk setia kepada rajanya, melaksanakan islam dan menjadikannya sebagai jalan
hidup serta menjalani kehidupan dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat
sejati bangsa Melayu Brunei Darussalam, termasuk manjadikan bahasa Melayu
sebagai bahasa utama”.
Seiring dengan penekanan berbagai urgensi (MIB) sebagaimana
ditegaskan pemerintah, awal tahun 1991 ditandai dengan macam-macam peristiwa
perayaan keagamaan, mulai dari isra’ mi’raj nabi Muhammad, perayaan nuzul AlQuran, perayaan Idul Fitri, tahun baru hijrih, serta keikut sertaan Brunei dalam
forum islam regional maupun internasional, misalnya menjadi tuan rumah
pertemuan komite eksekutif dewan dakwah regional islam asia tenggara,
menghadiri pembukaan Organisasi Konfrensi Islam (OKI).
Hal ini mencerminkan kokohnya pendirian pemerintah dalam menghadapi
organisasi sempalan islam. Lebih jauh, besarnya perhatian Sultan terhadap
aktivitas keislaman seperti dikemukakan di atas, dapat diinterprestasikan sebagai
dukungan pemerintah terhadap proses Islamisasi dimana berperan sebagai tali
penghubung antara, dan juga sebagai perwujudan Islam dan kultur Melayu
Brunei.

Karena itu, MIB, nampaknya dapat digambarkan sebagai upaya
pemerintah untuk membangun sebuah ideologi nasional serta mengartikulasikan
budaya nasional sehingga diharapkan dapat memberikan arahan dalam mengelola
perubahan sosial yang cepat, dan dalam pembangunan bangsa. Melayu Islam
Beraja berkaitan erat dengan evolusi adat istiadat dan tradisi melayu brunei.
Melalui mib pemerintah menginginkan agar nilai-nilai budaya islam dan melayu
dilaksanakan, acara upacara keagamaan yang banyak tertera dalam kalender
muslim memberikan gambaran tentang bagaimana ideologi negara itu
diungkapkan dalam kehidupan berbangsa.
Selain itu, posisi posisi sentral islam lagi-lagi diperkuat dengan
didirikannya tabung amanah islam brunei (TAIB) atau dana amanah islam brunei,
yaitu lembaga finansial pertama di brunei yang dijalankan berdasarkan syariat
islam, tujuannya adalah mengelola dana TAIB dan kemudian mendukung
investasi dan perdagangan yang meliputi investasi di bidang bursa dan pasar uang,
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi dan industri baik di dalam negeri
maupun di luar negri, dan menjalankan fungsi-fungsi lainnya yang akan diatur
berkala. Lembaga ini beroperasi melalui sistem tabungan dan tabungan itu
kemudian diinvestasikan dengan tujuan mendapatkan keuntungan, keuntungan itu
diberikan pada periode tertentu setelah di potong zakat dan biaya manajemen
TAIB.
F.

PENDIDIKAN ISLAM DI BRUNEI DARUSSALAM
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan menusia melaui upaya pengajaran
dan pelatihan : proses, perbuatan, cara mendidik. [18]Pendidikan juga disebut
sebagai sistem training dan pengajaran yang didesain untuk memberi pengetahuan
dan keterampilan.
Pendidkan bukan hanya suatu upaya yang melahirkan proses pembelajaran
yang bermaksud membawa manusia menjadi sosok yang potensial secara
intelektual melalui transfer of knowledge yang kental. Tetapi proses tersebut
bermuara kepada upaya pembentukan masyarakat yang berwatak, beretika, dan
estetika serta bermoral.
Pendidikan Islam menurut Razalinda Under adalah :satu usaha untuk
mengembangkan fitrah manusia sesuai dengan ajaran agama Islam berlandaskan

Al-Qur’an dan Sunnah yang akhirnya akan mewujudkan satu masyarakat yang
bertamadun tinggi, penuh rahmat dan kebahagiaan serta mendapat keredaan
Allah. Pendidikan Islam berusaha untuk mengembangkan semua aspek dalam
kehidupan manusia.
Aspek-aspek tersebut meliputi antara lain, spritual, intelektual, imajinasi,
keilmiyahan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, maka pendidikan bertujuan
untuk memadukan paling tidak tiga aspek pada diri manusia yaitu : aspek
intelektual , spritual dan emosional.
Term yang biasa diidentikkan dengan istilah

pendidikan adalah

pengembangan sumber daya manusia . Kemajuan suatu bangsa terkadang diukur
dengan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu hampir semua negara
berusaha secara maksimal untuk meningkatkan sumber daya manusianya.
Brunei Darussalam sebagai sebuah negara sudah barang tentu akan
memperhatikan sumber daya manusianya hal ini selalu ditekankan oleh para
menteri kabinet dalam setiap pidatonya tentang tantangan mengelola perubahan
dalam konteks pembangunan nasional.
Oleh karena itu pemerintah Brunei meningkatkan pengelolaan sumber daya
manusia yang menurutnya terletak pada pelatihan generasi muda. Bahasa Melayu
dan Inggris memiliki penekanan yang sama pada pendidikan dasar dan pelajaran
diajarkan dalam bahasa Inggris. Penekanan pada bahasa Inggris ini diimbangi
dengan pengajaran MIB (Melayu Islam Beraja atau Kerajaan Islam Melayu),
seperti ajaran agama Islam, yang merupakan program pengajaran moral inti di
sekolah. Pelaja